Short Getaway: Mercure Simatupang







Waktu itu Abi sedang ada acara di Mercure Simatupang. Jadilah saya ingin mengajak mertua saya yg kebetulan lagi di Depok untuk ikut serta ke sana. Padahal abi dapat kamar berdua dengan orang, lha yaudah sekali kali kami book hotel buat sendiri. Maklum, biasanya gratisan XD

Saya telpon langsung ke hotelnya. Alhamdulillah gampang tinggal bilang mau kapan dan tipe kamar gitu gitu lah. Trus saya iseng kan, saya minta discount (corporate rate) karena suami sy jg ada acara disitu dan nginep disitu. Ditanya kan, perusahaannya apa? Saya jawab dan ternyata emang ada kan. Yaudah mbaknya bilang mau ngimel saya dengan harga awal nanti kalo ada discount dikabarin lg.
Saya waktu itu dapat harga satu koma sekian. Lha, trus saya ditelpon dan diemail juga harga barunya (yeiy dapet diskon). Nominal diskonnya seinget saya 450 ribuan gitu. Mayan kan, bisa makan cilok sepanci kayaknya..hehe

Padahal ya.. panitia acara juga gatau kayaknya saya mau ke sana. Dan siapa pula saya sampe bisa nebeng diskon pake nama mereka? Wkwk.. but yah disyukuri aja diskon yg ada ini. Alhamdulillah
Saya sama Ibu mertua saya dateng malam. Yahya.. suka liat jalanan via jendela kamar. Apalagi ada pembangunan track MRT atau LRT lah itu di depan hotel. Nah, cucok buat dia yg emang hobi liat semacam itu. 

Besok paginya kami sarapan di hotel dan ya.. ketemu deh ama temen2 abi. Yowislah risiko ngintil suami ya begini.. wkwk. Makanan oke menurut saya, banyak varian, ada spot main anak juga tapi kecil dan agak nyempil. Hehe

Dekorasi sih modern dengan aksen jam-jam segala rupa dari jaman baheula. Tidak banyak area foto karena emang hotelnya ga besar dan bukan family hotel kayaknya ya.. kite aje yg nyasar kemari..
Setelah makan sambil nunggu abi kelar rapatnya kita main ke pool di atas. Ada kaya bar gitu dan tempat fitnes. Tapii.. yaa itu.. segitu doang areanya. Poolnya juga mini. Hehe.. untung cuma semalam aja ya kalo ga pasti kita nyari emol atau jalan kemana gitu biar ga bosen. Siangnya kami makan di situ juga. Area makan seru tapi kalo siang agak panas karena banyak dinding kaca.  

Ok ya Mercure, lebih senang lagi aku kalo di dapur ada stempel halalnya (:D)




MOVE !

Belakangan ini saya menekuni olahraga yang selama bertahun-tahun tidak saya sukai: lari. Ya, sebelumnya saya tidak pernah suka lari, indeed saya berlari, tapi biasanya hanya bagian dari sebuah pemanasan sebelum memulai olahraga yang lain. Saya tidak suka berlari karena nafas saya tidak kuat, gampang ngos-ngos an. Katanya sih lari bisa memperkuat nafas, lah ini baru lari aja sudah ngos-ngos an. Jadinya seperti mana dulu ayam dengan telur :). Lalu kenapa sekarang saya malah rutin berlari?.

Awalnya adalah ketika di suatu hari Car Free Day (CFD), istri saya mengajak saya jalan kaki saja karena bosan bersepeda; rutenya itu-itu saja dan menembus ribuan orang yang berjalan tanpa aturan di CFD adalah perjuangan tersendiri bagi pesepeda. Jadilah akhirnya kami berjalan kaki. Setelah beberapa ratus meter berjalan, saya bilang ke istri kalau saya akan menantang diri saya untuk berlari tanpa jeda dari mulai FX Senayan sampai dengan Bundaran HI, dan kemudian menunggunya disana. Ini jelas sebuah tantangan, karena saya tidak pernah berlari sejauh itu dan saya sendiri pun tidak yakin mampu melakukannya tanpa jeda. Singkat cerita saya pun mulai berlari; 100 meter...200 meter...500 meter....1 kilometer. Saya terus berlari, pelan, karena nafas mulai ngos-ngos an. Tapi saya tidak mau berhenti sambil terus self-talk bahwa saya bisa berlari tanpa jeda sampai Bundaran HI.

Ketika akhirnya saya bisa menyelesaikan tantangan tersebut, perasaan takjub dan tak percaya terus memenuhi hati saya. Kok bisa? Apakah karena selama ini saya rutin bersepeda? Apakah karena ego dan self-talk selama saya berlari?. Pertanyaan-pertanyaan tersebut terus terdengar di otak saya, bercampur dengan euforia keberhasilan 'pelarian' pertama saya. Pelarian pertama yang membuat saya berjalan bagai robot selama seminggu. Pelarian yang kemudian memotivasi saya untuk mencoba berlari lagi, apalagi setelah saya hitung pelarian pertama tersebut kurang lebih berjarak 5 kilometer. Saya mampu!. Itulah yang kemudian saya tanamkan dalam otak saya untuk melakukan aktivitas lari ini secara rutin.

Lari dengan segala macam embel-embel nya saat ini memang sedang hits. Dari mulai lari cantik, finish cantik, finish strong dan segala macam istilah dalam dunia lari akhirnya akrab dengan telinga saya. Biasaaaa, namanya juga sedang semangat-semangatnya. Tapi bukan karena ikut-ikutan trend kalau akhirnya saya memiliki sebuah jam tangan pintar. Buat saya, olahraga apapun yang saya lakukan haruslah aman dan terukur, sehingga saya butuh sebuah alat yang bisa mengukur batas kemampuan saya. 

Selain fitur heart rate monitor, salah satu fitur yang saya suka dari jam tangan pintar adalah notifikasi untuk bergerak. Fitur ini akan mengingatkan kita untuk bergerak/berjalan/berlari ketika dalam kurun waktu tertentu kita terdeteksi dalam posisi diam. Agak lucu memang ketika fitur ini pun akan berfungsi ketika kita sedang berada dalam kendaraan atau bahkan sedang tidur :).

Mengapa fitur move! atau bergerak menjadi fitur yang dimiliki oleh hampir semua jam tangan pintar ataupun melekat pada aplikasi-aplikasi kebugaran/olahraga?. Bergerak, selain merupakan salah satu ciri makhluk hidup juga merupakan suatu aktivitas yang sangat bermanfaat untuk kesehatan. Berbagai lembaga kesehatan maupun penelitian-penelitian di bidang kesehatan merekomendasikan agar orang dewasa minimal melakukan latian aerobic 150 menit dengan intensitas sedang per-minggu atau 75 menit apabila dilakukan dengan intensitas tinggi. Aktivitas tersebut setara dengan 7,000 - 8,000 langkah sehari. Bahkan ada satu penelitian yang menyatakan bahwa wanita yang berjalan 10,000 langkah sehari dapat menurunkan tekanan darah dalam waktu 24 minggu dan meningkatkan kadar glukosa dalam tubuhnya.

Pertanyaannya adalah seberapa jauh kita harus berjalan untuk memenuhi rekomendasi tersebut?. Saya pribadi memiliki target 8,500 langkah per hari. Sebagai gambaran, untuk mendapatkan 5,000 langkah, kita harus berjalan paling tidak 3,2 kilometer sehingga untuk memenuhi target 8,500 langkah saya harus berjalan atau berlari sejauh 6 - 8 kilometer. Saya pernah menemukan fakta ketika di suatu hari kegiatan saya hanya berjalan dari rumah ke garasi, naik mobil, berjalan dari tempat parkir ke gedung kantor, kemudian berjalan seperlunya di dalam kantor termasuk ke kantin, saya hanya berhasil mendapatkan 1,900 langkah, dari pagi sampai malam. Bayangkan betapa tidak sehatnya saya jika hal tersebut terjadi setiap hari.

Move on dong!  kata anak jaman now kalau ada temannya yang selalu terjebak kenangan masa lalu. Move on...bergeraklah, karena jika tidak maka kamu akan sakit, kenangan masa lalu akan membuatmu sakit. Kira-kira seperti itulah jika dianalogikan dengan bergerak dalam artian aktivitas fisik yang saya tuliskan di atas. Manusia memang harus bergerak, bukan saja untuk menunjukkan bahwa mereka makhluk hidup, tapi lebih dari itu. Manusia bergerak tidak hanya berpindah secara fisik dari satu titik ke titik lainnya. Manusia bergerak juga dalam fikirannya, semangatnya, jiwanya, kebaikannya, amal ibadahnya. Sama hal nya badan yang sakit ketika tidak atau kurang bergerak, maka fikiran manusia pun akan sakit jika tidak bergerak, tidak akan ada pencapaian ketika semangat dan jiwanya tidak bergerak, tidak ada tambahan kebaikan ketika amal ibadahnya tidak bergerak.

Move move move...bergerak bergerak bergerak, ukurlah diri kita, ingatkan diri kita untuk selalu bergerak. Bergerak maju, bukan bergerak di tempat apalagi bergerak mundur, sampai saatnya kita tidak mampu lagi bergerak bahkan berfikir untuk bergerak.


Jakarta, 18 April 2018
Sekedar melemaskan jari yang sudah lama tidak bergerak di papan ketik.

Kunang-Kunang


"Kamu baik-baik saja?" 

Suara ini memecah keheningan. Aku masih belum sepenuhnya sadar. Ruangan ini gelap. Satu-satunya cahaya berasal dari tirai tipis, terpasang melapisi jendela raksasa di ruangan yang berdiri 30 meter di atas permukaan tanah. Kuraba tiang metal di sebelah tempat tidur untuk menyalakan lampu baca. Aku suka tidur hanya diterangi cahaya bulan ... atau kerlap-kerlip cahaya ratusan kamar di gedung apartemen seberang. Rasanya seperti hidup dikelilingi kunang-kunang.

Orang Skandinavia memang aneh. Semakin tinggi tempat tinggalnya, semakin transparan jendela apartemen mereka. Makan, minum, menulis paper, memasak, mengadakan pesta, menonton film porno, berkebun atau mengobrol ... sepertinya semua orang bisa melihat apa yang dikerjakan tetangga seberang. Di keheningan malam seperti ini, sesekali terdengar suara rusa atau burung hantu dari bukit kecil di antara kompleks bangunan apartemen ini. Kami jauh, tapi terasa dekat. We don't talk, but we know each other.

Jam berapa ini? Layar ponsel menunjukkan angka 00.40. Bukan waktu yang normal untuk menelepon dengan ukuran orang Swedia ... atau Indonesia ... atau siapa saja.

"Ya," hanya jawaban itu yang bisa keluar dari mulutku. Keheningan berlanjut selama 5 detik sebelum akhirnya temanku langsung berbicara panjang tanpa menunggu kalimat lebih banyak dariku.

"Jam berapa jadwal penerbanganmu? 
Apakah kamu sudah punya tiket? 
Kapan rencana pemakamannya? 
Dengan kendaraan apakah kamu akan pergi ke bandara? 

... Aku turut bersedih atas peristiwa yang kamu alami sekarang. Aku tidak bisa tidur. Aku barusan mengobrol dengan pacarku dan meminta izin menggunakan mobilnya untuk mengantar kamu ke bandara, kalau kamu bersedia untuk kuantarkan. Selain itu, bolehkah kita berangkat beberapa jam lebih awal? Aku ingin mengajak kamu makan di luar sebelum kamu terbang selama 22 jam. Ini penting supaya kamu tidak kelaparan, dan aku harap kita punya waktu untuk mengobrol sebentar." Ia terus bicara seperti meluncur di jalan bebas hambatan.

"Oh," tanggapku ... dengan setengah sadar ... dan tiba-tiba ingin menangis. Terlalu banyak emosi yang harus kucerna dari rangkaian kejutan yang terjadi dalam waktu singkat. 

Ayahku meninggal. 

Kabar ini kudapatkan 20 menit setelah aku bergadang mencari tiket pulang. Pupus sudah harapan untuk menemaninya di ruang pemulihan dan ICU pasca operasi. Dan kini ... ketika semua menjadi buram dan gelap ... ada telpon di tengah malam dari seseorang yang mengatakan bahwa ia tidak bisa tidur sebelum menceritakan semua rencananya untuk membantu.

"Maafkan aku menelpon jam segini. Aku merasa kejadian ini berat buat kamu dan mungkin ada hal-hal yang bisa aku lakukan untuk meringankan. I know your father adores you and misses you ... but you could not go home ... as we know for weeks your husband already bought ticket for holiday to Sweden," temanku melanjutkan.

"Yeah," aku bergumam lagi. 

Sejujurnya aku juga bingung untuk merasa bagaimana atau berpikir bagaimana lagi. Di jam satu malam. Should I be sad for losing a father? Should I be happy for my spouse to visit? And why a foreigner cannot sleep for my own personal problem? This is crazy.

"Terimakasih, tapi aku tidak ingin merepotkan. Aku baik-baik saja. This is my problem, not you ... and that was Frank's car not yours. Doesn’t your boyfriend need it? Aku sudah membeli tiket bus ke bandara, dan karena ini mendadak maka aku hanya membawa 1 ransel saja. I am fine, thank you." aku berusaha menghargai usaha temanku.

Tapi dia tidak menyerah. Malah mungkin cenderung ngotot, "But at least I want to say goodbye. I want us to have a chance to talk about what happens to you. Please let me do something. When is the flight?"

Baiklah. Aku merespon, "penerbangan KL1160 boarding di Gothenburg 17.45, transit dan ganti pesawat KL809 di Amsterdam pukul 20.50, dilanjutkan dengan transit di Kuala Lumpur pukul 16.20, tiba dengan pesawat yang sama di Jakarta 17.25 sore."

"Good," katanya, "Kalau begitu bolehkah saya jemput kamu pukul 2 siang dan kita makan di lapangan golf Öjersjö sebelum aku mengantarmu ke bandara?"


“Baiklah,” aku tak berniat mendebatnya lagi.

“OK, now you should get back to sleep. You will need it,” katanya.

“Thank you,” tutupku.



juve, storia di un grande amore

  Ketika di menit menit akhir pertandingan Buffon kembali memungut bola dari gawang untuk ketiga kalinya, hp saya makin riuh berbunyi tanda banyaknya pesan yang masuk ke inbox saya. Dan deretan kalimat ucapan “selamat” bertubi tubi dari segala penjuru, beberapa di antaranya dengan bumbu gambar dan emoticon yang sadis.

    Dinihari tadi mungkin bukan harinya juve dan harinya saya. main di kandang pada leg pertama perdelapan final, juve harus mengakui ketangguhan madrid dengan skor telak 0-3. Meski ada leg kedua nanti di kandang madrid, tetapi rasanya peluangnya cukup berat. Bahkan sang ilcapitano, Buffon dalam laman resmi UEFA menyatakan bahwa kemungkinan besar Juve tak akan lolos ke tahap selanjutnya. 
bagi saya, dinihari tadi adalah kali pertama dalam beberapa tahun terakhir, bisa menonton siaran langsung juve pada saat dinihari. Bukan karena saya sudah berpaling hati ke lain klub, tapi karena bu menteri kominfo yang di rumah, membatasi jam tayang televisi di malam hari. Salah satu yang dilakukan bu menteri kominfo untuk menegakan aturan itu adalah membacakan “peringatan pemerintah menonton televisi kemalaman bisa menyebabkan kantuk esok hari, masuk angin, telat subuh, telat mandi, telat ngantor, gangguan kehamilan, Impo***** dan bla bla bla. Biasanya saya malas untuk bersilat lidah untuk hal hal seperti ini, toh ini juga untuk kebaikan saya. Kebetulan saja, sejak minggu lalu bu menteri kominfo lagi saya ungsikan ke Bandung karena anak anak libur sekolah. Sehingga dari sore sebelumnya, saya sudah kabar kabari teman teman yang saya tahu  madridista (pendukung madrid) untuk sama sama bangun dan nonton siaran langsung Juve Madrid (tentu saja dengan sedikit  bumbu  provokasi).
Apesnya, kali ini Juve kalah di kandang. Kalimat kalimat horor melalui wa sudah mulai saya terima sejak  pertandingan baru berjalan tiga menit saat Ronaldo membuat gol pertama. Teror  itu semakin menjadi ketika  Ronaldo  membukukan gol keduanya, pada sepuluh menit awal babak kedua. 
Penderitaan saya ternyata berlanjut sampai sore harinya, beberapa teman masih terus "menghibur" saya dengan memposting aneka komen dan meme  terkait kekalahan Juve . Ada yang meledek saya dengan pertanyaan "ngapain atau kenapa jadi Juventini"? 

duh.... 
kecintaan pada sebuah klub bola memang aneh dan penuh misteri. Tak tahu bagaimana datangnya, tetiba saja kita senang menonton, mencari berita, mengumpulkan pernak pernik berbau klub atau ungkapan kecintaan lain. Kalau ada teori dari jawa tengah, bahwa timbulnya cinta muncul karena kebiasaan bertemu, witing trisno jalaran soko kulino, maka teori itu tidak berlaku saat saya memulai menjadi Juventini. Pada masa itu, RCTI menyiarkan langsung maupun tunda  hampir semua pertandingan tim tim besar Seri A Italia secara bergantian, tidak hanya pertandingan Juve. Kalau misalnya kecintaan itu muncul karena performa juventus, Pada masa itu juve juga gak bagus bagus amat, dalam beberapa kesempatan Juve kalah bertanding, bermain jelek dan tidak enak ditonton. 

Menjadi Juventini juga tidak bisa dipaksakan. Bak kisah Siti Nurbaya, saya pernah mencoba mencekoki tiga anak laki laki saya Damar, Surya dan Lintang dengan virus Juventini. Saya belikan kaos hitam putih Juve, Saya pasang poster juve, sprei bergambar juve, berharap mereka akan mengikuti jejak saya. 
Tapi begitu ngerti sepakbola , anak saya pertama malah lebih memilih menjadi pendukung Chelsea dan anak kedua memilih menjadi pendukung Manchester City. 

Mungkin ada yang nyinyir, ini mah juventini kelas kroco?
Masing masing juventini mungkin punya level fanatisme yang berbeda beda. Ada yang menunjukannya dengan selalu berusaha menyaksikan semua siaran pertandingan juve,(bahkan mungkin bagi yang berpunya,  berusaha nonton langsung ke stadion), hoby berburu pernak pernik berbau juve, bergabung di group juventus fans club. sementara  saya mungkin kategori yang biasa biasa saja. Beli pernak pernik Juve, kalau pas punya duit saja, nonton siaran langsung kalau situasi memungkinkan saja, rasa penasaran saya akan hasil pertandingan cukup terpuaskan  dengan berselancar ke web-nya juve, media oline lain maupun nungguin berita di televisi. Meski begitu sepengetahuan saya, para juventini punya kesamaan dalam satu hal, yaitu  juve menang atau kalah, bermain bagus atau jelek, promosi atau degradasi tetap menjadi juventini, tidak berpaling ke klub sepakbola lain. 

Di kampungnya sana,
Juventini mengungkapkan kecintannya dengan berbagai cara. Membuat yel dan koreografi dukungan sepanjang pertandingan, memasang spanduk dan bendera bendera besar klub di setiap sudut stadion, menyanyikan mars dan lagu pemompa semangat agar juve menjadi yang terbaik. Di bagian lain belahan bumi, ada ribuan atau bahkan jutaan juventini yang tidak hadir di stadion, tetapi mempunyai kecintaan dan harapan yang sama (dalam kadar yang berbeda termasuk saya). Cerita tentang kecintaan dan harapan inilah yang tertuang dalam  lagu "juve, storia di un grande amore". lagu yang yang selalu dinyanyikan oleh para supoter sebelum pertandingan kandang berlangsung. Dalam bahasa Indonesia, judul lagu ini di terjemahkan sebagai juve, kisah cinta yang besar.

Begitulah, 
sekian lama menjadi Juventini saya juga bisa belajar dan bisa memahami kalau ada teman teman lain yang ternyata memilih menjadi madr****** pendukung sang juara liga champion,  atau memilih menjadi ro*******, pendukung klub yang seingat saya baru tiga kali jadi juara seria A dan belum sekalipun pernah jadi finalis champion(mohon maaf kalau saya salah). Karena keliatannya menjadi pecinta dan pemuja, kadang tak perlu punya alasan.
 
Bekasi, 5 April 2018 
  

Me – Rame : Deburan Air Kamar Mandi di Tengah Malam

Kehidupan di asrama putri sama dengan kehidupan kos-kosan lainnya di Jakarta. Asrama putri ini merupakan asrama  putri para mahasiswi poltekkes jurusan kebidanan yang mendapat fasilitas boarding atau semacam mess/penginapan secara bersama yang terdiri dari 4 lantai dengan masing-masing lantai terdiri dari 20 kamar. Setiap kamar diisi oleh 4 putri dengan 2 pintu kamar dengan 2 kamar mandi di dalamnya. Bolehlah kita sebut asrama, karena memang ini merupakan asrama dari mahasiswi yang akan belajar dari seluruh Indonesia. Biasanya yang mendapat fasilitas ini adalah mereka yang mendaftarnya berdasarkan peringkat saat akan masuk di poltekkes ini. Sehingga banyak calon mahasiswi yang belajar dari luar Jakarta. Poltekkes ini merupakan fasilitas pemerintah yang masih didanai dari APBN. Komposisi penerimaan bagi mahasiswi di poltekkes ini kira-kira 30% dari Jawa dan 70% luar Jawa baik Sumatera, Sulawesi, Kalimantan, Maluku dan Papua. Mahasiswi ini mengikuti pelajaran sejak pukul 8 pagi hingga 4 sore dengan istirahat di kantin yang disediakan di Poltekkes. Setiap lantai ada pengawas atau pengelola yang tinggal dekat asrama dan mereka dibayar oleh pemerintah untuk membersihkan fasilitas asrama.

Kehidupan di asrama ini berjalan baik dan tidak banyak kegaduhan karena mereka selalu diawasi baik ketika di malam minggu dan hari libur. Fasilitas olah raga juga cukup terawat dengan baik seperti tempat firness minimalis, lapangan voli dan basket. Kalau mereka inigin berenang, mereka bisa mengeluarkan sedikit ke tempat kolam renang dekat asrama. Pada lantai bawah asrama, ada 2 kamar mandi yang memang disediakan untuk tamu jika memerlukan sebuah toilet saat berkunjung. Pada beberapa bulan tidak banyak kejadian aneh di sekitar asrama. Namun menjelang bulan ramadhan, ada beberapa suara aneh yang terdengar di kamar mandi bawah pada setiap tengah malam. Kejadian ini berulang secara rutin setiap 3 kali seminggu atau setiap 2 kali sehari.

“Byur…byur…Byur… “ hening sebentar kemudian terdengar kembali suara seseorang sedang mandi. Beberapa kali saat diintip oleh pengelola asrama, tidak nampak siapa yang di dalam kamar mandi bawah itu. Setiap kejadian hampir mendekati waktu sahum. Beberapa kali pengelola mencoba ingin melihat siapa pelakunya, selalu tidak berhasil. Karena saat akan ditunggu, sepertinya seseorang atau makhluk itu sudah akan tahu bahwa usahanya akan ketahuan. Berkali-kali usaha itu coba dilakukan agar pelakunya dapat diketahui, namun selalu gagal dan gagal. Ketika sudah tidak ada niat untuk melihat siapa pelakunya, terdengar kembali suara di kamar mandi bawah. “Byur…byur…byur…” hening dan dilanjutkan dengan suara yang agak berbeda di bak kamar mandi yang ukuran diameternya tidak terlalu lebar. “Byuur…ceplak…cepluk… Dan ketika dilihat esok harinya, air bak kamar mandi sudah tidak bersih dan sepertinya pelaku ini menurut dugaan memang berendam sebentar untuk menyegarkan dirinya.

Kehebohan suara di kamar mandi lanati dasar sudah mulai tersebar hampir seluruh lantai. Kabar ini sangat terasa bagi para mahasiswi yang tinggal di lantai dasar. Awalnya mereka kaget dan tidak berani keluar ketika ada makhluk itu sedang berada di kamar mandi. Karena makhluk itu pintar mencari waktu masuk kamar mandinya yaitu mendekati waktu saum. Selain bulan Ramadhan, makhluk itu tidak pernah muncul di kamar mandi. Ketika para pengelola menunggu untuk ditangkap, makhluk itu tidak muncul. Seakan-akan makhluk itu sudah mengetahui jika akan ditangkap atau dijebak. Jadilah pembahasan serius bagi para penghuni asrama. Ada yang menaggapi biasa aja, ketakutan, cuek, bahkan ada yang memang serius ingin ikut ambil peran seperti adegan film “Indiana Jones : Raiders of The Lost Ark” dimana ada adegan kejar-kejaran dan menagkap sang penjahat dari sang profesor.

Karena momennya masih di bulan Ramadhan, maka kesempatannya hanya sekali untuk bisa mengetahui siapa pelaku ini. Karena nanti muncul lagi di Ramadhan berikutnya. Selain bulan Ramadhan, kejadian ini tidak pernah muncul. Makanya pengelola mencoba berinisiatif membentuk sebuah kelompok kecil untuk menangkap siapa pelakunya ini atau paling tidak saat di siang hari bisa diketahui siapa yang melakukan ini dan apa motifnya dan kenapa hanya di bulan Ramadhan dan tengah malam menjelang saum kejadiannya. Karena beritanya sudah cukup menyebar di seluruh lantai, maka perwakilan pengawas dan beberapa ketua lantai dari asrama ini bergabung meski tidak juga yakin akan berhasil untuk ditangkap. Tim ini memang bekerja secara sukarela namun ada perasaan was-was jika makhluk ini pun akan melawan balik jika ketahuan. Segala peralatan yang diperlukan dipersiapkan seperti senter, tali, jebakan berupa sebuah kunci gembok jika makhluk itu masuk bisa dikunci dari luar dan persiapan mental dari tim kecil ini.

Menjelang 2 minggu akhir Ramadhan, tim sudah siap segalanya hingga saat jebakan tiba berjalan. Setiap anggota tim yang menunggu kehadiran makhluk itu mencoba bergilir untuk tidak tidur secara bergantian. Jam sudah menunjukan pukul 02.30 pagi di hari Sabtu. Karena selama seminggu ini makhluk ini tidak melakukan aksinya, maka menurut dugaan mereka, makhluk itu akan melakukannya di hari Sabtu dinihari. Saat momen itu tiba, maka terdengarlah suara deburan di kamar mandi saat menjelang waktu saum. “Byur…byur…byur …. Hening sejenak dan pintu luar ditahan dengan beberapa orang agar makhluk itu tidak melawan.

“Ayo, cepat bantu. Mana gembok, gembok. Cepat …cepat ….” beberapa orang langsung membawa gembok dan mengunci pintu kamar mandi itu.

“Akhirnya tertangkap sudah makhluk itu di dalam kamar mandi. Hai, siapa anda dan apa tujuannya ke kamar mandi ini di tengah malam?” tanya salah seorang anggota tim. Semua terdiam dan dari dalam kamar mandi pun tidak terdengar suara bahkan suara air pun tidak terdengar.

“Ayo mengaku sekarang, karena anda sudah mulai terkepung.” Lanjut pimpinan tim dengan suara lantang berteriak hingga membangunkan penghuni lantai di atasnya.

“Kraak…praak…” terdengar suara jendela kamar mandi yang jatuh di sisi berlawanan dari pintu kamar mandi.

“Suara apa itu?” tanya seorang mahasiswi kepada anggota tim yang lain.

“Wah, itu suara jendela rusak jatuh dari kamar mandi itu. Jangan-jangan makhluk itu kabur melewati jendela itu. Ayo mari kita lihat bersama-sama”, sebagian dari 6 orang itu berjalan ke arah belakang dari bangunan asrama itu. Dan ternyata dugaan salah satu anggota tim itu benar. Makhluk itu sudah kabur dari kamar mandi melewati jendela yang cukup tinggi sekitar 2 meter dan melewati jalan belakang setelah melewati tembok yang tidak terlalu tinggi dan kali di belakang asrama.

“Yah kita gagal lagi menangkap makhluk itu. Padahal kita sudah cukup banyak untuk menangkap makhluk itu dan kita tidak menduga makhluk itu akan melewati jendela belakang kamar mandi.

Setelah gembok di-unlock dan pintu terbuka, warna air bak sudah tidak bersih dan suasana kamar mandi seperti telah terjadi kerusuhan tahun 1998. Anehnya makhluk sangat cepat bereaksi dalam mencari jalan keluar melalui jendela. Namun ada selembar pakaian yang tergantung di dinding kamar mandi, yang nampaknya sangat dikenal oleh salah seorang anggota tim yang juga merupakan salah satu pengelola di lantai dasar. Setelah berpikir lama tanpa diketahui anggota tim yang lain, si pengelola itu berpikir sejenak dalam hati. Akhirnya dia teringat seorang keponakannya yang lama gak dijumpai berasal dari sebuah desa di daerah Jawa Timur. Keponakan itu memang sudah yatim piatu dan hidupnya memang menggelandang yang beratapkan langit dan bintang. Terkadang keponakannya itu bertemu dengan dirinya di sebuah pasar dekat pasar baru Jakarta. Memang perilaku keponakannya itu seperti manusia normal pada umumnya. Tetapi jika diajak berbicara dengan orang asing, dia akan membungkam dirinya hingga kapan dia mau. Hanya orang tertentu yang bisa mengajaknya berbicara termasuk si pengelola itu.

Akhirnya si pengelola tersebut, mencoba melakukan inisiasi pertemuan rahasia dengan si keponakannya di sebuah pasar tanpa diketahui anggota  tim dan penghuni asrama yang lain. Setelah pertemuan dilakukan dan disepakati bahwa si keponakan tidak akan mengganggu kembali asrama itu untuk beberapa waktu ke depan. Sebenarnya kenapa dilakukan saat Ramadhan, si keponakan ingin merasakan sebuah keluarga yang sudah lama dirindukan. Iya juga menyatakan kepada si pengelola bahwa ia merasa malu jika harus datang ke lingkungan asrama karena dirinya sangat lusuh dan tidak bersih. Makanya ia beranikan dirinya mandi sebagai wujud bersihkan diri selama beberapa hari tidak mandi. Akhirnya si pengelola memberikan keleluasaan kepada si keponakannya untuk menggunakan fasilitas kamar mandi miliknya yang memang ada di bagian belakang tempat di pengelola dan meminta untuk tetap menjaga kedamaian lingkungan di asrama putri itu. Setelah obrolan singkat itu, akhirnya lingkungan asrama sudah mulai kembali normal. Si pengelola tidak mengetahui kejadian ini katena dia merupakan pengelola yang baru ditugaskan selama 1 tahun. Padahal keponakannya itu sudah beberapa Ramadhan berkunjung ke kamar mandi itu.

Cerita ini dapat juga dilihat pada link berikut : 

Batik Kuning

catatan untuk sahabat sahabat di Subdit SB


Saat pertama kali “disumpahi” menjadi PNS, saya membubuhkan tanda tangan saya pada surat pernyataan yang berbunyi bersedia di tempatkan di mana saja dalam Wilayah Republik Indonesia.saya memahami dan mengalami konsekuensi dari pernyataan itu, berkali kali katanya karena kebutuhan organisasi saya dipindahkan dari satu unit ke unit lain, satu kota ke kota lain, dari satu pulau ke pulau yang lain.pemahaman dan pengalaman yang ternyata tak membuat pindah menjadi sesuatu yang mudah. Selalu ada rasa sesak, setiap kali saya harus melangkah pindah. Meninggalkan sesuatu yang sekian lama telah menjalani bagian dari keseharian saya, menghadapi orang orang yang relatif sama, ruangan yang sama, mitra kerja yang sama. Meminjam bahasanya Ariel, seperti ada “separuh aku” yang hilang dari diri kita. 

Bulan April tahun lalu untuk kesekian kalinya saya harus kembali pindah. Kepindahan yang menjadi istimewa, bukan semata karena lama nya saya berdiam di SB (10 tahun dalam subdit dan seksi yang sama) tetapi juga karena bisa mendengar dan menyimak dinamika proses yang menyertainya. Sebenarnya, saya menyadari bahwa prajurit-prajurit kasta terendah seperti kami seperti saya, yang mungkin "hadirnya gak melengkapi, perginya gak mengurangi" tak punya hak memilih pergi atau berdiam dimana. Namun manakala bersliweran isu isu tentang alasan kami dipindahkan, isu tentang tawar menewar penerimaan dan penolakan para pimpinan, membuat diktum pertimbangan di sk mutasi "karena kebutuhan organisasi" menjadi terasa klise adanya. Sehingga saat SK mutasi saya terima,ada rasa yang lebih menyesak di banding mutasi-mutasi yang saya jalani sebelumnya. 

Namun beruntunglah saya, seperti mutasi mutasi sebelumnya, dunia saya tak menjadi berakhir. Harus Belajar tentang hal baru, menyesuaikan dengan suasana baru, orang relatif baru, tantangan baru membuat waktu melintas cepat. Sesekali menengok pahit manis keseharian saya di SB sebelumnya tak membuat waktu menjadi melambat. Hingga hari ini selasa, tak terasa sudah hampir setahun saya meninggalkan SB. selasa yang menjadi pembeda dengan selasa sebelumnya, karena untuk pertama kalinya saya berangkat ke kantor mengenakan batik kuning kenang kenangan dari teman teman SB. Batik kuning yang bukan saja membuat saya merasa lebih ganteng dua strip dari biasanya ( daripada minder mending pede), tapi juga membuat demikian banyak kenangan hidup saya di Subdit SB, seperti menari nari dalam bayangan saya. Bersyukurnya, kenangan itu tak membuat saya menjadi galau, tapi membuat saya kian menyadari bahwa sempat menjalani kebersamaan dengan orang seperti mereka adalah salah satu anugerah terindah hidup saya (pinjam kalimatnya Eross SO7). 

terima kasih, sahabat
untuk batik kuningnya ,
untuk semua yang bertahun dijalani bersama

Sawi Hijau

Pagi ini saya melihat tanaman Sawi Hijau yang saya tanam beberapa waktu yang lalu dengan perasaan bahagia. Dari bawah tanah menyembul daun-daunnya tampak berwarna hijau tua, diterpa kilau mentari yang baru saja menampakkan sinarnya menyapu semesta ini. Tak pernah terbayangkan sebelumnya, saya akan menanam jenis sayur ini.

Masih segar dalam ingatan saya, ketika saya kecil, setiap kali mama memasak sawi hijau dengan tahu, saya akan menggerutu karena menurut saya rasa sawi tersebut pahit dan tidak enak. Ah… mengapa mama masak sayur ini… ujarku setiap kali mama memasak sawi hijau.

Entah mulai kapan tepatnya, saya bisa menikmati rasa sayur sawi hijau ini, sehingga akhirnya saya pun tergerak untuk menanamnya di halaman rumah. Peralihan rasa tidak suka menjadi suka pun saya alami pada sayur pare. Ketika saya kecil saya tidak bisa merasakan nikmatnya rasa pare yang cenderung pahit tersebut. Bahkan, meskipun dimasak dengan udang yang menjadi salah satu lauk favorit saya, tetap saja, saya tidak bisa menikmatinya.

Namun dengan berjalannya waktu, akhirnya saya menyukai sayur pare tersebut. Justru rasa pahitnya itu yang menimbulkan rasa nikmat saat menyantapnya. Entah apa yang membuat saya akhirnya pada suatu masa tertentu justru bisa menemukan kenikmatan dari rasa-rasa pahit atau rasa tidak enak lainnya dari suatu makanan. Mungkin akhirnya saya menemukan rasa ‘nikmat’ tersebut setelah saya pun berevolusi untuk belajar menerima rasa manis dan rasa pahit dalam kehidupan saya.

Jakarta, 29 Maret 2018