Tampilkan postingan dengan label Tokoh. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Tokoh. Tampilkan semua postingan

Pertemuan dengan Kang Abik


 
Kamis, 15 September 2017, saya bertemu dengan Kang Abik yang nama panjangnya adalah Habiburrahman El Shirazy. Terus terang saya sendiri gak kenal sama beliau, tapi bagi mereka yang suka baca novel seperti “ayat-ayat cinta” serta sequelnya, “ketika cinta bertasbih” serta sequelnya, dan lain-lain maka nama beliau pasti sudah tidak asing lagi. Saya pun bukan penggemar novel Kang Abik, nonton film dari adaptasi novelnya pun tidak pernah, cuma kebetulan istri saya yang suka nonton film adaptasi dari novel beliau.

Singkat cerita, Kang Abiq ke UK dalam rangka syuting film Ayat-Ayat Cinta 2. Sayangnya lokasi syuting di Edinburgh, coba di Exeter, saya bisa jadi figuran deh (ngarep). Kebetulan durasi syuting cuma 2 minggu dan beliau berkesempatan untuk mengunjungi beberapa kota di UK pasca syuting sebelum pulang ke tanah air.

Mendengar Kang Abiq datang ke UK, beberapa komunitas muslim di beberapa kota meminta beliau untuk mengisi pengajian di komunitas tersebut. Sehingga beliau pun jadi bersafari ke beberapa kota tersebut seperti York, Bristol dan Cardiff. Tapi khusus Exeter, tidak ada yang meminta beliau datang karena memang komunitas muslim Indonesia di kota ini sangat sedikit (masih hitungan jari) dibandingkan kota-kota lain di UK. Selain itu posisi Exeter yang terletak di pojok barat daya UK yang membuatnya agak jauh kalau mau kemana-mana. Dan fansnya pun udah pada pulang kampung semua alias udah pada lulus.

Tapi jangan salah, kedatangan beliau ke UK selain untuk mengawasi jalannya syuting supaya gak menyimpang dari novelnya, juga untuk mencari kampus yang cocok untuk beliau menempuh S3 dibidang kajian islam dan kampus saya memiliki Institute of Arab and Islamic Studies yang memang merupakan salah satu pusat kajian islam terbaik di UK. Tentu saja, beliau juga sekalian mau silaturahmi dengan saya.. eh.. maksud saya temen saya disini yang merupakan kawan seperjuangan beliau waktu kuliah di Kairo dulu.

Yang membuat saya salut sama beliau adalah keinginan beliau untuk kuliah S3. Bayangkan, seorang yang sudah membuat belasan novel yang selalu nge hits bahkan beberapa di adaptasi menjadi film layar lebar, masih mau untuk kuliah S3. Saya melihat satu novel beliau yaitu Ayat-Ayat Cinta 2 saja sudah males bacanya, gimana beliau nulisnya yang notabene novel tersebut setebal yellow pages. Dan beliau menulis novel setebal itu hanya dalam 1 tahun, nge hits pula, di adaptasi ke film pula. Jadi geleng-geleng saya, untuk apa seorang novelis, yang ibaratnya dalam tidur pun inspirasi bisa muncul dan langsung moncer buat di tulis, masih mau kuliah S3.

Beliau menyatakan ada 2 motivasi yaitu personal dan religious. Secara personal, beliau menyukai tantangan dan melakukan S3 bagi beliau merupakan tantangan yang berbeda dengan menulis novel. That, I agree. Saya pun kuliah S3 karena untuk mencari tantangan baru atau mungkin karena agak jenuh juga dengan rutinitas kantor. Tapi intinya melakukan riset akademis pasti berbeda dengan rutinitas harian kita yang biasanya bukan akademis. Saya sendiri tidak tahu apakah beliau akan memilih Exeter sebagai kampus beliau karena jika Ya dan beliau hijrah ke Exeter ya Alhamdulilah sudah ada ustad buat mengisi pengajian di Exeter hehehehe.

Tapi motivasi Kang Abik yang kedua yang membuat saya takjub. Beliau mengatakan bahwa ulama-ulama jaman dulu yang pemahaman Al-Quran dan Al-Hadistnya sudah khatam bahkan hafal sampai semua tanda bacanya, masih mencari ilmu. Beliau mengatakan bahwa mereka yang terus belajar mencari ilmu akan didoakan oleh semua mahluk ciptaan Allah SWT di lautan. Jadi bayangkan semua mahluk di lautan mendoakan kita apabila kita terus belajar mencari ilmu. Agaknya itulah motivasi utama beliau untuk menempuh S3 untuk terus mencari ilmu agar dapat didoakan oleh seluruh mahluk di lautan. Dan kami yang sedang kuliah S3 pun dikatakan sebagai manusia yang beruntung karena didoakan oleh mahluk seisi lautan.

Nasehat beliau yang terakhir adalah “Sebaik-baiknya mahasiswa S3 adalah mahasiswa yang lulus dan sebaik-baiknya tesis S3 adalah tesis yang selesai”. Kedengarannya standar banged ya, tapi memang benar, kita bisa publikasi sampai puluhan, seminar berkali-kali, tapi kalau tesis tidak selesai yang jangan harap kamu jadi Doktor. Agaknya beliau bermaksud agar, kami bisa fokus untuk sekolah mengingat argonya cuma 4 tahun dan tak terasa saya pun sudah menjalani setengah dari argo tersebut. Kalau sampai argo terlewat ya bisa barabe, gak ada yang sponsori, ST habis, sukur-sukur gak di jewer sama bos besar hehehehe.

Jadi bagi teman-teman yang belum lanjut kuliah, tolong kurangi makan ikan laut supaya doa bagi kami tidak berkurang eh… maksud saya segeralah kalian lanjutkan untuk menuntut ilmu dimana pun juga (kampusnya) karena ya keutamaan bagi mereka yang menuntut ilmu. Masa yang sudah bikin novel belasan saja masih pengen kuliah, kita yang cuma level blogger koq gak mau kuliah, malu donk sama ikan dilaut eh…nganu…. Yah gitulah.

Pram Yang Terbuang


Arus balik, adalah buku pertama yang aku baca dari sekian banyak karyanya yang gemilang. Waktu itu aku masih di semester-semester awal menjelang pertengahan kuliah. Sungguh disayangkan baru mengenal penulis sekaliber dia di usia yang bisa dibilang sangat telat untuk melek buku-buku bagus. Jika tidak bergabung dengan unit kegiatan pers mahasiswa (UKPM) Unhas, mungkin akan lebih telat lagi aku mengenalnya. Sebelumnya aku hanya terbuai dengan novel-novel remaja atau detektif, dan buku inovasi, belakangan buku inovasi selfhelp atau apapun namanya tidak kusentuh lagi.

Selanjutnya aku berkelana dengan tetralogi Pulau Buru dan semakin terkesima dibuatnya. Keempat buku itu sangat kaya dengan informasi dan dibangun dengan kekaguman dan kecintaan pada ilmu pengetahuan.

Setelah sekian lama tak membaca buku-bukunya Pram lagi, beberapa bulan lalu aku membeli Panggil Aku Kartini, tapi tak habis aku baca, entah kenapa aku tidak mendapatkan energi seperti di arus balik atau di Tetralogi Pulau Buru. Terakhir, aku ke toko buku loak senen dan seperti biasa langsung menuju tokonya bang Mora si Batak ganteng dan slengean, mataku langsung tertuju pada Nyanyian Sunyi Seorang Bisu (NSSB), tanpa babibu langsung kubawa pulang dengan harga yang lumayan murah 30 rb. Sebenarnya ada dua bagian, tapi aku hanya membeli bagian pertamanya saja dulu.

Mungkin terlalu prematur untuk membagi apa yang aku baca di NSSB ini, tapi sudah terlalu banyak yang aku dapat dan tak kuasa  lagi untuk kusimpan sendiri. Selain itu, aku tidak bisa mengandalkan ingatanku saja, makanya harus aku tulis.

======