Tampilkan postingan dengan label Rumah Kaca. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Rumah Kaca. Tampilkan semua postingan

Pendidikan dan Warna-warninya – Part 1

Sebenarnya saya gak ingin menulis soal sekolah dan pendidikan, tapi karena ada anggota sesama komunitas bukannotadinas.com menulis soal pendidikan, rasanya perlu saya share sedikit soal pendidikan yang saya alami pada anak-anak saya. Cerita ini memang agak flashback karena anak perempuan kedua saya saat itu masih kelas I SD dan dia sekarang sudah kelas V SD.
          Bermula dengan semangat empat lima, anak kedua saya, Rafeyfa (Feyfa) bersiap berangkat ke sekolah di hari pertama masuk sekolah. Seperti biasa, hari pertama sekolah dalam tahun ajaran sekolah, anak-anak baru sangat semangat masuk sekolah. Segala perlengkapan sekolah seperti buku, tempat pensil, tas dan baju seragam akan jadi isu utama saat masuk sekolah. Tak terkecuali Feyfa. Berangkat ke sekolah maunya pagi-pagi sekali, bahkan saat itu pukul 06.00 pagi anaknya sudah lebih siap dari orang tuanya yang akan mengantar ke sekolah. Setelah semua siap, si Umi bersiap berangkat untuk mengantar Feyfa dan kakaknya, Haya ke sekolah.
          Tiba di sekolah, banyak anak-anak yang masih diantar oleh orangtua, kakak, om dan tantenya, dan ada juga yang dianter oleh kakek atau neneknya. Suasana sekolah, terlihat ramai dan akan menjadi tempat belajar mereka di kemudian hari kelak. Saling tatap dan agak malu-malu untuk saling tegur merupakan hal yang wajar. Rata-rata mereka berangkat dari taman kanak-kanak yang berbeda dan sekolah ini merupakan sekolah dasar negeri bukan swasta. Saat penetapan wajib belajar selama 9 tahun oleh pemerintah pusat, Bekasi salah satu yang sudah membebaskan uang sekolah bagi murid-muridnya untuk tingkat sekolah dasar dan menengah. Sekolah ini berada di sekitar komplek perumahan dan ada beberapa anak yang memang selesai dari taman kanak-kanak yang sama dengan Feyfa.
Teng…teng…teng. Bel masuk kelas telah berbunyi dan anak-anak akan siap masuk kelas dengan berbaris. Setelah itu, anak-anak masih diberikan kebebasan untuk duduk di bangku mana saja dan dengan siapa saja. Orang tua masih diperbolehkan melihat anaknya dari luar kelas. Wali kelas memberikan informasi mengenai tata tertib sekolah termasuk jam masuk dan pulang, mata pelajaran, buku sekolah yang harus dibeli, seragam dan kegiatan ekstra kurikuler yang dimiliki sekolah. Hari pertama berjalan lancar dan tidak ada hambatan. Karena para siswa hanya diperkenalkan mengenai tata tertib sekolah dan siapa wali kelasnya. Hari kedua dapat dilalui juga dengan lancar oleh Feyfa.
Pada hari ketiga, sekolah dimulai dengan pelajaran olahraga dimana para siswa bermain dan berolahraga terlebih dahulu. Masuk kelas pada pukul 08.00 dan kebetulan saat itu, wali kelas Feyfa sedang cuti umroh dan orang tua yang mengantar bebas masuk hingga ke dalam kelas. Selama seminggu siswa diberikan kebebasan untuk duduk dimana pun dan dengan siapapun. Setelah olahraga, Feyfa dengan santai duduk di barisan depan, yang memang bukan tempat duduknya selama 2 hari lalu. Kebetulan juga si Umi lagi ada urusan sehingga tidak bisa menunggu proses belajar yang sedang berlangsung.
Entah kenapa tiba-tiba, ada seorang ibu yang melihat bahwa siswa yang duduk di depan bukanlah anaknya melainkan Feyfa, langsung masuk dan menghardik Feyfa. “Hei nak, tolong pindah duduk di belakang ya. Ini kan tempat duduk anak saya kemarin selama 2 hari. Kamu gak duduk di sini kan? Jadi segera pindah ya”, sambil anaknya ibu itu digandeng untuk segera duduk di kursi depan. Apa yang terjadi saat itu membuat kami khawatir. Saat itu pun wali kelas pengganti terlambat mengantisipasi hal-hal seperti ini. Namanya juga sekolah dasar negeri, jadi wali kelas pengganti lambat menutup pintu agar orang tua siswa masuk ke dalam kelas.
Setelah si umi kembali dan kelas ternyata telah bubar, Fefya menangis gak karuan dan ketika bertemu dengan umi, tangisannya makin terdengar keras. Setelah menanyakan apa yang terjadi, esok harinya kami melakukan protes kepada pihak sekolah dan langsung menghadap kepada Kepala Sekolah atas kejadian kemarin agar tidak terulang kembali. Respon dari sekolah cukup baik dan meminta maaf atas kejadian ini. Saat kami meminta alternatif jalan keluar atas masalah ini, pihak sekolah belum bisa memutuskan. Dan sejak kami protes, setiap tahun ajaran baru khusus untuk kelas I, akan dijaga oleh wali kelas yang bersangkutan untuk memantau agar orang tua siswa tidak ikut campur soal tempat duduk. Tempat duduk akan dirotasi setiap minggu agar siswa yang punya kelemahan dalam membaca dapat merasakan suasana berbeda saat duduk di depan.  
Selesai dengan permasalahan sekolah, pada hari kelima dan seterusnya, Feyfa tidak mau masuk sekolah. Kami pun sempat panik. Kami carikan sekolah swasta dan beberapa sekolah yang kami rasa sanggup untuk bayar SPP-nya, tetapi anaknya tidak mau bersekolah. Selama seminggu berlalu, dan sebelumnya kami juga sudah pernah menanyakan kenapa alasannya tidak mau bersekolah dan kali ini kami ingin meyakinkan diri kami dan jawabannya, “Dd gak mau ketemu seperti ibu-ibu yang itu lagi”, sambil mengeluarkan air matanya. Masya Allah. Pengalaman yang sangat traumatis bagi Feyfa. Kami pun sebagai orang tua tidak bisa memaksakan untuk tetap bersekolah. Akhirnya Feyfa tidak sekolah selama 1 tahun dan selama itu, Feyfa hanya ikut les membaca dan menulis. Akhirnya pada tahun berikutnya, Feyfa baru bisa masuk sekolah kembali tetapi tidak di sekolah yang sama. Alhamdulillah dia sudah mau masuk sekolah kembali meski harus lama menunggu selama 1 tahun.   
Lesson learnt. Tidak mudah untuk seorang anak bisa memulai sekolah dengan segala warna-warninya. Bayangan dalam pikirannya tentang sekolah adalah bermain dan berteman dengan kawan-kawan yang baru. Banyak harapan ketika mau masuk sekolah. Namun karena arogansi orang tua juga membuat kehidupan dan kesenangan anak-anak lain bisa ternoda. Saya share karena saya peduli rekan-rekan masih memiliki anak-anak balita, mohon dijaga tumbuh kembang lingkungan baik sekolah dan teman-temannya. Kejadian atas anak saya agar tidak terulang kembali dan kita juga harus peka terhadap kondisi anak-anak kita, karena mereka titipan Allah yang harus tetap dipelihara dan dijaga akhlak dan jiwanya. Aamiin.  
Kaitannya dengan pendidikan yang 20% dari APBN tidak terlalu banyak pengaruh. Karena UU belum mengalami perubahan yang signifikan dan mendasar  dan tidak berpengaruh banyak pada pendidikan dasar. Saya memang berniat menyekolahkan ke sekolah negeri agar dampak dari UU itu dapat dirasakan. Tapi faktanya malah kebijakan pemerintah melalui UU tidak menyentuh sisi humanis dari setiap peserta didik. Saya cukup beruntung dan bersyukur bahwa anak saya masih mau bersekolah setelah 1 tahun. Bagaimana anak yang sering di bully setiap hari dan masih merasakan adanya bullying di sekolah? Saya rasanya kasihan karena perasaan seorang anak yang di bully itu tidak akan hilang dalam jiwa dan raganya selamanya. Hal itu juga belum menyentuh masalah sarana dan prasarana setiap sekolah, apakah layak atau tidak ruangan kelas dan banyak hal lainnya. Apa yang terjadi pada anak saya, semoga tidak terjadi pada rekan-rekan bukannotadinas.com yang cinta dengan pendidikan di Indonesia. Hal ini cukup menjadi renungan untuk pribadi saya dan apa yang perlu diperbaiki di masa yang akan datang. Banyak orang hebat di Indonesia tapi sedikit orang hebat yang mau berpikir keras untuk kemajuan Indonesia dengan langkah nyata. Semoga kita menjadi orang hebat yang sedikit itu. Aamiin

Cerita dapat juga dibaca pada link berikut :

Me Rame - Bablas

Setelah kerja seharian di kantor, banyak tugas yang harus diselesaikan dan banyaknya energi yang dikeluarkan, si Alpa akhirnya pulang kerja pada pukul 20.00 WIB. Alpa biasanya pulang sangat teratur, makan dulu di sebuah angkringan dekat kantor. Konon menu angkringan ini tidak mengganggu dan bersahabat dengan dompet Alpa. Setelah menghabiskan menu makan malamnya, Alpa langsung menuju ke stasiun. Biasanya Alpa saat pulang menuju ke stasiun Juanda atau Cikini naik ojek online. Namun berbeda saat itu, Alpa naik angutan umum mikrolet M12 menuju Kota dan turun di stasiun Sawah Besar. Antara tempat turun angkutan umum itu dengan stasiun tidak terlalu jauh. Cukup berjalan sekitar 5 menit dan sudah sampai. Namun pemerintah tidak menyediakan tempat penyeberangan untuk pejalan kaki baik dari dan menuju stasiun Sawah Besar.
Setelah naik di lantai 1, terlihat papan informasi bahwa kereta menuju Bekasi tidak ada di stasiun Jakarta Kota. Maka Alpa bergegas naik ke lantai 2 di peron 1 yang menuju stasiun Jakarta Kota. Saat naik ke arah peron 1, secara bersamaan datanglah kereta commuterline yang dari arah Bekasi. Hal ini sudah ditanyakan kepada Pak Pekade (Petugas Keamanan Dalam Stasiun) dan tulisan yang terdapat dalam ruang masinis tertulis dari arah “Bekasi”. Maka naiklah Alpa dengan kondisi tubuh yang sudah cukup melelahkan selama seharian itu. Alpa mencari tempat duduk di gerbong kedua dari belakang, karena saat balik menuju Bekasi nanti gerbong itu menjadi gerbong nomor 2 dari depan. Setelah mendapatkan tempat duduk yang cukup nyaman di sisi pojok, selain dari kursi prioritas, maka Alpa membaca beberapa pesan dari gawainya dan menyimpannya kembali dalam saku celana setelah selesai, maka Alpa langsung terlelap.
Kereta pun sampai di stasiun Jakarta Kota. Penumpang dari Bekasi pun ikut turun dan penumpang lainnya pun silih berganti naik tanpa harus saling dorong karena jam keberangkatan kereta juga masih lama dan waktu juga agak larut sekitar pukul 21.00 WIB malam itu. Informasi dari petugas peron dan pengumuman dari petugas piket kereta bahwa kereta dari Bekasi itu menjadi kereta tujuan Bogor. Alpa masih terlelap dengan tenang tanpa dia sadari bahwa kereta yang dinaiki sudah berubah tujuannya semula Bekasi menjadi Bogor. Masih terlelap dengan mimpi indahnya, Alpa tidak menghiraukan suasana dalam kereta yang sudah mulai ramai. Kereta pun akhirnya berangkat sesuai dengan jadwal tanpa harus memberitahukan Alpa bahwa sekarang keretanya sedang menuju Bogor.
Kereta berjalan normal hingga stasiun Manggarai. Malam itu, kereta berjalan tanpa hambatan seperti tertahan oleh kereta jarak jauh baik di stasiun sebelum masuk dan di stasiun Gambir dan bahkan saat menuju stasiun Manggarai pun berjalan lancar. Seharusnya, jika Alpa sadar sedikit atau agak terjaga, bisa turun di stasiun Manggarai dan berganti di peron 4 untuk tujuan Bekasi. Karena setiap akan berhenti di stasiun berikutnya, ada pengumuman dari speaker dalam setiap gerbong baik yang diumumkan oleh masinis atau playback (rekaman). Mungkin karena tidur cukup pulas, Alpa tidak mendengar suara dari speaker. Kereta lanjut berjalan hingga stasiun Pasar Minggu, pengumuman pemberhentian pada stasiun berikutnya juga belum mampu membangunkan Alpa dari tidur lelapnya.
Beberapa stasiun sudah dilalui dengan kecepatan rata-rata 60Km/jam seperti Lenteng Agung, Universitas Pancasila, Pondok Cina, Universitas Indonesia, Depok dan Depok Baru. Akhirnya candaan beberapa mahasiswi yang naik dari stasiun Universitas Indonesia cukup membuat Alpa terjaga hingga terdengar suara speaker bahwa stasiun berikutnya adalah stasiun Depok. Mulailah Alpa sadar dan berpikir cepat, agar tidak nampak panik dan tidak terkesan seperti orang linglung. Alpa mulai berpura-pura minum dari botol plastik yang dibawanya sambil tengok kanan kiri agar tidak ada orang yang memperhatikan bahwa dia salah naik kereta. Alpa tetap menjaga posturnya untuk tidak panik dan terlihat cool. Menjelang stasiun Depok Baru, Alpa mulai bersiap dan berdiri agak tegap, meski agak sedikit terhuyung karena baru bangun dan terkejut mengetahui bahwa salah naik kereta. Tanpa menghiraukan suasana sekitar, Alpa langsung turun di stasiun Depok Baru, meskipun ini baru pertama kali turun di stasiun itu. Setelah melihat sekeliling, stasiun Depok Baru memang bukan Bekasi, Alpa merasa agak awkward

Alpa mulai melangkahkan kakinya menuju peron sebelahnya agar dia bisa kembali ke stasiun Manggarai sebelum kereta terakhir tujuan Bekasi tiba. Dalam hatinya, apa yang salah ya? Alpa masih bertanya-tanya meski sudah berada di kereta berikutnya menuju Manggarai. Apa karena salah info yang disampaikan oleh petugas Pekade atau keretanya berubah tujuan? Atau dirinya dipindahkan oleh makhluk dunia ketiga? Ah gak mungkin kalau ini. Akhirnya Alpa berkesimpulan bahwa keretanya memang berubah tujuan setelah tiba di Jakarta Kota. Perubahan tujuan bagi kereta commuterline ini memang ada dan pernah terjadi. Dan sialnya Alpa tidak mengingat kalau hal ini pernah terjadi. Alpa tiba di Bekasi sekitar pukul 23.30 WIB sambil terheran-heran dengan dirinya. Selanjutnya, Alpa berjanji pada dirinya untuk tidak tertidur sebelum tiba di stasiun Jakarta Kota jika bepergian sendiri, karena stasiun tujuan bisa berbeda dengan awal kereta berangkat karena alasan tertentu. Kelelahan dalam bekerja dapat membuat diri kita terbawa hingga stasiun Depok Baru

Cerita dapat juga dibaca pada link berikut :

Me Rame - Lupa

Di tengah keramaian dalam sebuah pusat perbelanjaan menjelang tengah malam, banyak pengunjung yang menggunakan jasa transportasi daring (online) untuk kembali ke rumah atau menuju tempat lain. Ada seorang calon penumpang lelaki, kebetulan dia memesan ojek daring untuk kembali ke tempat tinggalnya, sehingga terjadi percapakan berikut. 

Penumpang
:
“Saya sekarang berada di dekat pintu masuk di pusat perbelanjaan ya mas. Posisi ada dimana ?”
Ojek daring
:
Penumpang
:
“Mas, kalau saya lihat dari posisi motornya di aplikasi,   terlihat cukup dekat dengan posisi saya. Saya nanti ke arah trotoar deh mas, kalau mas agak susah.” Begitu si calon penumpang memberi pesan di aplikasi ojek daring itu.

Setelah lama berselang, ternyata ada jawaban pesan dari pengemudi ojek daring

Ojek daring
:
“Iya, saya posisinya dekat pos sekuriti mba. Mba pakai   baju apa? Saya sudah di depan pusat perbelanjaan yang mba maksud.”
Penumpang
:
(Sambil bergumam dalam hati, mba? Gak salah neh? Perasaan di profil ojek daring sudah jelas wajah gue) Mas sekarang posisinya masih dekat pos sekuriti? (tanpa menghiraukan si pengemudi menyebut dirinya “mba”). Saya pakai baju warna abu-abu ya mas, sekarang saya lagi jalan ke arah pos sekuriti. (Apa pula yang dibayangkan di pengemudi dengan warna baju si penumpang)
Ojek daring
:
“Mba sekarang dimana? Sekarang saya juga sudah jalan ke arah dalam menuju pusat perbelanjaan yang mba maksud, tapi kok mba belum kelihatan?”

Masih berpesan-pesanan melalui aplikasi dengan si pengemudi, akhirnya si pengemudi mulai menelpon ke penumpang. Saat bersamaan, si penumpang sudah melihat wajah si pengemudi yang berjalandi profil aplikasi saat berpapasan melintas di trotoar. Ketika saat menerima telpon dari si pengemudi…

Penumpang
:
“Mas Rojak kan ? dari ojek daring?”

Wajah si pengemudi yang terkejut, seakan-akan habis melihat hantu kuntilanak dan berubah 180 derajat bahwa calon penumpangnya ternyata seorang pria. Si pengemudi tak bisa berkata-kata dan bahkan sempat mengucapkan kata “maaf” meski salah sebut saat berpesanan melalui aplikasi. Selain kaget dan tidak menyangka bahwa si penumpangnya adalah lelaki, tingginya si penumpang itu hampir dua kali lipat dari si pengemudi. Dan kemudian si penumpang bertanya sambil mengikuti si pengemudi untuk ambil motornya.

Penumpang
:
“Masih jauh mas parkir motornya?”
Ojek daring
:
(Diam dan tetap berjalan)
Penumpang
:
“Mas, masih jauh? Atau mas lupa ya? Atau gara-gara lihat saya bukan perempuan, masa gagal fokus dan kecewa ya?”
Ojek daring
:
“Iya mas, saya terkejut dan sekarang lupa saya parkir dimana…he…he… (sambil garuk kepala). Saya gak nyangka kalau mba yang saya maksud itu adalah mas (sambil dingat-ingat dimana parkir motornya). Sebentar ya mas, akibat tadi, saya jadi gagal fokus. Nah ini sudah ketemu motornya. Maaf ya agak lama (sekitar 5 menit mencari motornya).”
Penumpang
:
Gakpapa mas, ada helm kan? Ayo kita jalan mas.”


Cerita ini dapat juga dibaca pada link berikut 

Kala

Terngiang raut wajahmu yang ceria
Saat ku duduk bersimpuh di beranda
Tak kuat rindu ini menahan
Ingin rasanya segera berjumpa

Tawa candamu yang menyejukan
Seakan menggiring asa yang hilang
Kutemukan sosok yang kudambakan
Ingin rasanya kudekap sepenuh jiwa

Rasanya ingin mengulang kejadian itu
Rindu peluh yang tertunda
Jika hal itu terjadi kembali
Merdeka rasanya jiwa dan raga ini

#edisimasihdikantor



Puisi ini dapat dilihat pada laman :

Pasar Kaget

Pasar Kaget berbeda dengan pasar tradisional dan pasti juga berbeda dengan pasar malam. Jika ditilik melalui “paman gugel”, ada beberapa pengertian seperti di laman ini https://id.wiktionary.org/wiki/pasar_kaget bahwa pengertian pasar kaget adalah pasar sesaat yang terjadi ketika terdapat sebuah keramaian atau perayaan. Pengertian yang sama di laman http://www.deskripsi.com/p/pasar-kaget Mungkin siapapun bisa mencari arti lain dari pasar kaget ini.

     Sebenarnya bukan hal yang khusus saya ingin menceritakan mengenai pasar kaget ini. Tapi ada keperluan lain untuk anak-anak yang senang mendengarkan suara dari gawainya melalui earphone (kalau bahasa anak-anak saya bilangnya “kuping-kuping” karena alat itu mencantol di kuping makanya disebut seperti itu). Nah perjalanan ke pasar kaget ini merupakan yang kedua kali karena pembelian pertama cukup memuaskan dari sisi kualitas dan kekuatan karena sering terjatuh dan dijual dengan harga Rp10.000,-. Cukup murah bukan ? Sehingga ketidaksengajaan ini memberikan inspirasi bagi saya untuk menceritakan mengenai pasar kaget.

Pengalaman ke pasar kaget pernah saya jalani juga saat penempatan di Majene. Pasar kaget di Majene ini ada setiap hari Rabu malam setiap minggu kecuali merupakan hari libur nasional, maka tidak ada pasar kaget. Suasana kota yang cukup sepi dan tidak ada aktivitas sejak jam 20.00, menjadikan pasar kaget dan pasar malam menjadi obat rindu atas keramaian dan hiruk pikuk hiburan. Bahkan saat kami masih di Bekasi, adanya pasar malampun tidak kami datangi, namun berbeda di Majene, hampir setiap hari, kami datangi pasar malam yang beroperasi selama 2 minggu dan berada di stadion sepak bola setempat. Suasana, waktu, jumlah pengunjung, hiruk pikuknya, barang yang dijual dan tujuan ke pasar kaget dan pasar malam cukup berbeda. Itulah pasar kaget dan pasar malam di Majene.

Suasana pasar kaget di Bekasi ramai dan penuh sesak. Padahal Iedul Fitri  masih beberapa hari. Pasar kaget menjelang Iedul Fitri ini pun lebih ramai dibanding hari biasa. Pasar kaget ini juga hanya ada pada Selasa malam dan letaknya di sebuah gang yang hanya cukup satu mobil untuk bisa lewat. Sebenarnya menjadi sebuah anomali meskipun banyak mal-mal tumbuh bak jamur di musim hujan, tetapi masih ada pasar kaget yang cukup ramai dan penuh sesak juga. Pasar kaget ini menjual berbagai kebutuhan yang hampir sama di mal-mal kecuali mobil. Namun kalau soal kualitas jangan dibandingkan dengan barang-barang yang dijual di mal-mal. Barang-barang yang dijual seperti pakaian, perlengkapan shalat, peralatan dapur, perkakas, perlengkapan gawai, peralatan listrik, perlengkapan kosmetik, makanan dan minuman dan berbagai kebutuhan rumah tangga lainnya.

Sesampainya kami di pasar kaget, terdengar suara ramai anak-anak bermain kejar-kejaran. Ada juga celoteh antara anak dan ibunya, diantara tawaran para penjual di pasar kaget itu.

“Silahkan dipilih … dipilih … yang murah … yang bergaya …” begitulah salah seorang penjual pakaian yang “kekinian” yang menjajakan dagangannya kepada pembeli.

Kemudian juga terdengar nasihat seorang ibu kepada anak remajanya,

“Nak, kita gak perlu ke mal ya, kan pakaian disini cukup bagus – bagus dan mengikuti trend kekinian. Kan ayahmu belum ada uang untuk pergi ke mal, lagi pula kalau kita ke mal, pengeluarannya menjadi lebih banyak dibanding kita belanja di tempat ini.” Begitulah terdengar samar-samar suara si ibu kepada anaknya.

Setelah menguping pembicaraan antara pedagang dan pembeli, kami pun bergegas menuju ke penjual earphone dan setelah mencoba dan suara speaker-nya sudah sesuai harapan, barulah kami bayar Rp30.000,- untuk 3 earphone. Setelah itu kami menjelajah menuju sisi agak ke dalam pasar kaget. Ramainya para pembeli dan penjual yang berjejal seperti sekelompok semut yang sedang mencari makan. Saat melenggang, kami pun mendengar percakapan antara penjual dan pembeli yang lain.

“Berapa harganya ini mas?  

“1 lusin cuma Rp10.000,- aja. Garpu juga sama. Ibu mau beli yang mana?”
“Sebentar ya mas, saya hitung dulu uangnya. Ini mas, saya beli 2 lusin, 1 lusin sendok dan garpu ya.

“Baik bu, …terima kasih ya bu.”  

Kemudian kami berjalan ke arah dalam, semakin banyak suasana tawar menawar antara pembeli dan pedagang. Pada titik tertentu, saya tak sengaja mendengar juga percakapan yang cukup menggugah hati saya.

“Berapa harga jilbab putih ini?” tanya seorang ibu bersama ketiga anaknya kepada penjual pakaian muslim. Anaknya yang besar seusia anak saya kelas V SD dan adik-adiknya masih kecil.

“Gak mahal bu, cuma Rp40.000 untuk 2 jilbab. Ibu mau beli berapa?”

Ibu tadi masih tertegun dan melihat antara jilbab tadi dan dompetnya hingga berkali-kali dan akhirnya “Mas apa gak bisa kurang? Saya mau ambil 2 jilbab, 1 untuk anak saya yang besar dan 1 lagi untuk saya.”

“Maaf bu, untungnya gak dapet untuk jilbab ini, gimana kalau Rp35.000,-? Ibu bisa ambil dua jilbab. Saya belanjanya agak jauh bu dan gak ketutup modalnya kalau ibu tawar segitu.”

Mendengar ucapan dari pedagang itu, akhirnya si anak yang tertua mendadak bilang, “Mak, saya gak usah dibelikan jilbab dulu kalau uangnya kurang. Lagipula saya kan masih anak-anak dan kalau emak perlu, beli aja untuk emak dulu. Kan Idul Fitri gak harus pake yang baru asalkan bersih dan tidak kotor.”

Terkejutlah si ibu tadi, dalam pikirnya siapa yang mengajarkan ketauladanan kepada anaknya yang besar ini hingga anaknya berpikiran seperti itu, sedangkan dia memang ingin membelikan jilbab untuk anaknya. Akhirnya ibu tadi tidak jadi membeli jilbab karena masih ada jilbab yang masih layak di rumah sepanjang masih bisa dipakai dan anaknya telah mengingatkan bahwa membeli barang itu sesuai dengan kebutuhan (need) bukan keinginan (want).

Itulah sekelumit percakapan yang saya tangkap secara sekilas di pasar kaget malam itu. Jika mendengar beberapa percakapan tadi, rasanya saya perlu banyak bersyukurkarena adanya pasar kaget itu bisa menjawab kebutuhan dan keperluan bagi masyarakat yang berpenghasilan cukup dan pas-pasan. Mungkin geliat seperti pasar kaget, pasar tradisional dan pasar-pasar murah yang sejenis perlu dibiarkan tumbuh sesuai kebutuhan masyarakat dan diberikan ruang untuk tetap bisa tumbuh. Pemerintah hanya mengatur bagaimana aturan main atas pertumbuhan pasar tadi. Memang perputaran uang di pasar kaget ini dan sejenisnya tidak mencapai ratusan milyar seperti transaksi di Indonesia International Motor Show atau pasar senggol seperti di Summarecon Mall Bekasi. Namun adanya pasar kaget yang tersebar di sekitar kota Bekasi akan mengurangi tingkat kejahatan di lingkungan masyarakat. Sekilas saya melihat bahwa banyak masyarakat yang terpinggirkan juga ikut berjualan dan hal ini menjadi trend positf. Saya termasuk orang yang beruntung dan bersyukur karena masih bisa merasakan suasana pasar kaget dan pasar malam tradisional, sehingga saya bisa membeli kebutuhan yang lain di pasar kaget atau pasar sejenis lainnya. Salam sejahtera untuk semua, salam pasar kaget.

***

Cerita ini dapat juga dilihat pada  https://rulyardiansyah.blogspot.co.id/2017/06/pasar-kaget.html

Oleh - oleh

 Frasa ini muncul ketika kita kembali dari suatu perjalanan baik silahturahim, plesiran atau liburan, dinas atau lainnya. Saya juga tidak tahu apakah sudah ada yang pernah membahas mengenai frasa “oleh - oleh” ini. Semoga ada yang pernah tetapi sudut pandangnya berbeda. Mungkin memang tidak pernah ada yang membahasnya atau pernah meski dengan sudut pandang yang sama. Jika yang terakhir memang ada, semoga muatan yang akan disampaikan tidak sama. Semoga.

       Mari kita cek kembali mengenai frasa oleh - oleh ini. Jika kita cek di laman ini http://kbbi.web.id/oleh-oleh maka artinya adalah sesuatu yang dibawa dari bepergian, buah tangan (kata benda). Kita  lihat sumber yang lain seperti di laman ini https://www.kamusbesar.com/oleh_oleh artinya tetap sama. Jadi oleh-oleh itu adalah sesuatu yang dibawa dari bepergian atau buah tangan. Mari kita ingat kembali beberapa kejadian yang pernah kita alami terkait dengan oleh – oleh ini.

Ketika kita bepergian dari tempat bermukim, maka saat di tempat tujuan kita akan melakukan sesuatu di tempat tujuan baik dalam negeri maupun luar negeri. Saat kita akan kembali maka kita akan membawa sesuatu atau buah tangan yang disebut oleh – oleh. Kadang juga ada yang tidak membawa oleh – oleh karena setiap bepergian ke tujuan tertentu memang sudah seperi kampung halamannya. Jadi saat kembali dari suasana kampung halaman maka tidak membawa oleh – oleh. Itu terjadi jika kita bermukim di Jakarta dan berpergian ke tempat lain baik dalam maupun luar negeri dan sekembalinya membawa oleh – oleh untuk keluarga, kerabat, teman dan tetangga. Nah saya terpikir bagaimana jika tujuan berpergiannya adalah ke Jakarta dan para pelancongnya yang kembali dari Jakarta. Kira-kira apa ya yang akan dibawa dari Jakarta ?

Oleh – oleh di setiap kota di Indonesia sangat beragam. Misal oleh – oleh dari Bandung ada pisang Bollen Kartika Sari, Gepuk Nyonya Ong, Picnic Roll Prima Rasa, Surabi, Angklung, Sepatu Cibaduyut atau bisa tambahkan info yang ter-update. Kalau Yogyakarta ada Bakpia, Yangko, Geplak, Gudeg Kering, Coklat Monggo, Salak Pondoh, Batik, Kerajinan Perak, Gerabah Kasongan dan Kaos Dagadu dan bisa tambahkan untuk info yang ter-update. Kalau Makassar ada Kain Tenun, Minyak Tawon, Kue Kurma, Otak-otak Ikan, Kerupuk Jinten, Baruasa, Sirup DHT, Kopi Toraja, Kacang Sembunyi, Abon Raos dan Peci khas Makassar atau bisa tambahkan info yang ter-update. Kalau Ambon ada Mutiara, Aksesoris Sisik Ikan, Olahan Serba Ikan, Kerajinan Kulit Kerang, Kue Petak 10 atau bisa tambahkan info ter-update. Semua informasi diatas saya peroleh dari “paman gugel”, jika ada yang tidak pas silahkan dikoreksi karena ini hanya pemikiran saya sesaat. Masih banyak kota lain yang memiliki oleh-oleh yang beraneka ragam dan macam jenis dan bentuknya.

Sekarang saya mencoba mencari apa saja oleh-oleh khas kota Jakarta. Berdasarkan hasil pencarian di “paman gugel”, ada beberapa oleh-oleh khas Jakarta diantaranya adalah Kerak Telor, Kue Geplak, Roti Buaya, Kembang Goyang, Dodol Betawi, Bir Pletok, Keripik Buah KRIPIKITA, Kue Semprong Glory, Biji Ketapang, Tape Uli, Marquerite Nougat, Pepes Tulang Lunak Ikan Mas – Pe Tulu. Itu bersumber dari laman https://www.initempatwisata.com/wisata-indonesia/jakarta/oleh-oleh-khas-jakarta-paling-diminati-wisatawan/4189/ 

Beberapa laman yang saya kunjungi ternyata mempunyai kemiripan mengulas ragam oleh-oleh khas Jakarta yang sama. Jadi saya tidak lanjutkan pencarian karena sebagian besar hasilnya sama. Namun pertanyaannya adalah apakah yang akan kita bawa sebagai oleh-oleh dari Jakarta adalah oleh-oleh seperti Kerak Telor, Kue Geplak, Roti Buaya atau lainnya? Ini hanya sebuah renungan sebagai warga Jakarta yang tumbuh dan besar di ibukota negara ini. Jika saya harus berpergian ke luar Jakarta, maka saya perlu membawa oleh-oleh untuk memperkenalkan apa yang menjadi cirri dan khas dari Jakarta. Salam oleh-oleh.


***


cerita ini dapat juga dilihat pada laman : https://rulyardiansyah.blogspot.co.id/2017/06/oleh-oleh.html

Silahturahim dan Usia Pernikahan

    Pertemuan dan kumpul keluarga dari pihak ibu mertua sudah lama direncanakan. Banyak pertimbangan dan alasan bagi yang akan ketempatan sebagai tuan rumah acara kumpul. Lagipula bulan ini merupakan bulan penuh maghfirroh dan berkah. Istri saya kebetulan juga sudah menjadi bagian dari grup whatsapp Jallam Family karena orang tua ibu mertua bernama Jallam. Biasanya ada grup whatsapp itu mendekatkan yang jauh dan menjauhkan yang dekat. Semoga hal ini tidak terjadi karena rencana ini memang dibuat dengan ketulusan dan kerendahan hati. Diskusi panjang selalu menemukan jalan buntu siapa yang akan menjadi tuan rumah. Akhirnya tuan rumah ditentukan dan kamilah diminta menjadi tuan rumah acara silahturahim keluarga ibu mertua.

        Persiapan menuju pertemuan itu pun kami siapkan dengan baik. Karena ibu mertua merupakan anak nomor 3 dari keluarga Jallam yang memilki anak 12 dimana 4 orang sudah mendahului kami semua, sehingga apa yang disampaikan oleh ibu mertua pasti akan diikuti oleh anggota keluarga yang lain. Terdengar percakapan istri saya dengan para sepupunya.

        “Ari nanti bawa aja jus buah untuk acara berbuka puasa di tempat gue ya. Eh, jangan lupa sekalian bawa kue, terserah kue apa, yang penting murah meriah.”

Selesai dengan sepupu yang satu, telpon lagi dengan sepupu yang lain, “Tante nanti bawa sate kikil aja ya, karena sate kikil di daerah tante kan cukup terkenal. Jangan lupa ya. Tante nanti naik kereta atau bawa kendaraan ? “

“Tante naik kereta aja, karena lebih simpel dan nyaman.”

“Ok ya, nanti ditunggu sate kikilnya ya…”

Kita sebagai tuan rumah juga menyiapkan beberapa menu berbuka yang kebetulan, kita ingin sesuatu yang berbeda. Akhirnya setelah diskusi dengan anak-anak, kita memutuskan untuk menyiapkan Siomay, Asinan, beberapa minuman berkarbonasi (hanya sekali dalam setahun beli minuman ini) dan beberapa kue yang lain. Siomay kita pesan ke langganan dekat rumah dan rasanya gak kalah dengan restoran dengan harga Rp7.000,- mendapat 10 buah siomay. Cukup murah bukan ? Tapi itu belum termasuk telurnya, karena telurnya dihargai Rp2.000,- Selain itu juga kita menyiapkan teh Bandulan, yang jarang-jarang dijual di Bekasi dan 1 kantong plastik es batu cetakan yang sudah jadi sebagai pelengkap es buah dan minuman selain teh hangat yang sudah kami siapkan untuk saat berbuka juga. Persiapan untuk acara silahturahim ini gak lama. Kami hanya mempersiapkan kurang dari seminggu untuk makanan dan minuman. Sementara tempat aman, dan semua makanan dibeli, tidak ada yang masak karena kondisi tidak memungkinkan bagi istri dan ibu mertua untuk memasak.

Tiba hari pelaksanaan. Anak-anak cukup senang karena akan bertemu sepupu-sepupunya yang saat mereka masih kecil selalu menjadi bahan olokan dan candaan. Tapi mereka masih merasa senang aja menggoda si dd karena waktu kecilnya si dd itu cukup judes dan gak ramah dengan keluarga. Namun dd yang sekarang sudah berbeda.

“Ryan, ente nanti bawa yang simpel kan?”

“Yah mba, Abang (panggilan Ryan) gak bisa bawa yang simpel. Kalau bawa ikan gurame bakar termasuk simpel gak?”

Gubraak. Padahal istri dan si abang sudah diskusi untuk bawa yang simpel, dan ternyata si Abang malah membawa masakan yang cukup ribet. Karena konsep awalnya adalah menu berbuka tidak menggunakan nasi, makanya nasi dimasak hanya sedikit. Ketika dengar si Abang berencana membawa ikan gurame bakar, berarti harus ada nasi meskipun tidak banyak.

Jam sudah menunjukan pukul 16.30 dan pesanan sate dan lontong harus segera diambil agar kita tidak terlalu lama di luar rumah karena beberapa saudara dan sepupu sudah on the way  ke rumah. Saat sedang berbenah menata meja untuk meletakkan beberapa bakal makanan yang dibawa, istri menerima telpon dari tantenya.

“Assalamu’alaikum Tis…”

“Wa’alaikumussalam tante, ada apa ? “

“Maaf ya, tante gak bisa bawa sate kikilnya karena penjualnya gak jualan dan pas tante mau beli setelah pulang kerja sudah malam dan penjualnya sudah pulang. Jadi gimana kalau tante bawa menu yang lain? Gak apa-apa ya. Nanti kalau ada acara lagi, tante janji akan bawa sate kikilnya ya”

Gubraak… “Iya tante, gak apa-apa (ini batal yang kedua). Posisi tante dimana sekarang?”

“Tante sudah di kereta dan baru berangkat dari stasiun Manggarai. Nanti kalau sudah sampai di stasiun Bekasi, tante kabari deh.”

“Oke tante.” istri bergegas kembali ke dapur untuk memastikan semuanya sesuai harapan. Akhirnya datanglah satu persatu pihak keluarga dari ibu mertua.

Om Yadi dan istri, tante Rita, Ari, si kembar Abang (Adiknya ada acara bukber di Summarecon Mall Bekasi) datang bersama adik yang bontot, Fathia. Setelah saling ngobrol dan dengan para sepupu, terdengarlah adzan Maghrib. Alhamdulillah. Kemudian datang Eni dan anaknya. Berbukalah kita semua dengan hati lega dan senang. Sesaat setelah berbuka, om Yadi dan saya pergi ke masjid untuk shalat maghrib.

Setelah maghrib, waktunya saling bercerita dan menikmati hidangan dan sekaligus bahas rencana kumpul kembali di lebaran hari kedua. Keputusan sudah bulat dan akhirnya di tempat kami kembali. Alhamdulillah, semoga berkah menjadi tempat kumpul silahturahmi. Hal yang istimewa dalam pertemuan keluarga dari ibu mertua adalah hari itu merupakan hari jadi pernikahan kami yang ke-16 tahun. Subhanallah, kami masih diberikan kesempatan melalui lika liku dan badai rumah tangga yang macam dan jenisnya beragam. Alhamdulillah juga, anak-anak dan ibu mertua masih dalam lindungan Nya. Semoga kami masih bisa menjadi keluarga yang utuh hingga kakek nenek dan maut memisahkan kita. Aamiin. Terakhir, Abang (Ryan) datang dengan istri dan bunda serta adiknya dengan membawa ikan gurame bakar sekitar jam 20.00. Lengkaplah sudah acara silahturahim di pertengahan bulan Ramadhan ini. Semoga kami masih bisa bertemu kembali dengan Ramadhan berikutnya. Aamiin.

***

Cerita ini dapat dilihat juga pada laman berikut : 
https://rulyardiansyah.blogspot.co.id/2017/06/silahturahim-dan-usia-pernikahan.html