Tampilkan postingan dengan label cerita. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label cerita. Tampilkan semua postingan

Payungnya, Pak! Payungnya, Bu!

Wahai, kawan
Sore ini awan mendung menghiasi langit Jakarta
Sesekali kilat menyambar bersahutan
Pepohonan melambai dihempas bayu

Tahukah kau, kawan
Seiring datangnya hujan, aku melihat keceriaan menghiasi wajah anak-anak yang berkerumun di halaman sebuah stasiun kereta
Sambil membawa payung aneka warna, mereka menawarkan jasa

Payungnya Pak, Payungnya Bu

Aku ingin bercerita kepadamu, kawan
Tentang masa kecilku yang mirip dengan mereka
Ceria di kala hujan tiba
Karena membayangkan uang jajan nampak di depan mata

Singkat cerita, suatu sore aku dan kawan-kawan berdiri di trotoar sebuah jalan
Menunggu angkutan kota berhenti di hadapan
Sebuah payung erat dalam genggaman
Sedangkan tubuh, basah oleh air hujan

Betapa bahagianya aku, kawan
Ketika ada seseorang yang memakai jasa ojek payungku
Ku ikuti langkahnya hingga tiba di sebuah halaman rumah
Kemudian menerima sejumlah uang yang diberikan

Tentu saja saat itu aku menggigil kedinginan,
Bibir membiru, kulit jari keriput oleh dinginnya air hujan
Tapi aku dan kawan-kawan senang
Karena sore itu, kami mendapat banyak uang jajan

Demikian ceritaku, kawan
Kuharap kaupun Bahagia di saat hujan tiba
Seperti bahagianya anak-anak yang menjajakan jasa ojek payung
Demi mendapatkan pundi-pundi uang jajan





Cinta Pertama

Hari pertama masuk sekolah, selalu lebih sibuk dari biasanya. Setelah libur panjang, sulit sekali membiasakan diri bangun pagi, segera mandi, sarapan, dengan perlengkapan sekolah yang lengkap. Tapi, itu hari pertama di SMPN impiannya. Tak ada alasan buat Sasti bermalas-malas. Dia sudah siap berangkat jam 5.30 bersama Bunda yang menyempatkan diri mengantar dengan naik angkot. Seminggu ini dia harus masuk pagi karena MOPS dimulai. Kebetulan sekolah barunya harus ditempuh dengan 30 menit naik angkot, karena akan butuh waktu paling cepat 1,5 jam jika berjalan. Dan, kakinya bisa bengkak sebesar talas.

“Ingat ya, Sasti belajar sungguh-sungguh,” Bunda masih di sampingnya saat sudah turun angkot, tapi dia sudah tidak ngeh Bunda bilang apa. Dia kagum dengan bangun bercat putih gading yang cerah di depannya dan gerbang yang begitu megah di antara rerumputan yang membentuk bukit seakan menyambutnya. Ahhh ... sayang, sekolah ini hanya satu lantai. Padahal, Sasti ingiiin sekali naik turun tangga di sekolah.

“Sastiiii!” Bunda panik anaknya tak menghiraukan. “Eh, iya Bun. Bunda bilang apa tadi? Eh..he..he..”

“Jangan pacaran dulu kalau masih sekolah!” Bunda segera sadar anaknya sedang mengalami gegar budaya, jadi dia harus langsung ke inti permasalahan.

“Siap, boss! Sekarang anakmu ini minta doa restu ya, Bun. Sasti menuntut ilmu dulu,” sigap dia cium tangan Bunda supaya bisa segera melihat lingkungan di dalam gerbang itu.

Murid-murid sudah banyak berdatangan. Yang sudah berseragam putih biru cerah-cerah pasti kakak kelas. Panjang kaus kaki putih mereka sama setinggi betis, sepatu hitam bertali putih. Pakai topi, dasi menyilang, heeiii panjang rok di bawah lutut ukurannya juga sama semua. Disiplin sekali sampai cara berpakaian pun persis seragam. Ia segera bergabung dengan murid-murid berpakaian putih merah.

Ahh .. Tuhan, terima kasih sudah mengabulkan doa ku buat sekolah di sini.

------

Karena Bunda sudah mewanti-wanti jangan pacaran, Sasti jadi menjaga jarak dengan murid laki-laki. Kalau dekat-dekat, dia takut melanggar pesan Bunda. Padahal ya, dengan satu angkatan ada sembilan kelas, satu kelas ada 40 anak, cowok macam apa juga ada. Dari yang pinter doang sama ganteng doang, yang gabungan keduanya, sampai yang pura-pura pintar sama pura-pura ganteng juga ada. Tapi, yahhh ... selain pesan Bunda, anak dari sekolah kampung kayak Sasti pasti minder-minder gitu.

Paling-paling, dia hanya menyimpan kagum sama Indi, ketua kelasnya. Kagum yaaa, bukan suka, apalagi cinta! Indi itu, ga ganteng-ganteng amat (tetep enak kok, dilihat), tapi dia pinter dan sangaaat bertanggung jawab sama kelas. Mulai dari melapor guru piket kalau guru terlambat datang, menugaskan murid piket untuk ambil kapur tulis, menghapus papan setiap pergantian mata pelajaran, sammmmpaaiii, menemani anak-anak piket kebersihan setiap hari.

Murid-murid kelas satu sekolah siang karena di pagi hari ruangan dipakai kelas tiga. Nahh,  pulang sekolah jam 5 sore, setiap piket harus mengepel sekolah. Ohhh jangan bayangkan cara mengepel petugas pembersih commuter line saat ini, ya. Metode mengepel di SMPN impiannya itu adalah yang terbersih di dunia. Pertama, semua kursi diangkat ke meja, lalu lantai disapu. Jangan lupa meraba setiap kolong meja untuk membuang sampah yang tersisa. Ambil ember-ember berisi air, dan guyurkan ke setiap penjuru lantai kelas. Gosok-gosok menggunakan sabun dengan sapu lidi sambil usir air keluar. Lalu, pel dengan kain pel sampai agak kering. Sentuhan terakhir adalah, menata kembali pot-pot tanaman hias di tempat terbaik. Karena letak kelasnya paling pojok dan berbatasan dengan toilet sekolah, maka lantai depan toilet menjadi medan tempur mereka juga. Pfuiihhh. Begitu melihat lantai berkilat-kilat, lelahnya pasti segera hilang. Mereka akan tertawa-tawa lagi sambil pulang.

Suatu ketika, ada musibah buat kelasnya yang sempat membuat pak Sumadi, sang wali kelas yang baik dan kebapakan, kecewa. Setiap upacara, sekolah akan mengumumkan 3 juara terbaik kebersihan pekan sebelumnya. Ketua kelas yang dipanggil akan berdiri di depan, bangganyaa. Indi pernah juga mewakili menerima penghargaan itu. Tapi, suatu waktu ketua kelas 1-9 ini dipanggil di kelompok terpisah, sendiri pula.

“Ini contoh kelas yang curang dan malas. Membersihkan hanya di kelas bagian depan saja. Dikira guru tim penilai hanya melihat lewat jendela??? Sampah-sampah malah dikumpulkan di pojok belakang kelas. Mau jadi apa kalian, kalau masih kecil begini belajar curang?” Suara pak wakepsek menggema dengan toa ditambah teriakannya penuh emosi. Semua murid 1-9 tertunduk, ahhh ... piket hari apa sih yang seperti itu? Hari-hari penuh keringat dan aroma depan toilet membayangi Sasti lagi. Rasanya lelah sekali. Bagaimana dengan Indi, yang berdiri sendiri?

Kejadian itu, ya sudah, untuk pelajaran. Hari-hari berikutnya, mereka sudah tendang-tendangan, dorong-dorongan, dan ledek-ledekan lagi. Pelajaran olahraga adalah favorit, karena berarti bisa bergerak, berlari di lapangan basket. Sasti hampiiir saja punya pacar setelah pelajaran olahraga (huehue, yakin banget sih loo) kalau sajaa...

Setelah berganti seragam normal dan keluar dari toilet, murid-murid laki-laki sedang duduk bergerombol di depan kelas. Sepertinya ada satu orang korban gurauan mereka, yang didorong-dorong, ahhh si Anas. Itu kan biasa, Sasti lewat aja dooong.
“Nas .. ayo Nas. Lewat tuh,” sekilas dari agak jauh Sasti mendengar celetukan. Dia melihat ke Anas karena penasaran reaksi anak itu dan ada apa sebenarnya.
Ehh... semakin dekat,”Sasti.. Sastiii... Anas nih.. Ha ha ha ...” Ya ammpuun, batinnya. Sekejap dia sempat melihat Anas hanya tertawa-tawa. Ihhh apaan sih, kok keroyokan? Dan spontan Sasti melengos dengan angkuh, jalannya dipercepat masuk kelas.

Haduuhh, temen-temen. Kok tega ngeledek aku? Anas kenapa ya? Kalo suka, kenapa ga bilang aja? Kenapa malah jadi bahan godain aku? Sesorean itu Sasti hanya bisa coret-coret buku tulisnya dengan  arti sebenar-benarnya. Saat itu, dia menyimpulkan, hampir punya pacar kalau saja Anas lebih gentle berani bilang. Hahaha... Sas, die... elu kan masih anak SMP!

---

Oke, kelas satu berlalu tanpa ada pacar-pacaran. Tapi, dia cukup bangga melihat buku tahunan yang dibagikan saat ambil rapor kenaikan ke kelas 2. Setiap tahun, sekolah membuat buku tahunan. Setelah nama-nama kepala sekolah & jajarannya sampai wali kelas serta guru mata pelajaran, akan ada laporan murid-murid berprestasi, ada nama dan nilai. Kelas tiga akan disebut 10 besar nilai tertinggi untuk setiap mata pelajaran yang di-Ebtanas-kan. Kelas 1 dan kelas 2, ada pengumuman peringkat tiga besar setiap kelas. Dan, namanya nyaris ga ada lhooo... hi hi hi. Dia peluk erat-erat buku itu sambil guling-guling di kamar. Rapor jadi kurang penting.

Kelas 2 terbagi pagi dan siang. Sasti merasa lebih segar belajar pagi hari. Lagipula, dia sudah merasa cukup mengepel kelas dengan metode terbersih sedunia. Kalau sekolah pagi, piket sepulang sekolah hanya menyapu lantai, dan memastikan tidak ada sampah berserakan. Yesss.

Hari-hari di kelas 2 terasa cepat sekali, tiba-tiba usai satu semester dan saatnya class meeting, pertandingan olahraga antarkelas yang membosankan buatnya. Huhh cabang basket dan cabang voli sudah ada atlet-atletnya, sedangkan dia baru belajar service dan dribble. Andai saja, ada perlombaan mematahkan batu bata, atau cara membanting orang seperti yang sudah dikuasainya dari ekskul Jiu Jit Su. Siapa juga yang mau dibanting? Sasti memilih sendirian di kelas sambil corat coret bikin sketsa baju, sementara teman-temannya menyebar ke kantin, jadi supporter di lapangan, atau sekedar nongkrong-nongkrong di luar kelas.

Dia mulai terusik melihat bekas pembungkus makanan ringan bervetsin bertebaran di kelasnya, dan mulai memunguti satu per satu mulai dari baris tempatnya duduk. Ketika mendekati pintu, dia baru sadar ternyata engga sendiri. Seperti ada pandangan mata yang sedari tadi mengikuti gerakannya. Penasaran, dongg jadilah dia menoleh ke arah pojok seberangnya.

Ada anak laki-laki di sana... sedang senyum!!! Sasti langsung mengalihkan lagi ke lantai mencari sampah. Ehh.. dia senyum sama siapa ya? Sasti menoleh lagi, tadinya berniat mau sopan untuk senyum balik. Dan ... ehh dia masih senyum. Jangan-jangan ada temennya di luar pintu. Sumpah, Sasti ingin senyum karena ingin sopan atau berkernyit karena heran. Tapi ... matanya malah bergerak duluan dan melotot!!! Aduhh kok gue ge er banget sihh? Sasti segera menghambur keluar mencari tong sampah.

Dia mencari sudut sepi di seberang kelas. Sambil duduk memeluk lutut, dia rekonstruksi lagi kejadian tadi. Ya ampuun Sas, elo culun banget dehh. Kenapa ga senyum aja dulu? Siapa tahu terus anak cowok itu ngajak kenalan. Siapa namanya? Mmm ... Sasti memejamkan mata sambil mencoba mengingat. Tadi sempat kebaca sih papan namanya, Jay apaaa gitu. Dan elo lihat kaan sekilas kayak apa dia? Kulit putih, rambut kecoklatan alami, bukan karena kurang gizi, cambangnya sampai mendekati rahang, matanya coklat transparan kena sinar matahari. Miriip ... sama Robin, siapa ya kata Bunda pemerannya? J a ... mes ... Gg ... Gordon Lewitt!!! Ahh.. Sastiiii!!!!

---

Sasti sudah bisa menenangkan diri setelah insiden Jay Gordon Lewitt. Saat ambil rapor kemarin, ada peristiwa yang mengejutkannya: Yaya, si cewek populer minta pindah duduk sama dia. “Bahasa Inggris loe keren. Gue pengen sering latihan.”
Wahh Yaya, si ketua osis dan ranking 2 di kelas pengen latihan bahasa Inggris sama gue, bisa juga dongg gue belajar pelajaran yang lain sama dia. Dengan berat hati, dia diskusi sama Ina, teman duduknya satu semester ini. “Ga apa-apa, Sas, santai aja. Kita kan masih bisa pulang bareng terus,” Ina menjawab bijak sekali. “Oke, Na. Terima kasih, ya.”

Kalau setiap awal pekan upacara mengumumkan juara kebersihan, setiap awal triwulan, saat upacara akan diumumkan nama murid yang nilainya ada di peringkat sepuluh besar sekolah di triwulan sebelumnya. Karena tengah semester ada rapor bayangan, dan akhir semester ambil rapor betulan. 6 kali triwulan, nama Yaya selalu dipanggil ke depan dengan posisi yang nyarisss stabil. Meski pintar, Yaya ga melulu bicara pelajaran. Dia tidak sungkan berbagi dan bertanya hal-hal yang personal. Sasti bahkan tahu keluarganya. Yaya dari keluarga sempurna yang nyaris Sasti ga punya. Bundanya Yaya murni mengurus rumah dan mendidik Yaya serta satu adik lelakinya. Paras ayu dan cerdasnya Yaya menurun dari Bundanya, ketegasan dan ketegarannya, mungkin dari ayahnya.

Karena pintar juga dia terpilih jadi ketua OSIS. Tapi Yaya, yang anak gaul, luwes juga berteman dengan murid-murid yang punya citra miring di sekolah. Biar gampang menertibkan kali, ya. Bahkan, Yaya punya pacar. Setiap awal pekan adalah saat seru mendengar cerita Yaya dengan cowok yang berani mendeklarasikan diri sebagai pacarnya. “Kenapa sih, elu mau sama bad boy?” Sasti pernah protes suatu kali.

“Sas, justru karena nakal, dia tahu mana yang harusnya engga gue lakuin. Malah melindungi gue.”

“Lahh ... Ketua OSIS pacaran sama ketua geng,” Sasti masih protes.

“Seru kan? Gue mah pacaran, jalan bareng doang. Paling-paling makan bareng, nonton, pulang bareng. Yaaa pegangan tangan dikit lahhh,” Yaya berseloroh dengan senyum. Jelas sekali keceriaan bersinar di wajahnya.

“Kayaknya, elu harus punya pacar deh Sas. Biar ngerasain juga, jangan senyam senyum ngebayangin aja kalo gue cerita,” Mata Yaya mulai menyeringai nakal “Mmm... siapa yaa di sini kira-kiraa...”

“Wahh stop stop. Denger elu berantem ama si Momo aja gue udah pusing kasih saran.” Sasti berusaha menghentikan ide liar Yaya. Duhhh jam istirahat pagi ini kok lama banget yaaa.

“Ahh ... itu mah sebentar doang. Lagian, kan selesai sendiri. Tahu ga Sas, biar tambah semangat belajaar. Buktiin ke Bunda kalo pacaran bisa tambah berprestasi,” Yaya mantap sekali berorasi, laganya puas seperti habis menang lomba debat.

Pak Wakepsek masuk menggantikan Bu Titin, guru kesenian, yang ternyata berhalangan hadir. Beliau berinisiatif menyuruh mereka mengumandangkan lagu kebangsaan Indonesia Raya. Tapi Yaya sudah terlanjur mengungkit hal tabu yang sebenarnya bikin Sasti penasaran, pacaran dan menemukan cinta pertamanya. Ehhh kebalik ga sih? Tetiba dia terhenyak, seluruh kelas juga mendadak sepi ketika pak Wakepsek berteriak lantang,

“Stop, yang di sana tidak usah ikut bernyanyi!” seraya menunjuk tepat ke arah Sasti. Suaranya fals dan pitchi. Yaya menutup mulut menahan supaya cekikikannya ga keluar. Sambil mengarahkan tangan ke telinga Sasti,

“Makanya, cari pacar,” bisiknya pelaaaan sekali.

Anaaaass, elu dulu serius ga sih? Dan Jaaaayyy, elu dulu kenapa ya? Ahh Yaya, punya pacar itu yang penting ditembak, masa anak perempuan yang duluin? Anak lelaki di SMPN ini kan pada ga gentle ama gue.

---

Sudah tahun ajaran baru lagi. Meski ini tahun kedua dia berseragam putih abu-abu di SMAN pilihannya, setiap melihat murid berseragam putih biru, masih mengingatkan Sasti dengan SMPN nya yang ngangenin itu. Penerapan kedisiplinan, sih kurang lebih sama. Tapi tak ada lagi momen mendebarkan menunggu nama dipanggil ke depan saat upacara karena prestasi. Atau, kejutan tambahan untuk Bunda saat nama ikut mejeng di buku tahunan. Yahh walau Sasti berhasil melalui tiga tahun tanpa pacaran, yang kadang membuatnya sedikiiiit menyesal, dia selalu bangga dengan disiplin dan model kompetisi yang diciptakan di sekolahnya dulu. Model yang sudah terlanjur membentuk kedisiplinannya dan semangat menonjolkan diri menjadi yang terbaik.🌾

Me – Rame : Deburan Air Kamar Mandi di Tengah Malam

Kehidupan di asrama putri sama dengan kehidupan kos-kosan lainnya di Jakarta. Asrama putri ini merupakan asrama  putri para mahasiswi poltekkes jurusan kebidanan yang mendapat fasilitas boarding atau semacam mess/penginapan secara bersama yang terdiri dari 4 lantai dengan masing-masing lantai terdiri dari 20 kamar. Setiap kamar diisi oleh 4 putri dengan 2 pintu kamar dengan 2 kamar mandi di dalamnya. Bolehlah kita sebut asrama, karena memang ini merupakan asrama dari mahasiswi yang akan belajar dari seluruh Indonesia. Biasanya yang mendapat fasilitas ini adalah mereka yang mendaftarnya berdasarkan peringkat saat akan masuk di poltekkes ini. Sehingga banyak calon mahasiswi yang belajar dari luar Jakarta. Poltekkes ini merupakan fasilitas pemerintah yang masih didanai dari APBN. Komposisi penerimaan bagi mahasiswi di poltekkes ini kira-kira 30% dari Jawa dan 70% luar Jawa baik Sumatera, Sulawesi, Kalimantan, Maluku dan Papua. Mahasiswi ini mengikuti pelajaran sejak pukul 8 pagi hingga 4 sore dengan istirahat di kantin yang disediakan di Poltekkes. Setiap lantai ada pengawas atau pengelola yang tinggal dekat asrama dan mereka dibayar oleh pemerintah untuk membersihkan fasilitas asrama.

Kehidupan di asrama ini berjalan baik dan tidak banyak kegaduhan karena mereka selalu diawasi baik ketika di malam minggu dan hari libur. Fasilitas olah raga juga cukup terawat dengan baik seperti tempat firness minimalis, lapangan voli dan basket. Kalau mereka inigin berenang, mereka bisa mengeluarkan sedikit ke tempat kolam renang dekat asrama. Pada lantai bawah asrama, ada 2 kamar mandi yang memang disediakan untuk tamu jika memerlukan sebuah toilet saat berkunjung. Pada beberapa bulan tidak banyak kejadian aneh di sekitar asrama. Namun menjelang bulan ramadhan, ada beberapa suara aneh yang terdengar di kamar mandi bawah pada setiap tengah malam. Kejadian ini berulang secara rutin setiap 3 kali seminggu atau setiap 2 kali sehari.

“Byur…byur…Byur… “ hening sebentar kemudian terdengar kembali suara seseorang sedang mandi. Beberapa kali saat diintip oleh pengelola asrama, tidak nampak siapa yang di dalam kamar mandi bawah itu. Setiap kejadian hampir mendekati waktu sahum. Beberapa kali pengelola mencoba ingin melihat siapa pelakunya, selalu tidak berhasil. Karena saat akan ditunggu, sepertinya seseorang atau makhluk itu sudah akan tahu bahwa usahanya akan ketahuan. Berkali-kali usaha itu coba dilakukan agar pelakunya dapat diketahui, namun selalu gagal dan gagal. Ketika sudah tidak ada niat untuk melihat siapa pelakunya, terdengar kembali suara di kamar mandi bawah. “Byur…byur…byur…” hening dan dilanjutkan dengan suara yang agak berbeda di bak kamar mandi yang ukuran diameternya tidak terlalu lebar. “Byuur…ceplak…cepluk… Dan ketika dilihat esok harinya, air bak kamar mandi sudah tidak bersih dan sepertinya pelaku ini menurut dugaan memang berendam sebentar untuk menyegarkan dirinya.

Kehebohan suara di kamar mandi lanati dasar sudah mulai tersebar hampir seluruh lantai. Kabar ini sangat terasa bagi para mahasiswi yang tinggal di lantai dasar. Awalnya mereka kaget dan tidak berani keluar ketika ada makhluk itu sedang berada di kamar mandi. Karena makhluk itu pintar mencari waktu masuk kamar mandinya yaitu mendekati waktu saum. Selain bulan Ramadhan, makhluk itu tidak pernah muncul di kamar mandi. Ketika para pengelola menunggu untuk ditangkap, makhluk itu tidak muncul. Seakan-akan makhluk itu sudah mengetahui jika akan ditangkap atau dijebak. Jadilah pembahasan serius bagi para penghuni asrama. Ada yang menaggapi biasa aja, ketakutan, cuek, bahkan ada yang memang serius ingin ikut ambil peran seperti adegan film “Indiana Jones : Raiders of The Lost Ark” dimana ada adegan kejar-kejaran dan menagkap sang penjahat dari sang profesor.

Karena momennya masih di bulan Ramadhan, maka kesempatannya hanya sekali untuk bisa mengetahui siapa pelaku ini. Karena nanti muncul lagi di Ramadhan berikutnya. Selain bulan Ramadhan, kejadian ini tidak pernah muncul. Makanya pengelola mencoba berinisiatif membentuk sebuah kelompok kecil untuk menangkap siapa pelakunya ini atau paling tidak saat di siang hari bisa diketahui siapa yang melakukan ini dan apa motifnya dan kenapa hanya di bulan Ramadhan dan tengah malam menjelang saum kejadiannya. Karena beritanya sudah cukup menyebar di seluruh lantai, maka perwakilan pengawas dan beberapa ketua lantai dari asrama ini bergabung meski tidak juga yakin akan berhasil untuk ditangkap. Tim ini memang bekerja secara sukarela namun ada perasaan was-was jika makhluk ini pun akan melawan balik jika ketahuan. Segala peralatan yang diperlukan dipersiapkan seperti senter, tali, jebakan berupa sebuah kunci gembok jika makhluk itu masuk bisa dikunci dari luar dan persiapan mental dari tim kecil ini.

Menjelang 2 minggu akhir Ramadhan, tim sudah siap segalanya hingga saat jebakan tiba berjalan. Setiap anggota tim yang menunggu kehadiran makhluk itu mencoba bergilir untuk tidak tidur secara bergantian. Jam sudah menunjukan pukul 02.30 pagi di hari Sabtu. Karena selama seminggu ini makhluk ini tidak melakukan aksinya, maka menurut dugaan mereka, makhluk itu akan melakukannya di hari Sabtu dinihari. Saat momen itu tiba, maka terdengarlah suara deburan di kamar mandi saat menjelang waktu saum. “Byur…byur…byur …. Hening sejenak dan pintu luar ditahan dengan beberapa orang agar makhluk itu tidak melawan.

“Ayo, cepat bantu. Mana gembok, gembok. Cepat …cepat ….” beberapa orang langsung membawa gembok dan mengunci pintu kamar mandi itu.

“Akhirnya tertangkap sudah makhluk itu di dalam kamar mandi. Hai, siapa anda dan apa tujuannya ke kamar mandi ini di tengah malam?” tanya salah seorang anggota tim. Semua terdiam dan dari dalam kamar mandi pun tidak terdengar suara bahkan suara air pun tidak terdengar.

“Ayo mengaku sekarang, karena anda sudah mulai terkepung.” Lanjut pimpinan tim dengan suara lantang berteriak hingga membangunkan penghuni lantai di atasnya.

“Kraak…praak…” terdengar suara jendela kamar mandi yang jatuh di sisi berlawanan dari pintu kamar mandi.

“Suara apa itu?” tanya seorang mahasiswi kepada anggota tim yang lain.

“Wah, itu suara jendela rusak jatuh dari kamar mandi itu. Jangan-jangan makhluk itu kabur melewati jendela itu. Ayo mari kita lihat bersama-sama”, sebagian dari 6 orang itu berjalan ke arah belakang dari bangunan asrama itu. Dan ternyata dugaan salah satu anggota tim itu benar. Makhluk itu sudah kabur dari kamar mandi melewati jendela yang cukup tinggi sekitar 2 meter dan melewati jalan belakang setelah melewati tembok yang tidak terlalu tinggi dan kali di belakang asrama.

“Yah kita gagal lagi menangkap makhluk itu. Padahal kita sudah cukup banyak untuk menangkap makhluk itu dan kita tidak menduga makhluk itu akan melewati jendela belakang kamar mandi.

Setelah gembok di-unlock dan pintu terbuka, warna air bak sudah tidak bersih dan suasana kamar mandi seperti telah terjadi kerusuhan tahun 1998. Anehnya makhluk sangat cepat bereaksi dalam mencari jalan keluar melalui jendela. Namun ada selembar pakaian yang tergantung di dinding kamar mandi, yang nampaknya sangat dikenal oleh salah seorang anggota tim yang juga merupakan salah satu pengelola di lantai dasar. Setelah berpikir lama tanpa diketahui anggota tim yang lain, si pengelola itu berpikir sejenak dalam hati. Akhirnya dia teringat seorang keponakannya yang lama gak dijumpai berasal dari sebuah desa di daerah Jawa Timur. Keponakan itu memang sudah yatim piatu dan hidupnya memang menggelandang yang beratapkan langit dan bintang. Terkadang keponakannya itu bertemu dengan dirinya di sebuah pasar dekat pasar baru Jakarta. Memang perilaku keponakannya itu seperti manusia normal pada umumnya. Tetapi jika diajak berbicara dengan orang asing, dia akan membungkam dirinya hingga kapan dia mau. Hanya orang tertentu yang bisa mengajaknya berbicara termasuk si pengelola itu.

Akhirnya si pengelola tersebut, mencoba melakukan inisiasi pertemuan rahasia dengan si keponakannya di sebuah pasar tanpa diketahui anggota  tim dan penghuni asrama yang lain. Setelah pertemuan dilakukan dan disepakati bahwa si keponakan tidak akan mengganggu kembali asrama itu untuk beberapa waktu ke depan. Sebenarnya kenapa dilakukan saat Ramadhan, si keponakan ingin merasakan sebuah keluarga yang sudah lama dirindukan. Iya juga menyatakan kepada si pengelola bahwa ia merasa malu jika harus datang ke lingkungan asrama karena dirinya sangat lusuh dan tidak bersih. Makanya ia beranikan dirinya mandi sebagai wujud bersihkan diri selama beberapa hari tidak mandi. Akhirnya si pengelola memberikan keleluasaan kepada si keponakannya untuk menggunakan fasilitas kamar mandi miliknya yang memang ada di bagian belakang tempat di pengelola dan meminta untuk tetap menjaga kedamaian lingkungan di asrama putri itu. Setelah obrolan singkat itu, akhirnya lingkungan asrama sudah mulai kembali normal. Si pengelola tidak mengetahui kejadian ini katena dia merupakan pengelola yang baru ditugaskan selama 1 tahun. Padahal keponakannya itu sudah beberapa Ramadhan berkunjung ke kamar mandi itu.

Cerita ini dapat juga dilihat pada link berikut : 

Me Rame – Nyanyian Tengah Malam

Lingkungan tempat kos-kosan yang terletak di bilangan Jakarta Selatan seperti tempat kos pada umumnya. Ada aturan berkunjung, kamar kos dengan fasilitas ac, kamar mandi, dapur atau kamar mandi dan dapur dipakai untuk bersama, yang biasanya terletak di luar kamar. Harga kamar dengan fasilitas dapur dan kamar mandi di dalam biasanya lebih mahal dibandingkan dengan kamar mandi dan dapur bersama. Biasanya penghuni kamar dengan fasilitas lengkap di dalam adalah pasangan baru menikah, atau penghuni yang akan menikah dalam waktu dekat, yang nantinya kamar itu akan dipakai sebagai tempat tinggal sementara. Fasilitas untuk menjemur pakaian sudah pasti disediakan. Tambahan fasilitas berupa mesin cuci sebagai sarana pendukung terkadang juga tersedia. Penghuni bisa menggunakan sendiri atau perlu jasa pembantu yang sudah disiapkan oleh pemilik atau pengurus kos-kosan. Penghuni tinggal membuat perjanjian sesuai keperluan.
 Tinggalah Alfa dengan beberapa temannya di kos-kosan itu. Mereka bertiga menempati masing-masing kamar kosnya. Sebenarnya mereka bisa kumpul dengan teman-temannya sekamar dan lumayan hemat kalau bertiga. Namun ada beberapa di antara mereka, yang sanak familinya masih sering datang dan tinggal di kamar kos. Mereka dikenal cukup baik oleh beberapa penghuni dan pemilik kos. Mereka bertiga juga sudah bekerja di sekitar daerah Kuningan dan Setiabudi. Jika malam minggu tiba dan menjelang akhir bulan, biasanya mereka berhemat dengan bermain gitar dan nyanyi bersama sambil makan makanan ringan dengan penghuni kos yang lain. Suasana kos-kosan cukup kondusif sehingga wilayah wanita dan pria sangat dipatuhi dan dipedomani oleh para penghuni. Sesekali mereka membuat acara bakar jagung, sate dan daging ala restoran Jepang. Namun jika awal bulan, mereka kongkow dengan teman sekantor atau teman sekolahnya dulu di akhir pekan.
Kondisi yang kondusif ini cukup berjalan baik hingga menjelang akhir bulan November 2015, datanglah penghuni kos baru dan kebetulan wanita. Sebenarnya wanita ini cukup baik ketika diajak berbicara. Namun ada perilaku yang mereka bertiga baru mengetahui saat tengah malam. Namanya Winda, si penghuni kos baru itu. Dia bekerja paruh waktu di sebuah perusahaan kurir yang cukup besar dan dia bagian marketing. Parasnya cukup membuat mereka bertiga ingin berkenalan lebih dekat lagi dibanding dengan kedekatan mereka bertiga. Kebetulan kamar yang kosong itu cukup dekat dengan dengan kamar Alfa dan kedua kawannya itu. Secara fisik, Winda itu merupakan ikon wanita metropolitan. Secara kasat mata pun, mereka bertiga sangat ingin dekat dengan Winda. Memang kos-kosan itu gak ada penghuni wanitanya? Ada, tetapi kebanyakan sudah memiliki calon dan suami. Makanya ketika ada Winda, bagi mereka Winda itu bagai sebuah oase di tengah padang pasir.
Sejak awal tidak ada suara aneh di kos-kosan itu. Menjelang malam tiba, dan ketika semua terlelap dalam tidurnya dan dengan mimpi indahnya masing-masing, terdengarlah suara nyanyian. “Whooaa….” Mereka saling lihat, sambil bergumam dalam hati, “… siapa itu?” Setelah ditunggu berapa lama, mereka terlelap lagi. Ketika mata akan tertutup, terdengar kembali suaranya. “…jangan kau lupakan aku dengan cintamu…” Nyanyian tengah malam ini berlangsung berulang setiap seminggu 3 kali selama 3 menit.
Penyelidikan masih dilakukan oleh ibu kos dan beberapa rekan hingga membuat gaduh penghuni kos-kosan. Akhirnya diambil sebuah keputusan bahwa  ibu kos akan melakukan semacam observasi sebelum menanyakan langsung. “Whoaaa…. dan selalu terdengar raungannya dahulu dibanding lirik lagunya. “… enter the sandman… lagu rock dari Metallica terdengar. 

Ibu kos yang melakukan observasi bertanya, "kok teratur ya polanya? Dan kenapa lagu rock ya?" Ibu kos masih terheran-heran sambil lirik ke pembantu dan salah seorang penghuni kos juga. Si Alfa dan kedua kawannya, sudah mulai terbiasa dan saat waktunya akan mulai, mereka tutup telinga dengan bantalnya masing-masing. Setelah sekali observasi oleh ibu kos, esok paginya, ketika hari minggu, sang pemilik “Nyanyian Tengah Malam” itu dipanggil menghadap.
Ramailah suasana di ruang tengah. Para penghuni datang secara bergantian dan terkejut bahwa pemilik “Nyanyian Tengah Malam” itu adalah Winda, si penghuni baru. “Kenapa Winda ya ?”
“Gak tau tuh…” jawab penghuni yang lain.
“Padahal anaknya baik-baik”. Terdengar saling bisik diantara para penghuni itu.
“Kenapa dik Winda sering mengigau dan bernyanyi di tengah malam?” tanya ibu kos kepada Winda. Semua sambil saling lihat, menunggu jawaban dari Winda. Setelah sekian lama terdiam, akhirnya Winda mencoba menjelaskan kenapa dia sering “mengigau” dengan cara bernyanyi dengan genre rock di tengah malam. Awalnya Winda agak malu untuk mengungkapkan tapi akhirnya Winda bercerita bahwa dia pernah diputuskan oleh sang kekasih dan selama bersama sang kekasih, mereka sering makan di restoran yang ada musiknya ber-genre rock metal. Sang kekasih meninggalkan dirinya tanpa ada penjelasan hingga suatu ketika Winda melihat sendiri dengan matanya sendiri. Karena kesal tidak bisa melampiaskan amarahnya, tanpa disadari emosinya terbawa saat dalam tidur. dan terjadilah “Nyanian Tengah Malam” itu. 

        Kepindahan Winda dari tempat kos satu ke yang lain juga karena masalah ini. Kebanyakan penghuni kos sebelumnya merasa terganggu dengan “Nyanyian” itu. Saat itupun, Winda masih dalam masa terapi dengan psikiater. Setelah bercerita, Winda meminta maaf atas kejadian yang menimpa para penghuni kos. Saat itu juga, Winda pindah kos karena akibat perilakunya itu, para penghuni menjadi terganggu. Namun keinginan Winda di larang oleh ibu kos, karena perilaku Winda bukan sebuah masalah dan sedang ditangani oleh psikiater. Sikap baik ibu kos, ditanggapi berbeda oleh Alfa dan temannya, karena mereka lah yang akan menjadi korban hingga Winda sembuh dari terapi itu. Tapi mereka pun senang jika Winda masih tetap sebagai penghuni kos kaena parasnya yang bagai oase di kos-kosan. Akhirnya mereka pun menerima kalau Nanyian Tengah Malam pun tetap terdengar hingga Winda sembuh.



Kisah ini dapat juga dilihat pada laman : 

Me Rame – Becak dan Selokan

Naik becak di Jakarta merupakan hal yang biasa, karena becak banyak tersebar hampir di seluruh wilayah kota Jakarta. Meski demikian, becak juga banyak di sekitar wilayah kota Jakarta seperti Depok, Bekasi, Tangerang dan Bogor. Keberadaan becak umumnya ada di sekitar perumahan, pasar tradisional dan terminal setempat. Selain itu juga, becak ada juga di hampir setiap wilayah di Indonesia. Misalnya Bandung, Medan dengan bentornya, Makassar dengan becak tingginya.
Cerita berlanjut dengan si Alfa yang sedang berlibur di daerah Sulawesi Selatan. Naik becak bagi si Alfa merupakan hal yang biasa. Namun karena naik becak di daerah Sulawesi Selatan menjadi pengalaman baru. Pertama posisi becak yang agak tinggi baik untuk penumpang dan pengemudinya, membuat pengalaman naik becak jadi berbeda. Kedua, becak di Sulawesi Selatan ini mempunyai tempat duduk yang agak sempit dibanding dengan becak di Jakarta dan pada umumnya.
Si Alfa berada di Sulawesi Selatan karena ada undangan sepupunya yang akan menikah dengan orang dari Sidrap (Sidenreng Rappang) dan kebetulan mereka bertemu saat melakukan trip bareng dari kantor sepupunya ke daerah selayar di Sulawesi Selatan. Hubungan jarak jauh dilakoni dan hingga berlanjut hingga ke pelaminan. Alfa tidak bisa datang pada acara pernikahan tetapi datang saat lamaran yang berlangsung di tempat tinggal sepupunya.
Perjalanan dari tempat penginapan dengan tempat lamaran cukup dekat dijangkau dengan becak. Kondisi ini dimanfaatkan oleh Alfa dan kedua kawannya yang belum pernah ke Sulawesi untuk naik becak. Berbaju santai dan tidak terlalu resmi, mereka berangkat dengan becak yang mangkal deket tempat penginapan. Jarak yang akan ditempuh gak terlalu jauh sekitar 1 km dan cukup ditempuh dengan becak dengan kondisi jalan yang cukup rata sehingga tidak membuat lelah pengayuh becak. Mereka naik dengan 2 becak dimana 1 becak di tumpangi oleh 2 orang dengan ukuran badan yang agak lebar dengan kondisi becak cukup sempit ketika dinaiki berdua. Seharusnya memang sewa 3 becak untuk 1 orang. Penumpang sudah cukup berkeringat akibat cuaca di Sulawesi yang panas dan ditambah dengan santainya si pengayuh becak bahwa becaknya mampu berjalan normal. Jika naik ojek, mungkin gak masalah tapi ini becak dengan 2 penumpang yang cukup besar melewati sebuah tanjakan.   
Perjuangan baru dimulai bung. Perlahan becak dengan kecepatan yang lumayan cepat akan mampu melewati tanjakan agar mampu mengambil momentum untuk menanjak. Pada saat di pertengahan jalur tanjakan, pengayuh becak, si Daeng mengambil nafas cukup dalam dan menghelanya sejenak agar becaknya tetap berjalan. Namun ketika di posisi becak yang cukup tinggi dari tanjakan, si Daeng kelelahan dan turun dari becak. Maka mundurlah becak itu dengan kencang ke arah saat nanjak tadi. Si Daeng tidak sempat menahan becak dan braak….braak. Begitulah dentuman suara becak melaju mundur dan terjun bebas kedalam selokan. Si Daeng sempat menahan becaknya dan ketika tidak sanggup ditahan, maka ia menyelamatkan dirinya. Lain si Daeng, lain pula si penumpang. Kedua kawan dari si Alfa tidak sempat loncat dan bangun dari tempat duduk becak, mungkin karena memang sudah sempit dan pas atau sulit keluar dari zona tidak nyamannya dan akhirnya mereka pasrah ikut terjerembab dalam sebuah selokan yang cukup dalam sekitar 1 m dan lebar 0.6 m. Beruntunglah selokan itu tidak ada airnya, namun warga sekitar yang mendengar dan melihat langsung memberikan pertolongan. Perjuangan yang berat bagi kedua kawan si Alfa selain mereka juga tidak bisa keluar dari zona tidak nyamannya. Beberapa memar terlihat pada bagian tubuh dan sedikit wajah dari kedua kawannya itu. Setelah memeriksa bahwa tidak ada masalah persendian akibat adegan “stuntman” itu, mereka bergegas membayar jasa si Daeng dan berjalan menuju ke acara lamaran dimaksud. 
Dengan sedikit rintihan karena ada sedikit memar, mereka berdua berjalan dengan si Alfa sambil mengingat kembali kejadian itu dan akhirnya mereka tertawa bersama-sama. Kenapa kok kita berdua sangat yakin ya dengan si Daeng, kenapa kok kita gak langsung turun dari becak ya. Demikian pikiran mereka saat sebelum kejadian terjadi. Akhirnya mereka sampai dalam acara lamaran yang sudah dimulai dan dipenuhi para undangan dari kerabat terdekat. Dan para undangan pun melihat dengan penasaran. Mereka terlihat seperti dikejar-kejar alien di pagi hari yang cukup terik. Sebelum akhirnya menjadi khusyu, mereka masih tersenyum-senyum mengingat kejadian tadi.

Cerita dapat juga dibaca pada link berikut :