YUKK

 Ketika aku duduk di Bangku Sekolah Mengah Pertama, ada sebuah film kartun dengan tokoh bernama Yukk. Tokoh tersebut memiliki kepala yang ditutupi oleh rumah kayu, sepanjang seri film kartun tersebut kami tidak pernah tahu wajah Yukk yang sebenarnya seperti apa. Karena dalam film tersebut bila Yukk membuka rumahnya, maka orang yang melihat wajahnya akan menjerit ketakutan dan pingsan. 


Pada waktu itu aku memiliki sahabat sekaligus teman kelompok belajar. Biasanya kami akan belajar ke tempat salah satu teman dan mendiskusikan mata pelajaran yang sulit bila kami kerjakan seorang diri. Dengan metode kelompok belajar, Alhamdulillah banyak pelajaran yang dapat kami selesaikan bersama. 


Pada suatu hari, kelompok belajar kami selenggarakan di rumah teman kami bernama Pipit. Pipit memiliki seorang adik perempuan yang lucu dan menggemaskan, bernama Dita (aku tidak tahu persis berapa usia Dita saat itu). Ketika kami telah selesai kelompok belajar dan bermaksud pamitan kepada tuan rumah, tak lupa kami pun berpamitan sekaligus menyapa Dita. “Dita….” demikian kami menyapanya satu per satu, lalu Dita pun akan tertawa terkekeh-kekeh kesenangan. Satu per satu kami melakukan hal itu karena kamipun senang dengan reaksi Dita yang menggemaskan bila kami sapa. 


Tibalah giliranku menyapa Dita. Dengan wajah yang kupasang seramah mungkin, aku pun menyapa Dita. “Dita…..”  sapaku, tapi bukannya tertawa terkekeh-kekeh, Dita saat itu menjerit dan menangis melihatku. Aduh…. aku jadi salah tingkah. Kakak Dita pun sibuk menenangkan adiknya agar tidak menangis lagi. Setelah Dita tenang, beberapa temanku kembali mencoba menyapa Dita kembali dan Dita pun terkekeh-kekeh kembali. Karena penasaran, akupun mencoba menyapa Dita kembali, namun malang nasibku karena reaksi Dita melihatku tetap sama : menjerit dan menangis. Tentu saja hal ini jadi merepotkan Pipit kakaknya yang harus menenangkan adiknya kembali. Karena peristiwa itulah teman-temanku bilang mungkin aku seperti Yukk di mata Dita. 


Waktu pun terus berjalan, ada ketegangan tersendiri bila aku harus menyapa seorang anak kecil, apakah dia akan menyambutku ataukah dia akan menjerit dan menangis melihatku. Peristiwa Dita adalah peristiwa yang masih lekat dalam ingatanku dan menjadikanku terus  introspeksi. Ada kebahagiaan tersendiri bila aku menyapa anak kecil/ bayi lalu mereka tersenyum manis kepadaku. Aku bersyukur, mungkin aku telah berubah di mata anak-anak kecil yang masih fitrah tersebut.


Bagiku, balasan yang diberikan anak yang masih fitrah merupakan suatu ‘gambaran” siapa aku di dalam. Kadang suatu peristiwa dapat menjadi titik tolak untuk berubah dan merenungkan ada apa dibalik kejadian itu.


Yogyakarta, 28 Agustus 2021



Kepada …

Kepada langit matahari ceria 

Bersinar terang tanpa cela 

Begitu pun kehidupan dunia 

Berjalan sesuai takdirnya


Kepada malam bulan tersenyum

Tawanya ikhlas penuh harum 

Begitu pun perjalanan seorang kaum

Bergerak pasti mengikuti pendulum 


Kepada pohon daun berguguran

Menutupi bumi bertebaran  

Begitu pun jua soal pekerjaan 

Ada awalan ada akhiran 


Kepada Ani Rahmi kami belajar 

Menjalani kehidupan dengan wajar 

Begitu pun saat cita cita dikejar 

Berhentilah meski menanti dengan sabar


Kepada doa kami bersimpuh 

Tanpa pernah sekali luluh 

Walau bidadari pergi dengan teguh 

Panjatkan doa meski peluh 


Bekasi, 28 Juli 2021

(Puisi ini saya dedikasi kepada salah seorang pensiunan dari PNBP SDA dan KND) 

https://rulyardiansyah.blogspot.com/2021/08/kepada.html 

Posting not Ghosting

2 tahun kurang tepatnya

Saya tidak posting

Bukan niatnya

Hendak menjadi ghosting

 

Asa selalu ada

Meski kadang Lelah

Sisa yang ada

Akan ditelaah

 

Meski bukan lebah

Yang bisa memberi manfaat

Namun diri hindari ghibah

Agar penuh syafaat

 

Semangat tetap ada

Meski selalu ada kendala

Jiwa yang yang terjaga

Siap mengawal jelaga

 

Bekasi, 28 Agustus 2021 


Puisi ini dapat dilihat di laman berikut : 

 https://rulyardiansyah.blogspot.com/2021/08/blog-post.html 

Dongeng lelaki yang memuja

# 1

Status wa


sebaris kata kata dituliskan

pada status wa

lalu degub jantung berpacu,

dihela harapan dan kecemasan


engkaukah duhai pujaan

satu  di antara deretan nama

yang membaca

sebelum  ujung waktu tayang tiba


sebab  bahagia telah

ditafsirkan sederhana,

hanya jika satus wa telah kau baca


seakan satu persembahan,

telah sampai kepada tujuannya

karena untuk alasan ini,

mahakarya  telah dicipta


#2


aku belum sempat mencari cara


hari hari ini masih seperti sebelumnya,

mulai bekerja sejak membuka mata,

hingga kadang malam tiba


ada saja yang harus dikerjakan, 

rapat virtual yang  bersambung

disposisi  bertubi yang bikin bingung


maaf,  jiika  aku belum sempat,

mencari cara melupakan mu



#3


My Task di aplikasi persuratannmau 


tak sengaja aku mengintip,

My Task di aplikasi persuratanmu

tertulis tugas

"menjalani takdir selalu  hidup dalam pikiran  para pemuja"

waktu mulai  bertahun  lalu,

waktu selesai  tak tahu-


aku lihat di menu kehadiran,

kau belum lagi ClockOut

pantas saja,

aku masih terus memikirkanmu


#4

perbincangan 


aku mengetik

hai pakabar?

aku menunggu,

dua jam berlalu


kau sedang menulis

lama  sekali

aku gemetar

menatapi layar


muncul di layarku

sehat , jawabmu

aku bahagia

tiada terkira


aku mengetik

aku menunggu

aku gemetar

lalu bahagia


berulang ulang


tanya yang sama

jawab yang sama

selalu begitu, 

kau pasti sangat sibuk,

tak segera menjawab

selalu begitu,

berulang ulang


Bekasi , Sabtu 28 Agustus , 2021




Dongeng Musim Pandemi

# 1

Doa 


seorang lelaki 

semalam  berdoa,

Tuhan lindungilah orang orang baik

dari Corona,

Timpakan saja 

pada koruptor, 

pemimpin lalim,

preman  

serta  orang orang jahat lainnya saja

agar hidup ini tak makin berat akan coba


pagi tadi sang lelaki.

sesak nafas

dokter menyebut nya

hasil reaktif  atau  positif

yang tak terlalu jelas dia dengar,

karena dia bergegas hendak meralat doa-nya


( Bekasi,  Agustus 2021)





 

Riak

Keberadaan riak itu biasa

Pada sampan yang berlayar di Samudera kehidupan

Pabila riak berubah menjadi isak

Pastilah ia menyimpan apa yang tak dihendak

Oleh sebab manusia mudah lelah

Segera tuk mendekat padaNYA

Agar lelah DIA ubah menjadi Lillaah

Dengan caraNYA

Dengan keMaha AgunganNYA



MENCARI PUISI (di hari puisi)



kelopak mata belum juga terbuka lebar
gelagapan mencari puisi ke sudut-sudut kamar

ternyata sedang duduk-duduk santai di selasar
asyik berkelakar dengan mentari yang baru saja keluar

"Puisi yang satu lagi mana?"
aku menanyakan pada puisi pertama

di kejauhan tampak dia melambaikan tangan bersama dedaunan
hijau berkilau setelah semalaman mendesau

terdengar cicitcuit dari atap-atap rumah yang seperti saf salat
menemani puisi yang bersiap rapat

"Puisiku masih kurang satu, ada yang tahu?"
coba kutanya pada dunia dan mereka

"Dia masih lelap dalam gumpalan gelap 
di bawah rongga dada"
serempak jawaban terlontar kompak

kunyalakan lampunya
puisi terbangun dari gulita
dan bergegas menyiapkan rasa.



/ekp --- 26 Juli 2021

LINDAP


Dalam lelah
Kau resapi tanpa kesah
Dalam letih
Kau tuntaskan darma bakti

Dia laksana cahaya
senantiasa berpendar
menghalau gulita
Dia laksana embun
Menyerap dingin malam
Meneteskan kesejukan

Cahaya itu
Telah lindap
Embun itu
Telah meng-uap

Meski rindu
Tak dapat lagi berpadu
Lepaskan rasa itu
Biar ia tenang di sana
Tak ada lagi luka
Tak ada lagi nestapa