Diari Saya: Menjadi Istri Dosen


Bismillah..semoga menghibur, syukur-syukur mendapat inspirasi.. hoho


Another day has passed and it won't come back forever..
Spend today with an intention to do good thing..


Sebuah dinding di Budapest
Dipotret oleh Abi saat sedang pergi menghadiri 5th IEEE International Symposium on Computational Intelligence and Informatics, 2014


Alhamdulillah,

Ini adalah tahun ketiga suami saya pergi merantau ke negeri orang.
Untuk sekolah.

Ia pergi bukan karena bosan dengan saya, (yakin??), bukan pula mencari rupiah atau tabungan dolar. Ia pergi karena ia "harus" pergi. 

--------------------------

Menjadi dosen baru di kampus kuning, bukan hal yang mudah ternyata. Paling tidak itu impresi saya setelah mendengar banyak kisahnya. Lulusan master tidak menjamin segalanya mudah. Lulusan master seperti tidak begitu berarti di sana, sebab rekan-rekannya banyak yang  doktor dan bahkan profesor. Menjadi peneliti pada proyek riset pun, nampaknya tidak bisa menjadi kepala penelitinya. Intinya, berkarir menjadi dosen, berarti siap untuk berjuang meraih pendidikan setinggi mungkin, salah satunya demi karir yang lebih baik. Mungkin itu kenapa ia diminta pergi.


Omong-omong soal pendidikan, saya jadi ingat sesuatu nih, jadi setelah kami mencetak undangan pernikahan sekitar tiga setengah tahun lalu, ia cukup banyak mencetak nama-nama profesor di label nama untuk ditempel di undangan.
 “lha.. banyak profesor yang diundang..”
Saya pun pernah dengar teman saya berkata kira-kira begini,
”suami loe yang gelarnya panjang itu kan...”
Dan saya memang dengar macam macam komentar soal tiga gelar suami saya di undangan kami dulu.. #kenapa jadi bahas undangan?
Begitulah, kesannya saya nikah dengan nerd saja..

Setelah bergabung menjadi pengajar di kampus kuning, ia dan beberapa rekannya sesama dosen baru "diminta" melanjutkan sekolah. Akhirnya suami saya menerima pinangan profesornya saat S2 dulu di Taipei untuk melanjutkan kuliah di sana. Ia melamar beasiswa dari Pemerintah Taiwan dan memilih National Taiwan University of Science and Technology (NTUST) sebagai kampusnya. Abi, panggilan saya untuknya, ditawarin bisa lulus lebih cepat oleh Profnya di sana. Ia yang sebenarnya ingin selalu bersama kami pun berminat sekali setelah mendengar iming iming "cepat" yang ditawarkan. Selain itu, memang tema riset di bidangnya katanya bagus di kampus itu. Saya sih, buta soal itu. Yang saya tahu, ia akan pergi lama, meninggalkan saya. Namun keterpaksaan, kepasrahan keyakinan atas kekuatan motivasinya dan kelurusan niatnya, membuat saya sadar.. sia sia menahannya di sini. Abi pun kemudian pergi setelah setahun bekerja di UI, ketika bayi kami berusia satu bulan.


  
101  Tower, Taipei.

Gedung ini menjadi gedung pencakar langit tertinggi di dunia pada tahun 2004, sebelum digusur oleh Burj Khalifa di Dubai tahun 2009. Pada 2011, 101 Tower dianugerahi LEED sertifikasi platinum dan menjadi green building tertinggi dan terbesar di dunia. 101 juga dahulu memiliki elevator tercepat di dunia. Kecepatannya mencapai 60,6 km/ jam sebelum kemudian predikat tersebut digantikan oleh Shanghai Tower di tahun 2016 (sumber: wikipedia)

Suami saya memang bercita cita menjadi dosen di UI. Spesifik, mengajar, dan spesifik lagi, di UI. Rekan rekan seangkatannya di elektro dulu tidak ada, ya, hanya satu setau saya, yang bersamanya menjadi pasukan garda terdepan pendidikan tinggi di almamaternya.Maafkan bahasa saya yang lebai..hehe. Teman temannya sepengetahuan saya banyak bekerja di industri. Kalau tidak telekomunikasi, ya migas. Begitulah, tidak heran teman temannya nampak cepat sukses. Paling tidak, bekerja dengan gaji yang relatif bagus. Kalau tidak dengan keyakinannya yang besar atas profesi ini, bagaimana ia dapat bertahan dan menahan diri tidak bekerja di industri saja. Ia masih setia dalam cita cita ini. Allah-lah yang menguatkannya dengan keyakinan bahwa menjadi dosen adalah pekerjaan yang sangat mulia dan sangat besar investasinya di masa datang. Bayangkan, seorang dosen (bayangkan saja semua guru) mengajar murid-muridnya, yang dengan ilmu itu kemudian, muridnya menjadi lulus ujian dan bisa mengantongi ijazah dan ilmu. Ijazah dan ilmu ini, meskipun bukan secara materiilnya, dibawa kemana-mana untuk syarat mendapat pekerjaan atau untuk membuka usaha. Dari pekerjaan itu, ia menafkahi diri dan keluarganya, ia beramal, ia bersedekah, ia menyumbang masjid.. subhanallah...




IEEE International Conference on Communications (ICC), 2014

Namun ternyata, menjadi (istri) dosen tak semudah mencari gelar lalu mengajar. Sebagaimana kita tahu adanya tri dharma perguruan tinggi:
1.      Pendidikan
2.      Penelitian
3.      Pengabdian kepada Masyarakat
Artinya apa? Artinya... kerjaan suami saya ngga semata ngajar sekarang dan nanti, namun juga ada penelitian dan pengabdian kepada masyarakat.......... #jegerrrr
Nah, mungkin terkait dengan salah satu tri dharma perguruan tinggi itu pula, ketika di rumah, ia sering sekali duduk anteng di depan laptopnya. Ngapain? mengerjakan paper, riset, kerjaan kampus.. apa saja.. dan alhamdulillah semuanya positif dan hampir semuanya bau rumus dan kata-kata. Pernah saya tidur dan bangun di tengah malam, eh Abi masih di depan laptopnya..
Saat ini ia sudah menulis sekitar dua puluh paper, dan salah satunya diberikan apresiasi oleh Lembaga Pengelola Dana Pendidikan (LPDP) melalui program penghargaan atas karya ilmiah. Lumayan duitnya, cin.. bakal beli susu ama pempes..
Selain mengajar, memang ia bilang kalau mau jadi profesor harus mencapai angka kredit tertentu. Angka ini dipenuhi dari menulis buku, mengajar, membuat tulisan di proceeding, di jurnal, dan mungkin banyak lainnya yang kurang saya pahami. Oleh sebab itu, ia berusaha terus menulis.. menulis..dan menulis. Semangat Abi chan....karena ada bonus juga kalau papernya diterima jadi bisa jalan-jalan, walaupun jalannya ke tempat simposium atau konferensnya, :D







view from sydney bridge. susah banget mo motret long exposure, soalnya jembatannya bereaksi thd mobil yg lewat, alias geter”, kata Abi




Budapest, 2014

  


            Chinese traditional carved fence, Taipei


(mungkin bersambung...)




Semua foto oleh: Abi Yahya

8 komentar:

  1. tidak kaya tidak apa-apa asal selalu bersama, tidak kaya tidak masalah asal tidak lupa beribadah, tidak kaya juga tidak hina karena abi punya istri seperti Nana

    BalasHapus
  2. :D

    That is so meaningful,
    Danke schon ya Pak

    BalasHapus
  3. Semangat yaa bu dosen (istri dosen jg boleh donk dipanggil bu dosen, ga cuma istri dokter aja yg boleh dipanggil bu dokter khan...).
    Yang saya tau untuk mencapai "return of investment" dari profesi seorang dosen ya memang harus dengan jalan seperti Abi nya tadi.. (keluarga besar saya dosen, jadi saya sedikit banyak tahu perjalanan karir mereka). Insya Allah profesinya berkah buat semua yaa.. ilmu yg bermanfaat itu kan harta juga (intangible asset, ciyee)..

    BalasHapus
  4. Aiih.. terima kasih banyak yah ^_^ aamiin..

    BalasHapus
  5. luarr biasa..tetap semangat dan semoga bisa terus istiqomah mendukung suami

    BalasHapus
  6. bacanya.. jadi nangis.. tapi nangis bahagia.. ( semangat mba ^^ )

    BalasHapus