Hujan mereda, tapi...

Hujan sudah mulai reda
Rintiknya tak lagi deras
Tapi tidak dengan cinta
Titiknya semakin bernas

Air menggenang,
mulai surut
Genang kenang,
Kian carut marut

Angin semilir bawa tempias
Ruang tamu sedikit basah
Bagai air di daun talas,
Sikapmu plinplan tiada arah

Kisah banjir sisakan berita,
Hulu dan hilir deras mengalir
Entah bagaimana akhir cerita
Seperti apa menemu takdir

Anak anakpun asik tak letih,
Hujannya turun,  asik berkejaran
Susah gembira kita yang pilih,
Bemain pantun buat hiburan




Menjenguk Orang Sakit

Apakah kamu pernah sakit sampai dirawat di rumah sakit? Mudah-mudahan belum, ya. Atau mungkin kamu pernah menjenguk orang sakit di rumah sakit atau juga menunggu orang yang sakit? Nah semua pertanyaan ini, saya pernah mengalami ketiga peristiwa itu.
Saya ingin membahas tentang perilaku orang yang menjenguk orang sakit di rumah sakit. Kalau kita pernah atau sering pasti kita bisa mencatat beberapa perilaku orang menjengukorang sakit (belibet amat ya bahasanya).

Tipe pertama, orang datang menjenguk murni untuk memberi semangat dan mendoakan si pasien. Tak ada nasihat yang keluar dari mulutnya, hanya doa dalam hati dan kata-kata yang membesarkan hati pasien dan keluarganya.

Tipe kedua, orang yang sok tahu, hehehe. Banyak banget yang kayak gini. Contoh template kalimatnya adalah, “ Coba deh minum ramuan ini, banyak yang sembuh. Apapun penyakit yang diderita pasti sembuh. Itu Pak Dawet juga sembuh minum ramuan biji A dicampur dengan buah B. 
Mungkin benar, kalau untuk orang yang sehat ramuan itu akan menambah kebugaran, tapi untuk orang yang sedang menjalani perawatan medis, please atuh lah jangan sok tahu. Ketika seorang pasien sampai terbaring di rumah sakit, keluarga kan sudah memutuskan itulah yang terbaik bagi si pasien. Jangan nambah-nambahin atau ngerecokin. Bayangkan kalau saran orang itu diikuti, terus ternyata ramuannya bertentangan dengan obat yang diberikan dokter, gimana coba kalau si pasien bukannya sembuh malah tambah parah sakitnya, mau tanggung jawab?

Tipe ketiga, orang yang heboh sendiri. Contoh dialognya seperti ini.
A: Sakit apa? Kenapa bisa dirawat?
P alias Pasien: Jadi gini …
A: Sama kayak gue, waktu itu gue lagi di jalan tiba-tiba dada gue sakit, trus gue langsung ke rumah sakit. Dokter bilang #***&&&### … bla …bla … bla. 
P: Oh (mulai sadar diri)
A: Gue aja nggak nyangka kalo gue bisa  sakit kayak gitu ####++++&&&--@@@@ … bla … bla … bla
P: kok jadi dia yang cerita soal sakitnya sendiri (dalam hati tentunya).

Tipe keempat, suudzon sama yang sakit atau mengadu domba, contohnya seperti ini:
B: Jangan suka marah-marah makanya. Gue denger juga kemarin lu berantem di kantor sama si Nganu sampe lu kolaps begini.
P: Kata siapa?
B: Kata si Ngene begitu. Dia lihat kejadiannya..

Tipe kelima, suka menasihati. 
C: Sudah jangan terlalu capek kerja, jangan stres. Anggap saja sakitnya ini sebagai penghapus dosa. Yang ikhlas saja, yang sabar.
P: Kurang sabar dan ikhlas gimana ya saya? (hatinya menjerit)

Tipe keenam, yang pertama dilakukannya adalah foto bersama pasien, terus dishare ke WA Grup. Namanya sudah dicatat sebagai penjenguk. Padahal mungkin saja si pasien nggak mau wajahnya diabadikan ketika sedang sakit.

Tipe ketujuh, orang yang sangat dermawan. Selalu membawa oleh-oleh yang banyak. Dari mulai buah, makanan, sampai gado-gado (eh itu kan makanan juga).

Tipe kedelapan, silakan tambahkan sendiri.
Kalau kamu masuk tipe yang mana?

Karet Gelang Sang Adik

“Kara, ayo sini, jangan sampai tertinggal” ajak Kari untuk mengingatkan adiknya untuk segera bergegas dan beranjak dari tempat istirahatnya.
Tak disangka, mereka termasuk anak-anak yang semangat dengan segala kekurangan dan kelebihannya.
“Kak, memang mau kemana kita hari ini?” tanya balik Kari ke kakaknya dengan semangat tak pernah lelah.
“Sudah jangan banyak tanya dulu, ikut aja dengan kakak ya, Kara yang penting aman dengan kakak dan hari ini kakak sudah memperoleh info dari koran bekas yang kakak ambil dari tempat sampah.

Tak berapa lama mereka sampai di sebuah restoran di sekitar daerah pantai indah kapuk, yang banyak menjual menu sea food dan berbagai menu yang sedang hits juga. Sekitar pantai indah kapuk ini banyak  tempat yang instagrammable dan banyak muda mudi yang berkunjung di sekitarnya. Segala jenis menu masakan yang di jajakan di restoran ini beragam dari sea food, sate dan gulai, junk food dan tradisional.

Beberapa jam setelah mereka menunggu hampir menjelang tengah malam, mereka akhirnya mendapatkan apa yang diharapkan.
“Kak asyik ya kalau kita bisa seperti mereka,” Kara berceloteh dengan berandai-andai menjadi orang kaya.
“Kenapa Kara beranggapan begitu ?” Kari bertanya dengan penasaran.
“Iya kak, mereka gak pusing untuk bepergian dan makan. Jika lapar mereka bisa langsung datang ke restoran yang mereka sukai. Jika makanan yang dipesan tidak habis, mereka bisa langsung membawa pulang makanannya tanpa khawatir menjadi bau”
“Hush Kara, belum tentu mereka juga tenang dengan kondisinya. Kita kan gak tau, bagaimana kondisi mereka saat ini. Makanya Kara, kita tetap harus bersyukur dengan kondisi apapun itu, seperti kondisi kita sekarang. Semoga suatu saat kondisi akan menjadi lebih baik.” Kara berharap dan berdoa dengan air mata menetes di pipi.

***

Kari dan Kara merupakan kakak beradik yang hidup berdua tanpa orang tua dan saudara yang menemani mereka. Orang tua mereka meninggal ketika terjadi erupsi gunung Merapi saat mereka sedang liburan bersama dengan temannya. Kari dan Kara akhirnya diajak tetangga dan kerabat orang tuanya ke Jakarta untuk merantau. Di Jakarta pun mereka masih menumpang di sebuah tempat tinggal yang sempit namun cukup layak, yang diberikan oleh kerabat tetangganya di sekitar gunung Merapi. Maka mulailah petualangan mereka berdua di Jakarta dan sekitarnya.

***

Keesokan hari, Kara memulai hari dengan karet gelang yang diberikan seorang ibu muda yang berempati kepada mereka berdua. Karet gelang ini memiliki arti yang spesial karena Kara mengingat kenangan bersama ibunya saat pergi berbelanja ke pasar.
Kari sangat menyayangi adiknya, karena hanya mereka berdua yang bisa saling jaga dan mengingatkan apabila salah satunya tidak lagi bersemangat. Kari sering membantu adiknya mengerjakan sesuatu yang sederhana seperti menggantikan pakaian adiknya, memandikan, menyisir rambutnya, dan menidurkannya. Kadang Kari merasa sedih jika teringat orang tuanya. Rasanya ingin marah dan berteriak, tetapi tidak bisa karena adiknya perlu bantuannya.
***

Hari berikutnya, Kara berjalan dengan riang dan lupa bahwa di sekitar lingkungan tempat tinggalnya masih banyak limbah besi dari pabrik di sebelahnya. Kari sudah sering mengingatkan Kara untuk selalu berhati-hati tetapi takdir berkata lain. Adiknya Kara, terkena besi yang sudah berkarat dan melukai kaki mungilnya. Lukanya tidak seberapa besar tetapi infeksi yang dideritanya cukup membuat adiknya merana dan kehilangan banyak darah

Bersambung ... 


Kisah ini dapat dilihat pada laman : 

Kisah Cinta Anak Manusia


Tanpa monyet dan tanpa pisang
Kisah ini selalu menggoda hingga terngiang
Kasmaran dua sejoli rindu terbalut
Tidak ada genggaman dan dekapan dalam kalut

Tapi itulah sejoli yang dirundung cinta
Tanpa harus ada sebab kenapa saling suka
Bel sekolah menjadi tanda pengingat berdua
Tanpa ada Romeo dan Juliet sejoli tetap ada

Tak mudah bermuram durja dan serampah
Tanpa rasa dan gundah yang melimpah
Siapapun tak berani mengundang dengan gegabah
Pantang mundur sebelum merekah

Hati senang dibalut rindu tanpa cela
Berkorban jiwa dan raga tanpa bela
Pasangan sejoli yang memiliki dunia
Berikrar demi sebuah cinta yang fana

Kubikel Jakarta, 31 Desember 2019


Puisi ini dapat dilihat pada laman : 


Senja di akhir tahun

Hiruk pikuk sudut kota melupakan jejakmu
Tak terasa rindu sudah membelenggu
Sikap santai saja tak mampu menghapus pilu
Karena rindu ingin bertemu dengan mu

Ada harapan baru di bekasi
Meski saya bukan orang yang selalu memberi
Hinakah diri ini untuk dapat memelukmu kini
Ada hasrat yang dalam untuk berlari dalam diri

Senja di kota Jakarta ini membuncah rasa
Ingin selalu berdua dengan nya
Tapi suasana yang membentengi asa
Tanpa sadar bahwa diri ini sudah tua

Sekalipun senja tetap indah di akhir tahun
Banyak impian dan senang yang akan berayun
Siapa sangka adik yang kutunggu masih tabayun
Tanpa harus menghilangkan rasa dan diri yang semakin manyun

Senja masih tetap indah di kota tua
Berasa diri dalam kubikel yang tak ternoda
Sayangnya dikau tetap disana
Tanpa harus bersua dan bertatap muka

Doa saya untuk adinda yang aduhai
Meski diri ini tak lagi bohai
Namun semangat untuk bertemu dan berkata “hai”
Pembatas fana tetap menjadi mahligai

  
Kubikel Jakarta, 31 Desember 2019


Puisi ini dapat dilihat di laman : 


Renungan Senja di Bekasi

Tidak biasa jalanan sepi dari hiruk pikuk dan lalu lalang kuda besi dan mesin kaleng menuju Bekasi. Dalam lamunan, ku bergumam, apakah ini sudah waktunya ? Entah atau kah ini pertanda ? Tak ada yang bisa kujawab dengan sempurna lamunan itu sembari kutunggangi kuda besi ini menuju kota kedua dari hdupku, Bekasi.

Banyak yg terlintas dalam kepalaku saat itu, pikiran pekerjaan, non pekerjaan, non keduanya, dunia fana, dunia antah berantah, entah saya berpikir apa saat itu sehingga lupa isinya pikiran saya apa saat itu. Sekelebat teringat wajah teduh almarhum ibuku. Apakah ini pertanda akau akan segera menyusul beliau jika tidak fokus di atas kuda besi ini? Entah.

Lamunan ku semakin jauh kedalam sambil ku pelototkan mata ini agar tidak menabrak seseorang atau sesuatu. Kupacu si kuda besi dengan kecepatan bawah batas normal, jika seandainya saya terantuk dalam lamunan dampaknya tidak terlalu parah. Bayangan saya paling masuk ke selokan, dengan beberapa bagian mungkin memar dan biru.  
  
Kuingat beberapa kejadian ke belakang, apa yang telah saya lakukan terhadap orang-orang terdekat ? Apakah saya terlalu keras ? Apakah saya terlalu mengurusi urusan mereka ? Ataukah saya masih pantas menjadi pimpinan dan imam mereka ? Atau kah ada petunjuk lain ? Entah dan tak ada yang lebih mengetahui dari Sang Khalik.

Banyak pikiran yang melintas dalam pikiran ku. Banyak pertanyaan yang akan aku tumpahkan tetapi tak sanggup diriku untuk meluapkan. Teringat wajah lucu anak pertama ku saat lahir di akhir bulan September 2002 di Kendari. Betapa senangnya kami ketika pindah rumah dari Jakarta ke Bekasi 1987 ketika aku masih bercelana biru dan berbaju putih. Sebuah kota yang tidak pernah kami pikirkan menjadi second home town setelah Jakarta. Kota yang dulunya merupakan tempat “jin buang anak” Bayangkan seorang jin aja membuang anaknya di Bekasi apalagi kita yang manusia dan akhirnya kita menjemput impian di kota itu.

Tiba-tiba pikiran saya meloncat sekelebat pindah ke tempat lain. Saat perkelahian pelajar semasa SMA kami menjadi sebuah “mata pelajaran” khusus setelah pulang sekolah. Teringat suasana kumpul setelah bel sekolah memanggil untuk pulang dan sekumpulan anak manusia berkumpul memulai gendering perang. Terkadang jika diingat kembali, saya merasa sedikit silly dan unfaedah (kamus anak alay) saat itu. Perang sesama tetangga sekolah, yang kami pun tak tahu sebab musabab nya tetapi kami menikmati moment itu.

Setelah sekian lama pikiran saya loncat dari waktu ke waktu, akhirnya saya pun tiba kembali di persinggahan sementara bersama istri dan anak-anak kami. Setelah melewati itu semua, saya sangat bersyukur bahwa saya masih diberikan kesempatan untuk menikmati hidup sebagai perantara menuju persinggahan akhir di akhirat nanti.


kisah ini dapat dilihat di laman 

365 hari kita


Seperti kanak kanak,
mata terlelap seusai terompet terakhir berbunyi, dan nyala petasan terakhir berpendaran,
Dalam lamat cahaya dan mata yang sepat, masih berusaha memahat
"ini kutulis harapan dan cita cita untuk setahun mendatang"

Lalu seperti kanak kanak,
Tetiba  suatu sore kita terperanjat
Tukang terompet,  petasan, jagung muda dan arang bakar berteriak sekelebat,
Menawarkan dagangan yang mereka muat,
" mari mari, tidakkah kita bersiap wahai penghuni bumi, nanti malam tahun akan lagi berganti"

Tak seperti kanak kanak,
Kita bertanya "kenapa sudah tahun baru lagi?
Kenapa waktu melesat begitu cepat?untuk setahun waktu terlewat,
"apa saja telah  ku buat?"

semua seperti dejavu
Bagai keledai pandir dan dungu,
Terperosok berulang pada lubang satu
Setiap akhir tahun mengutuki waktu

Apa mungkin  kita  jauh tersesat,
Oleh  muslihat dunia yang menjerat
harapan dan cita di awal tahun di catat,
Di pegang erat serupa amanat,
tapi laku lampah jarang sependapat

Kita kerap terbuai akan nikmat sesaat, kita kerap menoleh pada sorak sorai yang ramai
Hingga di simpang jalan kita hilang arah,
mana tujuan
mana gangguan,
mana mudarat
mana manfaat

Kalau suara petasan di telinga,
Dan pendar cahaya kembang api,
adalah satu satunya  cara
Membuat kita tersadar akan banyak waktu telah  tersia,

Maka sebelum terlambat,
Sebelum tubuh makin berkarat
Sebelum nafas menjelang sekarat
Nyalakan saja petasan di tepi telinga,
Pendarkan saja kembang api di ujung retina,
agar sepanjang tahun kita selalu terjaga

(stasiun juanda, akhir tahun 2019)
























Payungnya, Pak! Payungnya, Bu!

Wahai, kawan
Sore ini awan mendung menghiasi langit Jakarta
Sesekali kilat menyambar bersahutan
Pepohonan melambai dihempas bayu

Tahukah kau, kawan
Seiring datangnya hujan, aku melihat keceriaan menghiasi wajah anak-anak yang berkerumun di halaman sebuah stasiun kereta
Sambil membawa payung aneka warna, mereka menawarkan jasa

Payungnya Pak, Payungnya Bu

Aku ingin bercerita kepadamu, kawan
Tentang masa kecilku yang mirip dengan mereka
Ceria di kala hujan tiba
Karena membayangkan uang jajan nampak di depan mata

Singkat cerita, suatu sore aku dan kawan-kawan berdiri di trotoar sebuah jalan
Menunggu angkutan kota berhenti di hadapan
Sebuah payung erat dalam genggaman
Sedangkan tubuh, basah oleh air hujan

Betapa bahagianya aku, kawan
Ketika ada seseorang yang memakai jasa ojek payungku
Ku ikuti langkahnya hingga tiba di sebuah halaman rumah
Kemudian menerima sejumlah uang yang diberikan

Tentu saja saat itu aku menggigil kedinginan,
Bibir membiru, kulit jari keriput oleh dinginnya air hujan
Tapi aku dan kawan-kawan senang
Karena sore itu, kami mendapat banyak uang jajan

Demikian ceritaku, kawan
Kuharap kaupun Bahagia di saat hujan tiba
Seperti bahagianya anak-anak yang menjajakan jasa ojek payung
Demi mendapatkan pundi-pundi uang jajan