Rahwana Jatuh Cinta

 (Rahwana berdiri di pintu peraduan Shinta. Bicara pada dirinya sendiri)


Wahai Shinta, putri titisan Banowati,
hatiku terus dilanda rindu
aku ingin mendekatimu, untuk sekedar  mendengar suaramu saja 
begitu pun aku sudah senang.
karena itu setiap malam, aku datang ke tempat aku menyembunyikanmu,
namun yang ku dengar adalah suaramu yang meninggi.... membentak dan mengusirku pergi.

bagaimana pun, aku tak pernah jemu,

sampai kau mau mengajakku bicara
sampai kamu mau membuka hatimu untuk mengenalku, sekedar mengenalku.
agar aku bisa menunjukkan isi hatiku padamu.
walaupun terlihat dari sinar mata dan caraku menatapmu

bagaimana kau bisa tahu?
sementara untuk melihatku saja engkau tak mau
apakah karena rupaku?
atau karena orang sepertiku tak layak mendapatkan cinta?

(Rahwana tertunduk, wajahnya murung... matanya yang buas, memudar sendu)

aku Rahwana, Raja Negeri Alengka
aku terbiasa mendapatkan keinginanku dengan sesuka hati
aku memang bukan orang baik
tapi aku tetap punya perasaan, punya rasa cinta.

aku tak tahan melihatmu, seringkali ditinggal Rama untuk bertapa.
sementara engkau selalu menangis diam-diam
namun, tak sedikitpun engkau mengeluh
beri aku kesempatan sekali saja untuk menunjukkan sisi baikku padamu

andai aku bisa malam ini pula, aku akan mengatakan kalau aku mencintaimu
tapi aku harus bergegas mempertanggungjawabkan perbuatanku yang telah membawamu pergi
aku harus mempertahankan harga diri dan negaraku,. kalau aku berbuat ini karena cinta.
hanya karena cinta.

(Air mata mengalir deras di pipi Rahwana, raksasa perkasa yang ditakuti seluruh mayapada, sebelum kakinya tergesa melangkah masuk peraduan Shinta, tercekat oleh banyaknya kata yang ingin diucapkannya, namun yang sempat diucapkannya lirih pada Shinta yang memunggunginya adalah...   )

selamat tinggal Shinta, mungkin ini malam terakhirku untuk menemuimu. Mengganggumu. kuharap engkau akan bahagia di hidupmu selanjutnya.

(Rahwana menatap wajah Shinta. sekali lagi. seakan enggan melepaskan pandangannya, mengambil nafas panjang dan membalikkan tubuhnya menjauhi Shinta. Ia mengira Shinta akan mengusirnya kembali namun...  ia merasakan tangan lembut Shinta pada bahunya, dan suara isak tangis pilu Shinta...)

Rahwana....  jangan pergi.

apakah engkau akan meninggalkan aku, yang selama tujuh belas tahun ini terbiasa mendengar suaramu setiap malam?
yang terbiasa dengan rayuanmu yang sebelumnya kuanggap gangguan? 
yang terbiasa dengan tingkahmu yang menjengkelkan namun tak pernah menodai kehormatanku?
baru kusadari sekarang bahwa...
yang kau lakukan selama ini adalah berusaha membahagiakanku.

(Shinta menangis sesenggukan... menatap punggung Rahwana yang harus pergi...)

Sayup suara kidung terdengar, ''loro ning loro ora koyo wong kang nandang wuyung....''