Merebut Hidup

Suasana sekitar stasiun kereta saat itu agak temaram. Matahari masih enggan menampakkan diri ke bumi. Dingin menyelimuti pagi hari yang sibuk di kota Depok. Banyak orang bergegas mengejar kereta di pagi hari.
   Suara pedagang sayur yang berteriak menjajakan dagangannya bersahutan dengan suara pengumuman posisi kereta. Ditambah suara nyanyian dari speaker orang yang meminta sumbangan menambah keriuhan pagi di stasiun kereta pagi ini.
                Sekelompok orang sedang berdiskusi di jalanan menuju ke peron stasiun. Sepertinya sedang ada konferensi yang akan membahas masalah penting diantara mereka.
     "Mak Konah, kenapa sekarang Emak males banget keliling. Pemasukan sedikit sekali," ujar seorang lelaki yang sepertinya pimpinan dalam pertemuan itu.
     "Yah, gimana nggak kurang jang Kemod. Si Sayem ngerebut lahan saya," ujar Konah dengan lesu sambil mengusap wajahnya dengan kain yang dipegangnya.
     Penampilan Konah sangat khas. Berpakaian kebaya dan kain lusuh. Konah menggunakan dua macam selendang. Selendang pertama untuk menutupi kepalanya, sedangkan selendang yang kedua untuk menggendong mangkok dari bahan kaleng dengan posisi menyamping.
“Kadang juga, kaki Emak sakit kalau sudah jalan jauh,” sambung Konah.
“Emak Konah banyak alasan ah. Kemod nggak mau tahu, situ harus dapet lebih dari biasanya. Nggak tahu gimana caranya pokoknya setoran harus naik. Paling kurang nggak beda ama setoran sebelumnya. Kalau masih kurang, Kemod pulangin Mak Konah ke kampung!” Kemod mengultimatum Mak Konah.
“Kasih keringanan dikitlah, Jang,” Konah berusaha menawar.
“Nggak ada!” balas Kemod dengan suara keras.
“Yang lain, jangan seperti Mak Konah ya. Jangan  malas. Jangan sampai tempat mangkal direbut orang lain!” ujar Kemod kepada peserta konferensi lainnya.
“Siap!” jawab peserta konferensi lainnya.
“Sekarang kalian semua gerak cepat, biar nggak keduluan kelompok lain!” Semua peserta bangkit dari duduknya meninggalkan Kemod.
Konah perlahan bangkit. Dengan tertatih-tatih, Konah berjalan ke arah yang berlawanan dengan anggota kelompok yang lain. Dengan memasang muka memelas Konah mulai menjalankan tugasnya dengan harapan hari ini dia akan mendapatkan hasil yang banyak.
Beberapa orang yang melintas di depannya melemparkan koin kedalam mangkok kaleng yang disimpan didepan Konah duduk. Banyak punya orang yang berlalu tergesa-gesa tanpa menoleh ke arah Konah duduk.
Satu demi satu , Konah kumpulkan koin yang dilemparkan ke mangkuknya. Konah memasukkan koin-koin itu kedalam plastik yang selalu diikat di ujung selendangnya. Kadangkala ada juga orang yang bermurah hati memberinya uang kertas.
Kalau lagi untung, penghasilan Konah sehari lumayan banyak juga, walau setengahnya harus dibaginya dengan Kemod dengan dalih uang keamanan. Padahal tak pernah sekalipun Konah merasa dilindungi oleh Kemod ketika harus berkonflik dengan orang lain.
“Heh, minggat dari sini!” terdengar suara Sayem sambil menendang mangkuk kaleng milik Konah.
“Kurang ajar, kamu. Ini kan tempat Saya. Ngapain Kamu ngusir Saya?” Konah berdiri dari duduknya dan bertolak pinggang di hadapan Sayem.
“Berani ya Kamu sama Saya,” mata Sayem melotot ke arah Konah.
“Saya nggak takut sama orang yang suka merebut lapak orang lain,” Konah lantang menantang Sayem.
Sayem menarik selendang yang menutupi kepala Konah. Konah pun membalasnya, sehingga terjadilah perkelahian antara Sayem dan Konah. Dalam waktu singkat teman-teman dari yang berkelahi berkerumun dan memberi semangat kepada kedua orang tersebut. Orang-orang yang lalu lalang di sekitar stasiun hanya menoleh sebentar, kemudian kembali bergegas menuju stasiun kereta.
******
    Di sudut stasiun yang lain, seperti biasanya pagi ini, bergegas menuju stasiun kereta untuk mengejar kereta balik yang berangkat dari stasiun Depok jurusan Jakarta Kota.
Kaki Hani lincah setengah berlari di jalanan yang dipenuhi mobil yang diparkirkan pemiliknya di jalanan. Para pedagang kaki lima tidak memberi ruang kepada Hani untuk menggunakan haknya berjalan di trotoar. Walaupun mereka belum membuka lapaknya, gerobak-gerobak mereka parkir dengan tenang memenuhi sepanjang trotoar di depan stasiun.
     Hanya gerutu dalam hati yang bisa Hani lakukan setiap hari melewati jalan di sekitar stasiun kereta. Hani malas berdemo menuntut haknya sebagai pejalan kaki.
     Langkah Hani terhenti melihat dua orang nenek berkelahi dengan hebatnya. Selain saling jambak rambut, kedua nenek itu saling berbalas kata umpatan.
“Pak, dipisahkan dong!” ujar Hani kepada seorang Bapak yang sedang menonton perkelahian itu.
“Biarin aja, neng. Nanti juga berhenti sendiri, hehehe,” jawab Bapak tersebut sekenanya.
Hani panik dan berlari menuju Satpam yang berjaga diluar peron.
                “Tolong, pak. Ada nenek-nenek berkelahi,”
   Tanggapan Satpam diluar dugaan Hani.
“Sudah biasa, Mbak. Mereka sedang berebut penghidupan. Biarin aja. Ada ketuanya masing-masing kok” ujar pak Satpam sambil tersenyum.
     Hani hanya terdiam dan berlalu dari hadapan Satpam dengan perasaan bingung.
     "Hidup terkadang penuh dengan kejutan," hanya kalimat itu yang bisa Hani katakan dengan pelan sambil terus melangkahkan kakinya menuju peron.

Stasiun Depok Baru, 3 Januari 2018

Penjual Tali Ingin Naik Haji

Setiap insan tidak mengetahui apa yang akan terjadi di dalam kehidupannya dimasa mendatang. Jangankan kejadian yang akan terjadi di hari esok, satu detik kedepan saja kita tidak tahu apa yang akan terjadi. Tugas kita hanyalah menjalani kehidupan ini dengan baik sesuai dengan fitrahnya.


Di momen pergantian tahun dari tahun 2017 ke tahun 2018 ini, saya membaca sebuah tulisan dari grup whatsapp pengajian, dimana isi tulisan tersebut membuat kelopak mata saya tidak sanggup menahan air mata setelah membacanya. Isi tulisan tersebut menceritakan tentang kisah perjalanan dipenghujung kehidupan Almarhum Bapak Fulan ~ salah satu jama’ah pengajian ~ yang menurut saya pribadi sangat mulia dan layak untuk dijadikan teladan.


Singkat cerita, Almarhum merupakan salah satu jama’ah pengajian yang selalu berusaha untuk hadir di majelis ‘ilmu. Menukil dari yang disampaikan ketua pengajian, Bapak H. Taufik, “Ia datang sendiri dengan rasa ingin belajar agama yg begitu tinggi. Di usianya yang memang sudah tua, ia ingin mempersiapkan bekal untuk dibawa menghadap Illahi (Tuhan YME). Dengan tidak ada rasa malu, ia serius belajar membaca alqur'an dan memperbaiki kesempurnaan sholatnya. Setiap kali ia selesai sholat, ia mengambil alqur'an dan membacanya di salah satu pojok masjid. Mulanya ia terbata-bata, selang beberapa waktu ia mulai mampu membaca al qur’an dengan lancar. Begitu juga sholatnya, ia sering bertanya tentang sholat yang sebelumnya sering ia tinggalkan. Almarhum berusaha mengqodlo (mengganti sholat yang pernah ditinggalkan) di sela-sela tahajjudnya”.


Suatu hari, almarhum datang menemui ketua pengajian ~ Bapak H. Taufiq  ~, dan berkata, "Bang Haji, saya punya uang 20 juta, saya mau umroh, tolong bantu saya mendaftar umroh". Dengan rasa haru dan bangga, Pak H. Taufiq menyampaikan keinginan almarhum kepada Tuan Guru. Tuan Guru menyarankan untuk mendaftar haji saja, dengan harapan bisa berangkat haji bersama. Almarhum-pun menuruti saran Tuan Guru. Hari berikutnya,  almarhum saya antar mendaftar Haji di salah satu BankSyariah dan Kementerian Agama, lalu mendapatkan quota haji di tahun 2021”.


Suatu hari, almarhum bercerita tentang bagaimana ia bisa mengumpulkan uang untuk umroh/haji, hingga tabungannya mencapai 20 juta rupiah. Singkat cerita, almarhum selalu menyisihkan sebagian uang hasil jualan tali. Uang tersebut kemudian ia simpan di batang bambu di atas pintu rumah tanpa di ketahui istri dan anaknya. “Yang membuat saya terharu....” lanjut Pak H. Taufiq, “suatu hari, saat almarhum pulang dari berjualan tali, di pinggir jalan ada tumbuh pohon bayam liar. Ia pun memetiknya dan membawanya pulang untuk dimasak oleh istrinya. Almarhum berharap, uang masak hari itu bisa ia simpan lebih banyak ditabung. Subhanallah... begitu kuat keinginannya utk berUMROH...😥😥”.


“Setiap bulan” lanjut Pak H. Taufiq, “beliau slalu titip uang ke saya (500 ribu s.d. 800 ribu rupiah) untuk di tabung di rekening hajinya. Karena beliau tidak bisa baca tulis, jadi selalu dititipkan ke saya. Alhamdulillah sampai terakhir nilai tabungannya sudah cukup untuk melunasi sisa ONH (ongkos naik haji), dan membuat acara Walimatussafar (syukuran sebelum melakukan perjalanan umroh/haji). Beliau juga seorang jama'ah yg rajin dan ikhlas dalam menuntut ‘ilmu. Beliau selalu datang lebih awal, dengan harapan bisa ikut pembacaan hizib (bacaan di awal pengajian) yang menjadi wirid rutin kita sebelum ta'lim. Beliau memahami apa yg sudah di jelaskan Tuan Guru, salah satunya tentang penghujung hari Jum'at yang mustajab untuk berdo'a. Beliau selalu pulang paling akhir, membantu saya merapikan piring kotor, menggulung karpet dan merapikan lekar (meja berukuran kecil untuk alas kitab).
Meskipun hujan, beliau selalu hadir. Beliau juga beberapa kali ikut lelang tanah di pesantren Assafinah. Insya Allah ini bisa menjadi penerang di alam kubur beliau.... Amiiin. Tapi .... rencana Allah siapa yang tahu....?. Hari Jum’at tanggal 29 Desember 2017, beliau masuk rumah sakit. Belum sempat saya dan kita menjenguknya, Allah panggil beliau untuk menghadapNYA, Ahad tanggal 31 Desember 2017 jam 05.30 wib. Satu lagi jamaah At-Taufiq pulang ke Rahmatulloh... 😭😭😭”.

Demikian, semoga cerita di atas dapat di ambil hikmahnya atau pelajaran berharga ~ khususnya untuk saya pribadi. Semoga Allah Swt mengaruniai Rahmat (kasih sayangNYA) kepada almarhum. Al Faatihah…

Review: Cloud Atlas





Seberapa lama umumnya kita betah menonton satu film sampai selesai? Umumnya film dibuat tidak lebih dari 2 jam karena setelah itu kita sudah merasa jenuh ingin beranjak ke hal yang lain. Apabila ada film yang dibuat lebih lama dari waktu tersebut, ada beberapa kemungkinannya: editornya galau tidak tahu harus memotong adegan yang mana, ceritanya sudah padat dan tidak bisa dikurangi lagi, filmnya sangat menarik sampai pembuatnya yakin bahwa orang akan menontonnya sampai selesai meski panjang. Saya rasa kemungkinan yang terakhir inilah yang terjadi dengan film Cloud Atlas yang dibuat oleh Wachowski bersaudara. Panjangnya tidak kurang dari 171 menit atau hampir 3 jam.

Ini adalah film yang berkisah mengenai 6 cerita berbeda yang terjadi pada era yang berbeda di lokasi-lokasi yang berbeda sepanjang kurun waktu 500 tahun, yaitu 1849 (Pacific Island), 1936 (Cambridge, Edinburgh), 1972 (San Francisco), 2012 (London), 2144 (New Seoul), dan Big Isle (2321). Sejujurnya sampai dengan 1 jam setelah film berjalan, saya mulai frustrasi dengan tujuan dari film ini. Saya tidak tahu bahwa semua cerita ini berhubungan. Setiap era diberikan waktu beberapa menit untuk menyampaikan kisahnya secara bergantian satu sama lain ... dan saya mulai stres mencari apa hubungannya perbudakan di kepulauan Pasifik pada abad ke-19 dengan generasi hippies tahun '70-an atau negeri distopia di masa depan Asia atau laboratorium rahasia di antah berantah pada zaman now. Dan lucunyalagi, sampai film selesai pun saya tidak sadar bahwa semua aktor di setiap zaman yang diceritakan itu mempunyai 6 peran secara simultan, dengan kostum dan makeup yang berhasil mengecoh saya bahwa ia diperankan oleh orang yang sama. 

Memang ide utama dari film ini tidak diutarakan secara eksplisit untuk memberikan kebebasan kepada penonton dalam memainkan imajinasi mereka. Namun pada intinya saya bisa melihat bahwa apa yang kita lakukan pada saat ini akan membawa pengaruh ke dalam kehidupan orang lain di masa depan, meskipun kita tidak saling mengenal satu sama lain. Bagaimana sebuah tulisan bisa menginspirasi seseorang untuk menciptakan musik yang indah, sehingga pendengar musik ini pun terinspirasi untuk menghasilkan penemuan yang berguna untuk manusia, dan kisah hidupnya menginspirasi seseorang untuk membuat buku, dimana buku ini menginspirasi orang lain untuk bangkit dari keputusasaannya sendiri, sehingga seseorang akhirnya membuat sebuah film untuk menceritakan kisah hidup tokoh tersebut, yang di masa depan menjadi salah satu film yang terlarang untuk diedarkan di suatu negara diktator yang dikuasai oleh mesin dan teknologi (ingat film The Matrix, karya lain dari Wachowski yang membuat film ini?), namun akhirnya manusia yang menjadi 'budak' teknologi pun kembali bangkit untuk mengendalikan mesin sehingga kehidupan di dunia menjadi manusiawi kembali, dan seterusnya.

Selain ceritanya yang 'bernutrisi' dan menarik, Cloud Atlas juga dibuat secara serius dengan mempertimbangkan berbagai faktor estetika. Tidak kurang dari 11 penghargaan telah diraihnya, mulai dari aspek editing, kostum, musik, desain produksi, makeup, sampai dengan kategori film terbaik. Terlepas dari itu semua, bukankah film yang baik itu memang bisa meninggalkan makna untuk dibawa pulang penontonnya sebagai kenangan? 🙂 dan inilah kira-kira pesannya, 

"My life amounts to no more than one drop in a limitless ocean. Yet what is any ocean, but a multitude of drops? Our lives are not our own. We are bound to others, past and present, and by each crime and every kindness, we birth our future." ― David Mitchell, Cloud Atlas.

Rhesus







Kita semua sama, yaitu sama-sama berbeda.


Pernahkan terpikir mengapa kita mempunyai golongan darah? Siapakah yang pertama membuat golongan darah? Apakah perlunya?


Golongan darah pertama kali diperkenalkan oleh Karl Landsteiner pada tahun 1901. Ia melihat bahwa tidak semua transfusi darah berhasil, dimana beberapa sel darah segera bergumpal setelah dilakukan transfusi, dan ada juga yang tidak bergumpal. Ia segera melakukan penelitian atas beberapa sampel darah, dan menemukan bahwa terdapat protein di semua permukaan sel darah merah, dan protein ini disebut sebagai antigen. Seseorang dengan antigen A akan mempunyai antibodi untuk antigen B pada plasma darahnya. Seseorang dengan antigen B akan mempunyai antibodi untuk melawan antigen A di plasma darahnya. Golongan darah AB mempunyai kedua antigen A dan B, namun tidak mempunyai antibodi A dan B. Sebaliknya, golongan darah O tidak mempunyai antigen A dan B, namun di plasma darahnya terdapat kedua antibodi A dan B. Apakah arti semua ini? Golongan darah AB dapat menerima darah dari semua golongan (universal recipient) sementara golongan darah O dapat menyumbangkan darahnya ke semua tipe. Begitulah asumsinya sampai suatu kejadian di tahun 1939 ketika seorang pasien mengalami komplikasi setelah menerima transfusi darah O. Sejak saat ini mulai dikenal adanya istilah faktor Rh (rhesus) dimana 85% populasi dunia adalah Rh+ sementara sisanya, 15% manusia diperkirakan sebagai Rh- (Rh neg) atau tidak mempunyai faktor rhesus, yang secara spesifik ditujukan untuk antigen-D. 


Sebenarnya ada banyak macam antigen di sel darah kita, namun yang secara signifikan berpengaruh terhadap penerimaan/penolakan transfusi darah selain antigen A dan B adalah antigen D yang kini dikenal sebagai Rh. Dengan demikian, apabila golongan darah O disebut sebagai 'donor universal', maka yang dimaksud sebenarnya adalah golongan darah O negatif, karena selain tidak mempunyai antigen A dan B, ia juga tidak mengandung antigen D (Rh). Selain Rh positif dan Rh negatif, ada juga yang disebut sebagai Rh null (nol/kosong) atau yang sering disebut juga sebagai 'Golden Blood'  dimana ia sama sekali tidak memiliki satupun dari 61 tipe antigen pada darah manusia.


Apabila seseorang dengan Rh negatif menerima transfusi darah dari Rh positif, maka serta merta tubuhnya akan menolak darah tersebut, karena antigen D dianggap sebagai benda asing yang harus diserang oleh sistem kekebalan tubuhnya. Serta merta antibodinya membuat pertahanan, sehingga sedianya sel darah merah yang sangat dibutuhkan oleh tubuhnya malah dirusak seketika. Inilah yang terlihat sebagai penggumpalan sel darah. Persoalan Rh tidak hanya muncul ketika seseorang akan menerima transfusi darah. Apabila seorang ibu dengan Rh negatif mengandung janin dengan Rh positif (yang diturunkan dari pasangannya), maka sistem imunitas ibu ini akan berbenturan dengan darah sang bayi, sehingga ada kalanya kita mendengar kasus kematian bayi sebelum lahir atau tak lama setelah ia dilahirkan. Di zaman kedokteran yang telah maju seperti sekarang, isu ini dengan mudah dapat diatasi dengan injeksi Rhogam kepada sang ibu untuk mengendalikan reaksi autoimunitasnya terhadap darah sang bayi. 


Mengapa ada Rh positif dan negatif? Apakah gunanya? Pertanyaan ini sudah menarik banyak ahli untuk menjelaskan dari sisi medis, antropologis, religius, bahkan mengkaitkannya dengan makhluk asing (alien).  Populasi Rh- (rhesus negatif) terbanyak di dunia berada di suatu tempat terpencil di Pegunungan Pyrennes, perbatasan antara Prancis Selatan dan Utara Spanyol yang kini dikenal sebagai wilayah Basques. Di sana, sekitar 40% penduduknya adalah Rh-. Selain itu, populasi lainnya dengan Rh- terbanyak berada di Maroko, yaitu pada suku nomaden yang lazim disebut Berber, selain juga ditemukan banyak di populasi Irlandia Utara dan Skotlandia. Bila dilihat berdasarkan suku bangsa, maka Rh negatif banyak dijumpai pada ras Eropa (15%), Afrika (7%) dan paling sedikit di Asia (1%). 


Ada yang berpendapat bahwa golongan darah tertua adalah O, yang sudah ada sejak jutaan tahun yang lalu, diikuti oleh golongan darah A yang muncul sejak zaman Neanderthal, selanjutnya sampai ke zaman kemunculan golongan darah B, sampai akhirnya ada golongan darah modern yaitu AB. Cukup menarik saya temukan teori-teori ini karena meski (memang) tidak masuk akal, ada yang nekat menghubungkannya dengan mitologi Yunani di masa para dewa dan dewi hidup di bumi seperti manusia. Bagi penganut teori-teori ini, sejatinya manusia adalah Rh positif, sehingga Rh negatif mesti berasal dari 'luar sana' .. entah itu alien ataupun dewa-dewa. Banyaknya teori yang bertebaran dan masih panjangnya penelitian yang dilakukan mengenai ragam golongan darah manusia hanya menunjukkan bahwa setelah ribuan tahun di bumi ini pun manusia belum sepenuhnya mengetahui tentang dirinya sendiri. 


Omong-omong, saya baru tahu kalau sapi punya 800 tipe golongan darah. 😉


Sumber:


Wikipedia

(https://en.wikipedia.org/wiki/Rh_blood_group_system)

(https://en.wikipedia.org/wiki/ABO_blood_group_system)


Smithsonian Magazine

(https://www.smithsonianmag.com/science-nature/the-mystery-of-human-blood-types-86993838/)


Rh-Negative Blood: An Exotic Bloodline or Random Mutation?

(http://www.ancient-origins.net/human-origins-science/rh-negative-blood-exotic-bloodline-or-random-mutation-008831?nopaging=1)


The Most Precious Blood on Earth

(https://www.theatlantic.com/health/archive/2014/10/the-most-precious-blood-on-earth/381911/)



Sent from my iPad

Tetrachromats


Tulisan ini merupakan bagian dari serangkaian tulisan tematik mengenai keajaiban angka 4. 



Kali ini saya akan beranjak dari sisi psikis ke alam material atau nyata, yaitu membahas salah satu anggota tubuh kita: mata.

Umumnya kita tahu bahwa mata setiap orang tidak sama. Ada yang besar dan kecil, ada yang warnanya hitam, abu-abu, cokelat, hijau, biru, atau kombinasi dari semuanya. Bahkan adakalanya warna mata seseorang berubah karena tergantung kondisi fisiologis tubuhnya, meski biasanya perubahan ini samar atau tidak drastis. Mata tidak hanya berguna untuk pemiliknya melihat dunia sekitar, namun juga berguna untuk orang lain di sekitar kita melihat apa yang tidak kita utarakan melalui kata-kata. Seberapa sering kita mendengar ada yang merasa terganggu dengan cara orang lain memandangnya, atau bagaimana ia merasa ada yang 'mengawasinya' meski kelihatannya sedang sendirian. Tidak bisa dipungkiri bahwa mata adalah jendela jiwa. Mata mengumpulkan informasi dari sekitar kita, namun mata juga memberikan informasi kepada orang lain mengenai siapa kita yang sebenarnya. 

Manusia dengan penglihatan normal disebut dengan 'trikromat' karena mempunyai 3 macam sel kerucut di matanya, dimana sel kerucut ini membantu kita menangkap spektrum warna dari setiap benda yang memantulkan cahaya dengan panjang gelombang yang berbeda-beda. Sel-sel kerucut ini dikenal dengan nama sel S, M, L. Mirip dengan ukuran baju? Memang benar. Namanya menunjukkan 3 kelas dari panjang gelombang cahaya yang diproses oleh sel tersebut. Satu tipe sel kerucut akan mengenal 100 warna yang berbeda, sehingga seorang trikromat akan mampu melihat 1000.000.000 warna (yaitu 100 pangkat 3 atau 100^3). Ada banyak sistem identifikasi warna, dimana yang paling populer sampai saat ini adalah RGB (red, green, blue). 

Hilangnya salahsatu jenis sel kerucut di mata manusia akan menyebabkannya menjadi 'dikromat' atau mempunyai dua jenis sel kerucut atau lazim kita kenal sebagai seorang 'buta warna'. Sebenarnya istilah buta warna ini sendiri juga kurang tepat, karena mereka terap bisa melihat warna meski tidak banyak jenisnya .... sama seperti banyak spesies makhluk hidup yang sehat sentosa sebagai dikromat, contohnya adalah singa, kucing, dan anjing. Percaya atau tidak, ternyata lebih lagi makhluk hidup yang menjadi monokromat, yaitu mempunyai 1 jenis sel kerucut di matanya; dengan kata lain mereka melihat dunia dalam warna hitam dan putih.

Di beberapa bagian di bumi ini, ada juga manusia yang hidup sebagai tetrakromat ... karena mata mereka mempunyai 4 macam sel kerucut yang berfungsi baik. Artinya, mereka bisa melihat spektrum warna sebanyak 100^4 atau 100 juta warna. 😮 Jumlah tetrakromat di dunia ini sangat sedikit. Cukup banyak penelitian yang dikerahkan untuk mencari tetrakromat. Sejauh ini, baru ditemukan pada wanita. Serelah dilakukan penelitian lebih lanjut, ditemukan 1 lagi kesamaan di antara para tetrakromat: mereka semua adalah keturunan dari ayah yang buta warna. Dengan demikian hal ini memunculkan hipotesis bahwa 12% dari seluruh populasi wanita di dunia ini merupakan tetrakromat. Mengapa? Sebab, gen tetrakromat merupakan mutasi yang terjadi pada kromosom X (wanita mempunyai kromosom XX, pria mempunyai kromosom XY). 

mengapa ilmuwan aktif mencari tetrakromat? Diperkirakan bahwa kemampuan mereka melihat warna-warna alamiah yang tidak 'kelihatan' dengan mata normal bisa membantu para ahli untuk mendeteksi penyakit atau zat-zat berbahaya tanpa terlalu banyak menggunakan peralatan atau prosedur yang berisiko.

Sesungguhnya saya penasaran bagaimanakah rasanya menjadi seorang tetrakromat. Namun, seperti halnya banyak kelebihan menjadi sekaligus kekurangan kita, maka tetrakromat juga merasa bahwa mereka kadang merasa lelah melihat terlalu banyak hal yang bagi kita trikromat tidak ada artinya karena tak kasat mata. Bagi para pembaca yang ingin mengetahui seberapa banyak warna yang bisa terlihat oleh matanya, dipersilakan untuk mengikuti beberapa tes berikut ini 🙂
  1. color.method.ac
  2. www.igame.com/eye-test

Referensi:
  1. MacDonald, Fiona. (2016) "Scientists Have Found a Woman Whose Eyes Have a Whole New Type of Colour Receptor" Science Alert (link)
  2. Tsoulis- Reay, Alexa (2015) "What It’s Like To See 100 Million Colors" New York Magazine (link)
  3. Wikipedia (2017) "Tetrachromacy" (link)

Colours

 




Have you ever thought how colours get their names? 


Some colours get their names from flowers (lavender, rose, marigold). Some other get their names from fruits (orange, plum, peach, strawberry). In other times, we get them from drinks (coffee, chocolate, mocha, buttermilk, champagne, cream). Geologists also have their creations (cobalt, gold, silver). Meanwhile, let's not forget soldiers in uniforms (khaki brown, navy blue). Long time ago, royals have their colours too (burgundy, prussian). What about countries? (turqouise, china). And people too (baby pink) 🙂


Empat




 



Seberapa jauh kita mengenal diri sendiri?


Beberapa minggu yang lalu saya mengulas mengenai konsep Johari Window, yaitu teori mengenai hubungan interpesonal dimana Joseph Ingham dan Harry Luft berpendapat bahwa akan selalu ada 4 sisi manusia yang diketahui atau tidak diketahui mengenai dirinya atau orang lain selama berinteraksi satu sama lain. Kuadran arena, façade, blindspot dan unknown ... keempatnya tidak terlepas satu sama lain dan akan selalu bergeser, membesar atau mengecil sepanjang hidup kita ... bahkan mungkin setelah kita tiada di bumi ini lagi. Apabila ditengok ke dalam buku sejarah, kita akan melihat betapa suatu peristiwa akan terasa lain bila diceritakan dari sudut pandang orang-orang yang berbeda ... meskipun mereka sama-sama mengalami peristiwa itu secara bersamaan.


Mengapa angka 4 istimewa? Sebab, banyak sistem di dunia ini yang pada dasarnya bekerja dalam 4 kategori. Ada musim panas, musim dingin, musim semi, dan musim gugur. Ada waktu pagi, siang, sore, dan malam. Ada dimensi panjang, lebar, tinggi, dan waktu ... meski kini fisika quantum mengenal ada 11 dimensi. Ada mata angin utara, selatan, timur, dan barat (meski kemudian ditambahkan lagi dengan 4 sub kategori barat laut, timur laut, tenggara, dan barat daya). Alkemi kuno memperkenalkan kita kepada 4 elemen yaitu air, api, tanah, dan udara ... meski kini kita mengenal ada 103 elemen di alam semesta ini (dan jumlahnya mungkin akan bertambah). Omong-omong, angka 1 + 0 + 3 = 4 😋


Melihat kecenderungan ini semua, saya tertarik untuk membuat 4 tulisan dengan 4 tema yaitu manusia, alam, dunia ide (abstrak) dan dunia fisik (konkrit). Supaya tidak terkesan serius, 1 dari tulisan tersebut akan bersifat sebagai hiburan dimana saya akan membuat review film dari 1 yang pernah saya lihat. Namun demikian, pembaca akan melihat bahwa setiap tulisan mempunyai benang merah dengan tulisan yang ada sebelum dan sesudahnya.



Selamat menikmati tulisan di penghujung tahun ini 🙂


Terompet Malam Tahun Baru

 
     Seluruh tubuh Parmin berkeringat setelah berkeliling dari kampung ke kampung seharian ini. Parmin menjajakan terompet yang dibuatnya beberapa hari yang lalu bersama istrinya.
     Setiap menjelang tahun baru, Parmin mencoba peruntungan dengan berjualan terompet. Berhari-hari Parmin dan istrinya membuat terompet-terompet cantik. Harapan memenuhi pikirannya bahwa tahun ini dia akan mendapatkan tambahan penghasilan dari berjualan terompet. 
      Sehari-hari Parmin berjualan gorengan di depan Sekolah Dasar Negeri Pelangi. Sambil menunggu anak-anak masuk sekolah kembali, Parmin mencoba perntungan menjual terompet untuk merayakan tahun baru. Tahun sebelumnya, Parmin mendapatkan hasil yang lumayan dari terompetnya. 
     Dua hari sebelum tahun baru, Parmin sudah mangkal di tempat keramaian dengan harapan orang akan tertarik membeli terompetnya yang berwarna-warni. Namun sayang, setelah Parmin mangkal dari pagi sampai sore, baru dua buah terompetnya yang laku terjual.
     Akhirnya Parmin memutuskan untuk berkeliling kampung agar terompetnya bisa terjual. Beberapa anak kecil melihat-lihat dagangan Parmin, namun orang tuanya tidak mengizinkan anaknya membeli terompet.
     Parmin terus berjalan menyusuri pemukiman penduduk. Penolakan yang sama didapatnya dari orang-orang yang ditawari terompet.
    Parmin tak mengerti kenapa tak satupun orang yang mau membeli terompetnya. Parmin bingung apa yang akan dikatakan kepada istrinya nanti apabila dagangannya tidak laku.
     Tahun baru tinggal menghitung jam, namun belum ada satupun orang yang memanggilnya untuk berhenti. Parmin terus berjalan tanpa tahu akan diapakan terompet dagangannya yang masih terus dibawanya.
***
     Pesan berseliweran di grup media sosial tentang bahaya membeli terompet dari pedagang keliling. Donna terus menerus membahas hal itu dengan teman-temannya di dunia maya. Bahasan tentang bahaya meniup terompet bertepatan dengan peringatan pemerintah tentang bahaya penyakit yang sedang merebak di masyarakat.

     "Pokoknya Mama tidak akan mengizinkan kamu membeli terompet untuk malam tahun baru ini," ujar Donna kepada Lana, anaknya yang merengek meminta terompet ketika seorang pedagang terompet keliling didepan rumahnya.
     "Ma, beli dong. Biar malam tahun baru kita nggak sepi," Lana mencoba membujuk Donna.
     "Tidak, Lana!" Donna tidak bergeming mendengar rengekan Lana.
     Lana berlalu dari hadapan Donna dengan perasaan kecewa. Muka Lana cemberut menahan kesal terhadap ibunya.
     Donna kembali disibukan dengan diskusi seru tentang bahaya yang ditimbulkan dari terompet di telepon genggamnya.

Depok, 31 Desember 2017