Tampilkan postingan dengan label Abdullah M.. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Abdullah M.. Tampilkan semua postingan

Tenggara

Tenggara (South-East) adalah irisan miris antara selatan dan timur. Dunia ini telah terkotak-kotak, baik sengaja atau tidak, sesuai dengan arah mata angin dan ada stereotip ngawur di balik penyebutan arah-arah itu. Ada Negeri Barat. Ada orang-orang Timur. Ada Negeri Timur Tengah; Negeri Timur Jauh. Perjalanan ke Barat Mencari Kita Suci. Dan lain sebagainya.

Barat berasosiasi dengan kemajuan, kehebatan, bebas, kapitalis, sekaligus kebejatan moral. Sedang arti kias untuk timur adalah kemiskinan, demokratis, keramahtamahan, dan mistis. Utara, sebagaimana barat, dapat untuk mewakili kemajuan, kekayaan, kesetaraan, liberalis, dan juga sosialis. Sedangkan selatan adalah kemiskinan, hidup sederhana, kebodohan, padat penduduk, terbelakang, tetapi pongah. Jadi, tenggara adalah matriks mengenaskan dari keramahan, kebodohan, terbelakang, mistis, kemiskinan, dan bawah.
Hasil gambar untuk peta dunia
Peta Dunia (sumber: Google Search - InfoIndonesiaKita.com)
Belum lagi dalam koordinat GPS, selatan dan timur dinotasikan dengan angka negatif. Jika bola bumi yang bulat ini dibentangkan menjadi peta datar, Indonesia dan Australia berada di pojok kanan bawah (dari sudut pandang gambar: pojok kiri bawah). Artinya: tenggara. Sebab di pojok tenggara, rasanya agak jauh dari ‘peradaban’. Jadi sebenarnya saya tidak mudeng kenapa dulu Indonesia disebut berada pada silang strategis jalur pelayaran.  Kalaupun iya, karena memang Indonesia di kelilingi samudera dan sedikit tetangga daratan, yasudahlah ya. Lihatlah jaman sekarang di mana lalu lintas udara lebih diandalkan dan Indonesia tidak berada pada silang strategis penerbangan itu.

Lihatlah peta dunia itu, Asia berada berada di sisi timur, karena memang memiliki koordinat bujur timur. Di Asia, negara-negara paling timur sekaligus paling selatan menamai diri mereka dengan Asia Tenggara. Di Asia Tenggara sendiri, negeri paling selatan dan paling timur adalah Indonesia. Di Indonesia, ada pulau-pulau yang oleh negeri itu disebut sebagai Nusa Tenggara. Nah, perjalanan kita kali ini menyapa saudara kita yang ada di pulau paling tenggara dari negeri paling tenggara di Asia paling tenggara. (sebenarnya ada yang lebih tenggara sih, yaitu Australia, tapi itu tidak di Asia dan biar sesuai dengan tema kali ini, maka Australia kita sekip aja).

Maafkan kami (saya) yang hanya mampir sebentar dan sudah gitu menilai dengan sebelah mata soal “tenggara” ini. Tapi jujur saja, ini memang kesan pertama ketika mendengar nama dan letaknya di Bumi yang bulat ini: Nusa Tenggara Timur (Nusa Selatan-Timur Timur dengan dobel timur!). Dan demi menjaga agar kata-kata tidak menyakitkan Saudara-saudara yang ada di sana, mending foto saja yang berbicara.

Jalur Susu a.k.a Milkyway (dokumen pribadi)
Mendengar kata Waingapu, yang terbayang pertama adalah gelap. Bukan warna kulit atau masa depan, tapi langit malam. Sayangnya jadwal berkunjung ke sana bertepatan dengan ayyamul bidh. Terang bulan akan mendominasi bentang malam tiga hari berturut-turut. Kesempatan memotret Bimasakti hanya ada waktu sempit di penghujung malam, sebelum fajar, pada kesempatan pertama sampai di sana.

Ada sebuah kalimat yang pernah saya dengar di komunitas orang-orang yang suka bengong di bawah langit malam selatan, yaitu ‘melihat polaris’ (melihat rasi bintang penunjuk kutub utara). Setahu saya, itu artinya: pergi ke utara di negeri 4 musim, merantau dalam rangka kuliah. Utara, 4 musim, dan kuliah adalah kombinasi legit di balik cita-cita ingin melihat polaris.
Kampung Raja Prailiu (credit: Mba FitMS)
Menemani mbak-mbak traveller adalah kebetulan yang alhamdulillah. Maaf ya mbak saya upload foto ini. Makasih lho.

Pantai Watu Parunu (dokumen pribadi)
Di Kebumen juga ada sih pantai semacam ini. Ke pantai ini aksesnya susah boy. Tak tahulah gimana bisa nyampe. Tapi seru.
Pantai di Belakang Hotel yang Surut di Sore Hari (dokumen pribadi)

Mama Berkisah tentang Raja-raja di Desa Rindi

Rumah Adat di Desa Rindi
Barangkali tidak adil membandingkan NTB dan NTT, karena saya sempat ke ibu kota NTB (Mataram) dan belum pernah ke ibu kota NTT (Kupang). Sebagaimana saya pernah ke Trawangan tapi hampir mustahil menengok ke Nihiwatu. Tapi NT Barat dan NT Timur ini memang banyak bedanya. Tidak bermaksud SARA, tapi NTB mengenalkan diri pada dunia dengan wisata halalnya (walaupun di Senggigi dan Trawangan miras dan obat terlarang ditawarkan tanpa malu). Sedangkan banyak orang berkunjung ke Larantuka, NTT, demi melihat tradisi Paskah di sana. Lombok menjuluki dirinya sendiri sebagai Pulau Seribu Masjid, sedang masjid raya di Waingapu saja masih bagusan masjid di kampung saya kemana-mana.

Semoga ini tidak ada kaitannya dengan pemakaian kata 'barat' dan 'timur' pada nama masing-masing propinsi (ingat stereotip ngawur soal arah di awal tulisan ini).
Credit: Wasis P.
Ini adalah titik paling selatan yang pernah saya pijaki. Secara pribadi saya juga lebih ingin pergi ke utara-barat (barat laut) meski tidak ada hubungannya dengan arah kiblat Muslim Indonesia. Mungkin karena saya juga orang timur dan selatan. Di kampung saya, laut hanya berjarak tiga puluh menit bersepeda (kurang dari 10 km lah). Dari pantai itu, kalau kamu berlayar lurus ke selatan, kamu tidak akan menemui secuil pun daratan sampai bertemu Antartika. Jarak dari pantai di Kebumen sampai ke Antartika itu mencapai 80 derajat lintang lho. Kebayang kan seberapa “selatan” Kebumen itu?

Salam,
AM

PS: Maaf ya ternyata ga banyak cerita soal Waingapu dan NTT. Semoga sudah pernah membacanya di blog lain. Lagian, judulnya kan cuma 'tenggara'.

Tanda

Tidak ada satu pun peristiwa fisika di alam semesta yang membedakan hari Senin, Kamis, atau Minggu. Maka, yang menandakan bahwa hari ini Jumat adalah al Kahfi, sholawat, dan khotbah. Oh, tapi kamu boleh juga sih menandainya dengan bike to work, senam, atau nongkrong lebih lama di kantin kantor. Rayakan saja Jumatmu, apapun pendapatmu tentangnya: hari raya umat Islam, hari terakhir bekerja pekan ini, sehari lagi malam minggu dan sepi, atau sekedar ya pokoknya besok bisa jalan-jalan bareng keluarga.

Hari-hari adalah kesepakatan, sedang waktu adalah kesempatan. Pagi berulang, tapi waktu tak pernah pulang, walau sebenarnya tak juga hilang. Waktu adalah pita panjang dari awal yang tak kelihatan dan akhir yang tak dapat ditebak, tapi ia digulung sama panjang dengan ukuran satu putaran bumi terhadap dirinya sendiri bernama hari.

Saya pikir ini sebuah keajaiban, bahwa semua agama-agama samawi (agama yang ‘diturunkan dari langit’) setuju kalau seminggu ada tujuh hari. Padahal tidak ada referensi ilmiahnya, atau peristiwa alamiah yang mendasarinya. Ini sebenarnya sebagai tanda, bahwa asal muasal manusia memang Satu. Hanya saja berselisih cara dan hari raya peribadatan. Tapi entahlah mengapa tidak ada yang menjadikan senin sebagai hari raya.

Hari ini bulan mati, sejak pagi. Dan ia lahir kembali malam ini. Alhamdulilah dapat dirukyat, karena secara hisab, sabit berada di ketinggian lebih dari 2 derajat di atas horizon ketika matahari tenggelam. Untungnya, baik melihat maupun menghitung, keduanya sepakat untuk menjatuhkan Ramadhan pada tanggal satu, pada hari Sabtu yang sama.

Sebenarnya soal bulan-bulan dalam kalender lunar (qomariyah), tidak ada beda pertanda fisika antara satu bulan dengan bulan lainnya. Lain dengan bulan-bulan dalam kalender solar (syamsiyah). Januari bisa dibilang hujan sehari-hari bagi sebagian besar negara di wilayah tropis. Desember adaalah musim dingin di utara. Tanggal 7 Juli hampir selalu ditandainya dengan terbitnya Vega dan tenggelamnya Sirrius, terutama pada tahun-tahun nonkabisat.

Namun, tidak ada peristiwa-fisikia rutin yang menandai malam ini adalah Bulan Ramadhan. Penandanya adalah dirimu sendiri, apa yang kamu lakukan terhadap waktu. Apa yang kamu kerjakan dari sabit yang terlihat malam ini sampai 29 atau 30 hari ke depan ketika Bulan mati dan hidup lagi dalam sehari. Jika kamu sahur, puasa, berbuka, tarawih, itikaf, memperbanyak qiraah dan sedekah, kamu boleh menandainya sebagai Ramadhan.

Jika dalam suatu bulan kamu banyak melakukan kondangan doang tanpa mengundang, bagi orang lain mungkin itu tanda bulan Syawal. Bagimu, mungkin itu perpanjangan Ramadhan. Kamu perlu berpuasa lagi. Itu tandanya kamu masih……..ah sudahlah.

Salam,
-ΛM-

Untuk Perempuan yang Tinggal di Ingatan

Sore di Pante (dokumen pribadi)
cukukuplah Siti Nurbaya,
gadis sempurna tempo Belanda yang mengalaminya
menjadi tumbal engku datuk bermuka baja
kepada engkau wahai Marah Rusli,
bilakah aku sang Samsul Bahri?

di antara malam-malam yang kalut, ia berdiri
menundukkan warna-warni pelangi
dalam dekapan hatinya sendiri
itulah sebab aku mengantri

pingitan menjadi tempatnya berkutat
balutan tapih tetap berkelebat
hingga waktu datang sekarat
kini, wanita menjadi perempuan telah sepakat
lelaki dan perempuan adalah sepangkat

kodratnya bertanak nasi
tapi ia mampu bertaji
kalaupun ia lelaki
malulah aku, pasti

bayang hitamnya pun cantik
ketika para muda berisik,
berusaha mengejar tanpa titik,
hanya agar menjadi milik
aku turut panik

dia, Siti Nurbaya millenium
menjaga diri tetap ranum,
berbaris bersama sebagai makmum,
membalas dengki dengan semanis senyum

dia, Sri Kandi sepanjang masa
meski cantik serupa Cleopatra
tak disangka dia juga perkasa

"Aku yakin dia lebih anggun dari Anna Althafunnisa"*

-M-