Review Buku: Physics of The Impossible


Sejak awal peradaban, manusia diciptakan berbeda dengan makhluk hidup lainnya karena adanya impian atau cita-cita. Di dalam bukunya "The Evolving Self," Mihalyi Csikszentmihalyi memperlihatkan betapa manusia adalah satu-satunya makhluk hidup yang berpikir tentang hari esok. Adapun mamalia lainnya hanya mengolah informasi yang dijumpai seketika pada lingkungan di sekitarnya saja. Hanya manusia yang bisa mengangankan ingin punya pasangan hidup seperti apa, pekerjaan seperti apa, atau kegiatan apa saja yang ingin dilakukannya bila ia mempunyai keleluasaan dalam hal waktu atau kesempatan. 

Tengoklah anak-anak kecil, mereka adalah contoh paling tepat yang menggambarkan betapa kita semua pada mulanya (dan fitrahnya) adalah pemimpi. Anak-anak akan mengkhayalkan kehidupan yang paling menarik yang mungkin terbayangkan sejauh pengetahuan atau kosakata yang mereka miliki saat ini. Keponakan saya mengkhayalkan bila dewasa nanti ia akan mengelola dua toko cupcakes (kue mangkok dengan buttercream warna-warni) yang masing-masing akan mempunyai dua tema yang berbeda: tema romantis dan lembut seperti kartun "Frozen" dan juga tema misterius dan unik seperti kartun "Transylvania." Saya hanya bisa terkekeh-kekeh sambil mengangguk sepakat dengan cita-citanya ini ... terutama saat dengan seriusnya ia berkata, "Nanti kalau sudah jadi tokonya, aku akan gratiskan cupcakes-nya untuk Tante Embun dan Bunda ... selamanya." Tak perlu dikuatirkan kapan ia akan balik modal, atau apakah cupcakes gratis ini malah akan membuat rugi karena saya yang terlalu sering diundang berkunjung ke tokonya.

Uniknya, pengalaman saya memperlihatkan bahwa kapasitas manusia dewasa untuk bermimpi cenderung menurun seiring pertambahan usia. Uniknya lagi, kemampuan bermimpi secara masif malah lebih sering dikembangkan oleh mereka yang profesinya menuntut rasionalitas penuh, yaitu dunia sains dan teknologi. Contohnya antara lain bidang fisika, komputer, astronomi, kimia, atau kedokteran. Di sisi lain, sikap pragmatis atau bahkan pesimis terhadap angan-angan manusia malah lebih sering saya temukan pada mereka yang jenjang karir atau akademisnya lebih berkenaan dengan sisi manusiawi, seperti ahli ekonomi, psikologi, atau sosiologi.

Di dalam bukunya, "The Physics of The Impossible," Dr. Michio Kaku menggambarkan secara gamblang segala perkembangan riset terkini (khususnya yang terkait dengan bidang beliau, fisika teoritis) yang pada dasarnya semua bermula dari impian manusia. Menurut Dr. Kaku, pada awalnya semua hal adalah mustahil. Apakah yang dimaksud dengan mustahil itu? Menurutnya, mustahil itu ada level-levelnya ... dan ini mengingatkan saya dengan level-level kepedasan keripik Maicih. Menurut Professor Kaku, tingkat kemustahilan dalam dunia fisika sangat erat kaitannya dengan kemajuan peradaban manusia. Dengan kata lain, mustahil itu relatif dengan soal waktu. Apa yang dulu mustahil belum tentu sekarang mustahil, dan apa yang sekarang mustahil belum tentu mustahil di masa depan. 

Dr. Kaku membagi mustahil ke dalam 3 kelas, yaitu: Mustahil Level 1, Mustahil Level 2, dan Mustahil Level 3. Level pertama dari 'mustahil' adalah sesuatu yang secara teoritis adalah mungkin, namun belum pernah diimplementasikan dalam kenyataan. Biasanya hal-hal semacam ini telah diujicobakan di laboratorium namun masih dalam taraf 'rahasia' atau hanya diketahui oleh kalangan terbatas. Beberapa contoh Mustahil Level 1, antara lain terkait penelitian mengenai teleportasi, telepati, psikonesis, makhluk luar angkasa, teknologi tak kasat mata, dan sejenisnya. Lima tahun yang lalu, Mercedes Benz telah memperkenalkan teknologi tak kasat mata dengan prototipe sedan F-Cell, yang bukan hanya lolos dari pandangan mata semua pengguna jalan, namun juga ramah lingkungan karena sama sekali tidak menghasilkan polusi (zero emission) berkat bahan bakar hidrogen yang berlimpah pada air dan udara bersih. Mereka menggunakan teknik tipuan mata dengan bantuan cermin dan kamera mikro.

Adapun psikonesis adalah kemampuan menggerakkan atau memindahkan suatu benda tanpa menyentuhnya sama sekali dengan anggota tubuh kita. Sebenarnya psikonesis dapat memberikan manfaat yang jauh lebih penting dari sekadar gaya-gayaan atau pertunjukan sulap. Bila di kemudian hari teknologinya dapat diterapkan secara luas, psikokinesis akan sangat membantu pasien stroke dalam menjalani kehidupan mereka sehari-hari. Teknik dasarnya kira-kira seperti ini: Dengan bantuan sinyal listrik dari gelombang otaknya yang terhubung dengan semacam alat 'penerjemah' sinyal, pasien stroke akan dapat menyalakan mesin, menulis dengan komputer, dan mengoperasikan benda-benda lainnya yang bersumber daya listrik ... tanpa tergantung dengan bantuan suster atau anggota keluarga. Masih banyak lagi contoh dari Mustahil Level 1, dan bisa dikatakan bahwa contohnya jauh lebih banyak daripada Mustahil Level 2 ataupun Level 3 karena tingkat pemahaman yang dibutuhkannya kini sudah banyak tersedia di banyak laboratorium, perpustakaan, atau media secara umum. Untuk referensi Mustahil Level 1, menurut saya, mungkin kita bisa melihatnya dalam film-film action seperti Minority Report, Mission Impossible, Bourne Trilogy, dan sejenisnya.

Beranjak ke Mustahil Level 2, ia didefinisikan sebagai mustahil karena peluang penerapannya hanya bisa dikatakan mungkin dalam kurun waktu ribuan atau bahkan jutaan tahun ke depan, itu pun dengan asumsi bahwa masih ada manusia yang tersisa untuk menikmatinya. Beberapa contohnya antara lain mesin waktu, perjalanan antar galaksi, dan perjalanan lintas lorong antar dimensi yang lazim kita kenal dalam bidang astronomi sebagai "wormhole." Untuk referensi Mustahil Level 2, menurut saya, mungkin kita bisa menonton film science fiction seperti Back to The Future, Jurassic Park, Star Trek, dan Star Wars.

Terakhir, Mustahil Level 3 yang dikatakan mustahil karena bertentangan dengan hukum fisika yang kita kenal saat ini. Menurut hemat saya, inilah menariknya ilmu pasti apabila dibandingkan dengan ilmu sosial. Ilmuwan yang berkecimpung dalam ilmu pasti (matematika, fisika, kimia) selalu menerima kemungkinan bahwa pada suatu ketika di masa depan bisa jadi teori mereka tidak akan berlaku lagi karena ada teori baru yang lebih kuat dan lebih mampu menjelaskan fenomena alam secara konsisten. Menurut Dr. Kaku, contoh dari mustahil yang (saat ini) sangatlah mustahil adalah mesin yang bekerja terus-menerus selamanya tanpa kehabisan energi (perpetual motion machine). 

Sebagaimana kita ketahui, salahsatu prinsip fisika mengenai "energi" yaitu bahwa "energi tidak dapat diciptakan dan tidak dapat dihilangkan." Energi hanya berpindah-pindah atau berubah bentuk saja. Energi angin dapat menggerakkan turbin karena ia berubah menjadi energi gerak (kinetik) lalu turbin mengubah energi gerak itu menjadi energi listrik ... yang sampai ke rumah kita untuk digunakan menyalakan pesawat televisi yang mengubah energi itu menjadi energi suara dan cahaya. Tanpa adanya pasokan tersebut, televisi tidak akan menyala sehingga kita pun menggunakan energi kalori dari makanan yang kita santap untuk melakukan aktivitas lain, seperti berpikir, berbicara, menulis, menyapu rumah atau bahkan tidur. Tidur adalah aktivitas yang menggunakan energi, khususnya karena dalam kondisi itulah tubuh manusia 'mereparasi' dirinya dan mengganti sel-sel rusak dengan sel-sel baru yang bekerja secara optimal. Inilah sebabnya mengapa setiap bangun tidur biasanya kita merasa lapar. Sebagai suatu sistem yang bekerja secara otomatis pun, tubuh manusia selalu perlu suplai energi. Sebelum ada penemuan baru yang membuktikan bahwa ada mesin yang bisa bekerja tanpa suplai energi, maka perpetual motion machine (sampai dengan saat ini) adalah mustahil yang paling mustahil untuk diwujudkan dalam bidang fisika.

Suatu waktu saya pernah menonton film "2001: Space Odyssey"  produksi tahun 1968. Semula saya hanya menikmatinya sebagai film futuristik biasa. Bahkan saya bersiap-siap untuk tertawa apabila ada special effect yang terasa sangat jadul untuk ukuran teknologi sekarang. Di luar dugaan, saya menemukan suatu adegan yang tak terlupakan; yaitu ketika sang astronot mengutak-atik benda tipis berbentuk persegi panjang seperti buku .... sebab itu ternyata mirip dengan iPad! Setahu saya benda ini baru populer pada tahun 2011. Ternyata sutradara film itu sudah membayangkannya akan tersedia pada tahun 2001. Adegan lainnya yang tidak kalah mencengangkan adalah ketika sang astronot menyalakan layar untuk teleconference dengan anak dan istrinya di bumi. Saya benar-benar syok melihatnya ada di film tahun 1968! Sebab teknologi ini pun belum populer pada tahun 1990-an ... dimana pada masa itu telpon genggam masih berbentuk batako dan harganya lebih mahal dari motor. Demikianlah, jangan takut untuk bermimpi .... sebab mustahil hanya soal waktu.

Referensi:

Physics of The Impossible by Dr. Michio Kaku (2008) https://g.co/kgs/wULe8g
The Evolving Self by Mihalyi Csikszentmihalyi (1993) https://g.co/kgs/Ip8xK6
2001: Space Odyssey by Stanley Kubrick (1968) https://g.co/kgs/fiYMyI

4 komentar:

  1. renyah, enak dibacanya... keren mbak

    BalasHapus
  2. Baru sempat baca. Kalau saja banyak buku2 ilmiah direview seperti ini bacanya jadi lebih santai tapi tetap menambah wawasan. Embun : semoga lebih banyak lagi tulisan yg bisa di share.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Terima kasih Bu Sedar. Sengaja saya menulis review sebagai cara untuk memperkenalkan ide yang (mungkin) menarik bagi orang lain ... dan juga sarana latihan bagi diri sendiri untuk 'mencerna' tulisan yang kompleks menjadi sesuatu yang lebih mudah untuk diserap. Kadang terlalu banyak ide yang berterbangan di dalam kepala ini namun tidak mudah untuk mengungkapkannya dalam kemasan yang populer. Mudah-mudahan ke depannya selain buku nonfiksi nantinya saya juga bisa menulis review novel atau cerita fiksi lainnya. Terima kasih untuk asupan semangatnya.

      Hapus