Bali dan G20

 Catatan Perjalanan

BALI dan G20

 

Deru roda pesawat perlahan berhenti. “…para penumpang yang terhormat, saat ini kita telah mendarat di Bandara Ngurah Rai….suara renyah seorang petugas maskapai melalui microphone pesawat, terdengar berkumandang.

Alhamdulillah, syukurku dalam hati, sepanjang penerbangan tadi, cuma satu yang kuharapkan yaitu pesawat yang kami tumpangi cepat mendarat di bandara tujuan. “Udah sampe, De,” ujarku pada si bungsu yang menemani perjalananku kali ini.

Setelah mengikuti prosedur yang ada, langsung saja kami bergegas keluar menuju mobil yang sudah kami sewa. Sopirnya, orang Bali asli, Bli Wayan, dengan sigap memasukkan koper ke dalam bagasi dan siap mengantar kami ke penginapan. Aku sangat menikmati sepanjang perjalanan, terbersit perasaan senang dalam hatiku, mengingat sudah lama aku tak menginjak tanah ini. 

Tanah Bali yang cantik dan menyenangkan.

“Kesini dalam rangka apa, Bu?” tanya Bli Wayan membuka percakapan.

“Berlibur saja, Bli, sedang cuti beberapa hari, lumayan buat refreshing” jawabku,

Bli Wayan mengangguk, “Gimana Bli situasi disini, apakah sudah aman?” tanyaku melanjutkan percakapan,

“Yah, sekarang sudah mulai rame sedikit, Bu. Banyak rombongan dari kantor yang datang ke Bali. Ada juga rombongan pejabat atau delegasi yang datang,  tidak seperti sebelumnya, waktu masih PSBB, sepi.. Bu,” suara Bli Wayan terdengar berat.

“Oh iya Bli,” kataku sambil melihat sisi kanan kiri bandara dengan spanduk G20 yang berkibar-kibar, megah.

“Bagaimana ya Bu, Bali ini sangat tergantung sekali pada pariwisata, jadi kalau seperti ini terus, terasa sekali imbasnya pada kami, coba Ibu lihat sekarang ini di jalan sudah mulai ramai, kalau sebelumnya sepi sekali Bu, semoga saja Bali bisa kembali ramai dikunjungi wisatawan” ucapnya lagi.

Aku mengiyakan kata-kata Bli Wayan, dan mengingat kembali agenda Indonesia sebagai presidensi G20 periode ini. Delegasi dari 19 negara dan Uni Eropa hadir  untuk membahas berbagai masalah finansial dan yang lebih luas dari itu, dan mencari solusinya bersama-sama. Nuansa presidensi G20 ini sudah mulai terasa, sejak di bandara yang dipenuhi pernak-pernik publikasi sampai jalan-jalan di Bali. Dalam hati aku merasakan juga kebanggaan negeriku bisa terpilih menjadi tuan rumah perhelatan dunia, dengan 20.988 delegasinya akan mengunjungi beberapa kota di Indonesia termasuk Bali, dan tak lupa mengaminkan juga ucapan Bli Wayan yang mencerminkan harapan paling tidak sebagian masyarakat Bali.

Dan setelah beberapa hari… kami kembali lagi dalam kabin pesawat yang mengudara meninggalkan tanah Bali di kejauhan..

Aku teringat lagi pertemuan dengan mbok-mbok di pantai Kuta yang berebut menawarkan memijat bahu, kaki, dan mengoles kuku, trenyuh pada sinar mata yang mengiringi percakapan dan terngiang kalimat lugu mereka "kalo gak ada yang ke Bali lagi, bagaimana ya, padahal kami perlu ke dapur.. “

Dan... terasa agak melegakan hati untuk bisa sedikit saja membesarkan hati mereka dengan berkata bahwa dengan adanya program vaksinasi dan penurunan level PPKM, insyaAllah, Bali akan kembali meriah apalagi dengan terpilihnya Indonesia untuk presidensi G20 dan rencana penyelenggaraan KTT G20 yang akan dilaksanakan di Bali, semoga bisa menjadi sebuah oase yang menyejukkan di tengah gigihnya perjuangan melawan pandemi, dan berhasil menarik kembali para wisatawan kesana.

Dari sisi jendela pesawat, disamping awan putih yang melayang tanpa beban, terucap lirih “recover together, recover stronger, semoga dapat segera terwujud”. Go Bali, Go Indonesia.

 

 

CINTA RUBI

Malam itu, Pukul 20.30

 

“You want me to stay here this night?”

Rubi menatap laki-laki itu dalam, tersenyum, lalu menggeleng dan menjawab,”No, you gotta go home”. 

 

Laki-laki itu membelai wajahnya lembut, mengecup keningnya sebelum kemudian merengkuh tubuh mungilnya. Pelukan hangat itu tidak pernah bisa Rubi lupakan. 

 

Sisa hujan malam itu terasa amat dingin. Sosok laki-laki itu sudah menghilang ditelan tangga yang menuju lantai dasar kamar kost-nya. Namun Rubi masih mematung, berharap laki-laki itu menghentikan langkahnya dan kembali. Lalu, Rubi mendengar suara deru mesin kendaraan yang semakin menjauh dan menghilang. Dia menarik nafas dalam, beranjak membuka pintu kamar lalu bersandar pada dinding yang sejuk. 

 

Sepengingat Rubi, ini adalah bulan ke 5 dia menjalani hari-harinya bersama laki-laki itu. Semakin hari, Rubi merasakan rasa cinta yang semakin luar biasa. Namun Rubi sadar, dia tidak akan pernah bisa memiliki laki-laki itu seutuhnya. Rubi sudah berusaha berkali-kali menguatkan hatinya, meyakinkan perasaannya bahwa hubungan mereka tidak baik-baik saja. Namun mimpi yang laki-laki itu bagikan dan hayal yang dia angankan selalu jauh lebih besar dari rasa takut akan kehilangan laki-laki itu suatu saat nanti. 

 

Rubi gamang. Kebahagiaan yang baru saja dia rasakan bersama laki-laki itu berganti dengan rasa yang dia sendiri tidak dapat uraikan. Rubi bergegas membersihkan diri, tidur menjadi jalan keluar terbaik untuk melarikan apa yang ada dalam pikirannya saat ini. 

 

Rubi baru akan memejamkan mata ketika dia mendengar ketukan halus di pintu. Dia melirik ke jam dinding sejenak, pukul 21.20. “Mba Mini ya?”, dia bertanya sambil berjalan menuju pintu. Cuma mba Mini, penjaga kost yang suka mengetuk pintu malam-malam sekedar mengantarkan pakaian dari laundry atau menawarkannya makanan. 

 

“Hey, It’s too late to say good bye!”, laki-laki itu tersenyum. Rubi terpana sejenak lalu memeluknya erat. 

 

Azan shubuh baru saja terdengar, Rubi membangunkan laki-laki itu pelan, lalu berbisik: “It’s time to go home”. Sedikit tergesa laki-laki itu merapihkan pakaiannya, lalu menatap Rubi dalam. “I’m sorry. I can’t stay any longer. Kamu istirahat ya, kalo mau jalan, gak papa jalan aja, ntr kalo bisa, aku pasti telp.”

 

Rubi mengangguk, tersenyum. Kali ini, dia menguatkan dirinya bahwa laki-laki itu telah dinanti oleh orang-orang yang juga mencintainya. Dia mengecup pipi laki-laki itu lembut lalu berbisik, “Thank you, for being here, and for all”. Laki-laki itu memeluknya hangat lalu menatapnya dengan penuh rasa sayang, “I’m gonna miss you soon”. 

 

Rubi melepas laki-laki itu dalam kesejukan pagi yang masih menyisakan dingin, sedingin hatinya. 

 

**There were nights of endless pleasure,

It was more than any law allows,

 

Baby,

 

If I kiss you like this,

And if you whisper like that,

It was lost long ago,

But it’s all coming back to me now

 

If you touch me like this,

And if I kiss you like that,

It was gone with the wind,

But it’s all coming back to me now 

 

 

**It's all coming back to me now, Celine Dion