Catatan Perjalanan : Suatu Berkah atau Keprihatinankah?


Tebing-tebing kapur menjulang tinggi, membentuk suatu tembok raksasa putih di sekeliling kami. Satu-dua orang menyelesaikan pekerjaan mereka, mengeruk dinding bukit kapur dengan bantuan mesin buldozer. Sisa kerukannya membentuk satu cekungan besar dalam permukaan bumi, yang apabila terisi air hujan,  seakan menyerupai danau buatan. 




Gradasi warna yang ditimbulkannya sangat memukau, apalagi bila cahaya mentari mengenai permukaan air dalam cekungan, berpendar...
berbaur dengan warna alami tebing kapur. Hijau terlihat mata. Sangat indah.




Oleh penduduk sekitar, objek ini dijadikan salah satu tujuan wisata yang dapat dikunjungi dengan nama  Danau Biru, Bukit Kapur. Terletak di desa Jaddih, kabupaten Bangkalan, Madura. Perjalanan dari kota Surabaya melintasi jembatan Suramadu menuju ke lokasi kurang lebih 45 menit, dengan jarak 15 km, melewati pusat kota Bangkalan.

Lokasi yang awalnya dijadikan pertambangan kapur oleh penduduk sekitar, menjadi cukup terkenal karena pemandangannya yang menarik untuk berfoto-ria. Untuk dapat masuk ke lokasi, pengunjung dikenakan harga tiket masuk sebesar Rp. 5000,- per orang, dan untuk mobil dikenakan tarif  Rp. 10.000,- per mobil. Harga yang cukup murah untuk dapat sekedar memanjakan mata.




Bila kita mau sejenak memikirkan fakta di balik keindahan itu, apakah rasa yang sebaiknya muncul, atau respon yang lebih tepat kita tampilkan, prihatin ataukah ini suatu keberkahan? Prihatin dengan nasib Bukit Kapur yang semakin menipis demi pembangunan, atau berkah bagi penduduk sekitar dengan adanya objek wisata seperti ini? Padahal dalam perjalanan menuju "objek jadi-jadian" ini, kami melihat gua-gua alami dalam tebing-tebing yang tidak terurus, dan cenderung diabaikan. Bila gua-gua alami ini dapat dieksplore dan dijadikan objek wisata juga, tentunya akan lebih membawa manfaat bagi penduduk sekitar.







Entah sampai kapankah kita bisa menikmati segala keindahan ini. 
Prihatin dengan nasib yang alami-alami? atau sekarang ini kita cenderung suka pada produk jadi-jadian yang hanya dapat memuaskan mata kita, sesaat?


Rumah Harapan, Pertaruhan Daffa


Kubereskan buku-buku pelajaran kelas enam SD yang berserakan di lemari anakku. Anakku sudah tidak mungkin lagi memakainya karena dia sudah melewati masa Sekolah Dasar beberapa tahun yang lalu.
“Assalamualaikum!” terdengar salam dari depan pintu.
Kutatap jam di tanganku. Beberapa saat lagi aku harus membimbing anak-anak sekitar rumahku belajar Bahasa Inggris.
“Waalaikum salam!” jawabku sambil membukakan pintu.
Daffa, seorang anak yang berumur dua belas tahun berdiri di depan pintu. Senyuman tersungging di bibirnya.
“Tumben, kamu datang cepat,” ujarku.
Daffa hanya tersenyum mendengar perkataanku.
“Bukunya sudah saya bereskan, Daffa. Kamu boleh memakainya. Belajar yang benar biar nilai ujianmu bagus, jadi kamu bisa meneruskan sekolah tanpa biaya!” aku menasehati Daffa.
Saat ini Daffa duduk di bangku kelas enam SD. Aku sengaja membereskan buku peninggalan anakku untuk diberikan kepada Daffa.
“Tenang aja, pak!” ujar Daffa sambil tersenyum simpul.
“Tenang bagaimana?”
“Hehehe.” Daffa hanya tertawa kecil mendengar pertanyaanku.
Aku penasaran kenapa Daffa tak menjawab pertanyaanku. Kupandangi wajah Daffa yang seolah memberiku teka-teki yang tak terjawab.
“Daffa, jawab!” perintahku tak sabar.
“Ada orang yang menawarkan kunci jawaban untuk Ujian Nasional, pak. Saya dan beberapa teman ditawari untuk membelinya. Harganya murah kok.” Terang Daffa.
Aku terdiam. Kupandangi wajah Daffa yang masih berdiri di depan pintu. Perasaan kecewa menjalari pikiranku.
“Assalamualaikum!” ucapan salam dari beberapa anak lainnya membuyarkan pikiranku.
“Waalaikum salam!” balasku.
“Daffa, percakapannya nanti kita lanjutkan setelah belajar, ya!” ujarku.

Malam itu, aku tidak begitu berkonsentrasi mengajar. Pikiranku tertuju pada Daffa. Aku berpikir bagaimana caranya mayakinkan Daffa untuk tetap belajar.
“Siapa disini yang akan menghadapi Ujian Nasional?” tiba-tiba terpikir olehku untuk membahas masalah Daffa bersama anak-anak anggota kelompok belajar.
“Saya…saya!” dua orang anak mengacungkan tangannya, termasuk juga Daffa.
“Berarti Daffa dan Putri akan lulus SD tahun ini ya?”
Daffa dan Putri mengangguk.
“Kebetulan saya selesai membereskan buku pelajaran kelas enam SD. Daffa dan Putri boleh menggunakan buku-buku itu,” aku menunjuk ke arah tumpukan buku di lemari.
“Kalian belajar bersama, ya! Boleh juga kalau kalian berdua mau belajar disini. Kalau ada yang tidak paham boleh tanya ke saya.” Aku melanjutkan sambil menunggu reaksi Daffa dan Putri.
“Siap!” teriak Putri bersemangat.
“Daffa?” kupalingkan wajahku ke arah Daffa.
“Iya, pak!” jawab Daffa perlahan.
Aku tersenyum dan melanjutkan pelajaran Bahasa Inggris .
“Khusus Daffa, jangan dulu pulang!” ujarku menutup pelajaran.
Teriakan gembira anak-anak menutup pertemuan malam ini. Berebutan mereka meraih tanganku sampai aku kewalahan. Terkadang aku menolak tangan mereka, agar mereka tidak saling berebut.

“Daffa, kamu harus mulai belajar ya untuk Ujian kamu!”
Daffa terdiam.
“Minta bantuan Putri atau saya kalau ada pelajaran sulit. Saya akan menyisihkan waktu untuk membantu kamu. Kita belajar bersama-sama!” lanjutku berusaha meyakinkan Daffa.
“Memang sih berat di awal. Waktu main kamu berkurang, tapi semua orang hebat pasti mengalami kesulitan di awal. Anggaplah belajar itu bermain. Bermain ke rumah saya.”
Kulihat Daffa mulai berpikir.
“Kalau kamu mau melupakan pembelian kunci jawaban dan mulai berusaha belajar tekun, kamu adalah anak hebat. Apapun hasilnya nanti,” lanjutku.
Kulihat Daffa sudah mulai terpengaruh perkataanku. Walau diam, sepertinya dia mulai mencerna perkataanku.
“Sekarang kamu boleh pulang! Pikirkan di rumah. Besok malam kembali ke sini. Kita mulai program belajar kita!”
“Iya pak!” jawab Daffa.
Tanganku diraihnya dan dicium. Daffa berlalu di kegelapan malam. Sejuta harapku besok dia kembali dengan keyakinan meraih sukses dengan berusaha.
Semoga.

Depok, 6 Mei 2017

Pada Mulanya Mantra


Mantra itu hanya lima kata 
Integritas, Profesionalisme, Sinergi, Pelayanan dan Kesempurnaan         
Mantra yang diucapkan berulang-ulang
Dengan suara keras dan tangan tergenggam
Mantra yang akan menjaga organisasi kita
Dalam kemajuan, dihadapan tantangan jaman
Mari kita suarakan, mari kita tanamkan



 
Tetapi mantra hanyalah kata                                                                    
Bagaimana mungkin ia cukup kuat dan nyata
bagi organisasi kita?

Integritas telah menjadi barang langka
Hingga kita akan bingung mesti mencarinya dimana
dan harus bertanya pada siapa

Profesionalisme menuntut konsekuensi biaya
Karena profesionalisme bukan hanya tentang
bagaimana menjadi ahli dalam melakukan pekerjaan
tetapi juga  tingkat bayaran yang layak didapatkan

Sinergi adalah masalah klasik negeri ini
Demikian klasiknya hingga ia bukan lagi dianggap sebagai masalah
Tetapi telah menjadi sesuatu yang sudah sama kita maklumi

Pelayanan?
Tanyalah pada masyarakat yg punya urusan dengan birokrat

Dan kesempurnaan hanyalah milik Tuhan!
Mantra yang mustahil bagi saya



 
Oh.. Kawanku                                                                  
Begitu mustahilnyakah itu bagimu?
Hanya mustahil bagimu atau bagi kita semua?

Bagi semua!                                                                                        
Hmm. tapi.. tidak.. tidak.. mungkin hanya bagiku
Atau mungkin sebagian besar dari kita
Aku mengenal beberapa orang
dimana mantra-mantra itu bekerja bagi mereka
Integritas yang mereka bangun dari religiusitas
Profesionalisme dalam pengabdian bukan melulu bayaran
Sinergi yang berangkat dari kerendahan hati  demi solusi
Pelayanan dengan rasa senang karena bisa berarti bagi banyak orang
Walaupun.. sepertinya  mereka belumlah tampak sempurna



 
Jadi kita punya contoh-contoh bukan?                                   
Orang-orang yang mungkin sudah mempraktekkan
Mantra organisasi kita bahkan sebelum mantra itu
Secara resmi bergaung dimana-mana

Ya.. kita punya contoh         
Walau hanya beberapa
Dan tidak sempurna

Beberapa yang engkau kenal kawan                                                           
Beberapa juga yang aku kenal
Beberapa lainnya yang kawan-kawan kita kenal
Walau bukan mayoritas tetapi punya kualitas
Walau hanya beberapa bukan berarti tak berpengaruh apa-apa
Setidaknya mereka bisa mengendurkan kemustahilanmu itu
Setidaknya mereka memberi pesan pada kita semua
bahwa mantra itu bisa bekerja



 
Ya.. Mungkin kau benar kawan                                                                       
Setidaknya, kau ada benarnya
Walau untuk menjadi seperti itu akan berat dan tak cukup sesaat
Lagi pula ia hanya mantra
Bagi kebanyakan kita, masih cuma kata-kata
Tak menggetarkan jiwa, belum memberi pengaruh apa-apa
Mantranya belum banyak bekerja
walau harus kuakui itu adalah mantra yang baik
dan layak untuk dijelmakan dalam kenyataan



 
Pada mulanya mantra kawan                                                                   
Hanya kata-kata
Tetapi bila telah kita terima
Dan terus kita ucapkan berulang-ulang
Lambat laun ia akan meninggalkan kesan
Dan kemudian perlahan rasa percaya mulai menghampiri kita
Bahwa kita juga bisa menjelmakan mantra
Seperti mereka yang telah berhasil melakukannya


 
Tapi tak cukup hanya mantra kawan                                                                 
Tak cukup hanya orang yang berubah
Sistem harus diperbaiki, prosedur harus dibenahi
Agar mantra itu tak bekerja sendiri
Agar orang-orang yang memperbaiki diri terlindungi
Agar mantra itu semakin mudah menjelma dalam organisasi kita
Agar ia tidak menjadi kata-kata yang tak juga menjelma, lalu menjadi purba
Sampai akhirnya kita lupa karena kurang memberi ruang tumbuh kembangnya

Aku setuju denganmu kawan                                                          
Mantra itu tak cukup hanya kita ulang
Tetapi juga harus terus diberi ruang
Ketika mantra lima kata telah saling menguatkan
dengan perbaikan sistem yang dilakukan
ia akan tumbuh dan bekembang
ia tidak hanya akan menjadi kata yang terucap
ia akan menjadi nilai-nilai yang melekat dan mengendap
Menjadikan organisasi dan orang-orang didalamnya
Dalam kesatuan dan kekuatan untuk mencapai tujuan

Mari kita suarakan bersama mantra itu :
Integritas, Profesionalisme, Sinergi, Pelayanan, Kesempurnaan

Kita memang tak bisa mencapai nilai sempurna
Karena sempurna hanya milik-Nya
Tetapi kita bisa berjalan ke arah sana

J200314



Rumah Harapan, Semangat Sandriana

Pelan-pelan kakinya melangkah menuju rumahku. Kumatikan rem motor yang baru saja kukendarai. Dengan sigap direngkuhnya tanganku dan diciumnya. Ungkapan hormat yang kadang kuanggap berlebihan.

Dengan menahan ragu, gadis kecil itu menginjakkan kakinya di rumahku. Dirinya duduk bersama anak-anak lain yang sedang bercengkrama.

Sandrina, nama gadis kecil itu. Dia selalu datang setiap Selasa dan Kamis malam ke rumahku. Harapannya ditaruh di tanganku, agar mendapatkan pengetahuan lebih banyak.

Kupandangi Sandrina yang selalu lirih ketika berbicara. Sandrina anak yang istimewa dengan bekas jahitan di bibirnya. Dua kali Sandrina terbaring di meja operasi untuk memperbaiki bibirnya. Bicaranya agak sengau. Tugasku adalah membuatnya percaya kepada dirinya sendiri.

Malam itu kelas riuh sekali. Anak-anak bersahutan saling mengejek. Kutiup peluit untuk menghentikannya.

"Assalamualaikum!" sapaku dengan suara keras.
"Waalaikumsalam!" jawab anak-anak serempak.
"Siapa yang bawa buku PR?" aku bertanya sambil menatap wajah polos anak-anak itu.
Hanya beberapa anak yang mengacungkan tangannya. Kulihat Sandrina salah satunya.
"Sandrina, coba bacakan soal pertama dari PR yang sudah dikerjakan!" perintahku sambil kutatap Sandrina.
"Wh...at..do you..do?" lirih suara Sandrina nyaris tenggelam diantara riuh suara teman-temannya.
"Coba, kalian belajar mendengarkan temannya bicara!" ujarku menghentikan suara riuh anak-anak.
"Lanjutkan, Sandrina!"
"I..am a teacher." Sandrina melanjutkan.
"Hebat!" seruku pada Sandrina.
Kulihat Sandrina tersenyum bangga mendengar pujianku.
"Saya harap kalian harus berani menjawab semua pertanyaan. Kalian semuanya hebat!" ujarku memberi semangat kepada Sandrina dan semua teman-temannya.

Malam itu giliran Sandrina yang bertubi-tubi kuminta menjawab soal yang kuberikan. Beberapa kali Sandrina salah mengucapkan kata dalam bahasa Inggris. Tapi seringkali juga Sandrina membacakan kalimat dengan pengucapan yang hampir benar.

Suatu saat, aku bertanya kepada Sandrina tentang keluarganya.
"Bapak kamu kerja dimana, Sandrina?"
"Sopir taksi, pak," jawabnya.
"Ibu kamu?" tukang pijat keliling sekaligus kerja di laundry," jawab Sandrina.
Ada rasa bangga dari pancaran mata Sandrina ketika menjawabku tentang orang tuanya. Sepertinya Sandrina mendapatkan perhatian penuh dari kedua orang tuanya. Aku tersenyum lega.
"Kamu harus bersemangat terus sekolah dan datang kesini, ya Sandrina! pintaku padanya yang dijawab dengan anggukan kepala.
"Kamu harus jadi anak hebat!" sambungku.
Sandrina kembali menganggukan kepalanya tanpa bersuara.
Entahlah, Sandrina mengerti atau tidak dengan kata-kataku. Kuharap dia akan selalu mengingat perkataanku untuk selalu hebat.

Jakarta, 5 Mei 2017


Penyakit Pes/ Sampar (Black Death)

Ada tiga jenis pes berdasarkan pada bagian mana dari tubuh yang terlibat, yaitu
v Bubonic plague yang menimbulkan gejala pembesaran kelenjar getah bening. Pes jenis ini adalah yang paling umum ditemui.
v Pneumonic plague disebabkan oleh infeksi bakteri yang telah menyebar hingga paru-paru. Tipe ini paling jarang namun paling mematikan.
v Septicemic plague dimana bakteri berkembangbiak dalam darah penderita.
Penyakit ini menyebar dengan mudah di area yang padat, memiliki sistem sanitasi buruk, serta area yang memiliki populasi hewan pengerat yang cukup tinggi, khususnya tikus, misalnya pedesaan dan semi pedesaan di Asia. Jumlah manusia yang pernah terinfeksi dengan jumlah terbesar adalah di Afrika. Di Indonesia sendiri hingga tahun 2010 terdapat 5 kabupaten yang menjadi wilayah fokus Pes, yaitu Kabupaten Pasuruan (Jatim), Sleman (DI Yogyakarta), Boyolali (Jateng), serta Bandung dan Cirebon (Jabar).

Penyebab Pes

Penyakit yang disebabkan oleh bakteri Yersinia pestis ini dapat menular ke manusia, dan dapat terjadi melalui berbagai cara. Salah satunya melalui perantara kutu yang sebelumnya menggigit hewan pengerat yang terinfeksi, seperti tikus, anjing padang rumput, tupai, bajing, atau kelinci. Selain itu, penyakit ini juga dapat menyebar dari kotoran ke mulut (fecal-oral transmission), melalui droplet batuk atau bersin, dan akibat kontak secara langsung dengan pemilik wabah, baik manusia atau hewan. Pes pada  manusia juga dapat berasal dari cakaran kucing atau anjing piaraan yang telah terinfeksi, termasuk melalui luka yang terkena darah hewan yang terinfeksi. Hewan piaraan juga dapat terinfeksi wabah ini akibat memakan tikus yang sudah terinfeksi wabah pes.

Risiko seseorang terkena pes akan lebih besar apabila orang tersebut berada atau pernah mengunjungi area-area yang memiliki kasus wabah pes. Seorang dokter hewan dan asistennya, serta orang-orang yang sering beraktivitas di luar ruangan, memiliki risiko terkena pes yang cukup besar.

Berikut lebih jauh mengenai penyebab dan faktor risiko Pes pada tiap jenisnya:

Ø Bubonic plague, disebabkan oleh gigitan hewan pengerat atau kutu. Pada kasus yang jarang terjadi dapat disebabkan juga oleh kontak langsung dengan benda yang telah disentuh oleh seorang penderita pes. Dinamakan sesuai area yang dijangkitinya, yaitu buboes (kelenjar getah bening yang bengkak).

Ø Pneumonic plague, ditularkan melalui udara dari batuk atau bersin penderita kepada orang lain yang menghirup udara tersebut sehingga menjadikannya sebagai jenis wabah pes yang bisa ditularkan antar sesama manusia.

Ø Septicemic plague terjadi ketika bakteri masuk ke aliran darah secara langsung, kemudian berkembang biak di dalam darah. Bubonic plague dan pneumonic plague juga dapat berkembang menjadi septicemic plague jika tidak segera ditangani.

Gejala Pes

Gejala pes atau sampar (plague) biasa muncul 2-6 hari setelah seseorang terinfeksi. Gejala penyakit ini menyerupai gejala yang disebabkan oleh flu, namun gejala lain juga dapat menyertai ketiga jenis pes yang telah disebutkan di atas. Gejala-gejala yang membedakan ketiga pes, antara lain: 

Bubonic plague
Gejala bubonic plague muncul satu minggu setelah pasien digigit oleh kutu yang terinfeksi. Gejala berupa pembengkakan atau rasa sakit pada kelenjar getah bening (buboes), pusing, nyeri otot, demam, gemetar, dan lemas. Pembengkakan ini biasanya muncul di leher, ketiak, pangkal paha, dan dan di sekitar area gigitan atau cakaran hewan. Bengkak dapat berukuran sebesar telur ayam dan nyeri serta hangat ketika disentuh.

Pneumonic plague
Gejala berupa batuk mengeluarkan dahak/air liur/nanah dari paru-paru, sakit dada, sesak napas, dan lemas. Wabah yang berkembang dengan sangat cepat ini dapat menyebabkan gagal napas dan syok bagi penderitanya hanya dalam periode dua hari masa infeksi sehingga harus sesegera mungkin ditangani.

Septicemic plague

Gejala berupa demam, lemas, gemetar, mual, muntah, sakit di area perut, diare, syok, hingga terjadi pendarahan yang keluar dari mulut, hidung, anus, atau di balik kulit. Gejala lainnya adalah warna kulit yang menghitam akibat kematian jaringan atau gangrene.
Waspadai kemungkinan pes atau sampar terutama setelah mengunjungi area yang memiliki kasus ini dan merasakan gejala yang disebutkan di atas. Segera temui dokter untuk mendapatkan diagnosis yang tepat dari gejala yang dialami, dan selalu kenakan masker untuk mencegah penyebaran penyakit ini.

Diagnosis Pes

Untuk mendapatkan diagnosis penyakit pes atau sampar (plague), dokter akan mengajukan pertanyaan serta melakukan pemeriksaan fisik yang berkaitan dengan gejala yang dirasakan. Dokter dapat bertanya tentang kapan gejala muncul, waktu dan lokasi perjalanan yang ditempuh, jenis obat-obatan atau vitamin apa yang sudah dikonsumsi, serta orang-orang yang sudah melakukan kontak fisik.
Tes darah dapat dilakukan untuk mengetahui keberadaan bakteri di dalam tubuh, terutama yang menyebabkan septicemia plague. Sampel cairan juga mungkin diambil dari kelenjar getah bening (buboes) yang mengalami pembengkakan untuk memastikan diagnosis bubonic plague. Sampel cairan juga dapat diambil dari saluran udara untuk mengetahui apakah seseorang mengidap pneumonic plague. Dalam hal ini sampel diambil menggunakan metode endoskopi, yaitu memasukkan sebuah tabung kecil yang fleksibel melalui hidung atau mulut hingga turun ke tenggorokan.
Pemeriksaan konfirmasi untuk Pes dapat memakan waktu 1-2 hari. Sebelum hasil tersebut keluar, pada kasus yang tidak jarang dokter akan memulai pengobatan Pes bila tes awalan menunjukkan kecurigaan ke arah Pes. Pengobatan yang lebih awal dapat memiliki perbedaan yang besar pada proses penyembuhan pasien dikarenakan perkembangan pes yang begitu cepat.

Pengobatan Pes

Pes atau sampar (black plague) ditangani menggunakan antibiotik, misalnya gentacimin dan ciprofloxacin. Bila tidak segera diobati, bubonic plague bisa berkembang ke jenis lain yang lebih parah.
Selain antibiotik, biasanya pasien septicemic plague dan pneumonic plague membutuhkan cairan infus, oksigen, dan terkadang juga membutuhkan alat bantu pernapasan. Kemungkinan isolasi bisa diterapkan pada pasien yang mengidap pneumonic plague untuk mencegah penyebaran terjadi. Tenaga medis, perawat, dan siapa saja yang berhubungan dengan penderita pneumonic plague dapat dimonitor kesehatannya, serta diberikan antibiotik sebagai tindakan pencegahan.

Komplikasi Pes

Pes dapat menyebabkan timbulnya kondisi yang bernama gangrene, dimana terjadi kematian jaringan oleh sebab terganggunya aliran darah ke jari-jari tangan dan kaki. Komplikasi lain Pes adalah meningitis (peradangan selaput otak). Inilah sebabnya makin cepat penanganan dan pengobatan yang dilakukan, maka dapat membantu mencegah pes berkembang menjadi kondisi-kondisi yang telah disebutkan sebelumnya, bahkan kematian.

  Pencegahan Pes

Mengawasi dan mengendalikan populasi hewan pengerat di sekitar rumah maupun lingkungan tempat tinggal merupakan langkah penting dalam mencegah berkembangnya bakteri penyebab pes. Mulailah dengan menghindari memiliki tumpukan benda-benda rongsokan, makanan hewan, atau kotoran yang dapat menarik perhatian tikus, seperti sikat, kayu, atau batu di sekitar rumah, kantor, bahkan pada area umum. Gunakan sarung tangan saat sedang berhadapan dengan hewan yang kemungkinan telah terinfeksi wabah agar kulit terhindar dari kontak bakteri.

Jika memiliki hewan piaraan, jangan lupa untuk selalu memonitor kondisi mereka setelah berkeliaran bebas di luar rumah, terutama jika tinggal di area yang memiliki kasus pes. Jangan lupa untuk memastikan hewan piaraan dan keluarga telah menggunakan produk antiserangga atau kutu, khususnya sebelum beraktivitas di luar ruangan. Cegah hewan piaraan untuk tidur di kasur tidur atau sofa ruang tamu untuk mencegah penyebaran kutu pes. Segera temui dokter hewan jika hewan piaraan secara tiba-tiba mengalami sakit.
Segera temui dokter jika diri Anda terpapar kutu ketika wabah pes sedang merebak untuk mendapatkan penanganan awal.


The Black Death

Black Death (Wabah Hitam) yang terjadi pada Zaman Pertengahan (Middle Ages) mulai masuk di Eropa barat sekitar tahun 1347 dan di Inggris pada tahun 1348. Black Death atau pestilencia, atau disebut juga ‘epidemik penyakit’, merupakan bencana kematian terbesar, ‘magna mortalitas’, (great mortality) pada saat itu dipandang dari sisi jumlah persentase kematian. Pandemik tersebut menghancurkan proporsi populasi atas kejadian tunggal serupa. Salah seorang yang ‘selamat’ dari bencana itu menyebutkan “jumlah yang hidup untuk mengubur yang meninggal sangat sedikit”. Tak seorangpun tahu apa penyebabnya.
Akibat yang ditimbulkan sangat dahsyat, tercatat angka 75 – 200 juta orang meninggal dunia di Euroasia dan mencapai puncaknya di Eropa dalam kurun waktu tahun 1346-1353. Banyak teori yang menyebabkan pandemic ini, salah satunya adalah dari analisis DNA dari penduduk di utara dan selatan Eropa yang diterbitkan pada tahun 2010 dan 2011 yang mengindikasikan bahwa pathogen (mikroorganisme parasit) yang disebut dengan nama “Yersinia pestis bacterium” lah yang mengakibatkan terjadinya plague (wabah/penyakit) ini, termasuk bubonic plague, yang sekarang dikenal dengan nama penyakit pes/sampar (penyakit kencing tikus).
Black Death dianggap berasal dari dataran tinggi Asia Tengah yang kemudian menjadi Jalur Sutera (The Silk Road), sampai mencapai Crimea (Ukraina, sekarang) pada tahun 1343. Dari Crimea, pandemic tersebut sepertinya dibawa oleh kutu tikus oriental (Oriental rat fleas) yang hidup sebagai parasit di tikus hitam yang secara regular “terbawa” di kapal dagang. Menyebar melalui Mediterania dan Eropa, Black Death selanjutnya diestimasi telah membunuh 30-60% dari total populasi orang Eropa. Secara total, wabah ini telah mengurangi populasi dunia dari estimasi 450 juta menjadi 350-375 juta pada abad ke-14. Bahkan populasi dunia secara keseluruhan setelah terjadinya wabah Black Death, tidak menutupi jumlah populasi dunia sampai abad ke-17, dibandingkan sebelum wabah Black Death menyebar.
Black Death telah menciptakan berbagai macam pergolakan mulai dari agama, social, dan ekonomi telah berperan sangat besar merubah sejarah Eropa.

Black Death (Wabah Hitam) merupakan malapetaka yang dahsyat di Inggris pada masa Zaman Pertengahan. Black Death membunuh 1 dari 3 penduduk, dan cara penyembuhan dari Black Death berbagai macam mulai dari yang absurd sampai yang pakai akal sehat. Berikut beberapa cara pengobatan Black Death saat itu:
Pengobatan dengan cuka dan air
Jika seseorang terkena wabah ini, orang tersebut harus diletakkan di tempat tidur. Selanjutnya, orang tersebut harus dimandikan dengan cuka dan air mawar (vinegar and rose water).
Menutup bengkak luka
Bengkak akibat Black Death harus dibelek agar penyakit tersebut keluar dari tubuh. Campuran dari getah pohon, akar dari bunga lili putih dan feses yang telah dikeringkan harus dibalur di tempat bengkak yang telah dibelek.
 Perdarahan
Penyakit tersebut pasti didalam darah. Urat nadi yang mengarah ke jantung harus dibelek agar penyakit keluar dari tubuh. Salep yang terbuat dari tanah liat dan bunga Violet harus dibalur di tempat bengkak yang telah dibelek.
Diet
Penderita tidak boleh makan makanan yang gampang dicerna dan berbau menyengat seperti daging, keju dan ikan, melainkan roti, buah dan sayur-sayuran.
 Sanitasi
Jalan-jalan harus dibersihkan dari seluruh kotoran manusia dan binatang. Semua itu harus dibawa dengan gerobak ke luar desa dan dibakar. Seluruh mayat harus dikubur didalam lubang yang dalam diluar desa, termasuk pakaian mereka.
 Obat Pestilence
Panggang kulit telur, campur kedalam bedak. Potong daun dan daun bunga Marigold. Letakkan kulit telur dan daun bunga marigold dalam pot good ale. Tambahkan sirup hitam dan panaskan di atas api. Pasien harus minum ramuan ini setiap pagi dan malam.
Paranormal
Letakkan ayam betina disamping bagian bengkak untuk mengeluarkan penyakit dari tubuh. Untuk menambah penyembuhan, pasien harus minum segelas urine (air kencing sendiri) 2 hari sekali.


GEMESS (Garing mak Kress) : Anak Kebanggaan

Alkisah di sebuah kota metropolitan terdampar seorang anak perantauan ingusan bernama Paijo. Paijo anak tunggal berasal dari desa kecil di timur pulau jawa. Dia pergi jauh dari orang tua demi bisa mencari nafkah. Ibunya sangat berat melepasnya. Air mengalir dari mata yang masih sembab dari semalam saat prosesi pamitan.

Singkat cerita, Paijo berhasil jadi karyawan sukses di salah satu kantor pemerintahan. Sebagai persiapan mudik ke kampung, Paijo membelikan baju gamis panjang warna putih plus jilbab buat ibunya. Agar pas lebaran nanti ibunya dipanggil "Bu Haji".

Lebaran pun hampir tiba dan Paijo sudah kembali ke kampung halamannya dengan status "pria sukses". Setelah sungkem ke ibunya, bergegas dibukanya tas ransel merk ternama kebanggaannya.

"Mbok, ini aku beliin baju gamis buat sholat ied lusa" Paijo menyodorkan bungkusan plastik transparan dengan label harga yang masih terpampang.

"Ini merk mahal lho Mbok" tambah Paijo membanggakan.

"Aduh le.. thole... ibu ga suka baju warna putih gini... cepet kotor" sang ibu ternyata kurang puas dengan oleh-oleh dari Paijo

"Oalaah.. ibu ga bilang sih... tapi tenang Bu, besok aku beliin lagi di pasar depan... aku pilihin yang paling mahal"

"Waah.. beneran le? kowe banyak duit tho? " Wajah ibunya mendadak berubah jadi sumringah

"Tenang bu... Aku saiki wis sugih" Paijo membusungkan dada

Akhirnya keesokan harinya Paijo mencari-cari gamis sesuai keinginan ibunya. Setelah putar-putar pasar, pilihan jatuh pada gamis panjang warna hitam dengan harga paling mahal.

"Ibu pasti suka kali ini" batin Paijo

Ternyata benar, ibunya sangat senang dibelikan gamis hitam panjang.

"Nah ini baru pas... warna hitam... favorit ibu... ga gampang kotor jadi ga perlu sering-sering dicuci" sang ibu tersenyum lebar membentangkan gamis yang baru saja dibelikan.

Keesokan hari setelah sholat ied dan salam-salaman, sambil makan ketupat, Paijo dan keluarga berbincang bersama.

"Paijo ini emang kebanggan si mbok dari dulu" ujar ibu Paijo singkat sembari masih memakai gamis hitam pemberian Paijo dan menyendok makanan.

Seketika Paijo jadi membesar kepalanya.  "Pasti ini karena aku uda sukses dan bisa membelikan ibu baju mahal" Paijo sombong dalam hati.

"Ah ibu, itu kan cuma baju aja.. ga seberapa harganya" Paijo mencoba rendah hati tapi dengan wajah yang masih tampak angkuh

"Eh.. bukan itu le, si mbok bangga bukan karena itu" Ibu Paijo membantah.

"Ooh.. bangga kenapa mbok?" Paijo penasaran.

"Iya, si mbok dari kowe cilik selalu membangga-banggakan kowe di depan teman teman si mbok" Ibu Paijo memulai ceritanya.

"Karena di antara kami semua cuma si mbok yang anaknya ga gampang kotor" Ibu Paijo melanjutkan sambil nyengir

Apalah Bedanya

apalah bedanya kematian
dengan hidup
yang tanpa saling sapa
dengan hidup
yang tanpa berbagi berita

apalah bedanya kematian
dengan hidup
yang rindunya tak pernah reda

apalah bedanya kematian
dengan hidup
yang tanpa berbantu derita
dengan hidup
yang tanpa kemarahan tentang angkara

apalah bedanya kematian
dengan hidup
yang tanpa kehidupan

*pekalongan 5 mei 2017

Quarantine

Ketika mendengar kata (Karantina) / Quarantine, apa yang terlintas di benak anda? Mungkin orang dengan penyakit menular (infected desease) seperti lepra, cacar air (smallpox) atau tuberculosis (TBC)?

Tapi tahukah anda darimana kata Karantina berasal?

Kata Karantina berasal dari bahasa Italia, tepatnya dialek Venesia yaitu ‘quaranta giorni’, yang berarti “empat puluh hari”. Hal ini berasal dari sejarah ketika kapal-kapal dan orang-orang dilakukan isolasi selama 40 hari sebelum memasuki kota Dubrovnik di Kroatia (saat itu Kroatia dikuasai oleh Italia). Praktik ini dilakukan sebagai upaya pencegahan penularan penyakit yang disebut dengan The Black Death.































































































































































































































































































































































































Kekasih


Ketika kau memiliki sayap, sedang aku tidak
Melarangmu terbang karena khawatir engkau jatuh
adalah ketakutanku bukan ketakutanmu

Sayap-sayapmu menawarkan banyak kebebasan
mengarungi luasnya angkasa dan melihat dunia
Dan sebuah tanya memberat di kepala
Bagaimana nantinya engkau memandang tempatmu bermula?

Pada waktu, kulihat diriku
Apakah ketakutanku akan menarikmu
atau peluang kebebasanmu mampu mengangkatku?
Meninggikan sangkar atau membiarkanmu keluar?


Pada cinta kutemukan jawabnya
Akan kurelakan engkau bebas terbang melayang
dan aku akan menjadi tempat yang paling engkau inginkan
untuk selalu kembali pulang

cinta yang mengikat
adalah juga cinta yang membebaskan

J0515

a d a s e n j a

ada kalanya senja berdebu
ada kalanya senja diam saja dalam kamar
ada kalanya senja berkeringat sebab berlarian di sepanjang lorong ini
ada kalanya juga ia bisu.
namun senja,
selalu saja terbelenggu mantra,
yang bernama "rindu"

Kisah Si Pembuat Kopi

Pintu pagar terdengar sedikit berdecit karena mungkin kurang pelumas. Bunyi itu jadi tanda buat Mbak Surti bahwa majikannya Pak Sudi telah pulang dari mencari nafkah. Seperti kebiasaan tiap hari, Mbak Surti langsung bergerak dari depan tv menuju dapur dan mengambil panci. Dikucurkan air mineral dari dispenser ke dalam panci kemudian segera dipanaskan di atas kobaran api.

Gagang pintu nampak dibuka dengan sedikit keras mirip didobrak. Pak Sudi nampak masuk ke ruang rumah yang sudah sepi. Belum lagi dia mencari sang istri, sudah keluar suara lantang dari tenggorokan, "Surtiii... buatin kopiii !!"

"Injih ndoro... ini sedang saya rebus airnya" jawab surti dari balik ruang dapur.

Mendengar jawaban Mbak Surti, Pak Sudi sedikit bergegas melangkahkan kaki ke dapur. Sembari melongok dari balik tembok Pak Sudi mencoba memberi instruksi, "Ingat ya Surti... jangan terlalu manis"

"Injih ndoro.. " Mbak Surti hanya mengangguk sambil menunduk

Meski injah injih saja di mulutnya, sebenarnya di benaknya Mbak Surti berpikir keras bagaimana memenuhi perintah majikannya tadi. Ya, instruksinya hanya 'jangan terlalu manis". Padahal 'manis' tentu tergantung pada lidah dan perasaan masing-masing individu. Ini ditambah lagi kata "terlalu". Bagaimana menakar kadar "manis" itu sudah menjadi "terlalu" atau belum karena hanya Rhoma Irama yang bisa tau dengan pasti.

Itulah permasalahan pelik Mbak Surti tiap malam. Meski sudah perintah rutin sehari-hari, tapi selalu saja ada yang kurang memuaskan di mata majikannya. Tapi karena hanya seorang pembantu ya Mbak Surti hanya bisa melaksanakan perintah dan pasrah jika majikannya marah-marah.

Sambil mempersiapkan mental, Mbak Surti berjalan menyuguhkan kopi racikannya yang menurut dia dan pengalaman sebelumnya sudah masuk kategori "tidak terlalu manis".
Diletakkannya cangkir di atas meja di depan Pak Sudi yang sedang melepas sepatu dan kaos kaki.

Diseruput kopi yang masih tampak berasap itu oleh Pak Sudi, sedangkan Mbak Surti masih berdiri dengan nampan di pelukan menunggui. Mbak Surti memang diperintahkan untuk tidak langsung pergi setelah menyuguhkan kopi, agar Pak Sudi bisa mengomentari (kata halus dari memarahi).

"bbbhh... pahit banget kopinya, Surtiii uda berapa kali saya bilang, saya maunya jangan terlalu manis bukan berarti ga manis kan?" bentak Pak sudi sambil menyemburkan kopi yang sudah sempat diseruputnya.

"Sudah kamu kasih gula belum ini? jangan-jangan lupa lagi kamu kasih gula! "

"Maaf ndoro...itu sudah saya kasih gula seperti biasanya, dua sendok kecil saja" Mbak Surti coba menjelaskan.

"Ah, ga mungkin ini rasanya ga kaya biasanya, 2 sendoknya penuh apa ngga? jangan-jangan dua sendok tapi ga penuh isinya" Pak Sudi masih tidak terima.

"Sudah ndoro, ini takarannya uda sesuai arahan ndoro" Mbak surti coba membela diri.

"Alaah, banyak alasan kamu.. sini ikut saya..." Pak Sudi masi bicara dengan nada tinggi sambil melangkah ke dapur. Di belakangnya surti berjalan mengikuti.

Di dapur Pak Sudi langsung menuangkan kopi sesuai takarannya dan gula sebanyak dua sendok kecil. Kemudian menunjukkan kepada Mbak Surti, "Nih.. segini Surti.. masa dikasih tau ga ngerti-ngerti". Kemudian menuangkan air panas yang masih tersisa di panci. Mengaduk dan mencoba mencicipinya.

"Naah ini kan pas... ga terlalu manis tapi ga pahit juga" raut Pak Sudi nampak menunjukkan kepuasan atas hasil karyanya sendiri.

"Injih ndoro" Mbak Surti cuma bisa pasrah.

Karena meskipun tiap malam mintanya sama, 'kopi tidak terlalu manis' tapi takaran ideal menurut Pak Sudi selalu  berubah-rubah. Wajar memang karena "tidak terlalu manis" itu sangat relatif dan tergantung selera. Dan selera bisa berubah-ubah tergantung kondisi masing-masing orang tiap harinya.

Coba saja misalnya tiap minta dibuatkan kopi, Pak Sudi mintanya bukan "jangan terlalu manis", tapi minta dengan jelas, contohnya "Surtiii...buatin kopi dengan takaran kopi tiga sendok dan gula dua sendok, ya!"
Jadinya Mbak Surti kan bisa jelas takaran buat kopinya. Dan kalau Mbak Surti bikinnya ga sesuai takaran yang diminta, Pak Sudi bisa jelas juga marah-marahnya. Begitu juga Mbak Surti, bisa jelas juga membela dirinya kalau dia sudah meracik kopi sesuai arahan majikannya.

nb: cerita ini memang fiktif belaka dan bukan nota dinas, jika terdapat kemiripan dengan proses penyusunan nota dinas, itu hanya kebetulan belaka :D