Pindah Gigi

Ini kisah ketika saya kos waktu kelas 3 SMA dulu. Sebetulnya tidak ada halangan untuk tidak kos, tapi biar kelihatan serius dalam rangka menghadapi EBTANAS. Wah istilahnya kuno banget ya, beda ama sekarang : UN. Kalau kos kan biar bisa lebih fokus belajarnya, biar bisa lebih sering diskusi sama teman-teman untuk persiapan ujian, meskipun pada kenyataannya sama juga, bahkan malah lebih sering nongkrongnya daripada belajar. Ssst... 
Tapi memang benar apa kata orang (orang yang mana ya :P), "kos jauh lebih seru", selalu ada cerita, ada canda dan tawa, ada juga dukanya terutama kalau tanggal-tanggal tua. Hush... kok jadi curhat begini.
Saya masih ingat, malam pertama kos, semalaman diiringi lagu 'Hello'-nya Lionel Richiesangat menyentuh dan sekaligus menyedihkan. Menyentuh karena memang lagunya ok banget, dan menyedihkan karena aku gak enak mau matiin lagunya, itu tape recorder punya teman sekamarku.
Sekarang kalau dengar lagu itu, jadi ingat masa-masa itu, seakan-akan Lionel Richie pernah jadi teman kosku. Lebay dot com.
Satu hal yang selalu bikin seru adalah makanan.
Kapanpun dia ada, tidak perduli waktunya makan atau (apalagi) waktu-waktu lapar, selalu bikin heboh. Suasana rebutannya seperti bertahun-tahun tidak pernah lihat makanan. Seperti malam itu habis maghrib, ketika bapak kos dapat undangan kenduren atau dikenal dengan istilah bancak-an. Hanya ada satu kata kalau ada undangan kenduren  adalah : berkat (jatah nasi bungkus dari acara hajatan itu). Seperti layaknya anak kandungnya (kalau urusan makanan ngaku-ngaku anak kandung ya... :D), sambil menunggu bapak kos balik dari hajatan, kita ngobrol di ruang tengah, sambil membayangkan berkat beserta asesorisnya : nasi plus kentang goreng, sayur kacang, perkedel kentang, telur plus ayamnya. Hmmm... sambil mikir... dapat apa ya aku kalau rebutan nanti.
Rupanya ada salah satu teman yang belum sholat maghrib. Kebetulan kebiasaan dia kalau sholat di atas dipan, yang tentu saja setiap pergerakannya terdengar derit yang lumayan keras : krieet...
Di setiap jeda obrolan kami, tentu terdengar bunyi yang cukup keras dari dipan tempat temanku sholat.
Bunyi 'krieet' nya masih cukup teratur, menandakan khusyuknya sholat :
krieet... krieet... krieet...
krieet... krieet... krieet...
Ditengah 'irama' yang teratur itu, tiba-tiba bapak kos datang, "Assalamu'alaikum..." Kami menjawab salam dengan penuh semangat. 'Berkat' langsung ditaruh di meja, dan 'petualangan' anak kos pun dimulai. Suasana di ruang tengah menjadi gaduh dan tentu saja terdengar oleh temenku yang sedang sholat...
Ketika teman-teman mulai mendapatkan bagiannya, terdengar suara derit dipan yang berbeda dari yang tadi :
krieet.. krieet.. krieet.. krieet.. krieet.. krieet..
krieet.. krieet.. krieet.. krieet.. krieet.. krieet..
Ada yang nyeletuk, "wah sholatnya pindah gigi ya"
dengan disambut grrrrrrrrrrrrrr teman-teman lainnya...


* lain kali sholatnya di lantai aja, kalau pindah gigi tidak ketahuan :D

Barangkali Kita

Di antara satu kebahagiaan adalah
Mengetahui ..oh, bukan..
berada dalam perjalanan,
Atau terus berusaha berjalan di
Dalam
Μencari secarik rahasia rahasia kehidupan
Atau,
Dianugerahi,

Ilmu secuil
Dari samudera ilmu yg begitu luas ini

Bahwa di luar sana
Ada dia
Mereka
Yang begitu hebat prinsipnya
Sabarnya
Tulusnya

Sehingga terdengar pun tidak
Diketahui? Mungkin tak banyak
Dirasa? Barangkali iya


Karena disembunyikannya cintañya
Barangkali ikhlasnya yg begitu halus
Sampai tak pernah terucap

Atau lisannya tercekat
Dari keluhan

Seperti tokoh di balik layar
Yang begitu kuat namun tiada terlihat

Karena barangkali kita silap
Memuja emas di depan mata..
Dan abai atas mutiara di dasar sana..

Mengapa Saya Ingin Menulis

Sering kali saya menjumpai tulisan yang membuat saya menangis, tertawa, sedih, menjadi bersemangat, dan berbagai ekspresi lainnya. Hal ini sudah cukup jadi bukti bahwa pengaruh tulisan itu sangat besar terhadap perasaan seseorang.

Dengan tulisan yang isinya sangat menyentuh, seseorang dapat terketuk hatinya untuk kemudian tersadar terhadap sesuatu. Tidak sedikit seseorang sulit untuk diingatkan secara lisan, tapi mudah tersentuh oleh nasihat-nasihat yang dikemas dalam bentuk tulisan yang baik.

Seseorang bisa juga menjadi terharu ketika membaca tulisan yang dikemas dalam bentuk kisah-kisah inspiratif. Kisah-kisah yang baik ini, tidak akan menginspirasi orang lain apabila tidak ditulis yang kemudian akan dibaca orang lain.

Tulisan bisa juga memotivasi seseorang yang pada saat sedang tidak memiliki semangat untuk maju dengan potensi yang sebenarnya sudah dimilikinya.

Dan yang tak kalah pentingnya adalah ilmu-ilmu dari orang-orang sebelum kita, dapat kita pelajari dari tulisan yang dibuat oleh mereka. Sebagaimana ungkapan seorang ulama, "ikatlah ilmu dengan menuliskannya", maka ilmu tidak akan hilang begitu saja. Hal ini tentu untuk menjaga kesinambungan alih ilmu antar generasi. Jika tidak ada tulisan, rasanya proses pewarisan ilmu akan menjadi lebih sulit. Daya hafal manusia juga sangat terbatas.

Jangan sekali-kali melupakan sejarah, begitu ungkapan yang sudah tak asing bagi kita. Tapi sejarah tidak akan pernah ada, jika tidak disimpan dalam sarana-sarana yang baik, yang salah satunya adalah dalam bentuk tulisan. Generasi berikutnya akan dengan mudah mengakses informasi terhadap kegemilangan generasi sebelumnya. Meneladaninya dan mengambil pelajaran dari sejarah yang dibaca melalui tulisan-tulisan. Ini salah satu upaya memelihara peradaban agar tidak mudah punah.

Dengan menulis kita bisa menyampaikan ide-ide yang baik yang akan bermanfaat baik untuk kita sendiri maupun untuk orang lain. Kita bahkan bisa menumpahkan semua perasaan kita melalui tulisan.

Di lain pihak, ide-ide yang tidak baik juga berserakan melalui tulisan. Hal ini sangat membahayakan bagi generasi berikutnya. Kalau kita masih punya kepedulian terhadap kebaikan generasi berikutnya tentu hal ini tidak akan membuat kita tinggal diam, hanya mengeluh saja. Solusinya diantaranya adalah kita harus ikut beserta orang-orang yang menyebarkan pengaruh yang baik melalui tulisan.

Tulisan bisa mempengaruhi perasaan, mental, fikiran dan karakter seseorang. Pada skala yang lebih luas, bisa mempengaruhi 'warna' masyarakat. Dan dalam kurun waktu yang cukup, hal ini akan mempengaruhi sebuah peradaban, bahkan bisa membentuk peradaban dengan warna yang baru. Karena itulah, mengapa saya ingin menulis.

Pendidikan dan Warna-warninya – Part 1

Sebenarnya saya gak ingin menulis soal sekolah dan pendidikan, tapi karena ada anggota sesama komunitas bukannotadinas.com menulis soal pendidikan, rasanya perlu saya share sedikit soal pendidikan yang saya alami pada anak-anak saya. Cerita ini memang agak flashback karena anak perempuan kedua saya saat itu masih kelas I SD dan dia sekarang sudah kelas V SD.
          Bermula dengan semangat empat lima, anak kedua saya, Rafeyfa (Feyfa) bersiap berangkat ke sekolah di hari pertama masuk sekolah. Seperti biasa, hari pertama sekolah dalam tahun ajaran sekolah, anak-anak baru sangat semangat masuk sekolah. Segala perlengkapan sekolah seperti buku, tempat pensil, tas dan baju seragam akan jadi isu utama saat masuk sekolah. Tak terkecuali Feyfa. Berangkat ke sekolah maunya pagi-pagi sekali, bahkan saat itu pukul 06.00 pagi anaknya sudah lebih siap dari orang tuanya yang akan mengantar ke sekolah. Setelah semua siap, si Umi bersiap berangkat untuk mengantar Feyfa dan kakaknya, Haya ke sekolah.
          Tiba di sekolah, banyak anak-anak yang masih diantar oleh orangtua, kakak, om dan tantenya, dan ada juga yang dianter oleh kakek atau neneknya. Suasana sekolah, terlihat ramai dan akan menjadi tempat belajar mereka di kemudian hari kelak. Saling tatap dan agak malu-malu untuk saling tegur merupakan hal yang wajar. Rata-rata mereka berangkat dari taman kanak-kanak yang berbeda dan sekolah ini merupakan sekolah dasar negeri bukan swasta. Saat penetapan wajib belajar selama 9 tahun oleh pemerintah pusat, Bekasi salah satu yang sudah membebaskan uang sekolah bagi murid-muridnya untuk tingkat sekolah dasar dan menengah. Sekolah ini berada di sekitar komplek perumahan dan ada beberapa anak yang memang selesai dari taman kanak-kanak yang sama dengan Feyfa.
Teng…teng…teng. Bel masuk kelas telah berbunyi dan anak-anak akan siap masuk kelas dengan berbaris. Setelah itu, anak-anak masih diberikan kebebasan untuk duduk di bangku mana saja dan dengan siapa saja. Orang tua masih diperbolehkan melihat anaknya dari luar kelas. Wali kelas memberikan informasi mengenai tata tertib sekolah termasuk jam masuk dan pulang, mata pelajaran, buku sekolah yang harus dibeli, seragam dan kegiatan ekstra kurikuler yang dimiliki sekolah. Hari pertama berjalan lancar dan tidak ada hambatan. Karena para siswa hanya diperkenalkan mengenai tata tertib sekolah dan siapa wali kelasnya. Hari kedua dapat dilalui juga dengan lancar oleh Feyfa.
Pada hari ketiga, sekolah dimulai dengan pelajaran olahraga dimana para siswa bermain dan berolahraga terlebih dahulu. Masuk kelas pada pukul 08.00 dan kebetulan saat itu, wali kelas Feyfa sedang cuti umroh dan orang tua yang mengantar bebas masuk hingga ke dalam kelas. Selama seminggu siswa diberikan kebebasan untuk duduk dimana pun dan dengan siapapun. Setelah olahraga, Feyfa dengan santai duduk di barisan depan, yang memang bukan tempat duduknya selama 2 hari lalu. Kebetulan juga si Umi lagi ada urusan sehingga tidak bisa menunggu proses belajar yang sedang berlangsung.
Entah kenapa tiba-tiba, ada seorang ibu yang melihat bahwa siswa yang duduk di depan bukanlah anaknya melainkan Feyfa, langsung masuk dan menghardik Feyfa. “Hei nak, tolong pindah duduk di belakang ya. Ini kan tempat duduk anak saya kemarin selama 2 hari. Kamu gak duduk di sini kan? Jadi segera pindah ya”, sambil anaknya ibu itu digandeng untuk segera duduk di kursi depan. Apa yang terjadi saat itu membuat kami khawatir. Saat itu pun wali kelas pengganti terlambat mengantisipasi hal-hal seperti ini. Namanya juga sekolah dasar negeri, jadi wali kelas pengganti lambat menutup pintu agar orang tua siswa masuk ke dalam kelas.
Setelah si umi kembali dan kelas ternyata telah bubar, Fefya menangis gak karuan dan ketika bertemu dengan umi, tangisannya makin terdengar keras. Setelah menanyakan apa yang terjadi, esok harinya kami melakukan protes kepada pihak sekolah dan langsung menghadap kepada Kepala Sekolah atas kejadian kemarin agar tidak terulang kembali. Respon dari sekolah cukup baik dan meminta maaf atas kejadian ini. Saat kami meminta alternatif jalan keluar atas masalah ini, pihak sekolah belum bisa memutuskan. Dan sejak kami protes, setiap tahun ajaran baru khusus untuk kelas I, akan dijaga oleh wali kelas yang bersangkutan untuk memantau agar orang tua siswa tidak ikut campur soal tempat duduk. Tempat duduk akan dirotasi setiap minggu agar siswa yang punya kelemahan dalam membaca dapat merasakan suasana berbeda saat duduk di depan.  
Selesai dengan permasalahan sekolah, pada hari kelima dan seterusnya, Feyfa tidak mau masuk sekolah. Kami pun sempat panik. Kami carikan sekolah swasta dan beberapa sekolah yang kami rasa sanggup untuk bayar SPP-nya, tetapi anaknya tidak mau bersekolah. Selama seminggu berlalu, dan sebelumnya kami juga sudah pernah menanyakan kenapa alasannya tidak mau bersekolah dan kali ini kami ingin meyakinkan diri kami dan jawabannya, “Dd gak mau ketemu seperti ibu-ibu yang itu lagi”, sambil mengeluarkan air matanya. Masya Allah. Pengalaman yang sangat traumatis bagi Feyfa. Kami pun sebagai orang tua tidak bisa memaksakan untuk tetap bersekolah. Akhirnya Feyfa tidak sekolah selama 1 tahun dan selama itu, Feyfa hanya ikut les membaca dan menulis. Akhirnya pada tahun berikutnya, Feyfa baru bisa masuk sekolah kembali tetapi tidak di sekolah yang sama. Alhamdulillah dia sudah mau masuk sekolah kembali meski harus lama menunggu selama 1 tahun.   
Lesson learnt. Tidak mudah untuk seorang anak bisa memulai sekolah dengan segala warna-warninya. Bayangan dalam pikirannya tentang sekolah adalah bermain dan berteman dengan kawan-kawan yang baru. Banyak harapan ketika mau masuk sekolah. Namun karena arogansi orang tua juga membuat kehidupan dan kesenangan anak-anak lain bisa ternoda. Saya share karena saya peduli rekan-rekan masih memiliki anak-anak balita, mohon dijaga tumbuh kembang lingkungan baik sekolah dan teman-temannya. Kejadian atas anak saya agar tidak terulang kembali dan kita juga harus peka terhadap kondisi anak-anak kita, karena mereka titipan Allah yang harus tetap dipelihara dan dijaga akhlak dan jiwanya. Aamiin.  
Kaitannya dengan pendidikan yang 20% dari APBN tidak terlalu banyak pengaruh. Karena UU belum mengalami perubahan yang signifikan dan mendasar  dan tidak berpengaruh banyak pada pendidikan dasar. Saya memang berniat menyekolahkan ke sekolah negeri agar dampak dari UU itu dapat dirasakan. Tapi faktanya malah kebijakan pemerintah melalui UU tidak menyentuh sisi humanis dari setiap peserta didik. Saya cukup beruntung dan bersyukur bahwa anak saya masih mau bersekolah setelah 1 tahun. Bagaimana anak yang sering di bully setiap hari dan masih merasakan adanya bullying di sekolah? Saya rasanya kasihan karena perasaan seorang anak yang di bully itu tidak akan hilang dalam jiwa dan raganya selamanya. Hal itu juga belum menyentuh masalah sarana dan prasarana setiap sekolah, apakah layak atau tidak ruangan kelas dan banyak hal lainnya. Apa yang terjadi pada anak saya, semoga tidak terjadi pada rekan-rekan bukannotadinas.com yang cinta dengan pendidikan di Indonesia. Hal ini cukup menjadi renungan untuk pribadi saya dan apa yang perlu diperbaiki di masa yang akan datang. Banyak orang hebat di Indonesia tapi sedikit orang hebat yang mau berpikir keras untuk kemajuan Indonesia dengan langkah nyata. Semoga kita menjadi orang hebat yang sedikit itu. Aamiin

Cerita dapat juga dibaca pada link berikut :

Suka tapi Benci

Sunyi mulai hadir meskipun malam belum terlalu larut. Perut sudah mulai gelisah ditinggal logistik yang terakhir dipasok sebelum maghrib tadi. Mulut pun kompak ikut menyuarakan aspirasinya, ingin mengunyah sesuatu. Entah ini memang lapar karena belum makan atau sekedar lelah membayangkan Raisa bersanding di pelaminan.

Yang pasti, seketika itu aku beranjak menuju dapur mengecek hidangan apa yang tersedia. Dan sudah kuduga, tersaji berbagai macam makanan yang bahan dasarnya sama, daging sapi. Masih kental aroma Idul Adha di hari tasyrik kedua ini. Namun berbagai olahan daging sapi qurban ini tak sedikitpun membuatku berselera. Bukan bosan karena sudah dua hari makan daging sapi, tapi dari dulu aku memang tak terlalu doyan hasil olahan daging qurban. Padahal biasanya aku doyan sekali daging sapi. Mungkin ini efek melihat proses penyembelihannya, jadi sedikit ga tega.

Makin lama perut makin tak berkompromi, memaksa aku berpikir keras menentukan menu alternatif malam ini. Akhirnya, tak jauh-jauh, pilihan paling gampang jatuh pada mie instan. Ya, mie instan favorit hampir semua orang di bumi Indonesia, sebut saja merk nya mieindo. Varian rasa mie gorengnya tak ada duanya. Sejak zaman inneke koesherawati suka pakai rok mini hingga kini penampilannya sudah syar'i, aku belum pernah menemukan rasa mie goreng seenak milik mieindo ini. Alhasil, dengan sigap aku merebus air sebagai langkah awal. Aku sangat menikmati proses sederhana membuat mieindo ini. Bagian favoritnya tentu saat mencampurkan mie yang sudah ditiriskan dengan bumbu yang sudah disiapkan. Semerbak wangi mie goreng akan menyeruak ke segala penjuru mata angin. Aroma khas yang bisa membuat orang puasa berkurang pahalanya.

Sebagai orang Indonesia tulen, kurang rasanya kalau makan belum pakai nasi. Jadilah diciduk dua entong nasi ke atas mie yang tampak mengkilap kuning kecoklatan. Banyak orang bilang bahwa yang aku lakukan ini sia-sia, karena nasi dan mie sama saja, kadungan utamanya karbohidrat. Tapi biarlah kafilah berlalu, yang penting perut kenyang dan air liur mengental. Menu mieindo plus nasi ini sudah jadi menu istimewaku sejak zaman taman kanak-kanak dulu.

Oh iya, sejak dulu mieindo ini sudah kerap ditimpa isu tak sedap terkait kandungannya. Ada yang mengungkit-ungkit kadar MSG yang katanya bikin makin bodoh. Belum lagi lapisan lilin pada bagian mie nya yang katanya berbahaya dan memicu kanker. Tapi faktanya, mieindo tetap digdaya dan jadi pilihan masyarakat seantero negeri. Tanya saja anak kosan, pekerja kantoran dan serabutan, ibu-ibu rumah tangga, sampai anak sekolahan, semua pasti doyan. Apalagi saat tanggal tua melanda. Warung penjual mieindo juga bertebaran di mana-mana.

Akhirnya, tibalah kini di saat yang paling ditunggu sekaligus dibenci. Saat di mana mieindo dan nasi sudah terhidang dan tinggal ditelan masuk ke kerongkongan. Ya, itu memang yang ditunggu-tunggu, apalagi dari tadi aromanya sudah menggambarkan seberapa nikmat rasanya. Nasi dan mie goreng di piring sudah tandas tanpa perlu menunggu lama. Yang tersisa tinggallah goresan-goresan bekas bumbu mie goreng yamg tampak berminyak di sudut-sudut piring. Kadang menggerakkan hati untuk menjilatinya sampai bersih tak bersisa. Sungguh nikmat tak terhingga. Tapi bersamaan dengan itu, aku membenci bagian ini. Bagian dimana aku lahap menghabiskan mieindo ku.
Perjuanganku selama hampir sepuluh menit seolah terhapuskan hanya kurang dari lima menit.

Sekian