LELAKI INI DAN PEREMPUAN ITU DAN ILUSI RASA

Lelaki ini sadar, mustahil melupakan masa lalu. Tidak yang satu ini. Yang dapat dilakukannya hanya mencoba untuk tidak mengingatnya. Tapi, lelaki ini juga tahu, tak mungkin dia mampu mengontrol ingatannya. Ingatan itu begitu membekas. Selalu datang, terang benderang bagai rekaman yang diputar ulang. Seberapa kuat lelaki ini bertahan, sekuat itu pula kenangan datang menyerang. Jelas dengan pernik rupa, kata dan rasa. Mewujud semudah pesulap mencipta bunga dari selampai. Dalam hati, mimpi bahkan deja vu. Lelaki ini merasa mungkin dia kurang berusaha, tapi mungkin juga karena sadar hal tersebut akan sia-sia.

***

Perempuan itu juga sama. Hatinya sudah terendam getirnya air mata. Berlumur cinta tanpa asa. Kalaulah ada pujangga menuliskan hati tersayat, terkoyak, luka atau apalah, mungkin harus terlahir kembali untuk mencari madah yang menggambarkan hati perempuan itu. Perempuan itu sadar, pertahanannya lemah. Hatinya tidak terjaga. Entah karena lelah, atau karena lelaki ini yang luar biasa. Perempuan itu juga sudah tak peduli, tak mau mencari tahu atau sekedar menyunting cerita. Semua tak sama lagi. Hidup harus dijalani  meski tak seindah mimpi dan semanis janji-janji, atau baiknya dia tak terjaga saja?. Perempuan menyimpan rasa dalam kotak pandora. Mengunci dan membuang anaknya, agar tidak merusak segalanya.

***

Hidup manusia layaknya 2 hari yang berbeda. Satu hari memihak kita, hari yang lainnya menentang kita. Di saat masa berpihak, semua terlihat baik-baik saja, indah bahkan luar biasa. Tidak ada yang salah, semua berjalan sesuai keinginan rasa. Tak terbayang akan ada hari lainnya, saat menyapa saja menjadi dosa apalagi bertatap muka. Merindu dalam hati tak ubah menitiki nadi dengan belati. Lelaki ini dan perempuan itu bukan tak tahu hal ini. Segala cara dicoba agar tak bertikas. Lelaki ini dan perempuan itu lupa, manusia bukanlah pembuat rencana yang sempurna. Lelaki ini dan perempuan itu lupa, semua sudah tertulis oleh-NYA. Alih-alih dilawan, bergeser satu mili pun hanya tinggal rencana.

***

Lelaki ini masih disini. Terlihat utuh dan bahagia. Petualang tangguh yang sangat pongah. Perempuan itu masih disana. Bahagia dalam sangkar emas sang raja. Seolah tak pernah luka, terhina. Anggun layaknya Tamina. Lelaki ini dan perempuan itu tak mungkin membalik waktu ataupun punabbhava. Lelaki ini dan perempuan itu mungkin hanya bisa saling mendoakan, doa yang pastinya melukai hati. Apakah bahagiamu menjadi bahagiaku? Apakah bahagiaku menjadi bahagiamu? 

***

Entahlah. Lelaki ini tetap percaya, dirinya saat ini adalah akibat dirinya di masa lalu. Masa depan tak terlihat namun pasti di depan mata. Masa lalu selalu mengusik, tak ubah iringan rebana. Terkadang lembut mengayun, seringnya berderak-derak di dinding jiwa. Perempuan itu juga percaya, sebait kata sepenggal cerita mampu jadi pengobat luka. Penat akan selalu terasa, namun mungkin tak terlalu menyiksa.


Jakarta, 17092021  


Mini Fiksi

Pemuda itu melangkah gontai meninggalkan  wanita yang telah dicintainya sejak duduk di bangku kuliah.

Beberapa jam kemudian sebuah pesan singkat masuk kedalam telepon genggam si wanita yang mengabarkan bahwa si pemuda ditemukan tewas bersimbah darah dengan luka menganga di pergelangan tangan kanannya.


****


Anak perempuan mungil berambut ikal tertawa geli ketika ayahnya yang berkumis tebal memeluk dan mencium tengkuknya berkali-kali sambil berkata bahwa ia amat mencintai puterinya. 

Ketika tersadar sosok ayahnya menghilang dihadapannya, anak perempuan itu mencari ayahnya dari satu ruang ke ruangan yang lain. Yang ia temukan hanya sebuah buku Yasin bergambar foto sang ayah dengan tulisan, "Mengenang 100 hari wafatnya Suami, Ayah kami tercinta...".

Telaga Air Mata

 Ia hadir disaat kegersangan hati melanda

Angin lelah berhembus menjadi pertanda

Gumpalan awan menjelaga

Rintik hujan mengubah kelopak mata menjadi telaga

Telaga air mata