MIMPI HUJANKU




Pukul 17.16

Samar terdengar suara ketukan mereka di perut bumi. Perlahan, satu per satu hingga berderap ramai seperti jejak langkah prajurit yang khas.

Alhamdulillah ... Allahumma shoyyiban nafi’an ...

Dengan enggan aku mulai merapihkan meja kerjaku. Tumpukan kertas yang harus ditanda tangani, beberapa memo yang baru didisposisi, hingga buku-buku teori  untuk disertasi. Aku menggeliat dan baru merasakan nyeri punggung yang sepertinya marah karena lebih dari 4 jam tidak digerakkan.

Sejenak kemudian aku bersandar relaks pada kursi kerjaku yang tidak terlalu empuk, menyelonjorkan kaki ke permukaan lantai dan memejamkan mata menikmati  iringan musik dari komputer kerja yang sedikit mengurangi kunang-kunang yang berlari-lari di kepalaku. Lelah sekali rasanya. Jenuh juga, dengan rutinitas kerja yang kian hari kian menyita energi.

Sejurus kemudian aku rasakan tiupan angin yang sangat kencang menyeruak masuk dari sela-sela jendala tanpa vitrace. Hmm ... aku mencium bau unik petrichor, bau yang sangat aku suka.

Aku menggapai remote dan mematikan AC. Berdiri di depan kaca jendela, memastikan bahwa tidak ada kilatan petir yang menerangi serdadu air tersebut, lalu pelan-pelan membuka dawai kaca, mendorongnya sedikit seukuran lebar mukaku.

Bau tanah tersiram hujan kembali menerpa penciumanku. Ah, aku sangat menikmatinya. Kuhirup nafas dalam-dalam agar bau tersebut ikut masuk lebih banyak ke rongga hidungku.

Desember. Ya, ini Desember ke-8 yang selalu aku sempatkan untuk menikmati  hujan.  Tiba-tiba pikiranku menjadi tenang, setenang rintik hujan yang mulai mereda. Khayalanku, khayalan yang tidak pernah berubah sejak sewindu yang lalu kembali terkuak.

“I wish I could take you here, someday.
We will stroll around the cities enjoying every single moment.
Taking buses and trains. Don’t worry, it’s totally different from the traffic in Jakarta;
It’s clean, safe and ga ada copet, hahaha ....”

Suaramu masih selalu sama dalam pendengaranku. Pesis sama dengan anganku yang selalu terbawa untuk melewati winter-season bersamamu.

“Heeyyy,, kok diem aja? Bingung ya kalo nanti kedinginan trus asmanya kambuh?
Kasian. Tenaang ... ‘kan ada aku. Dijamin winter rasa summer.... hahaha ....”

Guraumu dalam baluran “R” yang cadel.

Splash!!! Tiba-tiba kilat melintas dengan cepat. Sayup terdengar suara adzan Maghrib. Aku terhentak, beristighfar, bergegas menutup jendela, dan (lagi-lagi) rela menghentikan mimpi hujanku.




1 komentar: