Tampilkan postingan dengan label "D". Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label "D". Tampilkan semua postingan

Nasehat Ibu Untuk Anaknya (Mahasiswa PKN STAN yang lagi belajar dari rumah)

Nak,
Kau lagi belajar
dalam bentang jarak
maklumi saja
kalau
sesuatu yang mudah
kadang menjadi susah
yang sederhana
menjadi rumit adanya

Sebab di dunia maya kita,
Sekuat kuatnya
Tak mampu membawa beban
dengan sempurna
beberapa kata kata
atau tanda baca
terkadang larut di udara
dan  pesanpun  tiba
dalam makna
yang berbeda

Imaji dan intonasi,
penguat arti,
kadang lenyap
sebelum sempat menepi
hingga maksud diri
tak seutuhnya terpahami

Maklumi saja
karena kita belum lagi biasa
semua selalu kurang
pada mulanya,
namun pasti
itu langkah kecil
menuju sempurna

Berhentilah, nak
berhenti berkeluh kesah
apalagi meneriakkan sumpah serapah,
karena semua orang kini
menjalani masa yang sama
jalani hidup yang tak lagi mudah

Mungkin kau lelah dan payah
manyak materi belum terjamah,
tugas tanpa henti
silih berganti tiap mata kuliah
tapi lelah dan payah
bukanlah alasan cukup
untuk segera menyerah

Coba sesekali lihat lah
anak tetangga samping rumah,
atau adik tempatmu dulu sekolah
hari harinya kini basah
dikepung  gundah,
kala PKN STAN cita cita 
tempat mereka kuliah
tahun ini tak membuka wadah
Seleksi bak tahun yang sudah sudah
sedang persiapan dan doa
telah mereka jalani tanpa lelah

Tak pantas kalau kau memilih rebah

atau berdiam pasrah
mendiamkan masalah 

Sebab jika nanti  kau gagal
mencapai nilai minimal mata kuliah
Kau akan gagal menjemput akhir yang indah

yakinlah,
dunia tak pernah memaklumi
mereka yang akhirnya kalah
Hanya karena tak piawai berubah

Ujungharapan, 15052020
#menungguberbuka
#biarpunmasihlama
#romadhonhariduadua


Nak, tetaplah berdiam di rumah

Nak, tetaplah berdiam di rumah..
Di luaran  sana itu wabah,
telah jauh  merambah,
hampir semua wilayah,
Satu persatu kota dan desa kita
Telah disebut sebagai zona merah

Syahdan para ahli berkisah
Berdiam di rumah
Adalah satu ikhtiar untuk mencegah
Agar Virus tak menyebar laksana bah
menyusupi tubuh yang mungkin lemah
Atau menjadikan tubuh tubuh kuat,
sebagai media  berpindah,
menjangkiti ribuan lagi orang berimun rendah,

Nak...kalau penyebaran virus tak tercegah,
Kata mereka bulan bulan depan
Keadaan kita akan kian susah
tak akan banyak yang bisa dilakukan rakyat dan pemerintah
Sebab Pasien rumah sakit tertumpah ruah,
Obat-obatan, pelindung diri dan paramedis tak cukup jumlah.

Prosedur penanganan  bisa jadi terpaksa diubah,
Pasien ditangani dengan dipilah
Mana yang mungkin tertolong,  mana yang keadaannya teramat parah,
Sisanya pulang perawatan mandiri di rumah,
sembuh atau parah hanya bisa  pasrah,

Para Dokter dan Paramedis yang telah terikat sumpah,
Melayani sesama sebagai marwah,
Punya batas atas kemampuan akan rasa lelah,
Sedangkan tugas layanan mungkin bisa jadi, tak memberi jeda bahkan untuk makan dan/atau ibadah

Aku tahu,
Menyiasati  jemu dan resah
Buatmu bukanlah hal yang mudah
Berhari hari belajar dan bermain dalam terbatasnya wadah,
Sementara tak ada lagi kisah,
Tentang Canda tawa  teman sekolah
dan kawan sepermainan di sekitar rumah,

Setiap sudut sempitnya rumah,
Telah habis tuntas kau jelajah
Kamar tidur hingga teras depan telah tergubah
Menjadi serpihan serpihan kapal pecah
Sisa dari  lelarian melempar gundah
Dan petak umpet siasati resah

Belum lagi sering kali kadang aku mengingatkanmu dengan nada marah
Sebab tugas yang dikirim guru sekolah
dan  jatah hafalan dari ustad madrasah,
Belum tuntas hingga hari usai sudah
Tapi percayalah...
seusai itu aku kerap disergap rasa bersalah

Nak, tetaplah  berdiam di rumah...
Hidup kita memang mungkin tak selalu indah
Tapi teramat banyak sudah
kita diberi Tuhan nikmat dan anugerah
Kini  ketika  bencana membuncah
dan mengharuskan kita di rumah,
meski kecil kita masih  punya rumah
Saat lapar ada makanan yang bisa kita kunyah
dan yang paling mewah
Aku bisa membersamai kalian
Dari bangun tidur sampai kembali rebah,
Tak semua orang bisa selalu berada di rumah,
Meskipun ancaman di luar membuat jengah

Nak,
Tetaplah berdiam di rumah,
Sebab sesal besar kadang tiba karena secuil salah

(ujung harapan, 3 April 2019)























Surat Untuk Mileak (lagi)



Mileak
Aku pernah mengalami saat saat dimana, aku seperti lampu teplok yang nyalanya makin meredup karena kehabisan minyak, pendar cahaya yang tersisa hanya dari  bara yang hampir memadam, hanya soal waktu saja sumbu sumbunya  akan menjadi arang,

Saat itu kau hadir, entah dari mana,
menjadi minyak yang memenuhi tabung,  membasahi sumbu dan mengobarkan nyala, cahaya memendar dari selubung  tabung kaca ke arah luar,

Untuk hal satu ini, mileak...
aku patut berterima kasih padamu

Diman









Keraton agung sejagat

Dengan pena kecil saya mencatat,
Mungkin kelak jadi pengingat
Tentang sebuah dongeng singkat
Berdirinya keraton agung sejagat
di sebuah kota sebelah barat,
Keraton ngayogyokartohadiningrat

Sang sinuhun  dan permaisuri,
entah datang dari mana  mereka beralamat,
mengaku dirinya pemegang amanat,
mempersiapkan kembalinya raja dan ratu hebat,
yang pernah begitu masyhur dalam riwayat

Untuk membantu tugasnya yang berat
Telah di rekrut dari penjuru timur dan barat,
Mahapatih dan pejabat di jajaran pusat
Terpilih dari mereka yang percaya dan taat ,
pada  sabda dan cerita yang dibuat,
tinggi rendah posisi para pejabat,
Sepadan dengan setoran  uang  seragam dan  tanda pangkat.

Parade wilujengan ke masyarakat,
Digelar dalam kemeriahan dan hikmat,
Iring iringan barisan digelar di hari jumat
Sang sinuhun berkuda dengan baju kebesaran bertanda pangkat,
diiring permaisuri, mahapatih  dan pejabat,
Berkibaran bendera dan pataka  berkelebat
Seakan kabarkan hadirnya negeri yang hebat

berselang seminggu setelah jumat,
Cerita keraton agung sejagat tamat
Bukan karena serangan lawan penuh kesumat
Atau perebutan kekuasaan antar kerabat
Sebagaimana jamak pada banyak hikayat
Tapi sang sinuhun dan permaisuri dibekuk aparat
Dengan pasal penipuan pat gulipat,
Iming iming gaji, tunjangan dan manfaat
digunakan untuk merekrut rakyat
Agar bersedia menjadi abdi dan pejabat
Dengan pembayaran iuran sebagai syarat
Konon kelak pada suatu saat
Ketika simpanan di bank swiss di dapat
Pengembalian akan berlipat lipat

Beberapa saat masa telah lewat
Masih berdatangan dari segala penjuru tempat,
riuh ramai bermacam analisa dan pendapat,
Katanya mendirikan  keraton agung sejagat adalah pemikiran sesat,
orang orang yang kehilangan akal sehat
Katanya  mendirikan kraton sekedar  gurauan dan olok olok  pelepas penat,
Katanya mendirikan kraton adalah wujud kreatifitas mendapatkan cara cepat,
agar medsos makin banyak dilihat,
Yang muaranya permintaan  iklan produk meningkat

Ada juga yang berpikir berat,
alasan jumenengan adalah siasat
Untuk pralambangkan kerinduan yang pekat,
akan hadirnya interaksi pemimpin dan rakyat
 yang  tak bersekat, dan
Keraton hanyalah simbol dimana rakyat,
selalu punya pastinya tempat,
 menemui pemimpin dan penerima mandat

Sebab menurutnya saluran demokrasi telah mampat,
narasi kebebasan untuk berserikat,
mengungkapkan pendapat dan perwakilan rakyat
tak seindah teori dalam diktat

Ruang ekspresi dan berpendapat diatur dengan ketat,
beda pandangan dianggap  sesat,
aspirasi dan keinginan yang dikirim lewat surat
atau jaring aspirasi melalui rapat,
hanya gincu pemanis syarat

Sementara pilihan parlemen jalanan yang kadang berhias darah dan cucuran  keringat,
tak kunjung mengantarkan ide tep7at ke alamat.
demonstrasi hanya seperti ajang reuni semata dengan aparat

pemegang mandat dan wakil rakyat,
pejabat  dan para birokrat,
Tempat muara  dan keluh kesah rakyat
Malah sedang  tak ada di tempat,
tengah studi banding atau  pergi rapat,
dengan menu kopi dan cemilan yang nikmat,
sesekali cerita demo hanya terlihat
di tayangan televisi di sela rehat,
atau terdengar lamat lamat
ketika mata telah berat
menjelang istirahat

pencinta teori konspirasi kelas  berat,
punya juga kajian singkat
Kraton agung sejagat
adalah sebuah muslihat,
untuk mengalihkan perhatian masyarakat,
akan urusan yang lebih hangat.
berita uang  jiwasraya dan asabri yang konon diembat,
Berita kisruh bumn penerbangan yang konon dibumbui skandal syahwat,
Berita kasus suap kpu yang konon banyak pihak terlibat,
Berita pelarian yang dibumbui kesalahpahaman aparat

Semua merasa pendapatnya paling tepat, tapi biarpun begitu kini tak lagi terdengar meski lamat, karena ada kabar baru yang lebih hebat, yang menyita lagi perhatian masyarakat, hadirnya sunda empire di jawa barat


(gedung sutikno slamet, 28 jan 2020)





















"orang kaya, mendaftar kerja"


.
Badan besar,
Hatinya  dekil,
Wajah  sangar
Mentalnya  kecil

Harta yang dipunya
Dipikir segalanya
Semua temannya
Ingin dikontrolnya

Dalam diskusi
Tegak berdiri
Dalam posisi
Menang sendiri

Serius, bercanda
Dia punya jadwal
Yang asal tertawa
Membuatnya kesal

Dia ngomong ngelantur
bilangnya  bercanda
Yang lain bertutur
Dia lempar kena dada

Banyak orang
Menjadi korban
Watak pemberang
Kepada teman

Biarpun pernah satu sekolah
Umurnya  tua  atau sebaya
Hampir selalu pernah masalah
Jika berdekat dengan dirinya

Dari rumah mungkin awalnya,
Tumbuh besar laksana raja
Semua tunduk pada titahnya
Apapun mau, bilanglah saja

dia pikir  kekayaan besar
Bekal selalu hidup gemerlap
dirinya selalu merasa benar
Emoh belajar meminta maap

dipeliharanya seekor kucing
teman berbincang kalau di rumah
Memahami teman merasa asing
Teman tak paham dikira marah

Semua hukum di dalam rumah
Ingin adopsi di semua tempat
Berharap dimaklumi jika tak ramah
Merasa diri orang terhormat

punya tabiat begitu nyeleneh
maunya  untuk dimengerti saja
membuat orang  merasa aneh,
Orang kaya maksain kerja

Ini  pantun cerita rekaan,
Pengisi waktu di akhir pekan
Sekiranya  tidak  berkenan,
Bermohon maap saya haturkan

Biarpun badan sedikit lelah,
Menyunting karya Haruslah cermat
Kita berbeda adalah fitrah
Penting kiranya saling menghormat

(ujung harapan, 11 jan 2020)






















Senja stasiun kereta


Senja
Stasiun kereta
Pesanmu datang
Memulai cerita

Senja
Stasiun kereta
Bayang mu riang
Menemani setia

Senja
Stasiun kereta
Hari cemerlang
Tertutup sempurna

Senja
Stasiun kereta
Sadarku datang
Mengejarmu hampa

Senja
Stasiun kereta
Kaupun terbang
Hati ku luka

Senja
Stasiun kereta
Aku berjuang
Untuk melupa



Senja
Stasiun kereta
Aku terkenang
Ribuan senja stasiun kereta

Waktu dan tempat
Terlahir ribuan kata

(stasiun sentiong, 10 jan 2010)










Fana



Tidakkah  sesak sesekali  hadir,
Umur bergulir, kepala kian pandir
Hakekat hidup lalai di pikir,
dunia persingahannya para musafir

Beruntai  nikmat runtut mengalir,
Tiada terhitung semenjak lahir
Pada waktunya menemu akhir
Esok atau lusa tiada tertaksir

Tapi Langkah kerap tersesat
Karena hati melegam pekat
Bebal membaca tanda isyarat
Dunia menipu pencari nikmat

manisnya dunia hanya sesaat,
Saat mati semua tamat
Tapi lelarian sepanjang hayat
Sibuk mengejar harta dan pangkat

Semoga bukan di ujung sekarat,
Hati berdetak  untuk mengingat
Gemerlap dunia  takkan manfaat
Menebus berat janji akherat

































Dibilangnya kami tak waras

Dibilangnya kami tak waras
udzur usia bermain futsal
Tak peduli lututnya lemas
Libur sekali rasa menyesal

Dibilangnya kami orang gila,
Mencari kata bersusah susah
Padu padankan bait dan sela
Agar ungkapan terbaca indah

Apakah  kata yang setara
Akan tertuju untuk semua
Para lelaki pencari gembira
Jalani pilihan laku berbeda

pemancing, penyanyi atau pelari
Penggemar tumbuhan atau binatang
Masing masing punya sendiri
Bagaimana cara mencari senang

Pemancing  ke pasar membeli ikan
Ikan di tuang ke dalam kubangan
Melempar pancing dari tepian
Tertawa bahagia umpan dimakan

Nafas  terengah bercucur keringat
Lima putaran setiap hari
Beban pikiran makin memberat
Menjadi hilang dengan berlari

Lelaki berjalan menenteng kandang
murai dan jalak di latih berkicau
Akhir bulan turun gelanggang
Burungnya diam hatinya risau

Lelaki lain berjingkrak jingkrak
Speaker berdentam dentam bergetar
Lepaskan penat yang makin sesak
Musik berakhir kembali segar

Kian banyak kita berkeliling
Terlihat banyak  ragam pilihan
Untuk sejenak redakan pusing
Masalah hidup yang jadi beban



















Dalam diriku ada kanak kanak (badarawuhi 3)



Badarawuhi (4)

Dalam diriku ada kanak kanak,
Senang bermain, bercanda dan tertawa

Hingga  suatu senja bermula,
Dia mulai asik denganmu dengan permainan petak umpet dam tebak kata
kau lari dan isyaratmu mengundang langkahnya mengejar, atau kau
membiarkannya lari, dan pura pura mengejar,

Sesekali kaupun mengajak bermain kata, bahwa suka bagi orang dewasa tak sama cinta, bahwa tak sengaja memilih  menu makan siang yang sama tak bermakna sejiwa, bahwa ajakan menemani jalan kaki tak berarti sehati, bahwa dialog basa basi setiap hari semata ibanya hati yang tak dia mengerti

Dalam diriku ada kanak kanak,
Yang kadang sangat posesif atau pelit
tak rela berbagi barang mainan dan teman sepermainan,
melihatmu sedang bermain petak umpet dan tebak  kata dengan yang lain, sebulan ini dia meriyang, badannya panas dingin, mulutnya meracau  kata kata tak jelas,

kata katanya kini ku tangkap,
Erat,
menjadi sajak,
(yang sama tak jelas)

           (Ujung harapan, 5  jan 2020)





Penjemputan

#Penjemputan
@tetehnumaketiung

Berhari hari tanpa temu
Aku seperti kota yang  berbulan bulan
Merindu hujan,udara gerah, tanah kering pecah, hutan terbakar memerah,
dan asap memenuhi segala arah

Berhari  hari,
tak ada pagi ,  dengan sajian nasi goreng atau kadang semangkuk sayur sop hangat tanpa bumbu micin dan royco , tak ada perbincangan di meja makan tentang anak anak yang kemarin siang main hujan hujanan,  sambil menyeruput hangatnya teh tubruk tanpa gula yang tetap terasa manis karena senyummu

Tak ada pagi,
Dengan jabat tangan di beranda, dan tanganmu yang sigap merapikan  kerah baju dan tali kancing jaket yang tak menutup sempurna, sambil bercanda " gak usah gaya, kau bukan lagi anak muda, kalau tubuhmu tak tertutup rapat sempurna, aku gak mau nanti malam, ngurusi kau yang lagi  mengurut dada, sambil bolak balik bersendawa"

Tak ada malam atau senja,
dimana langkah pulang adalah gembira, menuju ruang yang pintunya berderit terbuka, memunculkan senyum dan jabat tangan yang mesra, tak peduli apakah aku pulang dengan hati menyimpan rahasia atau  cinta

Berhari hari tanpa temu,
Dan aku tak mampu lagi ,
menunggu

                                               (Bandung 4 jan 2020)



















Sebelum mimpi usai, tikam lah dia tepat di jantungnya

Pada tidur siang ku,
Aku bermimpi

Tentang sekelompok  kaum beruntung
Yang nasibnya terlihat buntung
Karena otaknya yang mewah
Terbungkus mental sampah

Hidupnya  yang sejatinya indah,
Ternampak semata  kisah susah,
mulutnya nyinyir tersumbat nanah
Lantunkan kidung sumpah serapah

banyak habis waktunya mengais ilmu,
matanya cekung jelajahi buku.
sekolah terbaik di banyak penjuru
jadi tujuan tempat berguru

Tapi kepalanya sesak  pikiran dungu,
Ijazah dan gelar pikirnya darah biru
Sebuah hak untuk menjadi pendahulu
Segala kemudahan di tujuh penjuru

Berdekat pejabat menjadi lagu
Menjilat bersih tiada jemu
Meminta jabatan tanpa malu
Menginjak pesaing  tiada ragu

Sekali waktu orang lain maju dahulu
Remuk redam dadanya bagai di palu,
Berbisik bisik dia di balik pintu,
Menyebarkan gibah dan isu
"pemimpin-pemimpin telah diintervensi
Mengambil jalan keliru,
Memilih orang yang tak cakap untuk mengampu"

Mungkin wajar
Ijazah dan gelar dari tempat tenar,
membuat kepala sedikit  besar
Maka sehari hari dia belajar
Bagaimana berlaku selayaknya tuan besar,
Kerja nya hanya koar koar,
Tak peduli dan mencoba tahu
Banyak pernik kecil harus di takar
Banyak  kelok jalan harus di sasar,

Pikirnya hal- hal remeh dan tak besar
Adalah tugas klerikal para buruh kasar
lulusan sekolah dan perguruan kelas pasar,
kepala nya hanya untuk  memikirkan hal strategis dan lebih mendasar

Dalam bergaul dia pilih teman,
Harus sepadan atau punya jabatan
Yang lain akan dibaikan
Dagunya terangkat saat berjalan,
Jaga martabat yang dia pikirkan,

Seolah olah lantang berkata
"Jangan sapa aku kaum sudra,
Karena aku  kesatria,
pulang dari candradimuka
Aku hanya mau bicara dengan orang setara ,
atau pejabat level di atas nya
Gelar kusandang luar biasa,
Tak sembarang orang bisa meraihnya
Senyum dan sapa ku bagi terbatas,
Agar citra wibawa tetaplah bernas"

Mungkin suatu ketika nanti,
Kau juga akan bertemu dengannya
pada sebuah mimpi,
Di tidur siang mu


Sebelum mimpi usai,
Tikamlah dia tepat dijantungnya
Agar tak menjelma
Menjadi salah satu teman 
Yang duduk di samping meja kerjamu


(Ujung Harapan, 2 Januari 2020)

Hujan mereda, tapi...

Hujan sudah mulai reda
Rintiknya tak lagi deras
Tapi tidak dengan cinta
Titiknya semakin bernas

Air menggenang,
mulai surut
Genang kenang,
Kian carut marut

Angin semilir bawa tempias
Ruang tamu sedikit basah
Bagai air di daun talas,
Sikapmu plinplan tiada arah

Kisah banjir sisakan berita,
Hulu dan hilir deras mengalir
Entah bagaimana akhir cerita
Seperti apa menemu takdir

Anak anakpun asik tak letih,
Hujannya turun,  asik berkejaran
Susah gembira kita yang pilih,
Bemain pantun buat hiburan




365 hari kita


Seperti kanak kanak,
mata terlelap seusai terompet terakhir berbunyi, dan nyala petasan terakhir berpendaran,
Dalam lamat cahaya dan mata yang sepat, masih berusaha memahat
"ini kutulis harapan dan cita cita untuk setahun mendatang"

Lalu seperti kanak kanak,
Tetiba  suatu sore kita terperanjat
Tukang terompet,  petasan, jagung muda dan arang bakar berteriak sekelebat,
Menawarkan dagangan yang mereka muat,
" mari mari, tidakkah kita bersiap wahai penghuni bumi, nanti malam tahun akan lagi berganti"

Tak seperti kanak kanak,
Kita bertanya "kenapa sudah tahun baru lagi?
Kenapa waktu melesat begitu cepat?untuk setahun waktu terlewat,
"apa saja telah  ku buat?"

semua seperti dejavu
Bagai keledai pandir dan dungu,
Terperosok berulang pada lubang satu
Setiap akhir tahun mengutuki waktu

Apa mungkin  kita  jauh tersesat,
Oleh  muslihat dunia yang menjerat
harapan dan cita di awal tahun di catat,
Di pegang erat serupa amanat,
tapi laku lampah jarang sependapat

Kita kerap terbuai akan nikmat sesaat, kita kerap menoleh pada sorak sorai yang ramai
Hingga di simpang jalan kita hilang arah,
mana tujuan
mana gangguan,
mana mudarat
mana manfaat

Kalau suara petasan di telinga,
Dan pendar cahaya kembang api,
adalah satu satunya  cara
Membuat kita tersadar akan banyak waktu telah  tersia,

Maka sebelum terlambat,
Sebelum tubuh makin berkarat
Sebelum nafas menjelang sekarat
Nyalakan saja petasan di tepi telinga,
Pendarkan saja kembang api di ujung retina,
agar sepanjang tahun kita selalu terjaga

(stasiun juanda, akhir tahun 2019)
























Sebuah kisah di hari jemuah

Ini bukan gibah di hari jemuah,
Hanya mencoba mencatatkan kisah,
Mungkin bisa jadi sejarah,
Yang kelak di kenang dengan indah
Atau sekedar menjadi sampah

Syahdan suatu ketika,
Manakala maharaja telah bertitah,
terpaksa atapun suka cita
Hamba dan kawula tak kan bisa menyanggah,
Dan bergegas  jalani lampah

Pun sabdanya tentang bagaimana jabatan harus dibedah,
dari gemuk struktur,
Menjadi fungsional pada banyak cacah

Semua mahapatihpun berlomba lomba menjadi penterjemah,
Mungkin berbeda ujaran tapi sama arah,
Bagaimana sabda terimplementasi sampai ke bawah,
Kadang sesekali mungkin mencari celah,
agar sabda tak disanggah,
Tapi tak membuat susah,
Birokrat di level bawah

Konon telah banyak musyawarah,
Bagaimana Hitung hitungan ditelaah,
Bagaimana kompensasi untuk jabatan yang musnah
Bagaimana prosedur murah dan mudah
Bagaimana payung hukum digubah,
agar dikemudian hari tak sisakan masalah

Di sudut rumah,
Obrolan pejabat fungsional pun menjadi meriah,
sebagian merasa sumringah
jabatan  yang disandang terlihat gagah,
Merasa senior atau telah menang selangkah

Sebagian menjadi resah,
akankah semua pertanda masa depan cerah ?
Atau akankah hanya sekedar mengulang sejarah,
sebuah judul baru pada suramnya kisah

Bisa jadi,
perekrutan dan naik jenjang tak ada lagi punya marwah,
Seperti dulu pada zaman prasejarah,
konon ada berulang kisah,
ketika mengatasnamakan amanah,
jabatan birokrat dibagi bagi,
Untuk mereka yang mungkin sedarah atau satu daerah,
Untuk mereka yang mungkin pernah satu kampus atau sekolah,
untuk mereka yang mungkin pernah satu masjid, gereja, pura atau madrasah,
Untuk mereka yang mungkin pernah jadi kawan melepas lelah,
Untuk mereka yang dulu pernah bersama sama menjalani  jadi kacung terbawah
Untuk mereka yang mungkin sekedar  bisa ngomong cas cis cus basa basa susah, 
namun  menyihir pendengar hingga terperangah,

Ah....
Bahkan yang parah,
Konon berkali kali pernah,
seleksi dan uji kompetensi hanyalah drama murah,
Yang perlu figuran agar kompetisi nampak meriah,

pertandingan dikemas seolah tak mudah,
agar mereka yang mendapatkan amanah,
punya legitimasi yang mewah,
bukan semata kompetensi tapi proses yang penuh hikmah

Namun nyatanya pemenang  dari awal telah dipilah,
Peluit akhirpun ditiup saat kompetisi masih di tengah,
Ketika  kontestan lain belumlah kalah

Mungkin itu kecemasan yang salah,
Karena kini zaman telah jauh berubah,
pemegang amanah adalah orang orang kompeten dan ahli ibadah,
sistem telah dibangun oleh mereka untuk tak lagi ada ruang dan celah,
Bagi kebijakan yang memihak kepentingan pribadi dan kelompok yang tidak sah

Cerita cerita zaman prasejarah,
mungkin membuat telinga mereka memerah,
tapi hati mereka yang bersih
akan memetiknya sebagai pelajaran dan  hikmah,
untuk senantiasa  bersiap berbenah

Yaaa sudahlah,
Di barat langit telah memerah
Sudah saatnya kita pulang ke rumah,
Tempat di mana tubuh  kita yang lelah,
Menemukan tempat rebah
Negeri dimana kita bisa membingkai mimpi 
dan harapan paling indah

(Sutikno Slamet lantai 3, 221119)

Kopi (badarawuhi (3))



Dia,

Yang
Padamu
Mengikat
Setia,
Menyecap
Pahit
dan
Manismu
Untuk
Selalu
Terjaga,
Melintas
Masa

Sementara,
Aku
rela
sela
di antaranya,

Yang
terbiasa
Oleh
Pahitmu
Semata

menikmati
setiap
Reguk
yang
Memantik
Bahagia

Mungkin,
Kau ahlinya,
Untuk
Membuat
Tak ada
Yang akan  terluka

Karena
kau dengan gula pemanis
kau dengan pahit semata

Terseduh
Pada
Cangkir
dan waktu
Berbeda

(Ujung harapan,  Oktober 2019)



Tiba Tiba Saja Rabu Pagi Tiba

Tiba tiba saja rabu pagi tiba,
Baru sejenak rasanya selasa,
Siang nanti pun bisa jadi tak lama
Tiba tiba saja senja
Tiba tiba saja malam
Tiba tiba saja  hari, minggu, tahun terlewat
tanpa tanda,
tanpa baca

Tiba tiba saja,
Kita berduka,
Tentang bermusim waktu tersia


Sutikno Slamet, 14 Agustus 2019

Pantun pembuka


Penumpang berjejal naik semua,
Menuju  bintaro lewati maja
Salam kenal adik semua
Saya hartanto dari dja

Berkali kali  terasa mual
Ketiak dari pasar ketemu muka
14 kali menurut jadwal,
Hendak Belajar ilmu pbk

Tak pernah sempat kami terlelap
Berdiri rapat tak bisa kemana
Dari awal saya berharap,
Ilmu manfaat, nilainya A

Pintu terbuka segera turun,
Didesak penumpang dari belakang
Temu pembuka saya berpantun
Benak senang tak jadi tegang

Cerita ini tak terelakan,
Jamak di temu lintas stasiun
Adik disini saya silakan
Siapa mau berbalas pantun


Bintaro, 5 oktober 2019
(Pantun di pembuka perkuliahan semester ganjil 19/20)

Monyet penari, ular penjaga dan tuannya


Ada hikayat,
Tentang monyet penari dan ular penjaga,
Oleh tuannya mereka dibawa berkeliling kota,dari pasar ke pasar,
dari kerumunan ke kerumunan,
sang monyet terus menari dan sang ular mengawasi,
Begitu seterusnya hampir tanpa henti

Senja hari,
Saatnya tuan berbagi rejeki,
Di hitung tuang isi pundi pundi,
Sejumput buat penari,
bagi penjaga  saku bernas terisi

Wahai tuan,
Tak salahkah kau buat kini
Aku lah yang lelah menari
Kenapa pada ular ,
Hadiah pundi penuh isi

Wahai monyet penari,
Tak menari tak berarti berdiam diri,
Pada kata kata dan bisa sang penjaga
Ku pastikan langkah gemulaimu tanpa terhenti,
maka wajar saja, jika padanya jatah lebih harus ku bagi

Wahai tuan,
Tidakkah dia tak bisa menari,
Tak kan mungkin dia mengerti
Kapan langkah gemulai meniti,
Kapan langkah harus berhenti

Wahai penari,
Tak perlu menari untuk menjadi ular,
Dia telah dilahirkan dengan bisa dan kata, kalau sesekali dia juga bisa menari, mungkin hanya kebetulan,
Tuhan tak kehilangan keadilan,
Hanya karena monyet penari dan ular penjaga terlahir  berbeda

Sejak saat itu
Monyet penari tak pernah lagi bercita cita menjadi ular penjaga
Mungkin selama tuannya masih yang sama

(Jelang Pulang, 25 Sept 2019)

catatan  : habis baca tulisan tentang perhitungan gaji, kesamaan tokoh dan cerita hanya kebetulan

Badarawuhi (2)

Di ujung lelah,
Di antara rebah
Penari itu,
Datang padaku
Dengan Pesona yang menjerat,

Bagai  kanak kanak, 
aku  menemu  riang
Dari bermain bayang bayang,
hadirnya yang ada dan tiada

Sesekali pernah ingin ujung jarinya ku sentuh ,
gemetarkan tubuhku seluruh,

tapi pelahan bayangnya luruh,
Hilang,
kian menjauh

Aku pun diam,
bersimpuh antara rela dan luka
Mengharap dia benar adanya
Menyadari dia benar tiadanya


---------Catatan KKN Bima------

Sutikno Slamet, jelang pulang 19 Sept 2019

Catatan
Lanjutan  setelah baca cerita Horrorumor KKN di Desa Penari

Tuan-tuan Yang Lupa,

Tuan, kalau kau lupa
Biar ku ingatkan lagi,
Kau duduk di sana
Sebagai wakil kami
Pembawa mandat yang kami titipkan
Melalu pemilu penuh legitimasi

Melaluimu,
Telah kami titipkan aspirasi dan mimpi,
Sebuah negeri bebas dari korupsi,
kejahatan serius 
Yang tak cukup ditangani
Oleh jaksa dan polisi

Bertahun  lalu
atas nama konstitusi,
Pendahulumu dan  pemimpin negeri berkongsi
Lembaga superbody dibidani
Diberikannya fasilitasnya  mumpuni,
sumberdaya yang mencukupi,
cegah, tangkal dan tindak prilaku korupsi

Aku  dan engkau sama sama menjadi saksi,
betapa kiprah lembaga itu   telah teruji,
dari ujung barat sampai timur negeri,
Ketua mahkamah konstitusi, anggota legislatif,
aparat pajak,  bupati, menteri dan polisi ,
Pelaku pelaku korupsi dilibas tanpa kenal jeri,

Lalu kemana akal sehatmu pergi?
Mengatas  namakan konstitusi,
Tetiba rancangan undang undang kau inisasi,
rumusan omong kosong,
tentang urgensi pengaturan kembali kewenangan,
yang tak lebih dari langkah kebiri,
penguatan  dengan lembaga pengawas,
yang tak lebih merecoki fungsi dan tugas,
limitasi sumber perekrutan penyidik,
 yang akan hadirkan  keraguan akan independensi

Apakah mungkin harimau di hutan sana ditakuti,
hanya karena suara auman yang lantang,
Sementara geliginya habis diprotoli

Wajarkah,
kalau kadang terlintas di pikir kami
Mungkin ada yang tersembunyi,
pat gulipat dan persekongolan di jalan sunyi,
yang satu memberi janji, yang satu bikin konsesi

Biar ku ingatkan lagi,
Umurmu kita mungkin tak panjang lagi,
Tak sampai seabad semua kita akan pergi,
Tapi yang kau tulis dan kerjakan akan jadi prasasti ,
Yang diingat, dicatat lintas dimensi

bisa jadi negeri ini punah karena pilar pilarnya digerogoti korupsi,
Lalu kau akan jawab apa,
ketika nanti anak cucu kita dan Sang Maha Abadi,
menanyaimu nanti?

Sutikno Slamet, 16 September 2019