Trauma

Ketika matahari baru menampakkan diri, ia berjalan menuju pantai seraya mengukur batas cakrawala. Hari ini cerah, batinnya. Sedikit sisa angin malam melewatinya lalu pergi terusir matahari yg kian tinggi.

Ombak datang dan pergi mengiringi langkah laki-laki itu. Setiap kali ia menjejakkan kaki, ombak datang menghampiri, menghapusnya. Sesekali ia menoleh ke belakang menyaksikan jejak-jejaknya yg hilang. Dalam diam pikirannya berkata, 'Ah, seandainya semudah itu menghapus semua kenangan ini'

Pantai itu indah, juga tenang. Sedikit sepi karena tempatnya yg tersembunyi. Tempat yg cocok untuk menentramkan diri atau mencari inspirasi. Namun laki-laki itu sepertinya bukan berada diantara keduanya karena ia hanya berjalan tak lama lalu pergi entah kemana.

Sorenya ia kembali. Tak lagi berjalan, ia hanya duduk di pinggir pantai. Hanyut dalam lamunan. Terkadang bibirnya terlihat bergerak mengucap kata yg entah apa. Tampaknya ia tengah membiarkan berbagai kenangan muncul bergantian di layar ingatan.

Tiba-tiba ia mengeluarkan sepotong kertas dan pena. Menuliskan sesuatu. Matahari jingga mulai melukis cakrawala. Waktunya tak lama lagi. Ketika kalimat terakhir dituliskannya, senja telah temaram. Segala warna mulai terhisap kegelapan.

Perlahan ia memisahkan pena dari kertas yg ditulisnya. Angin datang bergantian semakin kencang. Lalu Ia berdiri sambil memegang kertas catatannya dengan dua jari. Dan pada hembusan angin terkencang yg dirasakannya, jarinya membuka. Kertas itu pun melayang. Dan sebelum ia jatuh menyentuh lautan, lelaki itu telah membalikkan badan.

Gelap lalu berkongsi dengan sepi ketika lelaki itu pergi. Kertas yg ditulisnya telah tenggelam bersama buih dan tarikan gelombang. Di antara pasir dan karang, lautan menyerap tulisan laki-laki itu. 'Segala peristiwa yg datang dan pergi, tak bisa menghapus kenangan akannya. Semakin kulawan semakin aku merasa terus berhadapan. Pernah kutitipkan ingatan ini pada mentari senja, ia hanya menyimpannya dalam malam untuk kemudian mentari pagi membawakannya padaku kembali. Hari ini aku serahkan ingatan ini padamu wahai lautan. Seperti sungai-sungai kotor yg mengalir dan larut denganmu. Jika ia ingin kembali, biarlah ia datang sebagai hujan. Ia tetap ada tapi aku mengingatnya dengan cara berbeda agar hidup tak lagi hanya berputar di jalan yg sama.'

Lalu laut pasang. Kertas itu semakin dalam tenggelam. Ada tetapi telah entah dimana. Seperti harapan lelaki itu pada ingatan buruknya.

END

Mungkin Ya, tapi Tidak..




Mungkin Ya, tapi Tidak..


Ketika kau katakan bahwa kamu adalah wanita biasa..
Maka ijinkan ku katakan, mungkin ya, tapi tidak..
Bagiku kau luar biasa..

Ketika kau katakan bahwa kamu adalah sama dengan wanita lain pada umumnya..
Maka ijinkan ku katakan, mungkin ya, tapi tidak..
Bagiku kau berbeda..

Bahkan kalau kau merasa tak indah rupawan..
Maka ijinkan ku katakan, mungkin ya, tapi tidak..
Bagiku kau cantik jelita..

Dengarlah bidadariku..
Aku tak peduli pada, mungkin ya bagi orang lain..
Resapi dan peganglah, tapi tidak bagiku..

Dengarlah pujaanku..
Dengan sentuhan cinta, yang biasa bisa jadi luar biasa..
Dan dengan sentuhan yang sama, yang sama jadi berbeda..
Cinta membuat kau cantik jelita..

Maka cukuplah kau berkata tentangmu..
Biarkan aku yang meraba dan merasa..
Biarkan kau dan aku terbang, melayang, kepayang..
Dan nikmatilah cinta kita..

Jakarta, 220120

"Cinta + Nafsu = + 1"


"Cinta + Nafsu = + 1"

Suatu ketika, kala itu..
Berpacu rindu dalam waktu..
Di peraduan mengharu biru..

Samar kulihat tatap sayu..
Detak jantungku kian berpacu..
Seiring detik yang terus berlalu..

Seketika, lalu..

Kuciumi aroma alami tubuhmu..
Bangkitkan cinta-nafsu..

Seketika lalu..

Cinta-Nafsu, mengalun syahdu..
Cinta-Nafsu, malu-malu..
Cinta-Nafsu, mengebu-gebu..

Simponi birahi, bernyanyi-nyanyi..
Membangkitkan gairah insani..

Cinta-Nafsu, ingin menyatu..
Cinta-Nafsu, akhirnya nambah satu..



Spoiler Hidupmu ...