Tampilkan postingan dengan label Penyakit. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Penyakit. Tampilkan semua postingan

ACL


Anterior Cruciate Ligament atau ACL. Ya, ini adalah arti dari judul tulisan ini. Mungkin banyak yang tidak tahu apa ACL itu dan ini adalah pengalaman saya yang tidak sadar punya cedera selama hampir 20 tahun. Jadi ACL adalah jaringan otot dibalik tempurung lutut yang memberikan kestabilan pada kaki kita. Tanpa ACL bisa dipastikan kita akan keseleo terus dalam melakukan setiap aktivitas.

Jadi kejadiannya waktu saya masih sekolah dan unyu-unyu (mau bilang SMU takut umur ketauan), pada saat pendidikan jasmani, sama pak guru di ajarin tehnik lompat tinggi, bagaimana supaya bisa loncatin mistar dan jatuh di matras empuk yang bener (khusus untuk posisi mistar yang pendek, bisa langsung mendarat dengan posisi berdiri). Berhubung pelajaran Penjas cuma 2 jam seminggu ya kurang donk, jadinya sekelompok anak (termasuk saya) memutuskan untuk menjajal tehnik ini untuk ngelompatin tembok dan alasnya beton (tentu saja kita tidak menjatuhkan diri di beton karena pagarnya juga gak terlalu tinggi). Dasar apes, pas saya loncat kaki ini malah menyentuh pagar, makanya lompatan tidak sempurna dan …… (tepat jatuh di lutut). Sejak saat itulah saya selalu merasakan gangguan di lutut kanan berupa gampang keseleo pas olah raga.

Waktu itu sudah cek up ke dokter orthopedi terus di rontgen dan hasilnya tulang dalam keadaan Ok. Dokter menduga ada jaringan yang putus dibalik lutut (ACL ada di balik lutut). Saran dari dokter di operasi aja di Singapura. Weleh, itu tahun 1999 gak ada BPJS ato KIS atau kartu-kartu yang lain (kalau operasinya di Singaparna sih masih ok dah). Dan saya putuskan gak perlu pake operasi-operasian cukup pake decker lutut aja. Apalagi deckernya ada besi penyangganya jadi gak masalah setidaknya untuk aktifitas kayak naik gunung masih Ok lah. Padahal itu decker untuk orang cedera supaya bisa istirahat jadi lututnya bisa cepet sembuh, tapi sama saya malah saya pakai untuk naik gunung, gowes, rafting, trekking, jogging termasuk juga skiing dan snowboarding waktu di Jepang.

Walhasil, cidera tersebut kambuh dan mumpun waktu itu masih di jepang, saya cek aja ke RS toh di cover asuransi kan. Ternyata dokter menyarankan saya untuk di MRI. Setelah MRI terlihat ada masalah di lutut dan berhubung si dokter cuma bisa ngomong Nihongo alias Bahasa Jepun tanpa sedikitpun English ya bingunglah saya akan masalahnya (lha wong gak ngerti dia ngomong apa dan intepreterpun gak bisa jelasin dengan baik). Dokterpun menawarkan operasi, dan berhubung semua dicover asuransi yowes kenapa tidak (gratis ini pikirku tanpa tahu si dokter mau berbuat apa sama lutut ini). Jadilah lutut ini di operasi tahun 2008, 2 bulan sebelum kelulusan. Operasi saat itu meninggalkan 2 titik luka di lutut. Saya di opname selama 3 hari tanpa sanak keluarga mendampingi, beruntung mantan-mantan saya eh maksudnya teman-teman saya pada rajin besuk.

Sepertinya operasi tersebut berhasil, walaupun saya juga bingung apa langkah selanjutnya pasca operasi. Karena saya sudah pulang dan tidak mungkin kontrol ke dokter ya sudah saya biarkan. Sampai suatu hari di tahun 2009 tiba-tiba tempurung lutut kanan bergeser sendiri dan yang harus saya lakukan untuk mengembalikannya ke tempat semula adalah cukup dengan membuat gerakan menendang sampai bunyi ‘klik’. Sejak saat itu saya curiga bahwa saya mengalami CLBK (cedera lama berulang kembali). Tapi saya juga bingung mesti konsultasi ke siapa, karena saya masih meragukan kualitas dokter ortopedi di Indonesia.

Akhirnya atas paksaan ibunda tercinta, saya memutuskan untuk ke poli orthopedi di RS Pasar Rebo Jaktim. Begitu ketemu dokter, saya ceritakanlah semuanya dari A sampai Z dan dokter pun memberi saya saran yang luar biasa.

“Bapak punya cedera di lutut, mulai sekarang bapak udah gak boleh lagi aktifitas yang memberi beban extra ke lutut kayak jogging apalagi naik gunung. Trus kalo naik turun tangga juga satu-satu pakai kakinya. Pokoknya untuk olahraga yang pakai kaki stop dulu deh” Saran si dokter.

“(WTF, ini dokter atau koas sih!! Emangnya orang disuruh cepet tua apa ya)” gumam saya dalam hati sambil bertanya “gak ada alternative lain dok?”.

Dokterpun menjawab dengan simple “sebenernya harus di MRI sih, tapi kita (RS Pasar Rebo) gak punya alatnya. Kalau mau coba aja di (RS) Fatmawati”. Udah gitu saja, sembari diam sambil bergaya mikir kayak orang keblinger. Saya hanya menghela nafas panjang, dasar dokter semelekete masa iya saya disuruh stop olahraga, gowes, lari dll. Eta mah yang ada penyakitnya numpuk n cepet tua. Sambil geleng-geleng, gak lagi-lagi deh ke Pasar Rebo untuk urusan lutut. Dan masalah pun berlanjut dan semakin parah karena saat-saat tertentu mulai kerasa cenat-cenut di lutut kanan selama beberapa hari sampai hilang sendiri.

Tahun 2013, masalah ini semakin mengganggu dan istri pun menyuruh alias maksa saya untuk cek ke RS (udah gak nyaranin lagi karena saya selalu menolak cek ke RS). Pilihanpun jatuh ke RSPAD karena dekat kantor walaupun ada beberapa teman yang nyarani saya supaya cek up ke RS Persahabatan ada juga yang bilang ke RS Jakarta. Yah sudahlah, saya ambil aja yang terdekat toh RSPAD kan RS tentara dan ada alat MRI juga jadi setidaknya gak disuruh pergi ke RS lain lah.

Ternyata dokter orthopedi RSPAD lebih ‘jenius’ lagi daripada yang di pasar rebo. Sesudah saya ceritakan semua permasalahan termasuk histori dari lutut (bahkan lebih jelas dari tulisan ini), pak dokter pun berkata “hmm… kira-kira apa ya” di timpali sama suster “nah gimana tuh dok?”. Kata dokter lagi “ya sudah rontgen dulu deh”. “nah bener tu dok di rontgen” timpal susternya.

Waladalah, serasa masuk OVJ apa ya. Dokternya planga-plongo kebingungan mau ngasi tindakan apa dan susternya juga latah-latahan pengen ikut campur. Dokternya juga sudah tahu kalau tidak ada masalah sama tulang tetap saja tidak mau melanjutkan langsung ke MRI. Padahal dulu di Jepang dokternya langsung ke MRI gak pake rontgen. Yah, prihatin saya sama personel TNI kita, dirawat nya sama dokter lulusan Haji Naim. Sejak saat itu skeptis lah saya sama dokter kita untuk konsultasi masalah lutut. Nyari dokter yang tahu masalah saya sulit banged kayaknya.

Akhirnya saya pun melanjutkan studi S3 di UK. Pikir ku, yah semoga lutut tidak memberi masalah disini. Tapi ternyata salah, masalah lutut ini semakin menjadi-jadi. Sampai akhirnya istri saya maksa saya untuk ke poliklinik kampus. Di UK kita gak bisa langsung ke RS semua harus melalui dokter umum atau General Practitioner itupun harus pakai appointment dulu yang kadang bisa sampai 1 minggu. Sewaktu bertemu dokter, apa yang dilakukan oleh dokter itu pun sama dengan yang dilakukan oleh dokter di RSPAD dan pasar rebo. Saya pun menceritakan semua histori dari lutut ini yang langsung di cut sama si dokter seakan dia gak mau denger cerita saya dan langsung ngecek lutut saya. Dokter pun menyatakan bahwa saya perlu di athroskopi yaitu di masukin alat kedalam lutut untuk memperbaiki ACL saya, karena dia curiga bahwa masalah saya disebabkan oleh ACL yang rusak.

Wow sebuah statement yang tidak saya harapkan dari seorang dokter di klinik kampus. Bahkan saya menimpali dengan bertanya apa itu ACL dan bagaimana bisa cedera ACL terjadi. Dokter pun menyatakan itu cedera yang umum terjadi sama atlet dan anak kuliahan biasanya sering mengalami cedera ACL terutama mereka yang sering olahraga atletik seperti main sepakbola karena cedera ACL biasa terjadi akibat di tackle pas main bola. Bahkan dokterpun bertanya apa saya dapat cedera ini waktu main bola (jadi malu ngasi jawabannya). Ia pun menambahkan bahwa cedera ACL bisa sembuh dan biaya operasi ACL di UK di tanggung asuransi jadi gratis deh. Setidaknya gak sia-sia bayar 3000 pound buat bayar asuransi di UK hehehe.

Singkat kata saya pun dibuatkan appointment untuk konsultasi di klinik orthopedi di RD&E (Royal Devon & Exeter) hospital. Dokter orthopedi pun bertanya-tanya dan kali ini saya jelaskan semua histori dari lutut ini. Metode yang dilakukanpun sama dengan dokter-dokter sebelumnya dan langsung memutuskan bahwa saya harus di scan MRI dulu untuk tahu pokok permasalahannya. Saya juga dibuatkan appointment untuk melakukan fisioterapi yang saya harus rutin melakukannya selama 6 kali (ini juga gratis J).

Di UK pasien tidak bisa melihat hasil MRI, berbeda dengan di Jepang dimana dokter memperlihatkan hasil MRI dan mengobrol langsung dengan pasien apa masalahnya. Itu pulalah yang membuat saya terkejut, selang beberapa bulan setelah MRI tanpa ada kabar berita pasca MRI, tiba-tiba menerima surat bahwa ada cedera serius berupa ACL rupture (putus) sama meniscus (walah apalagi ini) dan pihak RS menawarkan operasi untuk memperbaiki cedera tersebut. Weleh, ujug-ujug koq operasi, tanpa konsultasi dulu sama pasiennya.

Akhirnya saya putuskan konsultasi lagi sama dokter di klinik kampus. Dokter klinik menjelaskan bahwa ACL saya putus dan berhubung selama ini didiamkan cederanya, meniscusnya pun ikut rusak. Meniscus adalah tulang rawan diantara tulang atas dan bawah lutut (lihat gambar). Jadi dapat dikatakan cedera yang saya alami ini sangat parah, sampai dokter pun heran koq bisa-bisanya saya hidup normal dengan ACL putus. Ia pun mengatakan supaya gak perlu kawatir karena ACL surgery bukanlah suatu hal yang perlu di takuti karena sudah biasa dan banyak atlet yang pulih kembali pasca operasi ACL dan dia ngasi contoh salah seorang pemain MU (lupa namanya) yang bisa main bola lagi sesudah cedera ACL. Apalagi dia juga menambahkan bahwa operasi ACL itu sangat mahal, di Amrik biayanya bisa mencapai $10 ribu (wow banged kan), sedangkan di UK operasi ini gratis di cover asuransi sampai si pasien bener-bener sembuh, dengan kata lain post surgerynya pun juga di tanggung jadi pasien gak langsung dilepas begitu saja (lebih wow lagi nih). Ok, kalau begitu saya putuskan untuk menerima tawaran operasi ACL ini.

Singkat kata, saya pun menemukan kembali perbedaan antara operasi ACL yang dilakukan di UK dengan di Jepang. Saya tidak tahu apakah ada perbedaan teknologi untuk operasi ACL tahun 2008 dengan tahun 2017, yang jelas kalau dulu saya di opname 3 hari, untuk yang sekarang operasi pagi sorenya langsung pulang. Kalau dulu cuma ada 2 luka kecil di lutut, sekarang ada 4 dan yang satu gede banged, karena operasi sekarang menggunakan jaringan yang diambil dari otot paha untuk menggantikan ACL yang putus (yang dulu gak tahu). Kalau dulu saya mulai fisio di hari kedua opname, sekarang fisio dimulai segera setelah saya sadar dan sudah makan.

Dokter juga memberitahu bahwa recovery untuk operasi ini sekitar 1 tahun tapi itu juga tergantung dari tekad saya untuk terus fisioterapi. Karena operasi ACL hanya 50% dari ikhtiar kesembuhan sisanya adalah fisioterapi again and again. Well, saya masih punya 2 tahun di UK semoga saja lutut ini bisa sembuh permanen, dan bisa bebas buat gowes, jogging dan olah raga yang lain tanpa pusing mikirin lutut bergeser lagi.


PS: saya dengar di RSCM juga ada klinik khusus yang menangani cedera ACL namanya klinik sport injury dan katanya bisa pakai BPJS walaupun sepertinya tidak di cover 100%. Tapi sekali lagi, ini cuma denger-denger doank ya.  

Penyakit Pes/ Sampar (Black Death)

Ada tiga jenis pes berdasarkan pada bagian mana dari tubuh yang terlibat, yaitu
v Bubonic plague yang menimbulkan gejala pembesaran kelenjar getah bening. Pes jenis ini adalah yang paling umum ditemui.
v Pneumonic plague disebabkan oleh infeksi bakteri yang telah menyebar hingga paru-paru. Tipe ini paling jarang namun paling mematikan.
v Septicemic plague dimana bakteri berkembangbiak dalam darah penderita.
Penyakit ini menyebar dengan mudah di area yang padat, memiliki sistem sanitasi buruk, serta area yang memiliki populasi hewan pengerat yang cukup tinggi, khususnya tikus, misalnya pedesaan dan semi pedesaan di Asia. Jumlah manusia yang pernah terinfeksi dengan jumlah terbesar adalah di Afrika. Di Indonesia sendiri hingga tahun 2010 terdapat 5 kabupaten yang menjadi wilayah fokus Pes, yaitu Kabupaten Pasuruan (Jatim), Sleman (DI Yogyakarta), Boyolali (Jateng), serta Bandung dan Cirebon (Jabar).

Penyebab Pes

Penyakit yang disebabkan oleh bakteri Yersinia pestis ini dapat menular ke manusia, dan dapat terjadi melalui berbagai cara. Salah satunya melalui perantara kutu yang sebelumnya menggigit hewan pengerat yang terinfeksi, seperti tikus, anjing padang rumput, tupai, bajing, atau kelinci. Selain itu, penyakit ini juga dapat menyebar dari kotoran ke mulut (fecal-oral transmission), melalui droplet batuk atau bersin, dan akibat kontak secara langsung dengan pemilik wabah, baik manusia atau hewan. Pes pada  manusia juga dapat berasal dari cakaran kucing atau anjing piaraan yang telah terinfeksi, termasuk melalui luka yang terkena darah hewan yang terinfeksi. Hewan piaraan juga dapat terinfeksi wabah ini akibat memakan tikus yang sudah terinfeksi wabah pes.

Risiko seseorang terkena pes akan lebih besar apabila orang tersebut berada atau pernah mengunjungi area-area yang memiliki kasus wabah pes. Seorang dokter hewan dan asistennya, serta orang-orang yang sering beraktivitas di luar ruangan, memiliki risiko terkena pes yang cukup besar.

Berikut lebih jauh mengenai penyebab dan faktor risiko Pes pada tiap jenisnya:

Ø Bubonic plague, disebabkan oleh gigitan hewan pengerat atau kutu. Pada kasus yang jarang terjadi dapat disebabkan juga oleh kontak langsung dengan benda yang telah disentuh oleh seorang penderita pes. Dinamakan sesuai area yang dijangkitinya, yaitu buboes (kelenjar getah bening yang bengkak).

Ø Pneumonic plague, ditularkan melalui udara dari batuk atau bersin penderita kepada orang lain yang menghirup udara tersebut sehingga menjadikannya sebagai jenis wabah pes yang bisa ditularkan antar sesama manusia.

Ø Septicemic plague terjadi ketika bakteri masuk ke aliran darah secara langsung, kemudian berkembang biak di dalam darah. Bubonic plague dan pneumonic plague juga dapat berkembang menjadi septicemic plague jika tidak segera ditangani.

Gejala Pes

Gejala pes atau sampar (plague) biasa muncul 2-6 hari setelah seseorang terinfeksi. Gejala penyakit ini menyerupai gejala yang disebabkan oleh flu, namun gejala lain juga dapat menyertai ketiga jenis pes yang telah disebutkan di atas. Gejala-gejala yang membedakan ketiga pes, antara lain: 

Bubonic plague
Gejala bubonic plague muncul satu minggu setelah pasien digigit oleh kutu yang terinfeksi. Gejala berupa pembengkakan atau rasa sakit pada kelenjar getah bening (buboes), pusing, nyeri otot, demam, gemetar, dan lemas. Pembengkakan ini biasanya muncul di leher, ketiak, pangkal paha, dan dan di sekitar area gigitan atau cakaran hewan. Bengkak dapat berukuran sebesar telur ayam dan nyeri serta hangat ketika disentuh.

Pneumonic plague
Gejala berupa batuk mengeluarkan dahak/air liur/nanah dari paru-paru, sakit dada, sesak napas, dan lemas. Wabah yang berkembang dengan sangat cepat ini dapat menyebabkan gagal napas dan syok bagi penderitanya hanya dalam periode dua hari masa infeksi sehingga harus sesegera mungkin ditangani.

Septicemic plague

Gejala berupa demam, lemas, gemetar, mual, muntah, sakit di area perut, diare, syok, hingga terjadi pendarahan yang keluar dari mulut, hidung, anus, atau di balik kulit. Gejala lainnya adalah warna kulit yang menghitam akibat kematian jaringan atau gangrene.
Waspadai kemungkinan pes atau sampar terutama setelah mengunjungi area yang memiliki kasus ini dan merasakan gejala yang disebutkan di atas. Segera temui dokter untuk mendapatkan diagnosis yang tepat dari gejala yang dialami, dan selalu kenakan masker untuk mencegah penyebaran penyakit ini.

Diagnosis Pes

Untuk mendapatkan diagnosis penyakit pes atau sampar (plague), dokter akan mengajukan pertanyaan serta melakukan pemeriksaan fisik yang berkaitan dengan gejala yang dirasakan. Dokter dapat bertanya tentang kapan gejala muncul, waktu dan lokasi perjalanan yang ditempuh, jenis obat-obatan atau vitamin apa yang sudah dikonsumsi, serta orang-orang yang sudah melakukan kontak fisik.
Tes darah dapat dilakukan untuk mengetahui keberadaan bakteri di dalam tubuh, terutama yang menyebabkan septicemia plague. Sampel cairan juga mungkin diambil dari kelenjar getah bening (buboes) yang mengalami pembengkakan untuk memastikan diagnosis bubonic plague. Sampel cairan juga dapat diambil dari saluran udara untuk mengetahui apakah seseorang mengidap pneumonic plague. Dalam hal ini sampel diambil menggunakan metode endoskopi, yaitu memasukkan sebuah tabung kecil yang fleksibel melalui hidung atau mulut hingga turun ke tenggorokan.
Pemeriksaan konfirmasi untuk Pes dapat memakan waktu 1-2 hari. Sebelum hasil tersebut keluar, pada kasus yang tidak jarang dokter akan memulai pengobatan Pes bila tes awalan menunjukkan kecurigaan ke arah Pes. Pengobatan yang lebih awal dapat memiliki perbedaan yang besar pada proses penyembuhan pasien dikarenakan perkembangan pes yang begitu cepat.

Pengobatan Pes

Pes atau sampar (black plague) ditangani menggunakan antibiotik, misalnya gentacimin dan ciprofloxacin. Bila tidak segera diobati, bubonic plague bisa berkembang ke jenis lain yang lebih parah.
Selain antibiotik, biasanya pasien septicemic plague dan pneumonic plague membutuhkan cairan infus, oksigen, dan terkadang juga membutuhkan alat bantu pernapasan. Kemungkinan isolasi bisa diterapkan pada pasien yang mengidap pneumonic plague untuk mencegah penyebaran terjadi. Tenaga medis, perawat, dan siapa saja yang berhubungan dengan penderita pneumonic plague dapat dimonitor kesehatannya, serta diberikan antibiotik sebagai tindakan pencegahan.

Komplikasi Pes

Pes dapat menyebabkan timbulnya kondisi yang bernama gangrene, dimana terjadi kematian jaringan oleh sebab terganggunya aliran darah ke jari-jari tangan dan kaki. Komplikasi lain Pes adalah meningitis (peradangan selaput otak). Inilah sebabnya makin cepat penanganan dan pengobatan yang dilakukan, maka dapat membantu mencegah pes berkembang menjadi kondisi-kondisi yang telah disebutkan sebelumnya, bahkan kematian.

  Pencegahan Pes

Mengawasi dan mengendalikan populasi hewan pengerat di sekitar rumah maupun lingkungan tempat tinggal merupakan langkah penting dalam mencegah berkembangnya bakteri penyebab pes. Mulailah dengan menghindari memiliki tumpukan benda-benda rongsokan, makanan hewan, atau kotoran yang dapat menarik perhatian tikus, seperti sikat, kayu, atau batu di sekitar rumah, kantor, bahkan pada area umum. Gunakan sarung tangan saat sedang berhadapan dengan hewan yang kemungkinan telah terinfeksi wabah agar kulit terhindar dari kontak bakteri.

Jika memiliki hewan piaraan, jangan lupa untuk selalu memonitor kondisi mereka setelah berkeliaran bebas di luar rumah, terutama jika tinggal di area yang memiliki kasus pes. Jangan lupa untuk memastikan hewan piaraan dan keluarga telah menggunakan produk antiserangga atau kutu, khususnya sebelum beraktivitas di luar ruangan. Cegah hewan piaraan untuk tidur di kasur tidur atau sofa ruang tamu untuk mencegah penyebaran kutu pes. Segera temui dokter hewan jika hewan piaraan secara tiba-tiba mengalami sakit.
Segera temui dokter jika diri Anda terpapar kutu ketika wabah pes sedang merebak untuk mendapatkan penanganan awal.