Yang Utama


Suatu waktu dalam sebuah perbincangan dengan seorang teman, saya termanggu dengan ucapannya :”Suami itu nomor sekian...nomor satu adalah Allah lalu RasulNya”. Kala itu saya tidak dapat mencerna apa yang dikatakan teman saya itu, maklum kami masih terbilang “pengantin baru” masih mesra-mesranya, masih sayang-sayangnya. Dunia terasa hanya milik berdua, yang lain ngontrak, kira-kira begitulah gambarannya.


Memiliki pasangan yang baik, yang memanjakan kita, yang penuh perhatian dan pengertian adalah ujian tersendiri bila kita tidak dapat menyikapinya dengan baik, apalagi bila kita tidak tahu harus bagaimana menyikapinya, ini lebih berbahaya lagi. Kadang kenikmatan itu melenakan kita sehingga kita lupa siapa Sang Pemberi Nikmat tersebut, karena kita telah dibutakan oleh kenikmatan itu sendiri.


Rasa memiliki yang tinggi, rasa ketakutan bila nikmat itu hilang, rasa cemas yang berlebih bila yang kita sayangi berpaling dari kita tentu hal ini bisa menjadikan kita galau, sedih, uring-uringan dan menimbulkan berbagai perasaan tidak nyaman lainnya. Semua itu timpul karena kita salah meletakkan siapa atau apa yang ada di dalam hati kita, pasangankah? Jabatankah? Harta bendakah? Anakkah? Kepintarankah? Kepopulerankah? Atau segudang pernak pernik dunia lainnya.


Memang tidak mudah untuk selalu menempatkan Sang Pencipta selalu menjadi yang utama jauh di atas ciptaanNya, namun ini menjadi sesuatu yang harus kita perjuangkan sampai akhir hayat, karena tandinganNya akan selalu berupaya merebut tempat utama tersebut.



Jakarta, 9 November 2017

Tidak ada komentar:

Posting Komentar