Debat Kusir: Seratus Hari

Alkisah,  pada hari minggu ku turut ayah ke kota. Naik delman istimewa ku duduk di muka. Ku duduk samping pak kusir yang sedang bekerja. Mengendarai kuda supaya baik jalannya. (boleh sambil nyanyi kok bacanya)

Ayah saat itu memilih duduk di belakang dengan posisi diagonal dengan pak kusir. Mungkin, supaya bisa menjagaku dari belakang dan gampang jika ingin ngobrol dengan pak kusir. Maklum, ayahku sedikit cerewet atau halusnya, suka ngobrol. Di manapun dan bagaimanapun, biasanya ayah akan mulai mengajak ngobrol siapa saja orang yang ada di dekatnya dengan tema apapun yang melintas di benaknya. Terutama kalau sudah sampai terdengar bunyi-bunyian alam sekitar, bunyi jangkrik misalnya.

Singkat cerita, setelah sorak sorai kegiranganku naik delman lenyap seiring "serak" nya tenggorokan, terdengar "tuk tik tak tik tuk tik tak tik tuk", suara sepatu kuda (yuk lanjut nyanyi lagi). Dengan sigap ayah menangkap pertanda, dan dengan cepat bertanya, "Gimana bang, kemarin baru aja seratus hari ni?"

"Innalilahi wa innailaihi rojiun...siapa yang meninggal pak?", pak kusir bertanya balik

"Ealah, bukan meninggal Pak, itu lho seratus hari Pak Manis jadi gubernur"

"Ooh, kirain...."
"Kalau yang itu mah males ngomonginnya Pak", pak kusir terlihat ogah-ogahan.

"kok gitu Pak?"

"ya gimana, ga ada yang bener Pak kebijakannya, apanya yang mau diomongin...bikin kesel aja bawaannya!" Nada bicara pak kusir mulai meninggi dan menggebu-gebu.

"ga ada yang bener gimana pak?", ayahku coba mengorek keterangan dengan melontarkan pertanyaan-pertanyaan pendek.

"coba bayangin Pak, pasar Tanah Mas yang dulu sama Pak Uhuk sudah ditata rapi, eh sekarang malah diobrak-abrik, pedagang malah disuruh jualan di tengah jalan!"

Pak kusir tampak mengambil nafas sejenak setelah sedikit terengah-engah akibat terlalu berapi-api.

"Sepanjang sejarah...mana ada Pak jalan tempat kendaraan bermotor ditutup, malah dipake buat orang jualan, edan gak tu?" Pak kusir melanjutkan.

"Ah, masa sih Pak?" "Bukannya tiap minggu jalan juga ditutup buat acara car free day, ada orang jualan jg tu kayanya?", Ayah mencoba mendebat.

"ehmm...tapi kan itu ga tiap hari Pak, beda lah"

"Tanah Mas juga ga ditutup sepanjang hari Pak, jam enam sore jalanan uda buat kendaraan lagi, berarti ga masalah dong?"

Sebelum pak kusir memberikan argumennya, ayah melanjutkan pertanyaannya, "Bapak juga ga pernah liat ada jalan yang ditutup untuk pasar kaget, buat kondangan, buat sunatan?"

"Ya tetep beda Pak, yang penting ga setiap hari!"

"Manfaatnya banyak lho Pak jalan ditutup itu, trotoar jadi bersih dari pedagang, pejalan kaki jadi enak deh jalannya", timpal ayahku berusaha meyakinkan.

"Tetep aja Pak melanggar fungsi jalan yang sesungguhnya!"
Pak kusir tetep keukeuh dengan pendapatnya

"Tapi Bapak tau gak, sebenernya kebijakan penutupan jalan di pasar Tanah Mas untuk PKL itu ide nya Pak Uhuk lho....cuma Pak Uhuk diganti, jadi Pak Manis deh yang eksekusi"

"haah, gitu ya? baru tau saya"

Sejenak keadaan menjadi hening, hingga akhirnya Pak Kusir berkata, "Tapi memang kalau dipikir pelan-pelan lagi, dihayati lebih dalam lagi, penutupan jalan untuk PKL di Tanah Mas itu bentuk inovasi ya Pak, terobosan baru"

Seketika ayah mengernyitkan dahi dan mencoba memperjelas, "maksudnya gimana Pak?"

"Iya Pak, ide penutupan jalan untuk PKL dari Pak Uhuk itu inovatif sekali ya Pak, kreatif idenya"

"Lho, tadi kata Bapak itu kebijakan edan?"

"Ya kan saya baru tahu kalau itu sebenarnya ide Pak Uhuk"

"ngomong-ngomong, Bapak ini tahu banyak informasi ya, emang Bapak pengamat politik ya?", pak kusir balik bertanya ke ayahku.

"Ah, Bapak bisa aja, bukan...saya sih sebenernya kusir juga kaya Bapak"

"Lah, terus kenapa ga narik Pak? malah naik delman saya?"

"kuda saya hari ini minta libur, mau belanja ke pasar Tanah Mas katanya, ini kan kita mau ke sana jemput dia"

"?!#@?"


*aku, ayah, pak kusir dan segala tokoh yang dibicarakannya adalah karangan dan fiktif belaka. Kalau ada kemiripan atau kesamaan cerita dan kejadian.....berarti anda sudah mulai sadar.