Sebuah fiksi : Merajut Mimpi

Buah salak yang telah siap dipanen, terlihat ranum pada setiap batang pohon di desa Sibetan, Bali. Daerah ini memang terkenal sebagai daerah penghasil salak berkualitas terbaik di Indonesia. Udaranya sejuk dan sebagian besar daerahnya berada di dataran tinggi. Sangat pas bagi pohon salak untuk dapat tumbuh maksimal. Buah salak yang dihasilkan sangat manis dengan daging buah yang tebal dan biji yang kecil. Perkebunan salak penduduk terhampar di sepanjang jalan desa ini, membawa keberkahan tersendiri bagi warga sekitarnya.

Sore itu, Gek sedang tekun memilih buah salak yang matang, dan memetik dari tangkainya.

"Siki, kalih, tiga, papat, lima, nenem......"

Mulutnya sibuk menghitung buah salak yang telah dipetik, lalu menyusunnya dengan rapi dalam satu keranjang anyam.

"Gek....sudah panenkah salak.....wah...asiiik....."

suara Genta mengagetkannya, belum hilang keterkejutannya, Genta mengambil salak dari keranjang di samping Gek.

"Dadi minta satu ya, kayanya enaak..." serunya

Sambil berlagak berkacak pinggang, Gek berteriak "Jangan Genta....itu buat ke penten!" 

Tanpa peduli, Genta berlari sambil tertawa-tawa, dengan salak di tangannya....

Gemas, Gek mengejar, mereka berlarian diantara pohon-pohon salak.

Gek terduduk di rumput, tersenyum Genta mendekatinya.

"Bisa kau bukakan salak ini Gek? Sepertinya rasanya manis...lebih manis lagi kalau kita makan berdua...tak apalah, paman tak akan marah, bukankah paman juga sering bilang kalo menjual itu dengan sesuatu yang baik.....supaya kita tahu itu baik, bukankah kita harus mencobanya dulu, Gek?"

Gek tersenyum, diambilnya salak dari tangan Genta, dan mengupasnya. Genta duduk disisinya.

Mereka makan sambil tertawa...

Gek dan Genta adalah sepasang kakak beradik. Orang tua mereka telah meninggal dunia akibat kecelakaan beberapa tahun lalu. Sejak itu mereka tinggal bersama pamannya, membantu sang paman mengurus perkebunan salak miliknya.

"Beneh Genta, paman tak akan marah, bahkan seandainya kita makan separuh dari salak-salak inipun beliau tak akan marah. Paman sangat baik Genta....paman menyadari benar bahwa mengurus dua anak yatim piatu seperti kita adalah hal yang luar biasa besarnya. Tidak semua orang sanggup melakukannya. Bukan hanya sekedar kewajiban sebagai pamanlah yang mendorong beliau melakukan itu, tapi karena beliau memang punya hati. Hati penuh belas kasih, yang siap dibagikannya kepada siapa saja."

Genta menatap kakaknya, tersenyum sambil berkata,

"Mbok, kalau sudah besar, kelak aku ingin seperti paman."

"Tentu saja kamu bisa, Genta"

Sahut Gek, terharu...

Tak sadar, Gek mengusap kepala Genta yang sedang makan salak dengan satu tangannya, sementara satu tangan Genta yang lainnya, terpaksa harus diamputasi karena kecelakaan maut itu.

Karena itu....Genta tak bisa mengupas salaknya sendiri...


 (Cinta - Gek dan Genta)

Keterangan:

mbok   : kakak perempuan             dadi     : boleh
beneh  : benar                              penten : pasar

4 komentar:

  1. Enak dibaca mba, mengalir...

    BalasHapus
  2. Makasih banyak mas Jo...sdg belajar fiksi2an:D

    BalasHapus
  3. tulisannya baguuuus, setuju sama om Jo, ceritanya mengalir dan mampu menyentuh hati saya *tsaahh :p
    Bravo, mba di layak dpt Juara!!!

    BalasHapus
    Balasan
    1. makasih ya mas Gun...bisa menyentuh hati pembaca aja udah seneeng koq:D

      Hapus