Diary Umbi

 Dear diary,


Hari ini ada yang mutasi,

Ada yang ke sana, ada yang ke sini,

Para petinggi hilir mudik cari informasi

Bagimana si itu, bagaimana si ini

bergegas lekas atur strategi

Jangan sampai si itu, ke sini,

Agar kita tak terbebani nanti

Jangan sampai si ini ke sana

Enak banget mereka, kita dapat sisa


Kita para umbi,,

Kadang seperti komoditi

Yang bisa di tawar ke sana ke mari

Sedang  kita tak pernah punya opsi

Selain menerima siapapun teman atau petinggi,

Anggap saja kalau kebetulan dapat yang baik,  itu rejeki 

kalau dapat yang galak,  menjadi uji

kita hanya perlu bersabar, 

karena untuk itu juga,

Salah satu alasan kita umbi diberi gaji


Baik atau buruk kita,

Baik atau galaknya mereka,

Tak ada yang abadi

Cepat atau lambat,  kita atau mereka  aka pergi 

dan terganti, 

kita hanya perlu bersabar, 

karena untuk itu juga,

Salah satu alasan kita umbi diberi gaji


(Iseng pagi pagi, semua ini fiksi, kalau ada kesamaan  cerita, hanya  kebetulan semata,Bersabarlah kita  semua, karena untuk itu , salah satu alasan kita dibayar negara,)

Hikayat

(untuk tetehnumaketiung : Mahadewi)


ku selalu ingin ke sini,

Suatu tempat di ujung jalan paspati

Merawat ingatan tentang masa itu,

Kita yang duduk berhadapan 

Terpisahkan oleh meja panjang,

Makanan pesanan  yang dibiarkan dingin,

oleh percakapan dan tatapan yang hangat

Sesekali waktu itu 

Kali kaki kita yang berayun 

Di bawah kaki meja

saling bertubrukan,

Lalu kitapun tertawa bersama

Seperti kanak yang baru tahu cinta


Aku selalu ingin ke sini,

Mengingat caramu memuji 

atau menguji ku pertama kali 

 "Kamu tak tampan, 

tapi aku suka dengan dua bola matamu, 

yang kecoklatan lucu seumpama mata kelinci,

 dan alis matamu  yang tebal, seperti ulat bulu"


Sungguh,  waktu itu kupikir  kamu 

hanya basa basi,

Hingga dua puluh satu tahun hari ini,

kau tak pernah berhenti

Memuji dua mata kelinci itu 


Yang menatapmu takjub, setiap hari


(Puisi yang belum selesai, mungkin tak akan pernah selesai )