STANDAR (g)ANDA



“Wah parah lu, menghina agama gue lu, lu kan ga boleh bahas-bahas agama gue, penistaan itu namanya”, kata Jonny pada Dwi. “Lah, elu sendiri suka bahas-bahas agama gue”, jawab Dwi. “lah, itukan beda bro. Gw kan mau ngasih tahu yang bener ke elu”, tangkis Jonny.

Standar ganda sendiri tidak ada penjelasannya dalam KBBI daring tapi saya menemukan dalam wikipedia dan berbagai website berbahasa Inggris. Kalau menurut wikipedia bahasa Indonesia begini kira-kira ” Standar ganda adalah ukuran standar penilaian yang dikenakan secara tidak sama kepada subjek yang berbeda dalam suatu kejadian serupa yang terkesan tidak adil. Konsep standar ganda telah diterapkan sejak tahun 1872 terhadap fakta struktur moral yang sering diterapkan dalam hubungan antara laki-laki dan perempuan di dalam kehidupan bermasyarakat.” Kurang lebih sumber-sumber lain berbahasa Inggris pun sependapat jika standar ganda awalnya adalah pembeda konsep moral antara laki-laki dan perempuan dalam hal hak, perlakuan, cara bersikap, dan tingkat toleransi masyarakat.

Pada akhirnya standar ganda meluas ke berbagai hal, baik itu status sosial, pangkat, ras, suku, agama, orientasi seksual, umur, dan lain sebagainya sesuai kebutuhan si pelaku/ pembuat pernyataan. Sampai sekarang saja kita belum selesai membahas bahwa laki-laki tidak boleh menangis, perempuan yang punya pacar lebih dari satu adalah perempuan nakal, dan laki-laki yang harusnya membayar ketika makan di luar. Ditambah lagi dengan penggunaan standar ganda tersebut dalam berbagai hal lainnya.

Para pelaku standar ganda biasanya disebut hypocrite atau bahasa kerennya “munafik”, mereka biasanya tidak sadar atau tidak mengakui bahwa mereka melakukan standar ganda, berjuta alasan dikemukakan untuk membenarkan pernyataan mereka, seperti halnya Jonny di atas. Bahwa sudut pandang merekalah yang benar, orang lain salah, bahwa kelompok merekalah yang benar, kelompok lain salah, bahwa merekalah yang ditindas, bukan menindas, dan lain sebagainya. Ada anggapan standar ganda biasanya terjadi pada orang-orang yang narsis atau cinta diri sendiri, mereka berpikir bahwa mereka berhak untuk mengkritik, mengeluarkan opini mereka, berlaku kasar, tidak sopan dan tidak sensitif tetapi akan meraung-raung ketika ditunjukkan prilaku negatifnya dan menyalahkan kamu, kamu yang terlalu sensitif, kamu yang berpura-pura, kamu yang jahat karena kamu membela diri mu dan tidak (mau) memahami dan mentoleransi mereka.

Ada banyak orang marah dan mengeluarkan caci maki di media sosial ketika seorang menggunakan kata “autisme” dalam candaan atau hinaan dikarenakan menyakiti orang tua yang memiliki anak dan tidak memiliki empati atas anak-anak yang menderitanya. Tetapi orang-orang yang sama diam ketika ada orang membawa parang dalam membubarkan sekolah minggu di sebuah rumah susun di Jakarta, mereka seketika kehilangan empati atas anak-anak dan orang tuanya, bahkan video orang yang membawa parang di depan anak-anak tidak membuat mereka marah.

Standar (g)anda, anda saja yang benar.

  • Id.wikipedia.org
  •  En.wikipedia.org
  • Tangri. projectavalon.net. 23 Maret 2016. <http://projectavalon.net/forum4/showthread.php?89597-Hypocrisy-and-Double-standards>
  • Michael Rossmann, valleybiblegj.com. 1 September 2016 <https://valleybiblegj.com/whats-wrong-with-double-standards/>

2 komentar:

  1. standar ganda biasanya lebih stabil, tidak miring kiri-kanan dan tidak mudah roboh tertiup angin.

    tulisan yang menarik bro, fakta yang terlihat sehari-hari memang seperti itu. kemanusiaan yang harusnya merupakan nilai yang universal-pun bisa menjadi nilai personal karena standar ganda ini. ironis, tapi inilah hidup. Banyak faktor yang mempengaruhi selain kondisi "ori-nya" seseorang.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Ya, lucunya kaum munafikun ini lintas semua hal, ga perduli tingkat pendidikan, status sosial, agama, umur. Kalo yg ngomong itu pendidikannya tinggi, seringkali dalam hati gw bertanya "menurut belio audiences nya ini goblok semua atau gimana? Di kira kita kgk paham/ inget omongan doi yang saling bertolak-belakang" 😁

      Hapus