Kemerdekaan Membuka Jalan
Pertumbuhan Ekonomi
Delapan dekade sudah Indonesia merdeka. Dari
sebuah bangsa yang lahir di tengah keterbatasan infrastruktur, teknologi, dan
sumber daya manusia terdidik, Indonesia kini bertransformasi menuju salah satu
kekuatan ekonomi terbesar di Asia. Perjalanan panjang ini bukan hanya kisah
pembangunan fisik, tetapi juga transformasi struktur ekonomi, kebijakan
strategis, dan daya juang masyarakat yang membentuk fondasi menuju cita-cita
besar: Indonesia Emas 2045.
Perjalanan ekonomi Indonesia sejak tahun 1945
dapat dibagi dalam tiga babak besar. Babak pertama (1945–1965) adalah fase
bertahan hidup, di mana tantangan terbesar adalah memulihkan stabilitas politik
dan ekonomi pasca perang. Inflasi pernah mencapai lebih dari 600% di awal tahun
1960-an, namun masa ini juga menjadi tonggak pembentukan berbagai lembaga
negara dan infrastruktur dasar.
Babak kedua (1966–1998) ditandai dengan
pembangunan ekonomi yang terarah melalui Rencana Pembangunan Lima Tahun
(Repelita). Pertumbuhan ekonomi rata-rata mencapai 7% di era tahun 1970-1980, dimana
hal tersebut ditopang oleh ekspor minyak serta industrialisasi awal. Namun
demikian pada krisis moneter tahun 1997–1998 menjadi pukulan keras bagi
perkeonomian Indonesia, yang ditandai nilai tukar rupiah terjun bebas dari
Rp2.500 menjadi lebih dari Rp15.000 per dolar AS, dan angka kemiskinan melonjak
menjadi 24%.
Babak ketiga (1999–2025) adalah masa reformasi
dan integrasi global. Sistem demokrasi yang lebih terbuka dan desentralisasi
fiskal mendorong pemerataan pembangunan daerah. Pertumbuhan PDB Indonesia sejak
tahun 2000 konsisten berada di kisaran 5%–6% per tahun (kecuali saat pandemi
COVID-19), sehingga hal itu menjadikan Indonesia anggota G20 dan ekonomi
terbesar di Asia Tenggara.
Kemajuan yang Nyata dan
Berkelanjutan
Transformasi ekonomi Indonesia tercermin jelas
dalam angka-angka. PDB per kapita yang hanya sekitar US$ 56
pada 1967 kini telah mencapai US$ 5.242 pada tahun tahun 2024
(Laporan BPS, 2024). Tingkat kemiskinan turun dari 40% pada
1976 menjadi 9,36% pada tahun 2023, dimana kondisi tersebut
adalah terendah sepanjang sejarah. Sehingga tingkat inflasi yang dulu pernah
triple digit kini terkendali di kisaran 2,8%–3,2% dalam
beberapa tahun terakhir.
Selanjutnya dari sisi perdagangan, ekspor
Indonesia pada tahun 2024 mencapai US$ 258,8 miliar, didorong
oleh komoditas unggulan seperti batu bara, CPO, nikel, dan produk manufaktur
seperti otomotif serta elektronik. Sektor jasa, terutama pariwisata, juga
mencatat rebound kuat pasca pandemi dengan 11,7 juta kunjungan wisatawan
mancanegara tahun lalu.
Berikutnya dalam hal investasi asing langsung
(FDI) pertumbuhannya berlangsung dengan cepat, ysitu mencapai US$ 47,7
miliar pada tssun 2024, dengan fokus pada industri hilirisasi mineral,
energi terbarukan, dan ekonomi digital. Nilai kapitalisasi pasar saham
Indonesia kini menembus Rp10.500 triliun, dan hal itu menggambarkan
kepercayaan pasar terhadap prospek ekonomi nasional.
Tantangan dan Strategi Menuju
Indonesia Emas 2045
Indonesia Emas 2045 bukan sekadar slogan,
melainkan target konkret untuk menjadi negara berpendapatan tinggi dengan PDB
di atas US$ 9 triliun dan PDB per kapita sekitar US$ 25.000. Untuk itu, ada dua
jalur besar yang harus ditempuh: penguatan ekonomi makro dan optimalisasi
ekonomi mikro.
Dari sisi makro, stabilitas fiskal dan moneter
menjadi harga mati. Defisit APBN harus dijaga di bawah 3% PDB dengan fokus pada
pembiayaan produktif seperti infrastruktur, pendidikan, dan riset teknologi.
Transformasi energi menuju sumber terbarukan perlu dipercepat untuk mengurangi
ketergantungan pada fosil dan menjaga daya saing jangka panjang.
Sementara dari sisi mikro, penguatan UMKM sebagai
tulang punggung ekonomi harus diprioritaskan. Data Kemenkop UKM menunjukkan
UMKM menyumbang lebih dari 60,5% PDB dan menyerap 97%
tenaga kerja. Sehingga melalui berbagai upaya digitalisasi usaha,
akses pembiayaan murah, serta peningkatan kualitas SDM, semua itu akan menjadi
katalis agar UMKM Indonesia tidak hanya bertahan, tetapi juga naik kelas ke
pasar global.
Membangun Indonesia melalui
Manusia dan Inovasi
Pertumbuhan ekonomi berkelanjutan tak lepas dari
pembangunan manusia. Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Indonesia telah meningkat
dari 66,53 pada tahun 2010 menjadi 74,39 pada tahun 2023, namun demikian
kondisi tersebut masih tertinggal dibanding negara-negara OECD. Jepang,
misalnya, mencatat IPM sebesar 90,1 pada tahun 2023, sementara Korea Selatan
berada di angka 92,2 dan Australia di 93,0. Lebih jauh lagi, laju kenaikan IPM
di negara-negara tersebut tetap konsisten meskipun mereka sudah berada di
kategori sangat tinggi, yang menunjukkan adanya fokus berkelanjutan pada
peningkatan kualitas manusia, bukan sekadar mengejar pertumbuhan ekonomi, dan
untuk itu investasi pada pendidikan vokasi, riset teknologi, dan literasi
digital harus ditingkatkan.
Selanjutnya pembangunan ekonomi berbasis inovasi
juga menjadi kunci. Potensi ekonomi digital Indonesia diproyeksikan mencapai US$
360 miliar pada 2030 (Google-Temasek-Bain, 2023). Hilirisasi sumber
daya alam harus beriringan dengan penciptaan ekosistem startup teknologi,
bioteknologi, dan industri kreatif yang mampu mengekspor produk bernilai tambah
tinggi. Perjalanan ekonomi Indonesia selama 80 tahun adalah kisah tentang daya
tahan, adaptasi, dan tekad untuk terus maju. Dari negara agraris pasca kemerdekaan
hingga ekonomi digital yang terkoneksi global, kemajuan ini bukanlah akhir,
melainkan batu loncatan.
Pada
sektor ekonomi digital, Indonesia kini menjadi rumah bagi lebih dari 2.500
startup teknologi (Startup Ranking, 2024), menjadikannya salah satu ekosistem
startup terbesar di Asia Tenggara. Nama-nama seperti Gojek, Tokopedia,
Traveloka, dan Xendit telah menembus pasar internasional, menjadi bukti bahwa
inovasi anak bangsa mampu bersaing di tingkat global. Pemerintah mendukung ini
dengan membentuk Indonesia Digital Economy Roadmap 2021–2030, yang menargetkan
transformasi sektor-sektor strategis melalui adopsi artificial intellegence,
big data, dan blockchain.
Sedangkan
pada sektor bioteknologi, rintisan seperti PT Etana Biotechnologies Indonesia
telah memproduksi vaksin mRNA dalam negeri yang setara kualitasnya dengan
produk luar negeri. Lembaga Eijkman dan BRIN juga aktif mengembangkan riset
genomic untuk kesehatan dan pertanian, membuka jalan bagi peningkatan
produktivitas pangan dan kemandirian farmasi nasional.
Selanjutnya
untuk bidang industri kreatif, ekspor produk fesyen, animasi, gim, dan
kerajinan terus meningkat. Menurut data dari Kementerian Perdagangan
menunjukkan nilai ekspor produk kreatif Indonesia menembus US$ 25 miliar pada
2023, dengan pasar utama di Amerika Serikat, Eropa, dan Timur Tengah. Sedangkan
contoh kesuksesan ekonomi digital dari permainan yang dibuat anak bangsa adalah
seperti “coffee talk” karya Toge Productions yang meraih penghargaan global
menjadi simbol bahwa karya digital lokal mampu diterima luas masyarakat dunia.
Berikutnya dari hilirisasi sumber daya alam juga
mulai menghasilkan output bernilai tambah. Hal ini diwujudkan antara lain
melalui ekspor feronikel dan produk turunan
nikel dari kawasan industri Morowali dan Weda Bay yang kini
memasok bahan baku utama industri baterai kendaraan listrik dunia. Pemerintah
mengintegrasikan kebijakan ini dengan pembangunan Indonesia Battery
Corporation (IBC) untuk menggarap rantai pasok EV dari hulu ke hilir.
Berdasarkan hal-hal yang telah dicapai tersebut, Indonesia
akan mampu menjaga stabilitas makro, memperkuat ekonomi mikro, serta memacu
inovasi dan inklusi, sehingga cita-cita Indonesia Emas 2045 bukan lagi mimpi,
tetapi takdir yang sedang dibentuk. Seperti yang pernah diungkapkan Bung Karno
mengenai jas merah yaitu jangan sekali-sekali melupakan sejarah. Karena dari
sejarah itulah kita belajar bahwa kemandirian ekonomi dan keadilan sosial bukan
hanya tujuan, tetapi fondasi kemerdekaan yang sejati.