Anakku (Tidak) Belajar

Tarra, anak lelakiku yang duduk di bangku kelas akhir sekolah dasar berkata kalau ia akan belajar malam ini sehingga ia menutup pintu kamarnya. Ia memberikan isyarat tak ingin diganggu siapa pun. Aku menerima keputusannya dengan senang hati. Sikapnya membuat rasa stres-ku berkurang sedikit.

Dari luar kamarnya terdengar bunyi tombol ditekan oleh anakku. Kemudian dari balik jendela kecil kaca yang berada di atas pintu kamar, sebuah cahaya terang memancar. Sepertinya ia menyalakan lampu belajarnya menandakan kalau Tarra serius belajar.

Tak berapa lama aku membuka pintu kamar Tarra dengan maksud ingin memberinya semangat. Ternyata yang kulihat tidak sama dengan apa yang kubayangkan. Kulihat Tarra sedang menendang-nendang bola futsal di kamarnya. Entahlah, aku tak tahu apa yang harus kulakukan. Apakah memarahinya ataukah kubiarkan saja?

Tamat

Pusaran Masa Lalu


Membaca Lagi Rendra

Ketika terjadi ketidakadilan, orang-orang akan bertanya. Saat ketidakadilan justru dipertontonkan tanpa sedikit pun kepedulian, orang-orang tidak hanya bertanya tapi akan menunjukkan ketidaksukaan dalam berbagai bentuknya.

Saat pertanyaan-pertanyaan yg ada tidak menemukan jawabnya, ketika tekanan justru yg menjadi jawaban, ruang baru akan tercipta.

Pertanyaan yg diajukan boleh saja membentur keadaan namun ia tidaklah mereda. Ia akan tumbuh di kebon belakang lalu pada saatnya menjelma hutan. Ia terus hidup di alam bawah sadar, tercebur ke kali mengalir lalu menjadi ombak di samudra.

Suara-suara yg diteriakkan memang memekakkan telinga namun ia jelas bentuknya. Jawablah, jangan melengos darinya. Dan lebih berhati-hatilah dengan suara-suara yg dikumpulkan dalam hati karena ia akan menjadi energi yg bukan lagi melahirkan kata namun tindakan.

Dan sesungguhnya ketidakadilan itu rapuh karena ia berdiri di atas kaki-kaki yg tidak utuh. Tak ada keseimbangan maka janganlah heran jika ia selalu dihantui kekhawatiran akan jatuh.

Setiap orang bisa berkata memiliki niat baik, namun jika keadaan tidak berubah menjadi lebih baik, mengulangi apa yg dikatakan Rendra, pertanyaan itu kembali mengemuka :

'Niat baik Saudara untuk siapa?
Saudara berdiri di pihak yg mana?

J1019

Anak-anak dan Kegembiraan

Pada satu waktu,
aku ajak anak-anakku berenang
Mereka terlihat begitu senang

Kali lainnya,
kami sama-sama ke tempat wisata
Aku lihat mereka amat gembira

Di banyak kesempatan,
pusat perbelanjaan menjadi pilihan
Wajah mereka terlihat riang di keramaian

Sempat ku berpikir telah membawa kegembiraan pada mereka
sebelum pada akhirnya kusadari
merekalah yang lebih banyak membuatku gembira

Mungkin aku justru sering
mengurangi kegembiraan itu
Menyuruh mereka pulang
saat sedang asyik bermain
Memintanya belajar daripada menonton TV
Memaksanya tidur meski belum mengantuk

Aku masuki dunia mereka yg bebas
dan memberinya rambu-rambu
dari duniaku yg telah lewati jalan berliku

Dunia anak-anak adalah dunia kegembiraan,
dunia dewasa tentang tanggung jawab dan keseriusan.
Entah darimana perasaan telah membawa kegembiraan pada mereka itu datang.

Bagaimana bisa aku berpikir telah membawa kegembiraan
jika mereka adalah kegembiraan itu sendiri?

Kegembiraan itu dari dunia mereka
Tanggung jawab itu dari duniaku
Dan antara dua dunia,
kami berusaha saling menghidupkannya

Tumbuhlah bertanggung jawab
dengan gembira, Nak..

J1018

Kabut dan Harapan


Kabut yang hadir selepas hujan dini hari memenjarakan kata
Rindu terbang bebas lalu lupa tuk kembali ke peraduan
Masih ada secercah harapan di permulaan hari
Pagi yang menyuguhkan mantra pelipur lara
dan mentari yang kilaunya memanjakan netra

#puisi #puisidanfotografi
#pagi #kata #stasiun #stasiunjurangmangu #tangerangselatan #tangsel #tangsellife #aktivitas

Legenda Rindu

Malam datang berkerlip bintang
Purnama pun tersenyum tenang
Merayu senang segera berkumandang
Usir resah rindu kan datang

Desir congkak mulai menjalar
Percaya penuh pada nalar
Tak mungkin berani rindu keluar
Hingga menyingsing waktu fajar

Tersadar ku telah alpa
Rindu datang dari penjuru semesta
Cepat menyerbu ke ruang hampa
Tak sungkan pada terang dalam gulita

Ingin rasanya kupukul alu
Agar ayam jantan terjaga dan berkokok merdu
Tepat saat rindu kurang satu
Biar kugenapkan jadi seribu




Anak kecil itu tidak hapal Pancasila



Anak Kecil itu tidak hapal Pancasila
Dia berdoa tak basa-basi
Meminta tanpa modus apa-apa
Dia percaya penuh Tuhannya
Ditunggunya teman selesai ibadah baru bermain


Anak Kecil itu tidak hapal Pancasila
Tidak pernah dia menghakimi
Marahpun sesaat kemudian bermain lagi
Diberinya seluruh mainannya kepada teman-temannya,dipinjam boleh,dimilikipun boleh
Baginya yg penting temannya tetap bersamanya


Anak kecil itu tidak hapal Pancasila
Didamaikan temannya yg berselisih
Salah satu tidak hadir,dicarinya,dipastikan bahwa semua baik-baik saja



Anak Kecil itu tidak hapal Pancasila
Dia bertanya hari ini akan bermain apa-apa
Masing-masing menjawab kemudian bersepakat


Anak Kecil itu tidak hapal Pancasila
Dipuji temannya yg berusaha
Dihibur temannya yg sedih, membuat wajah lucu sampai temannya tertawa
Tertawa harus bersama, sedihpun bersama

Surat Untuk Mileak (lagi)



Mileak
Aku pernah mengalami saat saat dimana, aku seperti lampu teplok yang nyalanya makin meredup karena kehabisan minyak, pendar cahaya yang tersisa hanya dari  bara yang hampir memadam, hanya soal waktu saja sumbu sumbunya  akan menjadi arang,

Saat itu kau hadir, entah dari mana,
menjadi minyak yang memenuhi tabung,  membasahi sumbu dan mengobarkan nyala, cahaya memendar dari selubung  tabung kaca ke arah luar,

Untuk hal satu ini, mileak...
aku patut berterima kasih padamu

Diman