Menjemput Cinta (Bagian Keempat)


"Ada hikmah dibalik setiap musibah"

Musibah yang menimpa Kinasih adalah sebuah takdir yang memberikan jalan kepada Bram untuk berkenalan dengannya.

***

Bram membuka pintu mobil, kemudian mempersilahkan Kinasih masuk. Setelah memastikan Kinasih duduk dengan nyaman, ia berputar ke arah samping kanan, masuk ke mobil lalu menyalakan mesin.

Beberapa saat kemudian mobil yang dikendarai Bram meluncur menuju rumah Kinasih.

Kinasih terdiam. Masih terlihat jelas rasa sedih di wajahnya akibat musibah yang baru  saja ia alami. Bram yang menyadari keadan tersebut, mencoba untuk membuka percakapan.

"Hhmm... Aku punya cokelat, kamu mau? Bram mengambil sebungkus cokelat yang tersimpan di dashboard mobil dan menyodorkannya ke Kinasih.

"Terimakasih, Mas, aku belum kepingin" tolak Kinasih.

"Baiklah... hhmm... padahal cokelatnya enak loh!" berusaha membujuk Kinasih. "konon kabarnya, cokelat bisa membuat orang yang memakannya merasa bahagia"

Kinasih menatap Bram sambil tersenyum. sejenak kemudian ia menerima tawaran Bram dan mengambil bungkusan cokelat.

"Alhamdulillaah... akhirnya" ujar Bram. "Eh... tapi jangan dihabiskan ya, itu cokelat kesukaan aku!" canda Bram kemudian yang disusul oleh tawa kecil Kinasih. Kini rona sedih diwajah cantiknya perlahan memudar.

Sebenarnya pada saat itu Bram merasa amat malu, namun demi mencairkan suasana agar tidak kaku selama perjalanan sekaligus menghibur Kinasih, ia mencoba melawannya.

"Terimakasih atas kebaikan Mas". ujar Kinasih disertai dengan senyuman.

"Sama-sama, sudah menjadi kewajiban saya untuk saling menolong" Bram sejenak menatap Kinasih. "Oh ya... namaku Bram Putra Pratama, panggil saja aku Bram. Kata Ibuku, Bram itu artinya gagah perkasa, sedangkan putra pratama mungkin karena aku anak lelaki pertamanya", jelas Bram sambil tersenyum.

Mendengar penuturan Bram, Kinasih tersenyum.

"Aku Sekar Kinasih, panggil saja Kinasih"

Bram sebenarnya telah mengetahui nama Kinasih dari Mas Yuda. Namun ia tidak ingin hal tersebut diketahui oleh Kinasih. Bram khawatir Kinasih akan berprasangka yang bukan-bukan kepadanya.

Mobil yang membawa Bram dan Kinasih terus melaju menyusuri jalan raya. Kinasih yang semula lebih banyak diam, lambat laun mulai merasakan kenyamanan berbicara dengan Bram. Demikian pula dengan Bram, ia merasa bahagia bisa mengantar Kinasih bahkan akhirnya berkenalan dengannya. Akhirnya mereka tiba di tempat tujuan.

Rumah dengan halaman rumput hijau itu terasa sejuk dipandang mata. Selain ditumbuhi oleh pepohonan yang rindang, beberapa tanaman bunga aneka warna menghiasi halaman.

Bram mematikan mesin mobil, kemudian keluar terlebih dahulu untuk membukakan pintu untuk Kinasih. Ia mempersilahkan Kinasih keluar. Kemudian iapun pamit untuk kembali ke toko. Namun tanpa ia duga, Kinasih memintanya untuk masuk kedalam rumah dan berkenalan dengan kedua orangtuanya. Bram yang sedikit canggung akhirnya menerima permintaan Kinasih. Keduanyapun berjalan menuju teras rumah.

Tanpa mereka sadari, sejak kendaraan yang membawa mereka memasuki halaman, kedua orang tua Kinasih yang sedang berada di ruang tamu memperhatikan dari balik jendela.

Sesampainya di depan pintu, Kinasih mengucapkan salam dan mempersilahkan Bram masuk, lalu ia memperkenalkan Bram kepada kedua orangtuanya. Bram kemudian menyapa kedua orangtua Kinasih dengan ramah. Beberapa saat kemudian ia dipersilahkan untuk duduk.

Kinasih menceritakan musibah yang baru saja ia alami hingga Bram menawarkan bantuan untuk mengantarnya pulang. Mendengar cerita Kinasih, kedua orangtuanya terkejut, namun mereka bersyukur karena Kinasih pulang dalam keadaan sehat, serta berterimakasih kepada Bram atas pertolongan yang telah diberikan kepada puteri mereka.

Bram sedikit canggung mendapat ucapan terimakasih dari kedua orang tua Kinasih, namun ia segera memahaminya. Bagi Bram, kedua orang tua Kinasih adalah orang tua yang sangat baik. Berbicara dengan mereka layaknya berbicara dengan Ibu dan almarhum ayahnya. Bram merasakan kenyamanan mengobrol dengan kedua orang tua Kinasih.

beberapa waktu kemudian Bram pamit, ia akan kembali ke toko. Selesai mengucapkan salam, iapun masuk kedalam mobil lalu perlahan keluar dari halaman rumah Kinasih dan menghilang di persimpangan jalan.

Sekar Kinasih merupakan anak tunggal. Ibunya hanya seorang Ibu rumah tangga biasa, sedangkan sang ayah merupakan pensiunan guru sekolah dasar. Sebagai anak perempuan satu-satunya, ia sangat disayang oleh kedua orang tuanya. Selesai kuliah, ia mengikuti jejak ayahnya, mengajar. Ia mengajar disebuah Taman Kanak-Kanak. Alasannya sederhana, karena ia tidak mempunyai adik, maka dengan mengajar anak-anak TK ia bisa merasakan dirinya menjadi seorang kakak.

Berita tentang dilamarnya Kinasih oleh seorang pria yang berprofesi sebagai guru sebetulnya hanya diketahui oleh beberapa orang yang telah kenal dekat dengannya, salah satunya adalah Mas Yuda yang merupakan suami dari kawan Kinasih yang juga mengajar di TK yang sama tempat Kinasih mengajar.

Suatu pagi ketika jam istirahat, Kinasih bercerita kepada Ajeng ~ Isteri Mas Yuda ~ tentang musibah yang ia alami. Kemudian iapun bercerita tentang Bram yang telah baik hati mengantarnya pulang. Kemudian, Kinasihpun bercerita tentang perasaannya akhir-akhir ini, sejak Bram mengantarnya pulang, bayangan wajah Bram sering muncul di benaknya. Semakin hari sosok Bram semakin mengusik perasaan Kinasih. Iapun berusaha menepisnya, namun selalu gagal.

Mendengar cerita Kinasih, Ajeng yang semula merasa prihatin, balik menggoda Kinasih. Ajeng sebetulnya telah mengetahui musibah yang dialami Kinasih dari suaminya, kemudian Ajeng bercerita tentang sosok Bram yang ia ketahui.  Demi mendengar penuturan Ajeng tentang Bram, kekaguman Kinasih kepada Bram semakin membuncah di dadanya. Sejenak kemudian Kinasih terdiam, butiran air mata jatuh dipipinya. Kinasih tidak bisa membohongi hatinya jika ia sudah jatuh hati kepada Bram.

Melihat Kinasih menitikan air mata, seketika Ajeng memeluknya dengan erat layaknya seorang kakak yang berusaha menenangkan adiknya yang sedang dirundung duka. Ajeng sangat paham apa yang sebetulnya sedang terjadi di diri Kinasih. Ia pun telah pula mendapat kabar dari suaminya tentang ketertarikan Bram kepada Kinasih. Bak gayung bersambut, kini Kinasihpun telah jatuh hati kepada Bram. Namun hal itu menjadi dilema, karena ia tidak mungkin menyakiti orang lain yang telah melamarnya.

Beberapa saat kemudian ajeng melepaskan pelukannya, lalu ia menyeka air mata Kinasih.

***

Apa yang akan terjadi selanjutnya? simak kisah cinta Bram dan Kinasih pada cerpen/cerbung Menjemput Cinta bagian kelima.

3 komentar:

  1. Saya jadi penasaran dengan episode selanjutnya, terutama pada musibah apakah yang terjadi dengan Kinanti ...

    BalasHapus
  2. Terimakasih mba embun krn sdh menyimak, ditunggu ya kelanjutan ceritanya :p

    BalasHapus
  3. (maaf saya keseleo lidah ... maksud hati ingin menyebut nama Kinasih tapi malah jadi Kinanti, he he)

    BalasHapus