Salah Satu Teknik Memasak

Kos-kosan selalu memiliki cerita yang seru... bahkan terkadang saru... ssstttt... :D... Kita mulai saja apa kisahnya... :

Atas nama menegakkan prinsip H2O (Hemat dan Hemat Oriented... :D), maka apapun dilakukan oleh anak-anak kos... termasuk diantaranya adalah memasak. Masak ini merupakan isu dengan kategori penting karena ini memang urat nadi kehidupan anak kos... semuanya dimulai dari kegiatan ini... (lemes temen lambene... )

Sebelum berangkat ke Jakarta, kami semua tentu tidak terbayang bahwa ternyata dibutuhkan keahlian tambahan diluar tugas kami untuk belajar, yaitu : memasak... bahkan sekedar memasak air pun kami ragu-ragu bisa apa enggak... #parah

Masalah pertama yang kami hadapi adalah bagaimana memasak nasi... kalau cara makan nasinya kami sudah bisa sejak kecil... (wis ngerti mbaaahhh... )

Workshop pertama suasananya agak krodit karena tidak semua kelompok sukses. Ada yang berhasil, ada juga yang gagal, nasinya masih mentah. Perlu diketahui bahwa kelompok masak dibagi masing-masing kamar, sehingga peralatan dapur dan kegiatan masak dimanage masing-masing kelompok.
Satu hal yang belum banyak diketahui oleh temen-temen waktu itu adalah bagaimana bisa mengetahui bahwa nasi sudah masak atau belum...

Kebetulan ada temen yang sudah tahu trik nya. Kata temenku, "Gampang saja untuk ngetes nasi sudah masak atau belum... ambil secukupnya trus lempar ke dinding... kalau bisa nempel berarti nasi sudah masak...". Alhamdulillah satu lagi nambah ilmunya... ternyata cukup simple...

Sejak itu, setiap temen-temen masak... pasti ada bagian nasi yang dites...dilempar ke dinding...
Nasi yang dilempar semakin banyak terutama apabila  ada temen yang sudah gak tahan dengan lapernya... jadi sebentar-sebentar ngelempar nasi ke dinding...

Kira-kira berjalan sebulan, Ibu kos kebetulan masuk ke dapur kita... Alangkah terkejutnya beliau, "bocaahhhhhh.... lu apain dapur gueeeeee...."... sambil ngelihat dinding dapur yang sudah penuh dengan nasi hasil tes... hehehe...

Menyadari kesalahan kami, segera kami bersihkan dinding dari nasi tersebut... Setelah dikumpulkan... lumayan lho bisa buat sarapan... :D

* Secara teknis, sudah teruji kehandalan teknik memasak ini, tapi tidak dijamin ramah lingkungan... 

Kesepakatan Yang Dilanggar ...

Anak-anak saya sejak kecil sudah mempunyai keinginan untuk memelihara binatang. Binatang yang pernah kami pelihara adalah jenis iguana, kelinci, marmut, ikan baik lele dan maskoki. Dari binatang peliharaan diatas, hanya kucing yang belum pernah dipelihara. Karena kucing itu bisa membawa virus tokso dan bla...bla...bla...

Salah satu alasan kami sekeluarga belum memlihara kucing karena si Umi mempunyai penyakit Asthma, dimana tingkat alerginya sangat tinggi, apalagi terhadap bulu binatang. Dampak dari penyakit Umi ini, akhirnya kami sepakat untuk sementara waktu tidak akan memelihara kucing dan turunannya. 

Lama waktu berselang, si kk dan si dd ingin memelihara jenis kucing Angora dan Sphinxs. Cari referensi mengenai kucing Angora, ternyata perlu perawatan yang cukup ekstra dan berbiaya mahal. Pilihan jenis kucing Sphinx, kucing yang tidak berbulu, akan sangat mudah bagi si Umi untuk ikut membantu dalam memelihara kucing itu. Ternyata niatan itu tertunda, karena memlihara kucing itu memerlukan kepedulian, waktu yang cukup untuk membersihkan dan memberikan makan, dan banyak hal lain yang perlu pengorbanan.

Suatu pagi di bulan Maret, tepatnya di hari Minggu, ternyata ada seekor kucing betina, berwarna hitam, yang memang sering mampir ke perkarangan rumah dan apabila dikasih makan, kucing itu kembali dan terus kembali. Kucing ini jenis kucing kampung, yang tidak kalah bagus dengan kucing Angora. 

Selang berapa bulan, akhirnya kucing kampung ini melahirkan dan mempunyai 2 anak kucing yang lucu (satu berekor panjang dan pendek, dan berwana hitam putih) - hal ini juga jadi penanda kepemilikan untuk anak-anak saya dimana si kk ekor pendek dan si dd ekor panjang dan dibawa ke dalam perkarangan rumah kami. Hal ini yang membuat kami tidak tega untuk tidak memelihara kucing-kucing itu. Akhirnya karena kucing sudah di depan mata, dan induknya seperti menyerahkan anak-anaknya untuk kami pelihara (meski setiap saat induknya memberikan ASK - Air Susu Kucing), dengan tangan terbuka akhirnya kami merelakan diri kami untuk memelihara kucing-kucing yang lucu ini. Alhamdulillah hingga sekarang kami dan anak-anak masih memelihara keucing-kucing tersebut. Dampaknya adalah kesepakatan yang pernah dibuat akhirnya kami langgar demi menyelamatkan makhluk lucu peliharaan baginda nabi Muhammad SAW.   

Terutama anak-anak, sangat antusias dan senang dengan adanya kucing-kucing tersebut. Si umi pun demikian. Kebersihan tetap dijaga dan bahkan seminggu sekali setiap kucing dimandikan dan dibersihkan agar tidak nampak seperti kucing kampung meski tetap kucing kampung. Akhirnya jika berkenan ada sedikit video mengenai kucing itu dan video ini diambil pada hari Minggu pukul 22.00 WIB saat kucing nya masih senang bercanda sebelum tidur malam. Cekidot







Salam 


sumber : https://rulyardiansyah.blogspot.co.id/

Mengapa Menulis


foto: koleksi pribadi

Mengapa menulis bila bisa bicara
Mengapa menulis bila tak terbaca
Menulis sajalah, meski belum tahu ke mana
Sebab cerita barulah dimengerti pada akhirnya
Sebab cerita bukanlah cerita, sebelum ia diceritakan

Mengapa menulis bila ini gelap
Mengapa menulis bila ini tak jelas
Menulis sajalah, meski tak selalu indah
Sebab menulis membawa cahaya
Sebab tulisan menjadikan benderang

Mengapa menulis bila tiada pemirsa
Mengapa menulis bila tiada peduli

Menulis sajalah,
Sebab menulis untuk dirimu sendiri
Pemirsa utama dari lakon hidupmu

Sebab menulis adalah asa dan rasa
Yang terapung dalam aliran kehidupan
Ikatlah ia sebelum hilang ditelan zaman
Jadikan bermakna, bukan sekadar buih di lautan

Tidaklah tulisan selesai setelah pena diangkat,
Banyak tulisan baru dibaca setelah penulisnya mangkat

Menulis sajalah …
Karena ia adalah hiburan
Karena ia adalah terapi
Karena ia adalah warisan



Esperanza

aku ingin mengembara ..

ke tempat-tempat yang jauh.bertemu orang-orang dan wilayah yang tak kukenal , asing, dan sangat berbeda.

sekalipun hanya pekuburan di Pere Lachaise.
sekadar memandang syahdu pada mesjid tua di Juisseu.

atau berjalan di sisi Galeries de Paleontologie & d'Anatomie Comparee.

kubayangkan juta cahaya di Paris ini,  city of light.

jangan biarkan aku hanya membaca "Rome in Colour" dan "Rome" tanpa menghirup udaranya..


bagiku, semua impian lebih indah dari lukisan Micheangelo diSistine Chapel atau karya blok batunya di Piazza del Campidoglio.


bangunkan aku untuk mencicipi Gelato dua euro .. yang pasti dibuat tanpa pengawet.

meski tak ada scycraper di Roma, meski kecewa saat kutahu makam Julius Caesar di Palatine Hill ternyata hanya segunduk tanah sederhana.. aku masih ingin kesana.

aku memang tak percaya tentang mitos di Trevi Fountain,bahwa pelempar koin ke kolamnya akan kembali lagi ke Roma suatu saat nanti.

namun aku rindu melihat indah bentuknya, gemericik airnya..dan bolehkah suatu saat aku naik gondola atau vaporetto di Venice ?



atau yakinkan aku pada sebuah hari aku berfoto di depan Parliament House tempat Big Ben berada.

menikmati aliran Thames river.

lalu membeli London Pass seharga 44.10 euro untuk menuju Buckingham Palace, menyaksikan Changing Guard pukul sebelas di sebuah hari di masa winter


aku juga suka bersepeda.

karena itu aku menunggu saat-saat bersepeda di antara tulip-tulip warna-warni, melintasi Bloemenmarkt, atau the Leidsestraat dan Prinsengracht.

meski prostitusi legal di tempat ini, dan De Wallen ,a red-light-district ,menjadi saksi atas pemajangan para penjaja "service" disana.

aku masih ingin ke negeri itu

menikmati lukisan alam yang terhampar indah di Keukenhof Park dekat Lisse. a world's largest flower garden.





Patungan Yatim





Alhamdulillah..

sudah beberapa bulan grup ini dibuat. Grup patungan yatim adalah whatsap grup yang beranggotakan sekitar 20 orang. Sebenarnya tidak semua donatur ada di grup tersebut karena ada beberapa tidak mau diinvite :D.
Sesuai namanya, kami yang ada di sana meniatkan diri untuk membantu para yatim dengan sistem patungan. Jadi, kami mendonasikan sebagian uang secara rutin dengan sistem iuran bulanan (donation), untuk kemudian dikumpulkan (pool fund) lalu disebar (distribute) kepada sekitar empat belas yatim. Patungannya tidak dibatasi atau ditentukan jumlahnya, ada yang 30 ribu, 50 ribu, 100 ribu, sampai pernah juga 500 ribu seorang. Ini tergantung keinginan donatur saja.

Hasil urunan ini kemudian kami share secara rutin kepada para yatim, hampir seluruhnya melalui wali yatim tersebut. Jumlah yang diberikan per yatim secara umum sejumlah 250 ribu rupiah.

Salah satu anak yatim yang disantuni adalah Rizky dan kakaknya. Rizky umurnya sekitar dua tahun. Ia tinggal bersama ibunya yang berjualan ikan serta kakek dan neneknya. Neneknya adalah seorang guru ngaji di kampung tempat saya tinggal di depok.

Yatim lainnya adalah Rahma. Gadis  kecil  ini  sekarang  kelas  enam SD.  Rahma  ditinggal  ayahnya  sekitar  sepuluh  tahun  yang  lalu. Sang  ayah  meninggal  tragis  akibat  perbuatan  kriminal  seorang  tetangganya.  Saat  ini ibu  Rahma  bekerja  sebagai  pengasuh  anak  di  sekitar  rumahnya di Cibinong.

Begitu banyak kisah yatim yang mungkin tak seberuntung anak anak kita di rumah, bisa tidur di kasur yang nyaman dengan kasih sayang lengkap dari ayah dan ibu. Jadi, saya ingin mengajak teman teman semua untuk ikut dalam kegiatan ini. Tidak harus banyak, hanya perlu nekat. Nekat untuk melepaskan sebagian (kecil) harta kita untuk memberi kebahagiaan kepada orang lain yang membutuhkan ;)


#Tamat#

Kita memang tidak bisa menggantikan ayah ayah mereka yang telah pergi selamanya, namun kita bisa berusaha mendukung salah satu fungsi ayah bagi para yatim tersebut, yakni menafkahi keluarga. Semoga apa yang kami lakukan mendapat ridho Allah SWT, semoga urunannya bermanfaat dan menjadi berkah pada anak anak yatim tersebut. Semoga.

Cok Analisis


Mungkin Anda menebak-nebak, sejenis analisis apa ini. Tenang, tulisan ini bukan mencoba menerangkan cara melakukan analisis yang menggunakan perhitungan canggih dan rumit. Saya jamin tulisan ini  tidak membuat kepala Anda pusing, bahkan tidak bikin ndas pecah. Tulisan ini cuman cerita proses mengapa analisis tersebut dinamakan Cok Analisis. 

Ceritanya, Mas To yang mempunyai jabatan kepala seksi diminta pimpinannya untuk membuat analisis mengenai kondisi belanja pada beberapa tahun terakhir. Arahannya, coba buat analisis kondisi belanja terkini dan alternatif kebijakan untuk dijadikan pegangan pimpinan dalam pembuatan keputusan. 

“Baik,” dengan sigap Mas To menyanggupi tugas tersebut. Ini tipikal Mas To yang tertib untuk melaksanakan arahan pimpinan. Meskipun Mas To berasal dari Jawa Timur, orangnya kalem. Agak berbeda dengan tipikal orang Jawa Timur pada umumnya yang ekspresif. Mas To secara struktual didesain sebagai orang tertib. Mendapat arahan, ia dengar dan laksanakan. Catatan di buku agendanya rapi, begitu juga berkas-berkas pekerjaan di meja kerjanya. Jangan ditanya soal keberadannya di ruangan, ia datang ke kantor hampir bisa dipastikan jam 7 pagi. Saking tertibnya, ia akan berpamitan kepada anak buahnya hanya untuk ke toilet.

Dengan mengerahkan segala daya yang ada dan dibantu oleh anak buahnya, Mas To akhirnya menyelesaikan permintaan Pak Pimpinan. Yang bikin kagum adalah hasilnya. Analisisnya menghasilkan 10 alternatif kebijakan beserta narasi filosofisnya. Edan tenan, kemampuan Mas To untuk urusan yang satu ini tidak diragukan lagi.

Dengan segenap kebanggaan, ia menyampaikan hasil analisisnya kepada pimpinan yang memberi order. “Ini saya baca dulu,” kata Pak Pimpinan saat menerima hasil analisisnya.

Selang beberapa waktu, Mas To menerima kembali dokumen hasil analisisnya beserta komentar atau disposisi untuk arahan selanjutnya. Mas To memelototi satu per satu komentar yang ada. Hampir semua analisis dan alternatif kebijakan yang sebanyak 10 buah tersebut diberi catatan. Yang mengejutkan dirinya adalah catatan di halaman terakhir. ‘Tolong dibuat analisis dan alternatif lain yang hasilnya berbeda’ adalah isi catatan dari Pak Pimpinan.

Mata Mas To nanar, kepalanya cenat-cenut, dan tanpa kuasa mulutnya berucap,”Jancoookkk….”

Sebentar, jangan salah sangka atas apa yang Mas To ucapkan. Itu bukan misuhi atau mengumpat kepada pimpinannya atau pihak lain. Itu hanya metode pelepasan energi negatif semata. Bedakan antara misuh dan misuhi dalam konteks Jawa. 

Misuh bagi Mas To mempunyai arti berbeda-beda. Pertama, ia berarti tantangan pada dirinya sendiri, mengapa tidak bisa membuat seperti yang diharapkan Pak Pimpinan. Kedua, ungkapan ini bisa berperan sebagai pintu darurat bagi batinnya agar tetap seimbang dan waras dalam melihat lingkungan sekitarnya. Ketiga, misuh juga menunjukkan rasa keheranannya kepada Pak Pimpinan yang secara rinci bisa menuliskan catatan pada per hasil analisis tetapi tidak memberi arahan yang jelas soal analsis dan kebijakan yang dikehendakinya. Keempat, mungkin bisa juga, misuh sebagai doa atau permintaan kepada alam semesta untuk meminta bantuan agar ide analisisnya diterima Pak Pimpinan atau pikiran pimpinannya dibelokkan sehingga dapat menerima hasil analisis tersebut.

Lebih dahsyat lagi, Mas To tetap mengerjakan perintah bosnya dengan energi positif karena energi negatif (jengkel atau marah) sudah keluar dari dirinya. 

Oleh karena itu, Mas To tidak akan menghadap kepada Pak Pimpinan untuk mananyakan berbagai komentar atas analisis dan kebijakan yang pada dasarnya meragukan hasil kerjanya. Tidak, Mas To malah membuat analisis dengan alternatif kebijakannya kembali dan menyerahkan lagi kepada Pak Pimpinan.

Kejadian ini berulang-ulang sampai tiga kali. Namun yang sangat berbeda adalah reaksinya, ucapan yang keluar dari mulutnya pada saat menerima arahan atau disposisi yang ke tiga kalinya, cuman kata ‘cok’ yang semakin pendek. 

Saat ada temannya bertanya, “Lagi sibuk apa Mas To?”

“Biasa, membuat Cok Analisis.”

Menurut Kamus Daring Universitas Gadjah Mada , istilah “jancuk, jancok, diancuk, diancok, cuk, atau cok" memiliki makna “sialan, keparat, brengsek (ungkapan berupa perkataan umpatan untuk mengekspresikan kekecewaan atau bisa juga digunakan untuk mengungkapkan ekspresi keheranan atas suatu hal yang luar biasa)”

Tempatkan Sesuatu Sesuai Tempatnya

Sendok. Tentunya bukan barang yang asing bagi kita. Bentuknya simpel, cukup ringan, dan ukurannya juga tidak besar. Sendok menjadi kebutuhan yang sangat utama ketika seseorang sedang menyantap makanan.
Secara umum, tidak ada orang yang merasa keberatan untuk mengangkat sendok dan menggunakannya untuk menyuap makanan. Untuk kebutuhan yang satu ini, kita akan dengan sukarela memegangnya, bahkan menggerakkannya berulang-ulang untuk mengirim makanan dari piring menuju mulut. Dan hingga saat ini, secara umum belum pernah terdengar keluhan mengenai seseorang yang mengeluh untuk penggunaan sendok ketika makan.
Namun bagaimana jika suatu ketika kita diperintahkan untuk menggunakan sendok untuk keperluan lain? Bagaimana jika kita diwajibkan untuk membawa sendok kemanapun kita pergi? Bagaimana seumpama kita harus menyematkan sendok di saku baju kita kemanapun kita pergi? Apakah kita akan tetap merasa nyaman? Padahal tidak ada perubahan bentuk dan ukuran sendok. Tetap simpel dan ringan.
Ketika kita berangkat kerja, dengan menggunakan menggunakan angkutan umum. Berdesakan dengan penumpang lain, dan kita harus menjaga sendok yang ada di saku kantong kita. Ketika berada di kantor, dan dalam setiap apa yang kita lakukan, kita harus menjaga sendok dalam saku kantong. Ketika rapat, dan ketika menjalankan ibadah, kita harus tetap menjaga sendok di saku kantong kita. Tentunya dalam hal seperti ini, sendok akan menjadi sesuatu yang memberatkan. Tentu menjadi sangat mengganggu.
Secara umum, ketika kita menempatkan sesuatu pada tempatnya, sesuai porsinya, sesuai kebutuhannya, tentunya tidak menimbulkan rasa berat di hati. Begitu juga dengan hal-hal yang lain. Ketika kita menempatkan sesuatu sesuai dengan tempat dan kebutuhannya, tentu segala sesuatu akan menjadi ringan. Tak hanya untuk diri sendiri, tapi juga tak membebani orang lain.

Klub Film


Jika suami saya menikmati buku ini dari sudut pandang bahwa buku tersebut menyajikan review dan kritikan film yang cerdas, maka saya menikmatinya dari sisi hubungan ayah dan anak yang sangat romantis. Memang betul, setengah dari buku itu bercerita tentang film-film terbaik dunia  sampai yang terburuk sekalipun, akan tetapi sebagian besar dari film-film itu adalah film lama (tahun 1930 – 1990) yang tak pernah saya tonton. Agak sulit bagi saya untuk berimajinasi hanya dengan review yang terpotong-potong. Akan tetapi satu hal yang bisa dipelajari dari kritikus film seperti David Gilmour tersebut, bahwa film itu tidak bisa dipisahkan dari sutradanya. Ketika mengingat atau menyebutkan satu film, maka jangan pernah melupakan siapa sutradaranya. Seumpama mencicipi kue yang super enak, kau harus tau siapa peraciknya, untuk dapat mencicipi kue selanjutnya yang kemungkinan besar lebih enak atau sama enaknya.
Bagi David Gilmour, The Godfather adalah film yang sangat memukau dan memiliki pengaruh yang cukup besar terhadap perkembangan film dunia sampai saat ini, dan Francis ford Coppola dan Marlon Brandon adalah sutradara dan aktor favoritnya. Tetapi kita tidak akan membahas itu. Saya lebih terkesima dengan David Gilmour atas cintanya kepada anaknya Jesse yang sangat elegan itu.  Cinta yang hanya dimiliki oleh orang tua kepada anak. Cinta yang tidak bisa dibandingkan dengan hubungan percintaan dua sejoli yang paling romantis manapun. Cinta yang mengakar di seluruh sel dan serabut pembulu darah. Cinta yang rela mengorbankan apa saja, tanpa berharap balas jasa. Membaca tulisan ini membawa saya kembali mengunjungi bilik-bilik memori saya, saat-saat masih tumbuh besar bersama orang tua. Cinta mereka bisa sangat nyata tetapi sekali waktu bisa dalam bentuk tangan-tangan tak terlihat. Dan kita, anak yang tidak tahu diuntung ini, terkadang menerima itu sebagai kekangan yang menyesakkan. Ah, sungguh memalukan.
Jesse, diusianya yang ke 15 tahun, menunjukkan gejala anti terhadap pendidikan formal atau sekolah. Nilainya anjlok, setiap pagi ijin berangkat ke sekolah, nyatanya tidak sampai di sekolah, atau hanya melewati sekolah, sekalinya sampai ke sekolah taunya berbuat onar dan vandal. Gilmour tidak bisa tinggal diam, dia tidak bisa memaksa anaknya terus mengikuti keinginannya untuk terus bersekolah seperti anak-anak lain. Belajar harus tulus dari dalam hati, bukan karena terpaksa. Akhirnya sampailan dia pada keputusan penting. Dia mengizinkan Jesse untuk berhenti sekolah, selama Jessie mau menonton 3  film bersamanya setiap minggu, dan tidak memakai kokain dan obat-obatan terlarang.  Jesse hampir tidak percaya dengan keputusan Bapaknya. Akan tetapi, apapun akan dia lakukan, yang penting tidak sekolah.
Tidak mudah bagi Gilmour membuat keputusan tersebut. Dia harus berdiskusi sengit dulu dengan ibunya Jesse sampai bercucuran air mata. Gilmoaur tidak habis pikir dengan sikap mantan istrinya tersebut yang tidak berani keluar dari mainstream. Sementara, dulu mereka bertemu diacara anak punk, mantan istrinya itu bahkan merupakan vokalis band punk. Punk identik dengan pemberontakan dan kebebasan. Lantas kenapa dia menjadi begitu ketakutan sekarang.
Namun pada akhirnya, mereka sepakat dengan keputusan Jesse berhenti sekolah. Ibunya Jesse meyakini, seorang anak laki-laki lebih membutuhkan sentuhan didikan seorang bapak tanpa mengurangi peran ibunya. Jalan Jessie masih panjang, banyak hal yang bisa terjadi di depan sana.
Di saat yang bersamaan, pekerjaan Gilmour mengalami masa paling kritis. Dari pembawa acara TV yang terkenal, tiba-tiba tak ada satupun tawaran yang datang, tidak ada tawaran menulis ataupun membuat film. Dia bahkan pernah melamar jadi Kurir, tapi ditolak karena usianya sudah di atas 50 tahun. Yang paling ditakutkan oleh Gilmour adalah keputusannya membiarkan Jesse berhenti sekolah salah. Dia takut telah mendorong anaknya sendiri jatuh ke dalam sumur dalam dan gelap yang tidak ada jalan keluarnya. Apalagi dirinya sekarang adalah seorang pengangguran. Harapannya semoga keputusannya mengajak Jesse menonton minimal 3 film dalam seminggu merupakan bentuk pendidikan lain yang bisa dia berikan kepada anaknya.
Sisi baiknya, Gilmaour jadi banyak waktu untuk menghabiskan waktu bersama Jesse menonton film dan mendiskusikannya. Hubungan mereka menjadi semakin intim. Tidak hanya berdiskusi soal film, mereka bahkan membicarakan hal yang paling intim sekalipun, yang biasanya hanya dibicarakan dengan teman saja tidak dengan orang tua. Jesse menjadi sangat terbuka kepada Bapaknya. Gilmour membangun pola hubungan yang equal, dia tidak ingin ditakuti oleh anaknya sendiri. Bagian yang manis adalah saat Jesse putus cinta, kembali ke rumah dan menceritakannya kepada Bapaknya, dengan lemah Jessi bertanya apakah dia kelihatan cengeng kalau menangis di depan Bapaknya? Atau saat Jesse mengakui telah memakai kokain dan obat-obat terlarang sampai mengalami hangover parah. Jesse mengakui tidak memiliki kemampuan untuk berbohong kepada Bapaknya.
Setelah dua tahun berlalu tanpa sekolah, Jessie memutuskan untuk bekerja paruh waktu. Mulai dari menjadi marketing majalah pemadam kebakaran yang ternyata palsu, sampai menjadi tukang cuci piring. Gilmour awalnya memandang sebelah mata niat anaknya, ah paling bertahan beberapa lama. Tapi seperti yang terjadi pada kebanyakan orang tua, ekspektasi terhadap anak yang sering salah. Gilmour berkata bahwa selalu ada ruang dalam diri anak yang belum terjamah, kita para orang tua selalu merasa paling mengenal anak sendiri, tapi nyatanya tidak. Jessie ternyata mampu bertahan menjadi tukang cuci piring selama 6 minggu dan naik pangkat menjadi anak magang di restoran. See, anak yang nakalnya minta ampun, tiba-tiba mau  melakukan pekerjaan seperti itu. Di restoran itulah dia bertemu dengan temannya yang seorang rapper. Dan bakatnya menulis lagu tumbuh dari situ.
Bagian yang melankolis adalah ketika Jessie pergi keluar kota, Gilmour tidak bisa menapikkan kegelisahan dan kerinduanya kepada Jessie. Di tengah malam, dia mengendap-endap menuju kamar Jessie dan memandangi seluruh sudut di dalam kamar, duduk di ranjang, dan menyadari bahwa anaknya sudah tumbuh besar, sebentar lagi akan meninggalkannya.
“ketika duduk di ranjang itu aku sadar bahwa dia tidak akan pernah kembali lagi sebagai sosok yang sama. Mulai sekarang dia adalah tamu. Tetapi masa itu, masa tiga tahun dalam kehidupan seorang pemuda dimana biasanya dia akan mulai mengunci diri dari orang tuanya, sungguh merupakan sebuah anugerah tak teduga yang menakjubkan dan langka”
Atau saat Jessie menelpon bapaknya di tengah malam yang dingin ketika habis mengisap kokain dan menanyakan “apakah Bapak masih menyayangiku? Aku sayang Bapak.” Ah masih adakah percakapan seintim itu antara anak dan Bapak di zaman sekarang ini.
Jesse diusianya yang ke 20 (kalau tidak salah) memutuskan untuk sekolah penyetaraan dan melanjutkan sekolahnya di universitas, sepertinya dia mengambil jurusan sastra atau perfilman (dibukunya tidak disebutkan dengan jelas). Jesse juga tumbuh menjadi kritikus film yang jauh melebihi kemampuan bapaknya.
Buku ini mengisahkan satu teladan, bagaimana seorang Bapak yang begitu sabar menghadapi anaknya, dan mengantarkannya menantang dunia. Ini yang sering diabaikan oleh para orang tua, memposisikan diri sebagai sosok yang selalu benar dan doyan mendikte, tanpa berusaha menyelami pribadi dan kemauan anak.
Saya menyukai bagian ini “membesarkan anak merupakan rangkaian ucapan selamat tinggal, satu per satu, kepada popok –popok dan kemudian kepada jaket-jaket tebal dan akhirnya kepada anak itu sendiri”.

Pernah dimuat di http://niarluthfi.blogspot.co.id

Penerbit: Gramedia Pustaka Utama
Edisi     : Soft Cover
ISBN      : 9792277757   
Tgl Penerbitan : 2011-12-00
Bahasa  : Indonesia
Halama : 288