Surat Untuk Mileak (lagi)



Mileak
Aku pernah mengalami saat saat dimana, aku seperti lampu teplok yang nyalanya makin meredup karena kehabisan minyak, pendar cahaya yang tersisa hanya dari  bara yang hampir memadam, hanya soal waktu saja sumbu sumbunya  akan menjadi arang,

Saat itu kau hadir, entah dari mana,
menjadi minyak yang memenuhi tabung,  membasahi sumbu dan mengobarkan nyala, cahaya memendar dari selubung  tabung kaca ke arah luar,

Untuk hal satu ini, mileak...
aku patut berterima kasih padamu

Diman









Tahu apa kamu tentang cinta?

Cinta Tak Butuh Alasan

Katanya cinta hanyalah cinta
Datang dan pergi sesuka hati
Menyeruak di antara dua tiga insan
Kadang menghubungkan dua buah hati
Sambil meretakkan satu hati berkeping terarak

Katanya cinta hanyalah cinta
Datang dari terbiasa lalu kagum
Hadir di hiruk pikuk kesibukan kantor
Terhempas di tengah jadwal pekerjaan
Menyimpan tanya apakah rasa itu nyata

Katanya cinta hanyalah cinta
Datang dari mata turun ke hati
Bersemi di pagi dan sore hari
Terhimpit dalam sesaknya gerbong kereta
Memberi harap dalam tatap dan lirik

Katanya cinta hanyalah cinta


* Disebelahnya, 0503202016##

Aku dan Fatamorganamu

Rindu

Ruang ini sunyi walaupun banyak orang berlalu lalang
Hati ini sepi menantimu yang tak kunjung datang
Detik berganti menit mengisi hari
Menyiksaku dalam penantian tak bertepi

Sebuah pertanyaan mendera kalbu
Apakah dirimu baik selalu?
Betapa hanya cemas yang kurasakan
Menyimpan penyesalan tiada akhir kenapa rindu ini tak kusampaikan

Kunanti dirimu di ruang yang sama
Diantara rasa pedih dan lara
Demi satu asa yang menggelora di dalam diriku
Kau akan kembali padaku




Pergilah Cinta


Pergilah Cinta
(dibacakan dengan saling berbalasan)


Tertegun kumerana
Kenangan indah yang sirna
Raga dan jiwamu
Masih kurindu
Lima tahun kita bersama
Tak kusangka kita harus berpisah
Segala cita-cita kita bersama
Terbang jauh meninggalkan luka
Begitu jauh kau pergi
Melebihi jarak yang kuketahui
Andai kubisa memutar waktu
Mengubah perkataanku
Masih teringat ucapanmu
Begitu kejam menusuk kalbu
Kutuju engkau sebagai pelabuhan terakhir
Tak kusangka semua berakhir
Bukan maksud mulut berucap
Memutuskan cinta yang tak bisa satu atap
Tiada kata untuk mengalah
Memang, hubungan kita yang salah
Andai kutidak mengenal cinta ini
Takkan pernah ku sesakit ini
Bahagia dan kenangan
Yang takkan bisa kulupakan
Cinta yang nyata namun terlarang
Dimana semua orang menentang
Semua halangan kulawan
Tapi kukalah dalam peperangan
semua yang patah tak lagi tumbuh
kau yang hilang pun tak lagi berganti
Sekarang kita berdua berjalan,
Berdampingan namun berbeda arah seperti istiqlal dan katederal



Pergilah, Cinta
 

 Jakarta, 5 Maret 2020
Gilmar Idomora

Suara Sunyi

Detak jam pada malam
Detak jantung pada keheningan

Suara-suara tak sembunyi
Mereka hanya butuh sunyi

Diam..
Diamlah..

Semakin banyak kau diam
Semakin banyak yg kau dengar

Sunyi..
Sunyilah..

Semakin dalam kesunyian
Semakin suara tak dibutuhkan

Mengerti tanpa bunyi,
Kesunyian yang agung

 J0818

Tentang Kita Dan Mereka


Ini bukan tentang Aku, Kamu ataupun Dia.

Ini tentang Kita dan Mereka. Yang setiap hari berpindah tempat, lewat jalan yang sama atau berbeda. Dengan alat yang sama atau berbeda. Dengan orang yang sama atau berbeda.

Ini tentang Kita dan Mereka, yang setiap hari nyaris di waktu yang sama, harus mematikan rasa. Membuang jauh-jauh akal sehat, melupakan semua ajaran dan pelajaran.

Ini tentang Kita dan Mereka yang selalu berasumsi dengan diri sendiri.

Ini tentang Kita dan Mereka, yang lupa atau bahkan tak pernah ingat bahwa kita akan kembali di hari-jam-menit yang tepat: tidak akan lebih cepat atau lebih lambat. Tidak akan tertunda.

Ini tentang Kita dan Mereka, yang selalu merasa diri paling berhak cepat sampai di rumah. Yang merasa paling ditunggu kehadirannya.

Ini tentang Kita dan Mereka, yang tak pernah abai nyawa. Berbalas pesan saat berkendara. Salip di kiri lambat di kanan.

Ini tentang Kita dan Mereka, yang hanya menunggu waktu saja hembuskan nafas di jalan raya.

Jakarta, 06032020