Tampilkan postingan dengan label Film. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Film. Tampilkan semua postingan

Bohemian Rhapsody, Sisi Kelam Sang Legenda

       Siapa sih yang nggak kenal grup band Queen yang ngehits di tahun 80-90 an. Anak-anak 80-an kayak gue pasti kenal semua lagu-lagunya.
       Makanya pas diajak nonton film Bohemian Rhapsody, tanpa pikir panjang gue langsung mengiyakan. Gue pikir pasti banyak lagu-lagu hits Queen yang bakal dinyanyiin. Rami Malek berperan sebagai Freddie Mercury. Si Rami ini bener-bener apik deh berperan sebagai Freddie Mercury. Walau awalnya gue masih mengingat-ngingat seperti apa gaya dan tampang Freddie Mercury dulu.
       Awal pertemuan Freddie dengan Brian May dan Roger Taylor adalah ketika grup band Smile kehilangan vokalisnya. Disitulah dimulainya pertemanan mereka sampe mereka membentuk grup band Queen sampe akhirnya John Deacon gabung belakangan.
       Menurut gue sih jalan awal mereka menapak karir sampe bikin album Bohemian Rhapsody nggak begitu rumit diceritakan, hanya sekali penolakan oleh label.
       Yang menarik adalah jalan hidup Freddie yang agak berbeda dari manusia biasa. Sifat arogan dan selalu merasa paling istimewa membawa Freddie berbeda dengan anggota grup band lainnya.
       Memiliki Mary, wanita yang sangat dicintainya tidak membuat hidup Freddie  menyenangkan. Tapi Mary tidak berhasil mengisi ruang hati Freddie. Hidupnya kesepian dan kosong. Akhirnya hubungan mereka hanyalah hubungan pertemanan yang manis. Freddie menghadiahi lagu Love of My Life untuk Mary.
       Sampai puncaknya adalah ketika Freddie ditinggalkan teman-temannya karena Freddie sering melanggar kesepakatan dan tanpa persetujuan anggota Queen dia bersolo karir. Saat itulah Paul menjadi manajernya yang sekaligus merusak hidup Freddie sampai akhirnya tak semua ada batasnya.
     Secara umum, film ini sangat menarik. Semua pemeran anggota band Quen sangat menjiwai perannya masing-masing. Khusus untuk Rami Malik, dua jempol dari gue karena dia  bisa membuat gue berpikir bahwa yang dilihat di layar adalah Freddie Mercury.
       Rami membuat film ini hidup dengan aktingnya yang menawan. Freddie seolah masuk kedalam dirinya. Gue nggak ngerti juga gimana itu caranya dia nyanyi sampe benar-benar mirip dengan Freddie Mercury.
       Tangis gue pecah ketika Freddie tampil di konser Live Aid yang ditujukan untuk pengumpulan dana bagi Ethiophia di Stadion Wembley, Inggris. Entah kenapa gue seperti melihat Freddie Mercury yang mencoba bangkit di saat-saat akhir hidupnya. Gue merasa si Freddie ini lagi berusaha memperbaiki kembali hidupnya yang dirusak Paul. Pandangan matanya menyiratkan penderitaan ketika menyanyi lagu itu. Adegan paling menyentuh buat gue.
       Gue juga kagum dengan kejelian sutradara menghadirkan Konser Live Aid di Stadion Wembley seolah nyata. Gue merasa hadir di sana.
      Akhirnya gue berkesimpulan sendiri bahwa banyak megabintang yang hidupnya kesepian sehingga mereka sering bertingkah aneh. Mereka dipuja jutaan manusia tapi mereka selalu merasa kesepian sehingga mereka terpeleset dalam kehidupan yang jauh dari normal, dan  membawa mereka ke akhir kehidupan yang dini. 
       Secara keseluruhan, film ini gue beri bintang empat . Sangat menghibur dan membuat gue bernostalgia  kembali dengan lagu-lagu Queen yang apik.
         Mama just killed a man
         Put the gun against his head
         Pulled my trigger, and now he's dead
         Mama, life had just begun
         But now I've gone and thrown it all                 away
         Mama, ooo
         Didn't mean to make yoy cry
         If I'm not back again this time                           tomorrow
         Carry on, cary on, as if nothing really             matters

         Too late, my time has come
         Sends shives down my spine
         Body's aching all the time
         Goodbye everybody, I've got to go
         Gotta leave you behind and face the               truth
         Mama, ooo (anyway the wind blows
         I don't want to die
         I sometimes wish I'd never been born           at all


Jakarta, 2 November 2018