Tampilkan postingan dengan label Rumah Kaca. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Rumah Kaca. Tampilkan semua postingan

Buaian Sayang Bak Piring Melayang


Tetesan hujan  yang jatuh di atas jerami

Tak membuat rasa ini menjadi doremi

Terbayang eropa yang musim semi

Mengingatkan dia bermain kartu remi

 

Kembali hujan berkawan malam sepi

Tak mampu menjaga rindu jati diri  

Terbuai nyanyian sendu kekasih hati

Mengobati asa yang mulai mati

 

Masih hujan seperti malam sebelumnya

Tak mendua angan tanpa nyata  

Pun ingatan masih terkoyak hampa

Mengurai jeritan sebuah jiwa

 

Andaipun hujan tak seperti biasanya

Berilah awak kesempatan bersuara

Agar jiwa yang duka dan terluka

Mampu meminang adinda

 

Bekasi, 11 September 2021


This poem can be seen at the link below 

https://rulyardiansyah.blogspot.com/2024/04/buaian-sayang-bak-piring-melayang.html

Senja


Kala langit merah di ufuk barat

Begitu juga merah pipimu yang teringat

Terbayang senja di pantai Sulawesi barat

Tak kan ku lupa pesan yang yang tersirat

 

Ketika malam mulai mendekat

Tak banyak yang akan kulihat

Meskipun aku berusaha dekat

Tanpa diri dan bayangan yang melekat

 

Kuingat senyuman mu yang memikat

Dibalik sebuah gondola yang terikat

Tak banyak yang kurasa dan kuingat

Namun cinta ku selalu melekat

 

Ketika malam sudah mulai pekat

Tak terasa diri ini semakin teringat

Wajah ayu yang selalu lekat

Jika diri ini masih mampu mendekat

 

Bekasi, 2 September 2021


This poem can be seen in the link below 

https://rulyardiansyah.blogspot.com/2024/04/senja.html 

Kepada …

Kepada langit matahari ceria 

Bersinar terang tanpa cela 

Begitu pun kehidupan dunia 

Berjalan sesuai takdirnya


Kepada malam bulan tersenyum

Tawanya ikhlas penuh harum 

Begitu pun perjalanan seorang kaum

Bergerak pasti mengikuti pendulum 


Kepada pohon daun berguguran

Menutupi bumi bertebaran  

Begitu pun jua soal pekerjaan 

Ada awalan ada akhiran 


Kepada Ani Rahmi kami belajar 

Menjalani kehidupan dengan wajar 

Begitu pun saat cita cita dikejar 

Berhentilah meski menanti dengan sabar


Kepada doa kami bersimpuh 

Tanpa pernah sekali luluh 

Walau bidadari pergi dengan teguh 

Panjatkan doa meski peluh 


Bekasi, 28 Juli 2021

(Puisi ini saya dedikasi kepada salah seorang pensiunan dari PNBP SDA dan KND) 

https://rulyardiansyah.blogspot.com/2021/08/kepada.html 

Posting not Ghosting

2 tahun kurang tepatnya

Saya tidak posting

Bukan niatnya

Hendak menjadi ghosting

 

Asa selalu ada

Meski kadang Lelah

Sisa yang ada

Akan ditelaah

 

Meski bukan lebah

Yang bisa memberi manfaat

Namun diri hindari ghibah

Agar penuh syafaat

 

Semangat tetap ada

Meski selalu ada kendala

Jiwa yang yang terjaga

Siap mengawal jelaga

 

Bekasi, 28 Agustus 2021 


Puisi ini dapat dilihat di laman berikut : 

 https://rulyardiansyah.blogspot.com/2021/08/blog-post.html 

Karet Gelang Sang Adik

“Kara, ayo sini, jangan sampai tertinggal” ajak Kari untuk mengingatkan adiknya untuk segera bergegas dan beranjak dari tempat istirahatnya.
Tak disangka, mereka termasuk anak-anak yang semangat dengan segala kekurangan dan kelebihannya.
“Kak, memang mau kemana kita hari ini?” tanya balik Kari ke kakaknya dengan semangat tak pernah lelah.
“Sudah jangan banyak tanya dulu, ikut aja dengan kakak ya, Kara yang penting aman dengan kakak dan hari ini kakak sudah memperoleh info dari koran bekas yang kakak ambil dari tempat sampah.

Tak berapa lama mereka sampai di sebuah restoran di sekitar daerah pantai indah kapuk, yang banyak menjual menu sea food dan berbagai menu yang sedang hits juga. Sekitar pantai indah kapuk ini banyak  tempat yang instagrammable dan banyak muda mudi yang berkunjung di sekitarnya. Segala jenis menu masakan yang di jajakan di restoran ini beragam dari sea food, sate dan gulai, junk food dan tradisional.

Beberapa jam setelah mereka menunggu hampir menjelang tengah malam, mereka akhirnya mendapatkan apa yang diharapkan.
“Kak asyik ya kalau kita bisa seperti mereka,” Kara berceloteh dengan berandai-andai menjadi orang kaya.
“Kenapa Kara beranggapan begitu ?” Kari bertanya dengan penasaran.
“Iya kak, mereka gak pusing untuk bepergian dan makan. Jika lapar mereka bisa langsung datang ke restoran yang mereka sukai. Jika makanan yang dipesan tidak habis, mereka bisa langsung membawa pulang makanannya tanpa khawatir menjadi bau”
“Hush Kara, belum tentu mereka juga tenang dengan kondisinya. Kita kan gak tau, bagaimana kondisi mereka saat ini. Makanya Kara, kita tetap harus bersyukur dengan kondisi apapun itu, seperti kondisi kita sekarang. Semoga suatu saat kondisi akan menjadi lebih baik.” Kara berharap dan berdoa dengan air mata menetes di pipi.

***

Kari dan Kara merupakan kakak beradik yang hidup berdua tanpa orang tua dan saudara yang menemani mereka. Orang tua mereka meninggal ketika terjadi erupsi gunung Merapi saat mereka sedang liburan bersama dengan temannya. Kari dan Kara akhirnya diajak tetangga dan kerabat orang tuanya ke Jakarta untuk merantau. Di Jakarta pun mereka masih menumpang di sebuah tempat tinggal yang sempit namun cukup layak, yang diberikan oleh kerabat tetangganya di sekitar gunung Merapi. Maka mulailah petualangan mereka berdua di Jakarta dan sekitarnya.

***

Keesokan hari, Kara memulai hari dengan karet gelang yang diberikan seorang ibu muda yang berempati kepada mereka berdua. Karet gelang ini memiliki arti yang spesial karena Kara mengingat kenangan bersama ibunya saat pergi berbelanja ke pasar.
Kari sangat menyayangi adiknya, karena hanya mereka berdua yang bisa saling jaga dan mengingatkan apabila salah satunya tidak lagi bersemangat. Kari sering membantu adiknya mengerjakan sesuatu yang sederhana seperti menggantikan pakaian adiknya, memandikan, menyisir rambutnya, dan menidurkannya. Kadang Kari merasa sedih jika teringat orang tuanya. Rasanya ingin marah dan berteriak, tetapi tidak bisa karena adiknya perlu bantuannya.
***

Hari berikutnya, Kara berjalan dengan riang dan lupa bahwa di sekitar lingkungan tempat tinggalnya masih banyak limbah besi dari pabrik di sebelahnya. Kari sudah sering mengingatkan Kara untuk selalu berhati-hati tetapi takdir berkata lain. Adiknya Kara, terkena besi yang sudah berkarat dan melukai kaki mungilnya. Lukanya tidak seberapa besar tetapi infeksi yang dideritanya cukup membuat adiknya merana dan kehilangan banyak darah

Bersambung ... 


Kisah ini dapat dilihat pada laman : 

Kisah Cinta Anak Manusia


Tanpa monyet dan tanpa pisang
Kisah ini selalu menggoda hingga terngiang
Kasmaran dua sejoli rindu terbalut
Tidak ada genggaman dan dekapan dalam kalut

Tapi itulah sejoli yang dirundung cinta
Tanpa harus ada sebab kenapa saling suka
Bel sekolah menjadi tanda pengingat berdua
Tanpa ada Romeo dan Juliet sejoli tetap ada

Tak mudah bermuram durja dan serampah
Tanpa rasa dan gundah yang melimpah
Siapapun tak berani mengundang dengan gegabah
Pantang mundur sebelum merekah

Hati senang dibalut rindu tanpa cela
Berkorban jiwa dan raga tanpa bela
Pasangan sejoli yang memiliki dunia
Berikrar demi sebuah cinta yang fana

Kubikel Jakarta, 31 Desember 2019


Puisi ini dapat dilihat pada laman : 


Senja di akhir tahun

Hiruk pikuk sudut kota melupakan jejakmu
Tak terasa rindu sudah membelenggu
Sikap santai saja tak mampu menghapus pilu
Karena rindu ingin bertemu dengan mu

Ada harapan baru di bekasi
Meski saya bukan orang yang selalu memberi
Hinakah diri ini untuk dapat memelukmu kini
Ada hasrat yang dalam untuk berlari dalam diri

Senja di kota Jakarta ini membuncah rasa
Ingin selalu berdua dengan nya
Tapi suasana yang membentengi asa
Tanpa sadar bahwa diri ini sudah tua

Sekalipun senja tetap indah di akhir tahun
Banyak impian dan senang yang akan berayun
Siapa sangka adik yang kutunggu masih tabayun
Tanpa harus menghilangkan rasa dan diri yang semakin manyun

Senja masih tetap indah di kota tua
Berasa diri dalam kubikel yang tak ternoda
Sayangnya dikau tetap disana
Tanpa harus bersua dan bertatap muka

Doa saya untuk adinda yang aduhai
Meski diri ini tak lagi bohai
Namun semangat untuk bertemu dan berkata “hai”
Pembatas fana tetap menjadi mahligai

  
Kubikel Jakarta, 31 Desember 2019


Puisi ini dapat dilihat di laman : 


Renungan Senja di Bekasi

Tidak biasa jalanan sepi dari hiruk pikuk dan lalu lalang kuda besi dan mesin kaleng menuju Bekasi. Dalam lamunan, ku bergumam, apakah ini sudah waktunya ? Entah atau kah ini pertanda ? Tak ada yang bisa kujawab dengan sempurna lamunan itu sembari kutunggangi kuda besi ini menuju kota kedua dari hdupku, Bekasi.

Banyak yg terlintas dalam kepalaku saat itu, pikiran pekerjaan, non pekerjaan, non keduanya, dunia fana, dunia antah berantah, entah saya berpikir apa saat itu sehingga lupa isinya pikiran saya apa saat itu. Sekelebat teringat wajah teduh almarhum ibuku. Apakah ini pertanda akau akan segera menyusul beliau jika tidak fokus di atas kuda besi ini? Entah.

Lamunan ku semakin jauh kedalam sambil ku pelototkan mata ini agar tidak menabrak seseorang atau sesuatu. Kupacu si kuda besi dengan kecepatan bawah batas normal, jika seandainya saya terantuk dalam lamunan dampaknya tidak terlalu parah. Bayangan saya paling masuk ke selokan, dengan beberapa bagian mungkin memar dan biru.  
  
Kuingat beberapa kejadian ke belakang, apa yang telah saya lakukan terhadap orang-orang terdekat ? Apakah saya terlalu keras ? Apakah saya terlalu mengurusi urusan mereka ? Ataukah saya masih pantas menjadi pimpinan dan imam mereka ? Atau kah ada petunjuk lain ? Entah dan tak ada yang lebih mengetahui dari Sang Khalik.

Banyak pikiran yang melintas dalam pikiran ku. Banyak pertanyaan yang akan aku tumpahkan tetapi tak sanggup diriku untuk meluapkan. Teringat wajah lucu anak pertama ku saat lahir di akhir bulan September 2002 di Kendari. Betapa senangnya kami ketika pindah rumah dari Jakarta ke Bekasi 1987 ketika aku masih bercelana biru dan berbaju putih. Sebuah kota yang tidak pernah kami pikirkan menjadi second home town setelah Jakarta. Kota yang dulunya merupakan tempat “jin buang anak” Bayangkan seorang jin aja membuang anaknya di Bekasi apalagi kita yang manusia dan akhirnya kita menjemput impian di kota itu.

Tiba-tiba pikiran saya meloncat sekelebat pindah ke tempat lain. Saat perkelahian pelajar semasa SMA kami menjadi sebuah “mata pelajaran” khusus setelah pulang sekolah. Teringat suasana kumpul setelah bel sekolah memanggil untuk pulang dan sekumpulan anak manusia berkumpul memulai gendering perang. Terkadang jika diingat kembali, saya merasa sedikit silly dan unfaedah (kamus anak alay) saat itu. Perang sesama tetangga sekolah, yang kami pun tak tahu sebab musabab nya tetapi kami menikmati moment itu.

Setelah sekian lama pikiran saya loncat dari waktu ke waktu, akhirnya saya pun tiba kembali di persinggahan sementara bersama istri dan anak-anak kami. Setelah melewati itu semua, saya sangat bersyukur bahwa saya masih diberikan kesempatan untuk menikmati hidup sebagai perantara menuju persinggahan akhir di akhirat nanti.


kisah ini dapat dilihat di laman 

Tije ...

Naik Tije Jakarta Bekasi baru tiga kali
Setelah tau jadi tidak apriori
Ternyata naik tije itu cukup penuh arti
Meski diri harus sabar mengantri

Suasana bis nyaman dan sepi
Meski di halte masih perlu antri
Rasanya ingin selalu berganti
Antara KRL dan bis tije masa kini

Selain murah dan nyaman
Tije juga cukup ramah bagi penyandang disabilitas
Meski jam sibuk tidak berdesakan
Pengguna tetap saling jaga moralitas

Jalurnya lancar tanpa hambatan
Penumpang bisa tidur dengan pulas
Meski masih macet sekitar BNN
Namun tenaga tidak akan terkuras deras

Tije Tosari-SMB, 2 Oktober 2018

Puisi ini dapat juga dilihat pada laman berikut : 
https://rulyardiansyah.blogspot.com/2019/01/tije.html

Lah …

Tak apalah …
Tak hadir dalam bincang dengan kang Abik
Tak bisa bersua langsung dengannya
Tak bisa menjiwai pengalamannya

Biarlah …
Acara berjalan seperti seharusnya
Semua sesuai dengan suratannya
Pun saya bisa membaca hasil karyanya meski tanpa tandatangannya

Kalaulah …
Jiwa-jiwa yang haus literasi itupun tetap semangat
Waktu akan mendewasakan semua
BnD akan tetap hidup meski tiada yang peduli

Akhirnya …
Saya pun tetap jauh dari kehadiran kang Abik
Terngingang puisi-puisi cintanya beliau
Tertegun untuk menjadi bagian dari kisah beliau 


Puisi ini dapat dilihat pada laman : 
https://rulyardiansyah.blogspot.com/2018/09/lah.html

Obrolan Pagi di KRL

Seperti biasa, awal hari di dalam sepekan, para pekerja, pelajar, pengusaha dan pengguna kereta commuter line (cl, dibaca : ce – el) selalu bergegas untuk naik cl yang sedang singgah di peron. Saat itu Senin pagi masih menunjukan pukul 05.45 WIB (Waktu Indonesia di Bekasi). Ada yang berlarian hingga saling bersenggolan dengan penumpang lain, ada juga yang masih berjalan santai karena ingin duduk di kereta dengan jadwal berikutnya. Saat itu ada 2 kereta yang parkir di peron dengan jadwal keberangkatan yang berbeda, kereta dengan jadwal berangkat jam 06.02 dan 06.30. Para pengguna kereta hari itu sangat antusias sekali dalam menyambut aktifitas yang akan dilakukan. Entah kebetulan, saya jadi ikut antusias menyambut hari saat itu. Dengan langkah tegap ala pasukan baris – berbaris, saya memantapkan langkah naik cl dengan jadwal 06.02 WIB.

Hari itu memang tidak seperti beberapa hari sebelumnya. Kereta yang biasa saya singgahi di gerbong ke-3 dari arah belakang tidak terlalu ramai, namun hari itu sangat padat hingga para pengguna pun saling bersentuhan satu dengan yang lain. Bahkan biasanya banyak pengguna dalam kondisi berdesakan masih bisa melihat gawai mereka, saat itu pun sangat sulit untuk meraih gawai itu. Makanya ada istilah ketika kereta api saat mudik lebaran itu belum berbenah, ada penumpang yang saling berhimpitan, berdesakan dan bergumul dengan penumpang lain. Namun saat itu, tidak separah saat kereta api saat mudik, namun suasananya hampir mirip dengan itu. Beberapa stasiun terlewati hingga dalam perjalanan ada obrolan yang cukup menggugah hati nurani saya hingga saya menuangkan sedikit kisah ini.

Obrolan ini dimulai dari seorang bapak, yang rambutnya sudah memutih semua, tetapi kalau bicara soal mengajar dan pelajaran hidup, saya kalah jauh dengan bapak ini. Selain bapak itu, ada seorang anak muda, sambil memegang gawainya, meski kondisi di kereta berdesakan, anak muda itu masih lihai memainkan jari jemarinya untuk mencoba memaksimalkan fitur di handphone-nya. Anak muda ini pun ternyata sudah mengenal bapak tadi dan mulai lah obrolan ini terjadi.

“Bagaimana kabar bapak dik ?” tanya si bapak dengan ramahnya. Karena si bapak dengan bapaknya anak muda itu pernah satu tempat kerja.

“Baik pak. Bapak masih kerja dengan usahanya sendiri” jawab Anak Muda  sambil melihat gawainya yang sedang ramai perpesanan. 

Kereta di stasiun kranji dan obrolan masih berlanjut.

“Bapak mau kemana? bukannya bapak sudah pensiun?” Anak Muda  bertanya kembali.

“Iya benar dik. Saya sebenarnya sudah lama pensiun, sekitar 10 tahun lalu. Alhamdulillah saya masih diberikan kesehatan dan kesempatan untuk mengajar. Kebetulan hari ini saya harus mengajar di *** (salah satu sekolah kejuruan) sampai jam 11 siang. Setelah itu bapak kembali ke rumah bantu ibu berjualan di depan rumah. Alhamdulillah, selama seminggu, ada 3 kali jadwal mengajar dari tempat yang berbeda. Kalau soal uang dari mengajar jauh berbeda saat saya belum pensiun. Tetapi mengajar ini menstimulus otak agar tetap beraktifitas setelah pensiun. Makanya kalau kamu sudah selesai sekolah (saat itu, Anak Muda ini masih sekolah D3), kalau bisa lanjut lagi hingga sarjana, biar tidak seperti Bapak ini, yang hanya lulusan D3. Nanti kamu turun dimana dik ? tanya si Bapak kembali.

Kereta sudah menyentuh stasiun Klender Baru dan obrolan berlanjut dan masih banyak penumpang yang naik dari stasiun tersebut.

“Saya turun di stasiun Manggarai pak. Kalau Bapak turun dimana?”

“Saya turun di Jatinegara, setelah itu saya lanjut naik ojol (ojek online) ke kampus *** Kalau kamu sendiri mau kemana ?”

“Saya dari manggarai sambung kereta ke arah UI pak. Kalau menuju arah sana, penumpangnya relatif tidak ramai dan padat. Karena jadwal kuliah saya selalu berlawan dengan orang berangkat kerja. Tetapi kalau pulang kuliah, pasti padat saat ke arah Bekasi.

“Si abang masih kuliah ?”

“Sudah lulus pak, tapi gak mau kerja kantoran. Katanya mau punya usaha sendiri, gak enak kalau diperintah-perintah atasan. Kalau gak ada atasan, bisa bebas berkreasi dan beraktifitas. Padahal emak sudah menginginkan agar si abang kerja dulu. Jika sudah ada modal, baru silahkan buka usaha sendiri. Sifatnya mirip dengan bapak . Meski gak bekerja seperti orang kantoran, bapak  selalu berangkat pagi sebagai pemborong bangunan. Kadang juga mengerjakan pekerjaan listrik rumah dan orderannya lumayan banyak. Terkadang kalau pelanggan sudah kenal beliau soal kelistrikan, mereka tetap minta tolong dibantu meskipun hari libur. Untungnya, bapak  ringan tangan dan siap membantu ornag lain yang dalam keadaan sulit. Kerjaannya sampai sore hari, setelah itu disambung dengan buka konter (counter) hape sampai jam sepuluh malam. Setiap hari dan alhamdulillah, anak-anaknya masih bisa sekolah seperti saya meski masih D3.”

“Bapak berarti otaknya cerdas, apalagi ilmunya soal kelistrikan. Ilmu kelistrikan selalu berkembang terus. Kenapa gak coba melamar seperti Bapak agar bisa mengajar juga di bidang yang sama dengan saya?”

“Wah saya kurang tau pak…”

Kereta berhenti di stasiun Klender, tinggal satu stasiun lagi hingga Bapak itu turun di stasiun Jatinegara.

“Nak, pesan Bapak, jika sudah selesai kuliah ini, jangan lupa lanjutkan sekolah hingga sarjana. Karena kalau kau ambil seperti yang Bapak lakukan sekarang, gak banyak orang yang mau berkecimpung. Apalagi soal mesin disel kapal, gak banyak orang berminat. Mesin disel kapal dan kendaraan itu memang berbeda. Kalau mesin disel kendaraan itu hidupnya gak terlalu lama dan cenderung berada di jalanan yang rata. Kalau mesin disel kapal itu harus hidup minimal selama 18 jam dan berhadapan dengan air laut yang cenderung korosif. Dengan keilmuan yang Bapak miliki, banyak kampus yang ingin memakai jasa Bapak, meski sudah cukup tua dan gak oke lagi soal penampilan. Tetapi mereka menghargai pengetahuan yang Bapak miliki. Dan ilmu perkapalan ini, masih kurang peminatnya, makanya orang seperti Bapak yang dipakai terus jasanya. Jadi karena ilmunya kamu juga soal perkapalan meski D3, kalau bisa lanjutkan sampai lulus sarjana ya. Baik, salam untuk bapak ya, kalau bapak  ingin mengajar, hubungi saya ya. Stasiun Jatinegara sudah dekat dan sampai ketemu lagi ya. Assalamu’alaikum”

Tak berapa lama lagi, kereta cl sudah memasuki peron jalur dua stasiun Jatinegara. Banyak penumpang yang akan melanjutkan perjalanan. Ada yang keluar dari stasiun dan ada yang melanjutkan ke peron lima, naik cl tujuan stasiun Kampung Bandan melewati stasiun Duri, Tanah Abang, Manggarai dan menuju stasiun Bogor.

“Baik pak, salamnya nanti saya sampaikan ke bapak . Wa’alaikumussalam.” 

Sementara saya mencoba mengambil hikmah dari cerita tadi, namun kandas karena kereta tiba di stasiun Manggarai. Setelah berhenti sejenak, akhirnya ce-el melanjutkan perjalanan, dan si Anak Muda sudah bergegas ke peron 5 menuju stasiun UI. Saya masih di dalam ce-el sambil menanti kereta singgah di stasiun Gondangdia. Setelah beberapa lama kereta tiba dan saya bergegas naik kopaja dan duduk sejenak setelah lama berdiri di ce-el. 



Kisah ini dapat di lihat pada laman berikut : 

Pejuang Kuda Besi

Ini kisah kehidupan para pekerja urban di Jakarta dan sekitarnya. Iya, mereka adalah pejuang. Kenapa saya sebut sebagai pejuang? Iya karena mereka memang berjuang demi memberikan nafkah lahir untuk keluarga dan dirinya. Kenapa kuda besi? Ya karena kuda besi itu sebagai representasi motor dalam mencari nafkah itu. Trus kenapa pilihannya motor? Karena itulah moda yang paling efisien dalam menghantarkan tugasnya sebagai pejuang. Mari kita bahas sedikit menurut versi saya.

Sebutan pejuang ini layak saya pakai karena para pengguna motor ini memang mencari nafkah untuk memberikan nafkah bagi keluarga dan dirinya. Mungkin banyak pertimbangan kenapa pilihannya jatuh kepada kuda besi ini. Pertama kuda besi ini sangat mudah dimiliki dengan skema cicilan atau tunai. Kedua, kuda besi ini sangat efisien digunakan baik dari sisi waktu maupun biaya. Saya pernah menggunakan jasa kuda besi ini selama sebulan dan hasilnya sangat berbeda ketika saya naik commuter line. Saat naik commuterline waktu tempuh bisa lebih dari 1 jam dari Bekasi ke kantor di sekitar lapangan banteng. Jika naik kuda besi ini, saya hanya butuh waktu tempuh sekitar 1 jam meski berangkat dari rumah sekitar jam 06.30 dan absen handkey sekitar 7.30 WIB. Soal biaya, tetap lebih murah dengan kuda besi. Saya hanya butuh biaya per minggu sebesar Rp50.000,- untuk bahan bakar. Jadi kalau sebulan, ya tinggal dikalikan 4 minggu sekitar Rp200.000,- Hal ini jauh berbeda dengan naik commuterline. Biaya parkir motor di stasiun sekitar Rp5.000,- Naik ojek dari stasiun tujuan ke kantor dan sebaliknya Rp20.000,- Jadi kalau seminggu sekitar Rp125.000,- atau sebulan sekitar Rp500.000,- Jadi sangat jauh sekali bukan? Itu dari sisi biaya.

Dari sisi waktu, saya pernah juga menggunakan motor dari Bekasi sekitar 6.45 dimana lokasi tempat tinggal saya di Bekasi Kota yang tidak dekat dengan perbatasan antara Jakarta dan Bekasi. Itupun bisa absen di kantor sekitar pukul 7.45 dan ini sangat efisien sekali. Jika dibandingkan dengan kereta, biasanya jika saya berangkat dengan jadwal kereta 6.40 kemungkinan absen sekitar 7.45 atau lebih. Jika lebih, biasanya commuterline-nya tertahan saat akan masuk di stasiun Jatinegara, Manggarai dan Gondangdia. Nah kalau ini sudah terjadi, biasanya saya akan telat absen di atas jam 8.00 pagi.

Sisi risiko, tetap lebih besar risiko mengalami kecelakaan dengan kuda besi dibanding moda transportasi lain. Iya menggunakan commuterline, berdasarkan data-data kecelakaan lalulintas tidak banyak yang menjadi korban. Pernah beberapa kali terjadi kereta commuterline menabrak kendaraan yang melintas rel kereta api. Namun jumlah korbannya tidak sebanyak pengguna kuda besi. Kalau soal risiko jelas kuda besi menjadi peringkat pertama dalam hal kecelakaan. Ada beberapa faktor yang dapat menyebabkan kuda besi ini berada di peringkat teratas dalam hal kecelakaan dalam berkendara. Pertama adalah emosi para pejuang yang menyebabkan lajunya kendaraan di luar kontrolnya. Kedua para pejuang cenderung abai terhadap peraturan dan rambu lalu lintas. Ketiga adalah perlengkapan keselamatan yang jarang digunakan sesuai dengan ketentuan berlalu lintas.

Berdasarkan beberapa fakta diatas, saya mengapresiasi para pejuang kuda besi ini terlepas dengan faktor kemudahan memiliki kuda besi, efisien dari sisi biaya dan waktu, adanya risiko yang setia mengintai dan pertimbangan efisiensi dari sisi moda transportasi lain. Semua kembali kepada masing-masing individu para pejuang ini. Karena apapun langkah yang akan kita ambil dan lakukan, mulailah dengan hati yang senang dan bersih. Apapun yang kalian lakukan demi keluarga dan diri anda untuk mencari nafkah dengan moda transportasi apapun, tetaplah pejuang. Selamat berjuang para pejuang.

Cerita ini juga dapat dilihat pada laman berikut : https://rulyardiansyah.blogspot.com/2017/12/pejuang-kuda-besi.html

Rumah Kaca

Awalnya saya gak pernah terpikir bisa membuat sebuah blog atau menjadi seorang blogger. Bahkan membayangkan untuk bisa menulis saja tidak pernah. Kejadian ini berawal pada awal tahun 2007 ketika banyak blogger yang sukses sebagai penulis, penjual, travelerfood phtotograph dan itu menarik minat saya untuk mulai menulis dan memiliki sebuah blog. Saya pun tidak banyak riset saat akan memulainya dan apa yang harus dituangkan dalam sebuah blog. Ketika mulai saya pun masih kebingungan soal tema atau topik apa yang akan ditulis. Akhirnya saya menulis sesuai apa yang saya ingat, ingin dan selanjutnya ditulis. Akhirnya tulisan pertama adalah mengenai tema Pemanasan global (global warming). Saya juga gak tau kenapa tema itu menjadi pilihan saya. Mungkin memang saya menyukai sesuatu terkait dengan nature conservation atau alam beserta lingkungannya. Jika kita berbaik dan berdamai dengan alam, alam akan berbaik dan berdamai dengan manusia. Jika manusia berbuat sebaliknya, maka alam juga demikian. Sebagai contoh ketika banyak pohon dilereng bukit yang ditebang dan diganti dengan tanaman palawija, maka alam akan memberikan tuahnya berupa landslide atau longsor. Itu hanya salah satu contoh mengenai alam. Makanya saya pilih alam sebagai tema tulisan di blog saat itu.

       Setelah menentukan pilihan tema tulisan dalam sebuah blog, kemudian saya perlu memilih nama blog-nya apa. Pada awal tahun 2007 hingga 2015, nama blog saya adalah “Green Environment”. Dan saat itu saya tidak berpikir perlu tautan agar pengguna internet membaca blog saya atau terlihat menarik. Hal-hal itu tidak terpikirkan dan hal utama yang saya pikirkan adalah saya dapat menuangkan ide atau pikiran dalam blog saya. Antara tahun 2007 hingga 2015, saya baru menulis dalam blog sebanyak 9 tulisan. What ? Iya. Kenapa waktu yang begitu lama saya tidak bisa menulis banyak ide? Iya banyak faktor seperti males, kerjaan (jadi kambing hitam lagi) dan masalah lain. Hingga pada tahun 2017, saya mencoba membuka diri dan mencari tahu soal tulis menulis hingga berusaha hadir di wokshop yang diadakan oleh kantor. Kebetulan workshop-nya mengundang Jombang Santani Khairen, yang menulis buku “30 Paspor di Kelas Sang Professor” dan Muthia Zahra Feirani sebagai mentornya. Mereka adalah anak-anak muda yang punya visi dalam menulis di usia yang sangat muda dan cukup terkenal. Hal itu juga memberikan inspirasi bagi saya yang sangat malas dalam menulis. Saya juga mencoba ikut beberapa kegiatan bedah buku yang diadakan perpustakaan kantor sebagai pelengkap dan penambah inspirasi saya dalam menulis. Akhirnya di tahun 2017 pula, nama blog saya berganti nama menjadi “Rumah Kaca”

     Ada beberapa latar belakang kenapa nama blog saya berubah menjadi “Rumah Kaca. Alasan pertama adalah soal lingkungan. Adanya peningkatan konsentrasi gas karbon dioksida (CO2) dan gas lainnya di atmosfir menyebabkan efek rumah kaca. Peningkatan gas-gas ini berasal dari banyaknya pembakaran bahan bakar minyak, batubara dan bahan bakar organik lainnya yang melebihi kemampuan tumbuh-tumbuhan dan laut untuk menyerapnya. Energi yang diserap dipantulkan kembali dalam bentuk radiasi inframerah oleh awan dan permukaan bumi. Dan sebagian inframerah yang dipancarkan bumi tertahan oleh awan dan gas CO2 dan gas lainnya, untuk dikembalikan ke permukaan bumi. Jika keadaan normal, efek rumah kaca diperlukan untuk menjaga perbedaan suhu antara siang dan malam tidak terlalu jauh berbeda. Makanya ide rumah kaca saya ambil sebagai bentuk bahwa tulisan atau ide saya dapat memberikan inspirasi bagi orang lain bukan malah menghambat dan hal ini juga menegaskan bahwa saya juga cinta lingkungan.

Alasan kedua adalah kritikan dan masukan dari pembaca dapat menjadikan inspirasi dan motivasi untuk saya tetap bisa menulis. Harapannya adalah tulisan saya bisa juga menjadi inspirasi bagi pembaca. Berdasarkan pertimbangan itu maka pilihan rumah kaca itu bisa diartikan sebagai tempat saya atau kita ber-“kaca” atau seperti kita melihat kaca. Jika ada yang tidak rapih, ya kita rapihkan. Jika ada gak pas, ya kita seuaikan. Jadi dengan alasan kedua ini saya juga bisa belajar banyak dari kritikan para pembaca agar saya bisa lebih baik lagi dalam menuangkan ide-ide di sekitar kita.

Alasan ketiga adalah hal yang sedikit disambung-sambungkan seperti dejavu. Saya dari dulu tidak banyak mengenal tulisan atau karya Pramudya Ananta Toer. Saya mengetahui beliau merupakan penulis yang selalu dikaitkan dengan keberadaan Lembaga Kebudayaan Rakyat (Lekra), merupakan organisasi kebudayaan yang berhaluan kiri dan dikaitkan dengan gerakan 30 September atau (G 30 S PKI). Tapi kembali ke Rumah Kaca pak Pramudya. Sekilas tentang buku ini yang merupakan tetralogi dari 4 buku beliau dimana buku pertama berjudul ‘Bumi Manusia”, “Anak Semua Bangsa”, “Jejak Langkah”. Jika 3 buku sebelumnya menceritakan soal Mingke namun di buku ke-4 ini  bercerita tentang Jacques Pangemanann yang merupakan komisaris polisi Belanda kelahiran Manado yang menyelesaikan studinya di Perancis. Latar belakang cerita buku ini pada masa kebangkitan sekitar awal 1900-an. Pada jejak langkah terakhir, Pangemanann menangkap Mingke alias RM Tas dan mengantar ke tempat pembuangan di Maluku. Kemudian Pangemanann mendapat tugas baru untuk memata-matai berbagai organisasi pada masa itu yang berasal dari Indonesia dan menyusup kedalamnya. Dan Pangemanann menamakan pekerjaannya seperti bekerja di rumah kaca. Makanya Pak Pram menulis bukunya berjudul “Rumah Kaca” yang menceritakan soal pekerjaan mata-mata Pangemanann.

Jadi berdasarkan alasan-alasan diatas, maka begitulah penamaan blog saya yang berdasarkan alasan baik yang sebenarnya maupun yang dikait-kaitkan dengan buku “Rumah Kaca” karya Parmudya Ananta Toer. 


Cerita ini juga bisa dibaca di tautan berikut :  
 https://rulyardiansyah.blogspot.com/2017/12/rumah-kaca.html

Butterfly

Flying over from flower to flower
Your wing reflects the beauty of nature
Your activity produces pollination for good reason
Your kind is a picture of God's creation

Your transformation is amazing
From egg you were born in the leaf
Then become worm who eat the leaf
After being adult worm become a cocoon

Many flowers await for your pollination
Your humble action cooperate with some birds
Even many enemies want to attack
Your honorable works can’t be compared

I wish the world would peace because of you
I wish there are no war in the world
The beauty of butterfly will inspire the world

The hope will maintain the world keep peaceful 


Puisi ini dapat dilihat di laman : 
https://rulyardiansyah.blogspot.com/2017/12/butterfly.html