Industrialisasi Garam sebagai solusi krisis garam, Mungkinkah?

Baru-baru ini kita mendapati harga garam yang semakin melambung yang berimbas pada keluhan semua pihak yang merupakan konsumen garam, dari mulai kalangan industri sampai ibu-ibu rumah tangga. Sebenarnya permasalahan garam ini merupakan merupakan masalah klasik karena selalu terjadi dan pasti akan terus terjadi. Akhirnya banyak pihak yang mengeluh bagaimana mungkin negara maritime yang 2/3 wilayahnya lautan tapi mengalami krisis garam.

Pemerintah pun menangani masalah ini dengan metode business as usual yaitu menggenjot produksi garam dalam negeri yang menurut saya sudah berada di tingkat jenuh. Usaha ini pun pada akhirnya kembali lagi pada masalah klasik yaitu tehnik produksi yang masih tradisional, kondisi cuaca yang terlalu basah dan luas lahan yang tidak pernah bertambah (bahkan berkurang).

Memang benar teknologi yang digunakan untuk memproduksi garam adalah dengan menggeringkan air laut didalam tambak garam. Teknologi ini merupakan hal yang lumrah dilakukan di negara-negara yang memiliki wilayah laut yang luas sekaligus juga memiliki kelemahan sebagaimana disebut sebelumnya.

Selain dengan tehnik pengeringan laut di tambak garam, ada metode lagi yang digunakan untuk memproduksi garam yaitu dengan cara menambangnya di dalam bumi. Tetapi hal ini hanya bisa dilakukan oleh negara-negara yang wilayahnya merupakan wilayah yang dahulunya adalah lautan purba. Sehingga endapan garam yang terakumulasi di perut bumi merupakan endapan sisa-sisa dari lautan purba tersebut. Indonesia tidak memiliki berkah ini sehingga tidak mungkin untuk melakukan penambangan garam di Indonesia seperti yang dilakukan di Australia, Canada, USA dan beberapa negara Eropa Tengah dan Asia Barat.

Tapi ada satu teknologi yang dapat digunakan dan belum pernah dicoba untuk industri garam walaupun teknologi ini sudah lumrah digunakan untuk industri yang lain. Untuk menggunakan tenologi ini dibutuhkan industrialisasi dua komoditas yaitu air bersih dan garam. Teknologi ini disebut Vacuum Evaporation.

Teknologi vacuum evaporation ini menggunakan metode pemanasan air di dalam ruang hampa. Sesuai dengan hukum termodinamika maka titik didih air akan turun berbanding lurus dengan tekanan didalam ruangan. Teknologi ini memiliki beberapa kelebihan yaitu

1)        Tidak tergantung cuaca karena proses dilakukan di dalam tabung vakum yang tertutup rapat. Dalam proses vakum ini semakin rendah tekanan yang diberikan, semakin rendah titik didih air. Bahkan air dapat menguap pada suhu 00 celcius tergantung tekanan di ruang vacuumnya. Hal ini dapat menyebabkan peningkatan produksi karena produk jadi dapat dipanen setiap hari bahkan setiap jam.

2)        Teknologi ini tidak memerlukan lahan yang luas bahkan dapat menggunakan lahan yang sudah ada. Hal ini karena air laut di olah di dalam tabung tertutup berukuran 1 M3. Sebagai ilustrasi lihat saja toren air yang berukuran 1000 liter. Luas lahan yang digunakan untuk membuat tower toren tersebut itulah kira-kira luas lahan yang diperlukan untuk 1 unit evaporator berkapasitas 1000 liter.

Bagaimana dengan jumlah produksi garamnya? Hal ini tergantung dengan tingkat salinitas air laut. Salinitas air laut di Indonesia adalah sekitar 3,3% per 1000. Artinya setiap 1 liter air laut terdapat kandungan garam 33 gram. Jadi kalau 1 unit evaporator berkapasitas 1000 liter diisi penuh dengan air laut, berarti ada kandungan garam seberat 33 Kg disitu. Jika di asumsikan 1 unit evaporator dapat menguapkan air sampai habis dalam waktu 1 jam, maka dalam 12 jam terdapat 396 kg garam. Dengan asumsi bahwa produksi berjalan setiap hari, maka dalam setahun 1 unit evaporator akan menghasilkan 142,6 ton garam. Jika sebuah pabrik memiliki 1000 unit evaporator produksi akan mencapai 142.560 ton per tahun.

Sekedar informasi, produksi PT Garam tahun 2015 adalah 340.000 ton itu pun dengan lahan 5.340 hektar. Dengan asumsi 1 evaporator memakan lahan seluas 2,25 M2, maka 1000 evaporator hanya butuh lahan seluas 22.500 M2 atau 0,225 Hektar. Bayangkan hanya dengan lahan 1 hektar saja bisa memproduksi sampai 1/3 dari produksi PT Garam tahun 2015.

Tetapi teknologi ini memiliki kekurangan yaitu membutuhkan energy listrik yang tinggi. Untuk mengolah 1 M3 air laut diperlukan daya sampai 170 KWh. Hal ini tentu saja ditentukan oleh tehnik vakum yang digunakan sehingga konsumsi listriknya berada di kisaran 50 - 170 KWh/M3. Sehingga jika diasumsikan harga listrik adalah USD10 cent/KWh dan nilai tukar yang digunakan adalah Rp13.400/USD, maka 1 unit evaporator akan menelan biaya operasional dari listrik saja sekitar Rp984 juta/tahun.

Hal ini menyebabkan industri garam saja menjadi tidak kompetitif jika menggunakan teknologi vakum ini. Karena jika kita menggunakan harga garam normal Rp1000/kg, maka revenue dari penjualan garam dari 1 unit evaporator hanya Rp142,5 juta/tahun. Ya jelas gak ada yang mau pakai teknologi ini buat industri garam.

Oleh karena itu, industri garam harus digabungkan dengan industri air bersih, karena memang teknologi vakum banyak digunakan untuk pengolahan air bersih di luar negeri seperti desalinasi maupun pengolahan air limbah. Nah, jika dengan menggunakan teknologi yang dipakai saat ini dalam produksi garam, air laut dibiarkan menguap di alam bebas. Sedangkan dengan teknologi vakum, air yang menguap dapat dikondensasikan dan menjadi air bersih yang bisa langsung diminum atau dengan kata lain air dari hasil distilasi. Jika diasumsikan harga airnya adalah Rp200/liter maka nilai yang didapat dari penjualan air tersebut per unit evaporator adalah Rp864 milyar/tahun. Sehingga jika diasumsikan sebuah pabrik memiliki 1000 unit evaporator dan menjual produk utama berupa garam dan air bersih dimana garam dijual seharga Rp1000/kg dan air Rp200/liter serta mengeluarkan biaya lain-lain berupa gaji pegawai dan overhead sekitar Rp10 milyar/tahun. Maka profit dari industri ini bisa mencapai Rp12,6 milyar/tahun dengan lahan tidak sampai 1 hektar.

Ide ini memang sangat radikal karena terus terang saya belum pernah dengar ada industri garam yang menggunakan teknologi vakum. Tetapi industri lain yang menggunakan teknologi vakum sudah ada seperti industri gula, industri pengolahan limbah cair dan industri pengolahan air bersih di luar negeri ya. Kalau di Indonesia satupun belum ada. Teknologi ini selain mengunakan lahan yang tidak banyak, juga low maintenance dan low labor cost dalam artian padat modal bukan padat karya. Industri yang menggunakan teknologi ini juga akan menimbulkan dampak bagi industri yang sudah existing yaitu industri garam yang pengolahannya oleh petani garam dan industri AMDK (air minum dalam kemasan). Dengan kata lain, jika industri ini muncul maka akan menimbulkan efek disruptif kepada industri lain yang sudah besar dan mapan.

Terkait dengan efek disruptive, saya tidak kawatir dengan industri garam karena petani garam dapat menggunakan tambak mereka untuk melakukan budidaya udang atau ikan yang memiliki nilai tambah lebih tinggi dari garam. Bahkan mereka dapat lebih fokus untuk di usaha tersebut tanpa pusing mikirin cuaca. Sedangkan PT Garam malah bisa menggunakan lahannya untuk industri lain berbasis maritime yang memiliki nilai ekonomi lebih tinggi seperti budidaya udang, rumput laut dan lain-lain.

Industri AMDK lah yang akan benar-benar terdampak oleh industri baru ini karena dengan adanya pabrik yang memiliki 1000 evaporator maka produksi air bersihnya dapat mencapai 4.300 M3 atau 4,3 milyar liter air bersih per tahun. Jika dibandingkan dengan produksi total AMDK tahun 2015 sebesar 21 milyar liter, maka industri baru ini akan menjadi musuh baru bagi industri AMDK lain yang sudah mapan. Apalagi jika industri baru ini malah menjadi pemasok air minum langsung ke konsumen melalui pipa sehingga bisa langsung minum air dari keran. Di sisi lain, kita juga bisa lihat tempat dimana air minum tersebut diperoleh, daerahnya menjadi kekurangan air, penduduk setempat kesulitan mengakses air bersih bahkan daerah yang dulu banyak lahan pertanian malah jadi alih fungsi karena banyak mata air yang hilang. Sehingga apabila industri baru ini menyebabkan beberapa pabrik AMDK gulung tikar setidaknya akan berdampak positif terhadap penduduk yang lingkungannya di rusak oleh industri AMDK.  

Satu lagi yang akan terimbas adalah para importir garam, karena jika ada 40.000 unit evaporator maka produksi garam kita menjadi 5,7 juta ton/tahun, cukup untuk memenuhi kebutuhan domestic bahkan surplus karena kebutuhan domestik kita adalah 4,2 juta ton/tahun dan hanya butuh 40 hektar lahan dan berkurangnya eksploitasi air tanah. Tetapi, sekali lagi adanya 40.000 unit evaporator justru akan menciptakan 17,2 miliar liter air minum sehingga dapat dipastikan pasar AMDK akan semakin terdistorsi oleh air hasil distilasi. Sehingga dampak lain yang muncul akibat dihajarnya industri begal garam (baca: importir) dan AMDK yang kemungkinan ada yang akan gulung tikar, adalah munculnya penganguran, tapi akan dibahas di tulisan yang lain. Hitungan-hitungan yang saya buat pun merupakan hitungan kasar terutama dari besaran lahan. Walaupun saya yakin 40 ribu unit evaporator tidak akan memakan lahan sampai ribuan hektar, mungkin bisa mencapai 100 hektar mengingat diperlukannya lahan untuk storage dan lain-lain. Tapi yang pasti investasi yang saya bicarakan untuk industri ini adalah milyaran dan semoga saja tidak mencapai trilyun.

So, tertarik untuk mencoba usulan saya?  

Tulisan ini juga tayang di http://www.kompasiana.com/aycorn/59833bdba71c8359d822b872/industrialisasi-garam-sebagai-solusi-krisis-garam-mungkinkah
lengkap dengan referensinya

Bias dalam Penilaian

Dalam rangka menyambut detik detik akhir penilaian perilaku bagi pegawai di lingkungan Kemenkeu terutama Direktorat Jenderal Anggaran, berikut saya persembahkan rangkuman dari beberapa sumber tentang bias dalam menilai performa pekerja.
Hal ini selain dipicu oleh sedang "hot"nya  penilaian perilaku di e-performance, juga karena saya ingat sedikit soal bias ini saat masih kuliah dulu. Sedikit? Iya.. 😂😂😂

Sebelum masuk ke rangkuman tersebut, baiknya kita lihat dulu arti kata bias. Namun, mohon maaf ya, saya cuma pake sumber sumber yg bisa saya gali secara online. Sebabnya tak lain tak bukan karena dua hal. Pertama, keterbatasan waktu saya. Yang ini iyuh banget ya alasannya. Kedua karena kemalasan saya. Oke, yg ini lebih parah..dan lebih jujur tentunya.

Menurut KBBI.web.id,
bi·as n 1 simpangan; 2 Fis belokan arah dari garis tempuhan karena menembus benda bening yang lain (seperti cahaya yang menembus kaca, bayangan yang berada dalam air);

mem·bi·as v 1 berbelok dari arah (seperti perahu yang dilanggar ombak, hujan yang tertiup angin); 2 Fis berbelok arah dari garis tempuhan karena menembus benda bening yang lain (seperti cahaya yang menembus kaca, bayangan yang berada dalam air); 3 ki menyimpang (tentang nilai, ukuran) dari yang sebenarnya;

mem·bi·as·kan v menyimpangkan (membelokkan) arah;

pem·bi·as·an n 1 proses, cara, perbuatan membiaskan; 2penyimpangan (pembelokan): berkas cahaya yang keluar dari prisma mengalami -

Nah, kalau dari definisi bias dan kawan kawan seperimbuhannya di atas, langsung aja kita simpulkan bahwa bias yang dimaksud di sini adalah "penyimpangan" atau "belok", tapi bukan pembelokkan berkas cahaya ya...
Bias ini sejenis kecenderungan (penyimpangan/pembelokkan) yang mempengaruhi bagaimana atasan menilai pegawai.

Nah, sekarang izinkan saya bertanya. Ada yang tau paycor ngga? Enggaaa...
Duh, sama dong..
Sekarang saya mau kutip kata kunci yang ada di websitenya paycor nih. (www.paycor.com).
To be fair and objective, a performance evaluation must be based on the employee’s job-related behavior, not on the employee’s personal traits, work situation or other factors unrelated to employee performance.

Untuk adil dan objektif, evaluasi kinerja mesti berdasarkan perilaku yg terkait pekerjaan. Bukan perilaku di kantin berarti..#eh#ups.

Walaupun mungkin kita tidak pernah bisa sepenuhnya objektif (alias subjektif), kita dapat mengusahakan untuk menilai dengan objektif. Saya pun masih subjektif sekalee... kan kalau mau aja.. 😂 kalau engga ya engga bs maksa..
Caranya gimana? Salah satu caranya dengan mengenal bias bias umum yang sering terjadi saat menilai. Apa aja tuh...

1. Excessive leniency
Apa sih ini? Excessive leniency terjadi ketika atasan (sepertinya bisa juga peer dalam konteks DJA) menilai semua pegawai lebih tinggi dari performa aslinya dalam rangka dianggap baik atau agar disukai. Ia juga percaya bahwa dengan review yang baik, pekerja bisa termotivasi untuk lebih baik.
2. Excessive severity
Excessive severity ini semacam kebalikan dari poin pertama tadi. Atasan (atau dalam konteks DJA dapat dikatakan peer juga) cenderung menilai rendah untuk memotivasi pegawai yang kurang performanya atau performanya standar agar meningkatkan kinerjanya. Intinya, pelit nilai gitu kali ya?
3. Similar-to-me bias
Bias yang ketiga ini terjadi saat atasan (atau dalam konteks DJA, bisa juga peer) menilai tinggi untuk mereka yang "mirip"/setipe dengan dirinya, misal sama sama suka nonton konser musik, dll. Bias jenis ini meliputi faktor like and dislike terhadap pegawai tersebut.
4. Opportunity bias
Opportunity bias terjadi saat penilai memberikan credit atau menyalahkan pegawai untuk faktor di luar kendalinya.
5. Halo Effect
The Halo Effect ini terjadi saat atasan menilai pegawai berdasarkan satu kekuatannya yang kemudian mendominasi penilaian terhadap pekerja tersebut. Dengan kata lain, pekerja mendapat nilai more than he/she deserved. Pekerja yang bagus dalam pengetahuan kerja tidak berarti ia juga bagus dalam semua hal seperti produktivitas dll.
6. Horns Effect
The Horns Effect ini semacam kebalikan dari halo effects. Penilaian atas sesuatu kekurangan mendominasi overall performance appraisal. Apabila pegawai kurang di satu hal, kan tidak berarti ia harus diperbaiki di semua hal terkait kerjanya, toh?
7. Contrast bias
Atasan yang terkena bias ini cenderung membandingkan performa pegawai dengan membandingkannya dengan pegawai lain, bukan dengan standar perusahaan. Pegawai berhak dinilai berdasarkan performa individualnya bukan dengan merankingnya dengan pegawai lain.
8. Recency bias
Recency bias ini adalah bias yang terjadi ketika penilaian hanya didasarkan kepada performa terakhirnya sebelum penilaian, misalnya beberapa pekan sebelum penilaian dibanding periode yang seharusnya dalam masa penilaian.
9. Job vs. individual bias
Beberapa pekerjaan/posisi memang lebih vital dalam organisasi dibanding posisi kerja lain. Namun, tidak serta merta pegawai di posisi tersebut lebih baik performanya dari pekerja lain.
10. Length-of-service bias
Bias ini terjadi ketika lamanya masa kerja mempengaruhi penilaian dalam evaluasi kinerja.
11. Stereotyping
Evaluator cenderung mengasumsikan evaluee suatu ciri yang sama terkait grupnya. Misal, pekerja wanita, Hispanik, vegetarian, dll).


When you are able to remove some of the bias from the evaluation process, performance appraisals become much more meaningful for organizational decision-making and compensation adjustments. Selain itu, penilaian yg baik akan memudahkan dalam pengembangan pegawai di masa depan.

Sekarang sih, semua kembali kepada penilai. Tulisan ini sifatnya hanya informasi aja. Mudah-mudahan ada manfaatnya.

Aamiin.

Referensi
http://www.managementstudyguide.com/performance-appraisal-bias.htm
https://www.paycor.com/resource-center/the-top-10-performance-review-biases
https://personel.ky.gov/DHRA/EPES-TypesRaterBias.pdf

“Now, how do you think, Mr. Prime Minister”?


Matanya memandang lekat pada papan yang telah penuh dengan 2 jam penjelasan deskriptif dan mendetail dari si pembicara di muka ruangan, sesekali dia menarik nafas panjang dan melemparkan pandang ke sekeliling ruangan yang dipenuhi oleh nama-nama yang memiliki posisi penting di negara baru tersebut dan dia menyadari bahwa mereka melakukan hal serupa, hingga pada satu titik dimana si pembicara menyelesaikan penjelasannya dengan melemparkan satu pertanyaan pamungkas kepadanya :

“Now, how do you think, Mr. Prime Minister”?

Di satu pagi yang mendung September 1965, laki-laki yang bernama Lee Kwan Yew itu mengumpulkan jajaran pemerintahannya segera setelah pergelutan panjang yang melelahkan untuk menjadikan Singapura sebagai negara berdaulat. Lee paham betul bahwa mereka tidak punya waktu untuk perayaan, tidak kala kondisi negara itu masih dalam ketidakpastian baik secara politik maupun ekonomi dan harus ditangani secara bersamaan secara hati-hati. Salah langkah, maka negara baru ini bisa kembali dengan mudah dianeksasi dan semua usaha akan menjadi sia-sia.

Hari itu dia sedang mencurahkan perhatiannya untuk keselamatan ekonomi Singapura.

Dr. Albert Winsemnius, nama orang Belanda yang sedari awal hari telah berbicara di depan ruangan yang dihadiri hampir seluruh jajaran pemerintahan bidang ekonomi Singapura. Dia menjabarkan proposal setebal lebih dari 120 halaman yang jika setujui oleh Lee, akan menjadi panduan pengembangan ekonomi Singapura dalam jangka 20 tahun mendatang. Dia mengutarakan bahwa Singapura harus melanjutkan sebagai pusat industri hanya untuk menstabilkan kondisi ekonomi dan harus segara beranjak menjadi pusat investasi dan perdagangan dunia (World’s trade and investment hub) dalam beberapa dekade mendatang.

Pendapat Wimsemnius mendapatkan tentangan keras. Tak tanggung-tanggung, Tan Yusoff bin Ishaq sang Presiden bersama beberapa Ekonom Singapura yang hadir dan menyatakan bahwa akan terlalu riskan jika Singapura meninggalkan sumber devisa utamanya untuk sesuatu yang belum terbukti dan jika gagal akan membahayakan. Di tengah suasana tegang (ditambah suasana mencekam terkait gesekan antar ras yang saat itu tengah memanas), Lee selaku PM mengajak rekannya tersebut untuk meninggalkan ruangan untuk berdiskusi empat mata membahas perbedaan pandangan tersebut. Pertemuan empat mata yang terjadi di ruangan terpisah itu mungkin 30 menit terlama yang pernah dilalui oleh masing-masing dari mereka. 

Entah apa yang dikatakan oleh Lee, hingga akhirnya mereka berdua sebagai Perdana Menteri dan Presiden sepakat memutuskan untuk mengambil resiko itu. Sebuah resiko yang sepadan dengan bukti sejarah tingkat kemajuan fenomenal di bidang perekonomian yang ditunjukkan oleh Singapura hingga beberapa dekade mendatang.

Fragmen di atas lekat dalam sejarah perekonomian Singapura. Karena jelas keputusan 30 menit tersebut mengubah wajah Singapura secara revolusioner dan membawa mereka dari negara dunia ketiga menjadi salah satu negara termakmur di Dunia dan dipandang sebagai macan ekonomi Asia.

Ada beberapa hal lain sebenarnya yang bisa diambil dari potongan kisah tersebut.
Namun, agar bisa menjadi bahan diskusi, saya mengajak kawan-kawan kontributor untuk menyampaikan pendapatnya mengenai pelajaran apa saja yang bisa diambil dari kisah tersebut di kolom komentar, lebih baik lagi jika dituangkan dalam postingan baru J .


Referensi :
1.       Van der Heijden, Kees (2005). The Art of Strategic Conversations, 2nd Ed. John Wiley and Sons Ltd.
2.       Neo, Boon Siong & Chen, Geraldine (2016). Dynamic Governance, World Scientific.


Disclaimer :
Kisah di atas mengalami proses penyuntingan seperlunya


   



ACL


Anterior Cruciate Ligament atau ACL. Ya, ini adalah arti dari judul tulisan ini. Mungkin banyak yang tidak tahu apa ACL itu dan ini adalah pengalaman saya yang tidak sadar punya cedera selama hampir 20 tahun. Jadi ACL adalah jaringan otot dibalik tempurung lutut yang memberikan kestabilan pada kaki kita. Tanpa ACL bisa dipastikan kita akan keseleo terus dalam melakukan setiap aktivitas.

Jadi kejadiannya waktu saya masih sekolah dan unyu-unyu (mau bilang SMU takut umur ketauan), pada saat pendidikan jasmani, sama pak guru di ajarin tehnik lompat tinggi, bagaimana supaya bisa loncatin mistar dan jatuh di matras empuk yang bener (khusus untuk posisi mistar yang pendek, bisa langsung mendarat dengan posisi berdiri). Berhubung pelajaran Penjas cuma 2 jam seminggu ya kurang donk, jadinya sekelompok anak (termasuk saya) memutuskan untuk menjajal tehnik ini untuk ngelompatin tembok dan alasnya beton (tentu saja kita tidak menjatuhkan diri di beton karena pagarnya juga gak terlalu tinggi). Dasar apes, pas saya loncat kaki ini malah menyentuh pagar, makanya lompatan tidak sempurna dan …… (tepat jatuh di lutut). Sejak saat itulah saya selalu merasakan gangguan di lutut kanan berupa gampang keseleo pas olah raga.

Waktu itu sudah cek up ke dokter orthopedi terus di rontgen dan hasilnya tulang dalam keadaan Ok. Dokter menduga ada jaringan yang putus dibalik lutut (ACL ada di balik lutut). Saran dari dokter di operasi aja di Singapura. Weleh, itu tahun 1999 gak ada BPJS ato KIS atau kartu-kartu yang lain (kalau operasinya di Singaparna sih masih ok dah). Dan saya putuskan gak perlu pake operasi-operasian cukup pake decker lutut aja. Apalagi deckernya ada besi penyangganya jadi gak masalah setidaknya untuk aktifitas kayak naik gunung masih Ok lah. Padahal itu decker untuk orang cedera supaya bisa istirahat jadi lututnya bisa cepet sembuh, tapi sama saya malah saya pakai untuk naik gunung, gowes, rafting, trekking, jogging termasuk juga skiing dan snowboarding waktu di Jepang.

Walhasil, cidera tersebut kambuh dan mumpun waktu itu masih di jepang, saya cek aja ke RS toh di cover asuransi kan. Ternyata dokter menyarankan saya untuk di MRI. Setelah MRI terlihat ada masalah di lutut dan berhubung si dokter cuma bisa ngomong Nihongo alias Bahasa Jepun tanpa sedikitpun English ya bingunglah saya akan masalahnya (lha wong gak ngerti dia ngomong apa dan intepreterpun gak bisa jelasin dengan baik). Dokterpun menawarkan operasi, dan berhubung semua dicover asuransi yowes kenapa tidak (gratis ini pikirku tanpa tahu si dokter mau berbuat apa sama lutut ini). Jadilah lutut ini di operasi tahun 2008, 2 bulan sebelum kelulusan. Operasi saat itu meninggalkan 2 titik luka di lutut. Saya di opname selama 3 hari tanpa sanak keluarga mendampingi, beruntung mantan-mantan saya eh maksudnya teman-teman saya pada rajin besuk.

Sepertinya operasi tersebut berhasil, walaupun saya juga bingung apa langkah selanjutnya pasca operasi. Karena saya sudah pulang dan tidak mungkin kontrol ke dokter ya sudah saya biarkan. Sampai suatu hari di tahun 2009 tiba-tiba tempurung lutut kanan bergeser sendiri dan yang harus saya lakukan untuk mengembalikannya ke tempat semula adalah cukup dengan membuat gerakan menendang sampai bunyi ‘klik’. Sejak saat itu saya curiga bahwa saya mengalami CLBK (cedera lama berulang kembali). Tapi saya juga bingung mesti konsultasi ke siapa, karena saya masih meragukan kualitas dokter ortopedi di Indonesia.

Akhirnya atas paksaan ibunda tercinta, saya memutuskan untuk ke poli orthopedi di RS Pasar Rebo Jaktim. Begitu ketemu dokter, saya ceritakanlah semuanya dari A sampai Z dan dokter pun memberi saya saran yang luar biasa.

“Bapak punya cedera di lutut, mulai sekarang bapak udah gak boleh lagi aktifitas yang memberi beban extra ke lutut kayak jogging apalagi naik gunung. Trus kalo naik turun tangga juga satu-satu pakai kakinya. Pokoknya untuk olahraga yang pakai kaki stop dulu deh” Saran si dokter.

“(WTF, ini dokter atau koas sih!! Emangnya orang disuruh cepet tua apa ya)” gumam saya dalam hati sambil bertanya “gak ada alternative lain dok?”.

Dokterpun menjawab dengan simple “sebenernya harus di MRI sih, tapi kita (RS Pasar Rebo) gak punya alatnya. Kalau mau coba aja di (RS) Fatmawati”. Udah gitu saja, sembari diam sambil bergaya mikir kayak orang keblinger. Saya hanya menghela nafas panjang, dasar dokter semelekete masa iya saya disuruh stop olahraga, gowes, lari dll. Eta mah yang ada penyakitnya numpuk n cepet tua. Sambil geleng-geleng, gak lagi-lagi deh ke Pasar Rebo untuk urusan lutut. Dan masalah pun berlanjut dan semakin parah karena saat-saat tertentu mulai kerasa cenat-cenut di lutut kanan selama beberapa hari sampai hilang sendiri.

Tahun 2013, masalah ini semakin mengganggu dan istri pun menyuruh alias maksa saya untuk cek ke RS (udah gak nyaranin lagi karena saya selalu menolak cek ke RS). Pilihanpun jatuh ke RSPAD karena dekat kantor walaupun ada beberapa teman yang nyarani saya supaya cek up ke RS Persahabatan ada juga yang bilang ke RS Jakarta. Yah sudahlah, saya ambil aja yang terdekat toh RSPAD kan RS tentara dan ada alat MRI juga jadi setidaknya gak disuruh pergi ke RS lain lah.

Ternyata dokter orthopedi RSPAD lebih ‘jenius’ lagi daripada yang di pasar rebo. Sesudah saya ceritakan semua permasalahan termasuk histori dari lutut (bahkan lebih jelas dari tulisan ini), pak dokter pun berkata “hmm… kira-kira apa ya” di timpali sama suster “nah gimana tuh dok?”. Kata dokter lagi “ya sudah rontgen dulu deh”. “nah bener tu dok di rontgen” timpal susternya.

Waladalah, serasa masuk OVJ apa ya. Dokternya planga-plongo kebingungan mau ngasi tindakan apa dan susternya juga latah-latahan pengen ikut campur. Dokternya juga sudah tahu kalau tidak ada masalah sama tulang tetap saja tidak mau melanjutkan langsung ke MRI. Padahal dulu di Jepang dokternya langsung ke MRI gak pake rontgen. Yah, prihatin saya sama personel TNI kita, dirawat nya sama dokter lulusan Haji Naim. Sejak saat itu skeptis lah saya sama dokter kita untuk konsultasi masalah lutut. Nyari dokter yang tahu masalah saya sulit banged kayaknya.

Akhirnya saya pun melanjutkan studi S3 di UK. Pikir ku, yah semoga lutut tidak memberi masalah disini. Tapi ternyata salah, masalah lutut ini semakin menjadi-jadi. Sampai akhirnya istri saya maksa saya untuk ke poliklinik kampus. Di UK kita gak bisa langsung ke RS semua harus melalui dokter umum atau General Practitioner itupun harus pakai appointment dulu yang kadang bisa sampai 1 minggu. Sewaktu bertemu dokter, apa yang dilakukan oleh dokter itu pun sama dengan yang dilakukan oleh dokter di RSPAD dan pasar rebo. Saya pun menceritakan semua histori dari lutut ini yang langsung di cut sama si dokter seakan dia gak mau denger cerita saya dan langsung ngecek lutut saya. Dokter pun menyatakan bahwa saya perlu di athroskopi yaitu di masukin alat kedalam lutut untuk memperbaiki ACL saya, karena dia curiga bahwa masalah saya disebabkan oleh ACL yang rusak.

Wow sebuah statement yang tidak saya harapkan dari seorang dokter di klinik kampus. Bahkan saya menimpali dengan bertanya apa itu ACL dan bagaimana bisa cedera ACL terjadi. Dokter pun menyatakan itu cedera yang umum terjadi sama atlet dan anak kuliahan biasanya sering mengalami cedera ACL terutama mereka yang sering olahraga atletik seperti main sepakbola karena cedera ACL biasa terjadi akibat di tackle pas main bola. Bahkan dokterpun bertanya apa saya dapat cedera ini waktu main bola (jadi malu ngasi jawabannya). Ia pun menambahkan bahwa cedera ACL bisa sembuh dan biaya operasi ACL di UK di tanggung asuransi jadi gratis deh. Setidaknya gak sia-sia bayar 3000 pound buat bayar asuransi di UK hehehe.

Singkat kata saya pun dibuatkan appointment untuk konsultasi di klinik orthopedi di RD&E (Royal Devon & Exeter) hospital. Dokter orthopedi pun bertanya-tanya dan kali ini saya jelaskan semua histori dari lutut ini. Metode yang dilakukanpun sama dengan dokter-dokter sebelumnya dan langsung memutuskan bahwa saya harus di scan MRI dulu untuk tahu pokok permasalahannya. Saya juga dibuatkan appointment untuk melakukan fisioterapi yang saya harus rutin melakukannya selama 6 kali (ini juga gratis J).

Di UK pasien tidak bisa melihat hasil MRI, berbeda dengan di Jepang dimana dokter memperlihatkan hasil MRI dan mengobrol langsung dengan pasien apa masalahnya. Itu pulalah yang membuat saya terkejut, selang beberapa bulan setelah MRI tanpa ada kabar berita pasca MRI, tiba-tiba menerima surat bahwa ada cedera serius berupa ACL rupture (putus) sama meniscus (walah apalagi ini) dan pihak RS menawarkan operasi untuk memperbaiki cedera tersebut. Weleh, ujug-ujug koq operasi, tanpa konsultasi dulu sama pasiennya.

Akhirnya saya putuskan konsultasi lagi sama dokter di klinik kampus. Dokter klinik menjelaskan bahwa ACL saya putus dan berhubung selama ini didiamkan cederanya, meniscusnya pun ikut rusak. Meniscus adalah tulang rawan diantara tulang atas dan bawah lutut (lihat gambar). Jadi dapat dikatakan cedera yang saya alami ini sangat parah, sampai dokter pun heran koq bisa-bisanya saya hidup normal dengan ACL putus. Ia pun mengatakan supaya gak perlu kawatir karena ACL surgery bukanlah suatu hal yang perlu di takuti karena sudah biasa dan banyak atlet yang pulih kembali pasca operasi ACL dan dia ngasi contoh salah seorang pemain MU (lupa namanya) yang bisa main bola lagi sesudah cedera ACL. Apalagi dia juga menambahkan bahwa operasi ACL itu sangat mahal, di Amrik biayanya bisa mencapai $10 ribu (wow banged kan), sedangkan di UK operasi ini gratis di cover asuransi sampai si pasien bener-bener sembuh, dengan kata lain post surgerynya pun juga di tanggung jadi pasien gak langsung dilepas begitu saja (lebih wow lagi nih). Ok, kalau begitu saya putuskan untuk menerima tawaran operasi ACL ini.

Singkat kata, saya pun menemukan kembali perbedaan antara operasi ACL yang dilakukan di UK dengan di Jepang. Saya tidak tahu apakah ada perbedaan teknologi untuk operasi ACL tahun 2008 dengan tahun 2017, yang jelas kalau dulu saya di opname 3 hari, untuk yang sekarang operasi pagi sorenya langsung pulang. Kalau dulu cuma ada 2 luka kecil di lutut, sekarang ada 4 dan yang satu gede banged, karena operasi sekarang menggunakan jaringan yang diambil dari otot paha untuk menggantikan ACL yang putus (yang dulu gak tahu). Kalau dulu saya mulai fisio di hari kedua opname, sekarang fisio dimulai segera setelah saya sadar dan sudah makan.

Dokter juga memberitahu bahwa recovery untuk operasi ini sekitar 1 tahun tapi itu juga tergantung dari tekad saya untuk terus fisioterapi. Karena operasi ACL hanya 50% dari ikhtiar kesembuhan sisanya adalah fisioterapi again and again. Well, saya masih punya 2 tahun di UK semoga saja lutut ini bisa sembuh permanen, dan bisa bebas buat gowes, jogging dan olah raga yang lain tanpa pusing mikirin lutut bergeser lagi.


PS: saya dengar di RSCM juga ada klinik khusus yang menangani cedera ACL namanya klinik sport injury dan katanya bisa pakai BPJS walaupun sepertinya tidak di cover 100%. Tapi sekali lagi, ini cuma denger-denger doank ya.  

Begal Jakarta vs Begal Sumatera Utara

Sebagai seorang anggota roker (rombongan kereta) adalah hal lumrah jika pagi hari saya selalu turun di stasiun gondangdia  untuk kemudian lanjut naik kopaja P20 sampai kantor. Suatu hari datanglah saat apes saya, dimana di P20 tersebut saya dapat tempat duduk dan menaruh tas di depan. Entah kenapa (mungkin karena sudah merasa aman), kewaspadaan saya berkurang sehingga ada orang yang berdirinya mepet-mepet ke saya pun saya tidak curiga. Malah saya bingung karena orang yang duduk di sebelah kiri saya koq resek banged, kaki nya selalu menyentak kaki saya.

Saya berpikir “dasar bapak-bapak pagi-pagi uda mau ngajak ribut aja” beruntung saya ngejar absen jadi biarkan saja lah, sebentar lagi juga sampai tujuan. Begitu lewat lapangan banteng, banyak penumpang yang turun termasuk laki-laki yang berdirinya mepet-mepet saya.

Kemudian bapak yang disebelah kiri saya celoteh “copet tuh”.

Saya sempat terhenyak, tapi dasar insting absen, saya mengabaikan saja. Begitu saya turun dan on the way ke mesin absen, baru deh saya rogoh isi tas ternyata dompet dan HP raib….WTF gw kecopetan nih DGLMND(maki-maki sambil grusa-grusu).

Terus terang isi dompet saya cuma ada Rp20 ribu dan HP yang hilang pun merk nokia yang bukan qwerty, gak bisa internet dan berbalut seloptip di keypadnya.

Bahkan saking buluknya HP tersebut  teman saya pun berkata “copet juga gak napsu ama henpon lo mas”.

Kawan-kawan saya pun banyak yang prihatin terutama sama copetnya, mereka sudah hati-hati membuka, mengambil dan menutup tas saya dengan rapi, dapetnya cuma Rp20 ribu + HP buluk.

Tapi bukan nominal uang yang saya permasalahkan, bukan pula HP buluk, melainkan surat-surat kayak KTP, KK, ATM, SIM, bahkan STNK mobil juga ada disana. Benar-benar kerjaan berat buat saya nelponin berbagai bank untuk memblokir KK saya (walaupun saya memang sudah gerah juga punya koleksi KK kebanyakan padahal gak pernah dipakai).

Kemudian ada teman saya yang berkata “ udah  rie, paling dalam 3 hari ada yang nelpon lo, bilang kalo mereka nemuin dompet lo”.

Kebetulan di dompet ada kartu nama dan nomer telepon kantor, tapi tetap saja saya mesti ke kantor polisi untuk urus surat kehilangan.

Sesuai prediksi teman ku yang plontos itu, selang 3 hari ada yang nelpon ke kantor. Dia mengaku satpam di lapangan banteng (baru tahu saya kalau ada satpam di lapangan banteng) dan mengatakan kalau ada tukang sapu yang menemukan dompet saya di tong sampah di lapangan banteng.

Wow, dejavu banged nih, dan saya pun bertemu dengan orang yang ngaku satpam tersebut dan terus terang penampilan si satpam lebih mirip tukang pukul daripada satpam (mungkin karena membandingkannya sama satpam Kemenkeu yang lebih rapi ya). Anyway, dia mengenalkan saya dengan si tukang sapu yang notabene bapak-bapak udah tua n keriput.

Saya pun menduga bahwa dompet dan surat-surat tak ada artinya buat para pencopet semprul tersebut. Lagian yang dicopet ternyata kere (isi dompetnya) + HP nya pun buluk (kalau Samsung masih mending lah) jadinya dengan jaringan kartel begal se-Jakarta dan lintas generasi, skenario kedua pun di jalankan yaitu skenario pengembalian dompet lengkap dengan isi-isinya kecuali duit dengan harapan dapat imbalan dari si korban.

Ya sudah saya ikuti aja skenario mereka dengan imbalan 1 foto pahlawan nasional. Sebenarnya sih pengen kasi foto Ki Hajar Dewantara tapi berhubung cuma punya foto pahlawan proklamator ya sudah lah, toh semua surat kembali.

Selidik punya selidik, copet di P20 termasuk kategori berbahaya. Mereka beroperasi berkelompok dan mereka bersenjata juga, jadi pastikan teman-teman pas naik P20 jangan bawa uang lebih dari Rp10 ribu biar lebih pahit lagi buat para copet mendapat korban lebih kere dari saya.

Nah, pada waktu saya penelitian di Medan on the way ke Sei Mangke saya perhatikan bahwa jalan raya Medan-Sei Mangke minim bahkan nyaris tak ada penerangan. Dengan kata lain, sangat rawan di malam hari. Perjalanan Medan-Sei Mangke di tempuh dalam 4 jam dan berhubung banyak hal menarik yang saya dapat ketika di Sei Mangke, waktupun berlalu sampai sudah lewat ashar. Saya pun bergegas untuk kembali ke Medan karena driver juga mengiyakan kalau malam memang rawan begal.

Tapi dalam perjalanan pulang sang driver mengatakan “tenang aja pak. Kita kan naik Avanza jadi gak akan mungkin jadi korban begal”.

“Loh, koq bisa” saya menimpali.

“Iya pak, begal disini sasarannya truk tangki (BBM) sama truk pengangkut kelapa sawit” kata pak sopir.

Rupanya begal disana persis dengan copet di P20. Mereka akan menstop truk target kemudian drivernya disuruh turun, kalau melawan nyawa melayang kalau tidak melawan cuma di tinggal sama si begal. Selang berapa haripun truk akan kembali dalam keadaan terparkir di pinggir jalan dengan muatan kosong.

Ternyata modus para begal sama semua. Ambil cukup isinya saja, sisanya kembalikan. Tapi tentu saja gak ada satpam atau tukang sapu yang menelepon pemilik truk dan mengklaim sebagai penemu truk yang dibegal. Dan tentu saja profitabilitas membegal truk lebih pasti ketimbang nyopet dompet yang bisa jadi isinya cuma zonk aja.

Yah, setidaknya saya tahu persamaan dan perbedaan begal di 2 provinsi ini.  

GEMESS (Garing mak Kress) : Tobat

Bulan Ramadhan sudah berlalu, pun begitu dengan bulan Syawal. Tetapi sebagai umat Islam tentu bekasnya tak boleh sirna begitu saja. Periode pembelajaran selama Ramadhan dan periode pembiasaan selama Syawal harus bisa dijadikan pijakan untuk berubah dan berbenah. 

Momentum itu juga disadari oleh Paimo yang terkenal sebagai anggota geng motor terkemuka di kampungnya. Dia yang sudah jadi dedengkot diantara sekawannya memutuskan untuk bertobat dan pensiun dari geng motor yang dirintisnya itu. Agar tidak hanya dianggap isapan jempol, Paimo mulai merancang program dalam rangka mewujudkan tekad insyafnya. 

Ketika dulu masih aktif di geng-nya, Paimo selalu berlagak bak raja jalanan. Rambu lalu lintas hanya seperti hiasan. Lampu merah pun tak ubahnya sebuah pajangan. Dia menggeber motor seenak udelnya seolah nyawanya ada cadangannya. Oleh karena itu, langkah pertama dalam gerakan pertobatannya adalah mematuhi peraturan lalu lintas yang ada. Dia berjanji pada diri sendiri dan juga Ilahi, akan menaati rambu dan lampu yang mengatur lalu lalang kendaraan di jalanan. 

Tapi berubah menjadi baik memang tak semudah membalikkan telapak tangan, selalu saja ada halangan dan tentangan. Kawan-kawannya selalu mencibir dan mengajaknya kembali. Belum lagi masyarakat sekitar yang resisten. Paimo berjuang menghadapi itu semua agar tetap bisa teguh dan mencapai 'taubatan nasuhah'. Hingga akhirnya dia mencoba men-curhat-kan perjuangannya kepada sang ibu. 

"Mak, susah ternyata ya mau tobat itu, ada aja halangannya"

"Sabar nak, memang gitu, kalau mau jadi baik, pasti setan-setan berbentuk jin dan manusia ga suka...jadi kamu harus kuat ngelawannya", sang ibu mencoba menyemangati anaknya.

"Iya mak, masa aku uda bener aja, masih ada yang maki-maki dan nyalah-nyalahin"

"Waktu itu pas lampu merah, aku berhenti... eh malah diteriakin bego dan diklakson-klaksonin sama angkot di belakang", Paijo melanjutkan ceritanya. 

"Hehehe... biasa itu nak di sini, cuekin aja... yang penting kamu benar ya ga usah didengerin"

"Ho oh sih mak, aku cuekin aja... aku anggap itu ujian orang tobat"

"Ada lagi ni mak, pas aku kasih tau kalau ga boleh parkir di pinggir jalan situ, eh... malah diajak berantem sama tukang parkirnya, yang salah siapa yang marah siapa"

"Hahaha... itu juga biasa nak disini... tapi kamu ga berantem kan?"

"Engga dong mak, aku tinggalin aja... aku kan sudah insyaf", Paimo menjawab dengan dada sedikit membusung. 

"Tapi ya mak, yang paling parah kemarin, aku dibilang gila, sampek mau digelandang ke kantor polisi, ya ga takut lah aku... orang posisiku benar"

"Wuih hebat kamu nak, emak bangga... tapi emang gimana kejadiannya?"

"Jadi gini mak..", Paimo membenarkan posisi duduknya

"Pas di lampu merah perempatan sana, aku kan mau belok kiri... lampu ijonya nyala, tapi aku langsung ngerem mak, berhenti..."

"Loh, lampu ijo kok berhenti?" Ibu Paimo nampak mengernyitkan dahi

"Bentar mak, ceritaku belum selesai, iya lampunya ijo, tapi rambunya nyuruh berhenti... ya aku berhenti.. konsisten"

Dahi ibu Paijo yang sudah keriput makin kelihatan mengkerut. 

"Eh.. orang-orang pada nglaksonin dan maki-maki....padahal kan aku cuma mematuhi rambu lalu lintas.... "

"Sampai akhirnya ada yang turun dari motornya dengan wajah emosi... coba kutenangkan dan kujelaskan... tapi dia malah makin emosi dan bilang aku gila... bener-bener ga ngerti aku", Paijo geleng-geleng.

"Denger dari ceritamu sih, sepertinya kamu memang gila nak, yuk kita cek ke dokter"

"Aduh emak, aku cuma patuh sama rambu lalu-lintas mak", Paijo tak terima. 

"Emang rambu yang kaya gimana sih nak, emak masih ga paham"

"Itu loh mak, di bawah lampu merahnya kan ada tulisan 'belok kiri mengikuti lampu'... ya aku patuhi"

Kini kerutan di dahi ibu Paijo nampak mulai ada yang terkelupas. 

"Yaudah kan, disuruh ngikuti lampu ya aku ikutin, aku berhenti lah di belakang lampu, aku tungguin lampunya, karena dia masih diem aja di situ ya aku diem juga dong mak, kalau dia jalan ya aku ikut jalan...namanya juga ngikutin...tapi kan lampunya masih diem aja di situ... ya aku juga diem aja disitu.. ga salah kan mak? "

Sang ibu tak berkata-kata, hanya mengangkat gagang telepon sambil membuka-buka buku telepon mencari sambungan ke rumah sakit jiwa terdekat. Tamat

Dan dia pun tetap melangkah..

Rumah orang tua saya yang terletak di bilangan Mampang Prapatan adalah rumah yang sama dengan rumah yang saya tempati sejak puluhan tahun lalu..
Namun dengan banyak perubahan2 yang terjadi di sekitarnya..

Tengoklah bu Hajjah Rogaya yang rumahnya dahulu terasa luas dan lapang buat saya, sekarang terlihat sempit karena banyaknya penghuni baru (menantu+ cucu2nya yg gempal, hehehe)..

Atau warung bang Karim alias Karel alias bung AKA.Zakzay (akronim dari Abdul Karim Zakariya) yang awalnya cuma cukup buat berdagang makanan ringan, tapi sekarang sudah berlantai 2 dengan jenis barang jualan Palugada (Apa yg Lu Mau Saya Ada)..

Ga ketinggalan TK Al-Ikhlas milik Ibu tercinta yang tadinya hanya terdiri dari 2 ruang kelas, sekarang sudah bertambah jadi 3...

Yah..
Waktu dan kehidupan selalu begitu bukan?
Berlari terlalu tergesa-gesa, bahkan untuk kita menyadarinya..

Tapi ada satu yang seingat saya tak pernah berubah..

Engkong Udin..

Beliau adalah seorang kakek dengan usia kira2 85 tahunan,
istrinya telah meninggal dunia bahkan sebelum saya lahir..

Trus, apa istimewanya seorang Engkong Udin?
Sebenernya ga ada, Cuma satu dari sekian manula (yang mungkin) kesepian yang saya kenal.
Hanya beliau tak berubah dalam satu hal..
Beliau tak pernah absen ke Masjid saat Azan berkumandang, malah seringkali sebelum Azan beliau sudah hadir di Masjid..

MasyaAllah..

Setahu saya cuma ada 2 alasan kenapa beliau ga nongol ketika waktu shalat (hampir) tiba..
1. Sakit atau...
2. Saya nya yang sakit, jadi ga bisa keluar rumah dan menyapa beliau sambil menemaninya melangkah menuju masjid..

Ketika waktu subuh hampir datang, cobalah dengarkan.. 
Perlahan tapi pasti akan terdengar langkahnya yang tersuruk-suruk ditingkahi dengan suara tongkatnya yang khas dengan ditingkahi batuk-batuk kecil khas orang yang sudah berumur

Suatu saat pernah saya iseng2 nanya..
"Ngkong, kenapa ga sholat di rumah aja sih? Kayanya klo buat engkong InsyaAllah udah ada rukhsah (keringanan) buat shalat di rumah aja kan?
Dia hanya menjawab ringan..
"Enggak, Insya Allah Engkong tetep (mau shalat) di Masjid aja.. Pahalanya gedean, orang tua kaya engkong udah ga bisa ngapa2in buat nyari ridha Allah.. Cuman ini bisaannya.. 
Lagian siapa tahu Allah cabut (umur) engkong waktu lagi jalan mo ke Masjid.. 
kan jadinya syahid tuh.."
Dia pun terkekeh..

Sebaliknya, saya terdiam... 
Entah mengapa kata2nya begitu menghujam di hati ini..
Perjalanan ke Masjid pun beliau lanjutkan tertatih-tatih..
Sambil tetap menggandeng tangannya agar beliau berjalan tanpa harus
menabrak2 benda di depannya..

Oh iya..
Engkong Udin tidak dapat lagi melihat sejak beliau berumur belasan tahun..
"Udah rezekinya begini..." Ucap beliau perlahan diiringi dengan senyumnya yang canggung, tiap kali ditanya apa penyebab kebutaannya..
Ah.. Engkong Udin.. Anda sungguh hebat!


Jakarta, 1 Agustus 2017..
diiringi dengan sesaknya dada dan lelehnya (sedikit) airmata..


Ps:
Beberapa waktu lalu Engkong Udin meninggal dunia menjelang waktu Ashar ketika hendak beranjak ke Masjid. Allahumaghfirlahu warhamhu wa’afiihi wa’fu’anhu.. Semoga beliau mendapatkan keadaan syahid, seperti yang dicita-citakannya.

Nabi shallahu 'alaihi wa sallam bersabda :
"Setiap hamba akan dibangkitkan berdasarkan kondisi meninggalnya" (HR Muslim no 2878)




Naik Bentor Keliling Dumai

Ini adalah sekelumit catatan perjalan riset saya. Salah satu kota yang saya datangi untuk melakukan penelitian adalah Kota Dumai dan ini juga pertama kalinya saya ke sana. Saya naik travel dari Pekanbaru ke Dumai dan ketika sampai saya sendiri baru sadar kalau Kota Dumai itu luas banged saking luasnya kelihatan sepiiii banget. Maklum aja, jalan-jalan di kota ini cenderung lebar-lebar tapi kendaraan yang lewat sedikit banged. Mall gak ada dan terus terang kalo malam saya males jalan-jalan keluar. Lha kotanya sepi begini apa yang mau di lihat.

Hari kedua saya di Dumai saya isi dengan jalan-jalan naik bentor atau becak motor sejenis motor yang dimodifikasi pake sespan sehingga penumpang sedikit lebih nyaman daripada duduk di boncengan motor. Berhubung baru pertama kali ke Dumai maka saya juga gak tau tempat wisatanya dimana aja jadi memutuskan datang ke pantai. Ternyata pantai di Dumai indahhhhh banged penuh dengan kapal-kapal kargo yang nyandar di laut dan yahh sedikit polusi walau gak semerbak kayak Muara Angke di Jakarta. Dengan kata lain, pantai di Dumai memang pantai secara harafiah yaitu batas antara darat dan laut, bukan pantai dalam artian tempat rekreasi kayak di Anyer atau Kuta, apalagi sama Pelabuhan Ratu mohon agar jangan dibandingkan tapi silakan dibayangkan. Agaknya kalau menjadikan Dumai sebagai destinasi wisata will be your greatest mistake in your life.

Tapi tujuan saya datang ke Dumai memang bukan untuk berwisata, melainkan untuk penelitian. Nah, kalo anda datang ke Dumai untuk penelitian apapun bidang penelitiannya, maka dumai adalah kota yang paling tepat. Kenapa? Karena di Dumai banyak perusahaan baik perusahaan kelapa sawit maupun migas. Kota ini juga kabarnya merupakan kota terluas di Indonesia di tambah juga dengan sistem transportasi yang belum tertata dimana angkot tidak ada nomor dan jurusannya. Yup, kita tahu bahwa itu angkot karena Suzuki carry warna biru, tipikal angkot-angkot di berbagai kota besar yang lain. Taksi di Dumai merupakan pemandangan langka, karena memang tidak ada taxi di sini, mungkin kalau taxi online masuk tidak ada yang demo kayaknya. Selain absennya taxi, angkot yang tak berjurusan nan jarang, ojek pun tidak ada. Nah, yang ada dan jumlahnya banyak di Dumai cuma bentor, jadilah saya coba berjalan-jalan keliling Kota Dumai menggunakan jasa bentor.

Tapi bentor pun punya kekurangan yaitu mereka engan untuk berjalan-jalan dengan radius lebih dari 5 KM. Ini jadi masalah besar buat saya, karena hotel tempat saya tinggal berada di pusat kota, dekat dengan pelabuhan, sedangkan tempat yang ingin saya datangi adalah kantor pemda yang berada jauh ke arah selatan (masuk ke inland) dan bentor dari tempat saya menginap tidak bersedia mengantar sampai kesana karena kejauhan. Hal yang sama juga terjadi dengan kawasan industri di Dumai. Dimana ada 2 kawasan industri yaitu Pelintung dan Lubuk Gaung yang terletak berjauhan satu dengan lainnya. Pelintung di tenggara dan Lubuk Gaung di barat laut. Bentorpun menolak ketika saya minta untuk pergi kesana dengan alasan yang sama.

Ketika, perjalanan dengan bentor di mulai baru saya paham kenapa mereka menolak untuk bepergian jauh. Selain karena kecepatan mereka yang cukup lambat, juga karena sespan yang terbuka sehingga untuk penumpang disarankan naik dalam kondisi yang fit, karena terpaan angin yang cukup kencang plus sensasi getaran kayak bajaj merah di Jakarta berpotensi untuk membuat mereka yang kurang fit masuk angin. Belum lagi, sepanjang perjalanan bentor saya hanya berhenti di tempat tujuan, tidak pernah berhenti di lampu merah walaupun lampu lalinnya sudah merah, bahkan ada truk atau mobil berhenti di depan pun, bentor tetap melaju dengan berusaha menghindari halangan yang ada di depan. Hal ini membuat saya bersyukur tidak bisa ke tempat yang saya ingin tuju dengan bentor.

Akhir perjalanan, tibalah transaksi antar pengguna dan pemberi jasa. Uniknya sopir bentor ini meminta saya untuk mengajukan harga bukannya memberi harga untuk saya tawar. Alasannya biar sama-sama enak, dan benar, ketika saya buka harga di angka Rp100 ribu, sang supir pun langsung mendehem sambil berkata Rp150 ribu. Well, untuk jalan-jalan keliling pusat kota yang boleh dibilang lack of point of interest dengan durasi lebih dari satu jam plus sensasi mau masuk angin dan keleyengan, saya anggap masih worth it lah. Jadi bagi kalian yang ingin ke Dumai, selalu ingat untuk punya teman disana yang punya mobil dan punya waktu untuk mengantar kalian wara-wiri di sana karena bentor bukan pilihan untuk moda transportasi umum. Terus terang dengan tarif Rp150 ribu tinggal dikali 3, kita sudah bisa nyewa avanza plus supir selama 12 jam (BBM exclude) yang saya lakukan di hari berikutnya.