Buaian Sayang Bak Piring Melayang


Tetesan hujan  yang jatuh di atas jerami

Tak membuat rasa ini menjadi doremi

Terbayang eropa yang musim semi

Mengingatkan dia bermain kartu remi

 

Kembali hujan berkawan malam sepi

Tak mampu menjaga rindu jati diri  

Terbuai nyanyian sendu kekasih hati

Mengobati asa yang mulai mati

 

Masih hujan seperti malam sebelumnya

Tak mendua angan tanpa nyata  

Pun ingatan masih terkoyak hampa

Mengurai jeritan sebuah jiwa

 

Andaipun hujan tak seperti biasanya

Berilah awak kesempatan bersuara

Agar jiwa yang duka dan terluka

Mampu meminang adinda

 

Bekasi, 11 September 2021


This poem can be seen at the link below 

https://rulyardiansyah.blogspot.com/2024/04/buaian-sayang-bak-piring-melayang.html

Senja


Kala langit merah di ufuk barat

Begitu juga merah pipimu yang teringat

Terbayang senja di pantai Sulawesi barat

Tak kan ku lupa pesan yang yang tersirat

 

Ketika malam mulai mendekat

Tak banyak yang akan kulihat

Meskipun aku berusaha dekat

Tanpa diri dan bayangan yang melekat

 

Kuingat senyuman mu yang memikat

Dibalik sebuah gondola yang terikat

Tak banyak yang kurasa dan kuingat

Namun cinta ku selalu melekat

 

Ketika malam sudah mulai pekat

Tak terasa diri ini semakin teringat

Wajah ayu yang selalu lekat

Jika diri ini masih mampu mendekat

 

Bekasi, 2 September 2021


This poem can be seen in the link below 

https://rulyardiansyah.blogspot.com/2024/04/senja.html 

Hujan di Akhir Pekan

Di penghujung pekan, 
Langit mendung menggantung rendah, 
Namun hati riang tak terbendung, pulang menanti ceria. 
Di meja kerja, pikiran melayang ke rumah, 
Juga kenangan tawa renyah teman-teman,
dan halaman-halaman kisah. 

Kembali ke rumah, pena dan kertas menunggu setia, 
Melukis kata, menari dalam irama sastra. 
Seni, musik, dan film, jendela jiwa yang terbuka, 
Mengajak berkelana, meski duduk tenang di sofa. 

Ah, weekend mendung, kau bukan kelabu, 
Namun kanvas bagi impian dan ragam warna baru. 
Di rumah yang hangat dan selalu setia, 
Temukan kebahagiaan, dalam simpul-simpul cerita.

Jakarta 26 April 2024

Note : all arts made in collaboration with AI

D.A.M.S

 

It can’t be word

But it is an abbreviation

Some works should be hold

Not only a creation

 

It is an assignment

That should be finished

It is a kind of supervision

That made assignment cleared

 

It is a homophone sound

Like a dumb without “s”

But it is not playground

Like a drum without “s”

 

It is look like daily

But it is incidentally

The meeting is held routinely

But it reported immediately

 

I am only human

That can be a servant

I only deliver an assignment

Without less feeling reluctant

 

Without any hesitation

Please cheer me up

And go to any invitation

Then let it show up

 

Bekasi, 31 Agustus 2021


This poets can be seen in link below 
https://rulyardiansyah.blogspot.com/2024/04/d.html 

Basuh



Sehelai daun kering yang melayang jatuh,
Telah tertulis dulu pada masa yang jauh,
Tak cukup alasan hatimu merapuh
Ketika hasil tak sebanding basahnya peluh

Sekuat apapun teriakmu mengaduh
Yang telah lewat,takkan lagi tersentuh ,
Jadikan saja semua menjadi suluh
Penerang jalanmu,agar kian kukuh

(bekasi,300324)


Gadis Ketek (3)

Jeng yah,


pernah,

sepatah kata "'terserah"'

mu lebih punya tuah 

dibanding ribuan kata berbusah

membuat semua langkah 

menjadi serba salah


tetapi, ketahuilah,

bahkan lelaki paling perkasapun,  punya rasa lelah

pada akhirnya aku memilih menyerah

kata terserah mu  menjadi untaian indah

pengantar  mengakhiri kisah 


Muaaah.....


(Gadog, 280224)

Musim Hiperbola

Selepas Isya, usai santap malam yang mengenyangkan, Dirum mendaratkan tubuh di sofa kesayangannya seraya mengambil remote TV yang rebah di atas meja. Belum sempat tangan Dirum meraih remote, hape yang juga tergeletak di meja menyala. Nama Durim terpampang di layar hape yang sedang memanggil itu. Lalu, sambil menyandarkan diri, Dirum segera mengangkat panggilan dari Durim.

‘Halo, Assalammualaikum Rum!’, suara Durim terdengar keras dan antusias membuka percakapan.

‘Waalaikum salam, Sepupu!’ jawab Dirum dengan gembira.

Sudah lama Durim, sepupu jauh Dirum yang tinggal di Desa Kononda tidak menelepon. Terakhir Durim menelepon seingat Dirum adalah tahun lalu saat mengabarkan undangan pernikahannya sekaligus  menyampaikan soal kebun durian dan rambutannya yang tengah berbuah lebat. Maka yang terlintas pertama dibenak Dirum usai menjawab salam dari Durim adalah, ‘Apakah Durim kali ini akan mengabarkan tentang kelahiran anak atau waktu panen durian dan rambutan yang segera datang?’

Dan ternyata bukan itu yang dikabarkan Durim. Bukan soal hasil cocok tanam bersama istrinya dan bukan pula hasil cocok tanam di kebunnya. Bukan soal musim buah-buahan. Yang Durim kabarkan adalah saat ini di Desa Kononda sedang musim yang lebih seru dan menarik dari sekedar musim buah-buahan. Durim punya istilah unik untuk musim yang sedang berlangsung di Desanya itu, musim hiperbola.

Dirum awalnya bingung dengan istilah itu. Setelah Durim menjelaskan dan menceritakan banyak hal soal musim hiperbola. Barulah Dirum faham dan banyak terpingkal mendengar ocehan Durim sambil menanggapi sesekali. Saking asyiknya mengobrol dengan Durim, Dirum tidak menyadari kedatangan Urug yang tiba di rumah setelah mengikuti rapat entah tentang apa di rumah tetangga.

Urug, dengan wajah sedikit heran hanya menatap Dirum sambil mengambil duduk di samping Dirum lalu menjawilnya. ‘Telepon dari siapa Rum? Asyik sekali kelihatannya!’

Dirum yang baru menyadari kehadiran orang lain di sebelahnya setengah kaget menoleh dan mendapati wajah Urug dengan rona ingin tahunya. Sambil menjauhkan sedikit hapenya kemudian ia berkata, ‘Eh, Urug. Sudah di rumah toh. Kapan sampainya?’

‘Kamu itu, ditanya malah balik bertanya’, semprot Urug.

‘Hehehe, iya Urug maaf. Dari Durim, Rug’, sahut Dirum.

‘Ada kabar apa anak itu, Rum?’ tanya Urug sambil coba meraih remote TV.

Dirum tidak langsung menjawab pertanyaan Urug karena tampaknya Durim tengah terburu-buru akan mengerjakan sesuatu. Terdengar suara perempuan yang memintanya untuk segera berangkat. Mungkin suara istrinya, pikir Dirum. Dan Durim, dari nada suaranya seperti ingin segera mengakhiri pembicaraan. Dan benar saja, Durim dengan nada tergesa dan permohonan maaf segera menyelesaikan panggilannya sambil tidak lupa menitipkan salam untuk Urug. Setelah Durim menutup telepon barulah Dirum berkata,’Itu, Durim menawarkan untuk liburan long weekend ini main ke Kononda. Katanya suasana desa sedang ramai meriah karena sedang musim hiperbola. Ia juga titip salam untuk Urug.’

Kalau sebelumnya Dirum yang bingung mendengar musim hiperbola, kali ini kejadian serupa berulang pada Urug. Remote TV yang sudah dipegangnya kemudian diletakkan kembali. Dengan wajah menuntut penjelasan, ia berucap, ‘Istilah apalagi ini Rum. Musim hiperbola?’

Dirum sambil tertawa berkata, ‘Mari sini Rug, Dirum ceritakan! Ini ada hubungannya dengan masa kampanye pemilihan Kepala Desa yang sedang berlangsung di Kononda.’

Dirum kemudian menceritakan soal musim hiperbola itu kepada Urug. Setiap kali selesai satu cerita, tawa Urug terdengar terbahak memenuhi ruang TV.

Cerita Dirum yang menceritakan cerita dari Durim kepada Urug cukup panjang kalau dituliskan. Jadi saya coba menyajikan cerita itu secara singkat dan yang inti-intinya saja :

1.   Cerita pertama Si A, calon Kades petahana yang selama ini sibuk memperkaya diri agar bisa masuk menjadi bagian dari 10% orang kaya di desa saat kampanye bilang, ‘Saya siap untuk berjuang meningkatkan kesejahteraan Saudara-Saudara semua!’

2.    Cerita selanjutnya, sebut saja B, Calon Kades yang sehari-hari sibuk pamer gaya hidup dan hartanya dengan entengnya menebar kata, ‘Perhatian utama saya adalah kepentingan Anda semua!’

3.   Lain lagi dengan Calon Kades C yang sehari-hari mengumpulkan setoran dari anak-anak buahnya, baik dari pasar, proyek-proyek desa atau pun dari acara-acara keramaian dengan gagahnya berkata, ‘Jika saya menjadi Kepala Desa, keamanan desa saya jamin sepenuhnya!’

4.   Ada juga Si D, Calon Kades yang sering menipu dan gemar berbohong yang tahu persis bagaimana jalannya pemilihan kepala desa akan dipengaruhi oleh petahana, dengan serius berkata,’Pemilihan kades harus dilaksanakan dengan jujur dan benar, kita harus melawan kecurangan!’

5.  Dan terakhir paling lucu Calon Kades E yang tidak populer dan pasti kalah dengan semangatnya menjanjikan kalau menang akan mentraktir semua warga desa untuk jalan-jalan ke kota.

Sebenarnya masih banyak lagi detil-detil yang diceritakan oleh Durim tapi Urug bilang cukup karena ia sudah keburu lapar karena rapat di rumah tetangga yang tadi dihadirinya tidak menyajikan makan malam. Jadilah cerita malam itu berhenti disitu.

Urug pun bergegas ke dapur dan menyantap makan malamnya sementara Dirum senyum-senyum sendiri di ruang TV sambil bergumam kecil, ‘Hiperbola ternyata tidak harus dengan kata-kata yang berlebihan. Penyampaian sesuatu yang normal dan wajar pun jadi terasa hiperbola jika kesenjangan dengan fakta dan kenyataannya lebar menganga.’

Tangan Dirum lalu meraih remote dan menyalakan TV. Layar menerang dan sebuah film terpampang, judulnya ditulis dengan huruf besar-besar, ‘DIRTY PLATE’. Dirum langsung teringat Urug yang sedang makan. Terbayang kalau sebentar lagi pasti ia disuruh mencuci piring kotor dan merapikan dapur. Film berjalan, terdengar suara kursi meja yang tampaknya sedang dirapikan dari belakang. Dirum melorotkan tubuhnya lalu  pura-pura memejamkan mata.

Malam itu berakhir dengan Urug mencuci piring bekas makannya sendiri karena Dirum telah memasuki masa tenang di sofanya.

J,120224


Kampanye

Saya berjanji,

Kalau saya terpilih nanti

Saya pasti akan memberi 

Penduduk seluruh negeri

Kebebasan untuk  bermimpi


Kalau saya tidak tepati,

Nanti janjinya saya revisi


(Gedung Sutikno Slamet, 10 Jan 2024)