Menanti Tram Bersama Teman Bersayap




"good morning, birdie" (foto pribadi)


Hari masih pagi,
udara terasa jernih dan sejuk
Kulihat ke kiri dan ke kanan
tiada seorang pun

Tapi ada dia,
diam-diam di sebelahku
Menganggukkan kepala,
mengibaskan sayapnya

“Hai,” sapaku,
dijawabnya dengan kedipan
Seolah ia pun ingin bertanya,
“Mengapa sepagi ini kamu di sini?”

“Ke mana semua orang?”
Mungkin … berkemul dalam selimut,
menyeduh kopi panas,
atau … menikmati setangkup roti bakar

Sang burung tetap bertengger
Sementara mataku tertuju ke dedaunan
yang melayang-layang tertiup angin
ada yang kuning, merah, dan jingga …
semua cantik

Pohon-pohon meranggas
Butir apel berjatuhan
Semua seperti terbuat dari emas …
awan, langit, dan rerumputan
sungai pun berkerlip-kerlip

Sayup-sayup di kejauhan
terdengar suara listrik dan besi bergesekan
seperti ketukan halus router wifi
yang sekali-sekali tertangkap gendang telingaku
di malam yang sunyi

Nun jauh di sana …
kelap-kelip kaca jendela tram
pantulkan sinar mentari,
menjelangku bagai kilat di pagi hari

Suara decitan rel menyentak keasyikan kawanku
ditolehkan kepalanya ke asal decitan itu …
dalam sekejap, sayapnya terkembang
ia pun menghilang di angkasa
sebelum kumelangkah masuk
ke dalam tram di pagi itu






Menjemput Cinta (Bagian Kedua)


Pagi itu suasana sekolah berlantai tiga yang berada dipinggir jalan raya terlihat ramai. Beberapa murid yang baru tiba segera masuk melalui gerbang utama. Disamping kanan terdapat sebuah lapangan olahraga yang cukup luas. Sekelompok murid terlihat sedang duduk santai di bawah pohon yang berada dipinggir lapangan sambil bercengkerama.
Mobil yang dikendarai Bram berhenti didepan gerbang utama sekolah. Beberapa detik kemudian Ratih membuka pintu mobil lalu pamit kepada kakaknya. Setelah memastikan adiknya masuk, Bram melanjutkan perjalanan menuju toko.
‘Toko Pakaian - Barokah, menyediakan Pakaian Muslim/Muslimah dan perlengkapan shalat’, demikian isi tulisan yang menempel pada sebuah Papan Nama di atas pintu toko. Pagi itu pelanggan mulai ramai berkunjung. Beberapa dari mereka membeli perlengkapan shalat maupun busana muslim. Bram turut melayani, sesekali ia yang mengambil barang permintaan pelanggan. Ditengah kesibukannya, tanpa ia sadari seorang wanita membuka pintu toko kemudian menyapa Bram.
Dialah Kinasih, seorang wanita berparas cantik dengan balutan busana muslimah yang terlihat fashionable. Kecantikannya membuat siapapun yang memandangnya merasakan keteduhan.
“Assalamu’alaykum, permisi mas, saya mau mencari jilbab dengan model seperti ini” tanya Kinasih sambil memperlihatkan gambar contoh jilbab yang sedang dicari.
“Wa’alaykumsalam, oh… ada Mba, mohon ditunggu” jawab Bram kemudian berjalan menuju lemari kaca disudut ruangan toko.
Ketika Bram sedang mengambil barang, salah satu pegawainya menyapa Kinasih. Rupanya ia sudah sangat mengenalnya. 
Beberapa saat kemudian…
“Ini koleksi jilbabnya, Mba, silahkan dipilih warna atau corak yang Mba inginkan?” ucap Bram kemudian sambil menyodorkan koleksi jilbab yang masih terbungkus rapih di dalam kantong plastik bening.
Setelah melihat satu persatu, Kinasih menetapkan pilihannya.
“Saya pilih yang ini saja, berapa harganya?” tanya Kinasih kemudian.
“tujuh puluh ribu, Mba” jawab Bram dengan senyum yang terlihat agak canggung.
“Baik, saya ambil tiga” ujar Kinasih sambil tersenyum.
Bram segera membungkus jilbab pilihan Kinasih lalu menyerahkannya.
Setelah memberikan sejumlah uang kepada Bram, Kinasih pamit.
“Terimakasih sudah bersedia berkunjung ke toko kami. Semoga pelayanan kami tidak mengecewakan” ucap Bram yang berusaha menyembunyikan rasa canggungnya.
Mendengar ucapan Bram, Kinasih tersenyum kemudian segera balik badan menuju pintu. Bram yang sedari awal terlihat canggung hanya terdiam ditempat dimana dia berdiri, dan baru tersadar setelah salah satu  pegawai memanggilnya.
 Kehadiran Kinasih rupanya mengusik hati Bram. Entah kenapa jantungnya terasa berdebar. Bahkan hingga menjelang sore, pikirannya selalu tertuju pada sosok Kinasih. Bram berusaha mengusir perasaan itu, namun rasa itu terlalu kuat menancap di hatinya.
Menjelang sore, Bram pamit pada para pegawai untuk menjemput adiknya. Beberapa saat kemudian mobil yang dikendarai Bram meluncur menuju sekolah. Sesampainya di depan gerbang utama, Ratih sudah menunggu. Kemudian keduanya meluncur pulang.
Malam hari setelah shalat Isya berjama’ah di masjid, Bram pulang lalu pamit kepada Ibunya untuk masuk kamar. Ia merebahkan tubuhnya di atas tempat tidur sambil menatap langit kamar. Sesekali ia terlihat tersenyum seperti ada sesuatu yang menggodanya. Beberapa menit kemudian ia mematikan lampur, berdoa lalu tertidur hingga waktu subuh menyapa.
Sejak Kinasih berkunjung ke toko beberapa hari yang lalu, kini Bram sering terlihat termenung. Sesekali tatapannya menuju ke arah pintu toko seperti sedang menantikan kehadiran seseorang. Tanpa ia sadari, salah satu pegawainya yang senior perlahan mengamati perubahan perilaku Bram. Kemudian si pegawai memberanikan diri untuk bertanya.
“Pak Bram, mohon maaf sebelumnya, boleh saya izin bertanya sesuatu?”
“Oh… silahkan, Mas” jawab bram sedikit terkejut.
“Akhir-akhir ini, Pak Bram saya perhatikan sering termenung. Apakah ada sesuatu yang menggangu pikiran Pak Bram?”
“Oh… Alhamdulillaah ndak, Mas,  semua berjalan normal seperti biasa” jawab Bram sambil tersenyum meyakinkan karyawannya.
“Syukurlah, saya hanya khawatir kalau Pak Bram sedang dalam masalah”
“Terimakasih atas perhatiannya, kamu memang karyawan saya yang baik” ujar Bram memuji.
“Kalau gitu, saya izin melanjutkan pekerjaan Pak!”
“Ya… ya… silahkan, saya juga mau keluar toko sebentar, mau menanyakan pesanan gamis di toko Bahagia”  kata Bram sambil berjalan menuju pintu toko.
Namun, ketika Bram hendak membuka pintu toko, tanpa ia sadari Kinasih sudah berdiri dibalik pintu sehingga Bram hampir menubruknya.
“Astaghfirullaah, maaf Mba, maaf… saya ndak melihat ada mba dibalik pintu” ucap Bram penuh penyesalan.
“Ndak apa, Mas, saya yang salah, harusnya saya menunggu Mas keluar dahulu” jawab Kinasih sambil tersenyum menahan tawa.
“Silahkan masuk, Mba. Ada pegawai saya yang akan melayani. Saya keluar dulu mengambil barang pesanan” ucap Bram dengan rasa malu yang disembunyikan.
“Terimakasih, Mas, silahkan” jawab Kinasih kemudian.
Kunjungan Kinasih di toko untuk yang kedua kali membuat Bram semakin salah tingkah. Jantungnya kembali berdebar, bahkan lebih kencang dari sebelumnya. Jika saat itu ada orang yang memperhatikan wajah Bram, maka ia akan menemukan adanya perubahan warna kulit di wajahnya yang putih bersih.
Apakah Bram sedang jatuh cinta pada pandangan kedua?

***

Nurani

Jangan terus sinari aku, Tuan
Pinjamkan saja aku lentera
Bukan untuk menerangi perjalanan ini
Tetapi untuk menemukan lenteraku sendiri

J1116

Bidadari dan Permaisuri dari Surga

Duhai Bidadari ku …
Engkau bukanlah pendamping yang sempurna
Engkau bukanlah pendamping secantik model “Victoria Secret
Tapi engkaulah ibu dari anak-anakku

Duhai Bidadariku …
Engkau bukanlah pasangan yang sempurna
Engkau bukanlah pasangan dari kalangan elit dan jet set
Bukanlah pasangan Pangeran William dan Kate Middleton
Tapi pasangan yang saling melengkapi dalam duka dan suka

Duhai Permaisuriku …
Engkau bukan pendamping yang berasal dari kerajaan
Engkau bukan berasal dari dunia antah barantah
Tapi kehadiranmu melengkapi hidup ku yang sederhana

Duhai Permaisuriku …
Engkau hadir karena ikatan janji suci
Engkau ada karena ciptaan Ilahi
Kita bersama karena ketidaksempurnaan

Duhai Bidadariku dan Permaisuriku …
Kita jalani kehidupan dengan keniscayaan
Kita arungi bahtera kehidupan dengan kekurangan
Mari kita lengkapi segalanya menuju surgawi Ilahi


Tulisan ini dapat juga dilihat di https://rulyardiansyah.blogspot.co.id

Belajar Menjadi …

 Betapa indahnya jika kita bisa berbagi dan berempati terhadap sesama sesuai dengan ajaran Rasulullah. Berbagi dan berempati tidak harus menjadi orang pintar dengan lulus dari perguruan tinggi terkenal, cukup dengan belajar menjadi orang yang peduli terhadap sesama dan memliki sense of emphaty terhadap orang-orang yang berkekurangan. Sungguh mulia jika ada manusia seperti Rasulullah dengan banyak ilmu tetapi tidak pelit untuk berbagi. Seperti ilmu padi, semakin berisi, semakin merunduk.

        Saya memang bukan orang yang pintar dan sukses dalam kehidupan baik pekerjaan dan pendidikan, tapi saya coba belajar menjadi orang yang bersyukur, qona’ah dan berempati. Kita bisa berempati terhadap sesama yang memilki kekurangan baik fisik dan non fisik. Cerita berikut ini mengenai empati saya terhadap istri, anak-anak dan ibu mertua. Awalnya cerita empati ini karena saya ingin mendampingi anak saya yang akan menghadapi ujian nasional tingkat sekolah menengah pertama. Sebenarnya momen ujian nasional sih biasa aja jika dibanding dengan ujian nasional pada tahun-tahun sebelumnya. Karena ada perubahan kebijakan atas kurikulum yang digunakan makanya ujian nasional tahun ini tidak seheboh tahun-tahun sebelumnya. Tapi si umi tetap mengalami ketar-ketir jika anaknya tidak masuk sekolah negeri. Makanya saya mencoba berempati untuk menanggung burden itu dengan mengajukan libur saat anak akan menghadapi ujian nasional dan sekaligus pelajaran berharga dalam hidup bahwa liburan di rumah pun dapat memberikan manfaat yang tidak kalah dengan liburan di luar rumah. Meskipun saya tipe orang yang senang terhadap proses bukan hasil. Jadi jika hasilnya nanti tidak masuk ke sekolah menengah negeri, saya tetap dukung atas hasilnya.

Pelajaran pertama, saya belajar menjadi seorang istri. Bagaimana sibuknya seorang istri mengurus kebutuhan anak-anak dan suami hingga urusan rumah tangga. Seorang istri harus segera bertindak cepat ketika ada anggota keluarga sakit. Seorang istri juga harus pandai mengatur kebutuhan harian dan bulanan dalam rumah tangga. Bagaimana mereka harus sibuk agar semuanya dapat terpenuhi tanpa kekuarangan sesuatu apapun. Sungguh sebuah kesalahan jika para suami marah terhadap istri yang sudah banyak melakukan tugas rumah tangga dengan segala kekurangan dan kelebihan. Saya pun salut kepada para wanita yang bekerja dengan kemampuan ganda, berpikir untuk tempat kerja dan rumah tangga. Salam hormat untuk para wanita pekerja. Akhirnya saya merasakan suasana hening di suatu momen untuk dapat rehat sejenak dari kesibukan rumah tangga. Makanya para  ibu rumah tangga memang perlu liburan sejenak dari segala rutinitas untuk melepas lelah, penat dan aktifitas rumah tangga lainnya. Makanya saya tidak akan pernah bisa menjadi seorang istri yang sempurna karena belajar menjadi seorang istri tidaklah mudah karena banyak hal-hal yang tidak bisa dilakukan oleh suami, misalnya melakukan tugas dapur, antar jemput anak-anak sekolah, memberikan kasih sayang kepada anak-anak dan bersikap sabar saat segala sesuatunya tidak sesuai dengan keinginan.  

Pelajaran kedua, saya belajar menjadi seorang anak. Membimbing anak dalam belajar tidaklah mudah. Alhamdulillah, anak saya termasuk independent student, kecuali jika menemui kesulitan baru bertanya kepada saya. Saya sebisa mungkin akan memberikan jawaban sesuai kemampuan berpikirnya. Alhamdulillah juga, saya masih bisa menjangkau pengetahuan tingkat sekolah menengah pertama dimana hampir seluruh mata pelajarannya sudah masuk ke tingkat sekolah menengah atas. Makanya saya berlibur di rumah untuk bisa mendampingi dan menemani jika si anak mengalami kesulitan tanpa harus menelpon ke kantor jika saya tidak libur. Tidak mudah dan tidak sulit untuk belajar menjadi anak, karena pada dasarnya mereka hanya ingin diperhatikan dan dipenuhi segala keinginannya. Hal terpenting adalah bagaimana menjelaskan dengan bahasa yang santai dan enak agar mereka bisa menerima penjelasan atas alasan kita. Tidak ada resep yang pas dalam mendidik anak bahkan resep yang ampuh pun tidak ada di dunia, karena setiap anak itu memilki keunikan tersendiri dan setiap keluarga juga memiliki cerita yang berbeda-beda. Itulah pelajaran kedua saya, belajar menjadi anak yang ternyata cukup seru untuk dipahami.

Pelajaran ketiga adalah belajar menjadi ibu mertua. Ibu mertua masih tinggal dengan saya setelah bapak mertua meninggal pada tahun 2013. Ibu mertua sudah cukup lama ikut kami. Tidak mudah bagi beliau untuk bisa beradaptasi dengan saya selaku kepala rumah tangga. Pasti ada hal-hal yang menjadi kerikil-kerikil masalah di suatu saat nanti. Kondisi kesehatan beliau juga tidak sesehat dulu ketika masih ada bapak mertua. Dengan segala kondisi ibu mertua, beliau tetap semangat untuk belajar memahami Al Qur’an dan terjemahannya dan terkadang juga menghadiri beberapa maj’lis untuk sekedar menambah pengetahuan tentang Islam dan kesibukan di hari tuanya. Alhamdulillah, sejauh ini kondisi ibu mertua masih lebih baik dengan pengobatan rawat jalan. Makanya kami pun juga sepakat beliau tetap bersama kami. Saya belum tentu bisa menjadi beliau sekarang karena kondisinya akan berbeda nanti. Makanya saya belajar untuk bisa berempati dengan kondisi beliau sekarang. Saya jadi teringat pesan dari Ibnu ‘Abbas tentang “Manfaatkanlah 5 perkara sebelum 5 perkara”. Maka jika sudah teringat hal ini, saya langsung semangat lagi untuk bisa belajar menjadi orang lain.

Pelajaran keempat, adalah belajar menjadi kepala keluarga. Jujur saya sampaikan bahwa hingga saat ini saya belum yakin apakah saya ini adalah kepala keluarga yang sempurna. Masih banyak kekurangan yang perlu saya perbaiki. Dengan segala kekurangan itu, kita selalu bisa berkaca dengan baik dan obyektif bahwa selalu ada kesempatan untuk berbuat baik dan berempati kepada orang lain, baik istri, anak, ibu mertua, kawan, rekan kerja, orang-orang yang tidak beruntung dan masih banyak lagi. Jika sudah melihat ke kaca ada yang tidak pas, maka kita cenderung untuk merapihkan. Demikian juga dengan kekurangan kita, kekurangan sebagai kaca yang bisa membantu kita untuk melakukan perbaikan. Setelah perbaikan dilakukan dan hasilnya tetap sama, maka kita perlu bersyukur sehingga nanti hasil yang kita peroleh adalah keberkahan.

        Mari kita lakukan 5 perkara sebelum datang 5 perkara. Tidak juga menggurui dan tidak juga memaksa, cerita ini merupakan refleksi saya selama liburan menemani dan mendampingi anak ujian nasional tingkat sekolah menengah pertama. Berkah dari itu adalah adanya cerita yang telah saya sampaikan sebelumnya. Silahkan diambil yang baik dan positif, karena masih banyak kekurangan dan kelemahan dalam diri saya. Makanya kekurangan sebagai cermin untuk melakukan perbaikan. Dengan melakukan perbaikan dengan cermin yang terbatas itu, saya mencoba belajar menjadi orang lain dan mencoba berempati dengan keadaan orang lain. Jika kekuatan itu bisa muncul dengan orang-orang terdekat, maka semangat itu juga bisa menyebar ke orang-orang yang tidak kita kenal. Mari kita bisa mengambil ilmunya padi, “Semakin berisi, semakin merunduk. Saya hanya ingin berbagi pengalaman alam raga saya dalam sebuah tulisan yang nantinya bisa dinikmati oleh berbagai macam orang. Semoga berkenan untuk membaca dan menghayati. 

Tulisan ini dapat juga dilihat di https://rulyardiansyah.blogspot.co.id

The Plant of Immortality






The plant of immortality or the plant of wonders refers to a plant the image of which was on the stone in the Egypt era, six thousand years ago. It is a plant name that is found in Ebers Papyrus (Egyptian medical record in The 16th Century BC) which today is widely known as Aloe Vera. The plant originally comes from Africa and Mediterranian. Aloe itself ia a genus  containing more than five hundreds flowering succulent species. Aloe Vera has been used for centuries and it is cultivated worldwide to crop the gel even the leaf is said beneficial too. Aloe Vera is used for many purposes such as food, cosmetic, supplement, herbal medicine, etc. 

Even though the benefits of Aloe Vera are said endless, not all of them are backed up strongly with scientific research. Some studies prove the use of Aloe Vera to fight cavities, help diabetic-induced foto ulcer, potentially protect skin from UVB and be a good source of antioxidants. It is also proved that patient treated with Aloe Vera is remarkably healed earlier than those who are treated with 1% ssd in the wound burn case.

Beside those scientific research,  so many uses of Aloe Vera are well known, such as for hair loss cure, skin beautifier, constipation treatment, and even i consume it to calm my gastric. Aloe Vera is found as anti inflammation and it penetrate skin even faster than water, hence aloe vera is also suggested to cure itches, stings, burns, etc. It is also believed that using Aloe Vera internally and externally give benefits to the body. 

However, please be careful when you consume Aloe Vera due to its laxative trait. Also be careful for those who interested to have it internally but having kidney problem. 

References:
https://nccih.nih.gov/health/aloevera
http://www.medicalnewstoday.com/articles/265800.php
http://herbandspices.weebly.com/lidah-buaya--aloe-vera.html
http://nationalgeographic.co.id/berita/2015/10/inilah-manfaat-lidah-buaya-yang-harus-anda-ketahui

Menjemput Cinta (Bagian Pertama)

 “Jika cinta datang terlambat, jangan pernah ragu untuk menjemputnya”


“Mas, Aku minta maaf karena sering merepotkan kamu”.
“Ndak apa, Dek, Mas sangat senang kalau kamu masih mempercayai Mas menjaga Kinanti. Selagi Mas dikaruniai kesehatan, mas akan menjaganya disaat kamu pergi bekerja. Lagipula, disini juga tidak ada anak kecil. Ibu dan Ratih juga sayang dengan Kinanti, kata mereka, Kinanti sudah seperti cucu dan keponakan sendiri”.
Setelah mendapat penjelasan Bram yang menyejukan hatinya, Kinasih hendak pamit. Sebelum melangkah keluar dari halaman rumah yang disisi kanan dan kirinya ditumbuhi rumput serta tanaman bunga beraneka warna, Kinasih  mencium pipi dan kening Kinanti, puteri satu-satunya yang baru berusia dua tahun.
“Ibu pamit ya sayang, Kinanti ndak boleh cengeng apalagi nakal, kasian nanti om Bramnya jadi repot” tutur Kinasih kepada puterinya penuh kasih sayang sambil sesekali pandangannya menangkap wajah Bram.
"Aku pamit, Mas. Terimakasih atas kebaikan Mas selama ini. Tolong sampaikan salamku untuk Ibu dan Ratih", ucap Kinasih sambil berlalu pergi.
Bram yang sedang menggendong Kinanti menatap Kinasih, mengangguk dan memberikan senyumannya yang tulus.
Kinasih yang telah pamit segera melangkah keluar halaman. Tanpa disadari olehnya, pandangan mata Bram terus tertuju kepadanya, menatap Kinasih hingga sosoknya menghilang di ujung jalan.
Entah apa yang sedang dipikirkan oleh Bram saat itu. Pemuda tampan tersebut terlihat seperti sedang memendam suatu rasa yang sulit untuk di ungkapkan.
***
Beberapa tahun sebelumnya.

Matahari baru saja naik dari peraduannya. Udara dingin menyelimuti desa yang lokasinya berada di kaki gunung. Kicauan burung yang indah turut meramaikan suasana. Pagi itu penduduk desa memulai melakukan aktifitasnya. Ada yang pergi ke sawah, berladang, sekolah atau kuliah, ke pasar, maupun sekedar membersihkan halaman rumah dan jalan dari daun kering yang jatuh dari pepohonan.
Disebuah rumah dengan pekarangan rumput hijau serta tanaman bunga yang beraneka warna, sejak sebelum adzan subuh berkumandang penghuni rumah tersebut sudah terbangun. Bram memulai hari dengan shalat subuh berjamaah di masjid yang lokasinya tidak jauh dari rumahnya. Ia tinggal bersama Ibu dan Ratih, adik satu-satunya. Sedangkan sang Ayah telah wafat ketika ia baru saja   lulus dari sebuah Perguruan Tinggi. Sejak saat itu, ia menjadi tulang punggung keluarga menggantikan peran sang Ayah. 
Bram adalah sosok lelaki idaman. Selain postur tubuhnya yang gagah serta wajahnya yang tampan, ia juga memiliki perilaku yang baik. Tidak heran jika Bram menjadi idola para gadis di Desanya. Tetangga dan teman-temannya memberikan julukan ‘pemuda tampan nan sholeh’  kepadanya. Ia juga merupakan sosok pemuda yang  tekun dalam menjalankan usaha dagang pakaian muslim dan muslimah di Pasar. Karena kegigihannya, usaha dagang yang dirintis sejak ia lulus Sekolah Menengah Kejuruan tersebut terus berkembang hingga ia bisa membangun sebuah toko pakaian yang cukup besar dan lengkap, serta memberdayakan karyawan sebanyak empat orang. Dari usahanya itulah ia mampu menafkahi Ibu dan adiknya.
“Bu, Bram pamit, mohon do’a Ibu” ucap bram sambil mencium tangan Ibunya.
“Hati-hati di jalan, Bram. Oh iya, adikmu bilang dia ada latihan menari sama kawan-kawannya siang nanti di Sekolah, mungkin sampai sore latihannya. Nanti tolong sekalian kamu jemput Ratih ya, Bram” kata ibu mengingatkan.
“Iya Bu, nanti Bram jemput" jawab Bram. 
"Dek, ayo kita berangkat! Dandannya jangan lama-lama, nanti terlambat loh!” teriak Bram memanggil Ratih yang masih berdiri di depan cermin.
“Iya sebentar lagi, Mas” jawab ratih setengah teriak dari dalam kamarnya.
Beberap detik kemudian Ratih keluar, mengambil sepatu, memakainya lalu pamit.
“Ratih berangkat ya Bu, do’ain Ratih biar ulangan pagi ini bisa dikerjakan dengan mudah”.
“Amiin, yang penting gak boleh nyontek ya, Dek!” ujar Bram meledek sambil masuk kedalam mobil untuk memanaskan mesin kendaraan.
“huuuh, mana mungkin adik Mas yang cantik ini berbuat tidak jujur” jawab ratih membela diri.
“Sudah-sudah, cepat jalan, nanti kamu terlambat sampai sekolah” ucap Ibu menengahi sambil tertawa.
“Assalamu’alaykum…” Bram dan Ratih kompak mengucapkan salam.
         Sang Ibu Menjawab ucapan salam sambil tersenyum, menatap kedua buah hatinya dengan penuh rasa syukur.  
Beberapa detik kemudian mobil yang dikendarai Bram keluar halaman dan menghilang di ujung jalan.

(Bersambung)

sebab kau

aku tak bisa pergi jauh lagi
semenjak kusadari tepi fulan fehan yang tak terjangkau menutupi pandanganku
aku tersuruk.
dan savana liar di kepalaku,
sudah cukup untuk sebuah pemberontakan.