Tampilkan postingan dengan label Sedardjuningsih. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Sedardjuningsih. Tampilkan semua postingan

Merdeka

Merdeka itu manakala bisa menerima ujian baik dan buruk sama saja
Merdeka itu manakala ruhani mampu menembus dimensi ruang dan waktu
Merdeka itu manakala hati tenang hingga mampu melahirkan karya nyata
Merdeka itu manakala kita tidak lagi terbelenggu nafsu-nafsu rendah

Kalau begitu, aku belum merdeka :

Masih mengeluh manakala ujian buruk menimpa
Masih tercekat  manakala ruhani ingin terbang
Masih bergejolak manakala mendengar kata mengusik rasa
Kadang meronta, saat belum mampu menerima ketetapanNya

Diri-diri yang merdeka akan memberi solusi bagi bangsa
Diri-diri yang belum merdeka akan menambah persoalan bangsa
Hitam putih bangsa ini tergantung dari berapa banyak warna yang kita punya
Putihkah yang mendominasi atau kelamkah yang tengah berkuasa?


Bintaro, 17 Agt 2018



Kemelekatan

Hidup di dunia penuh kemelekatan
Perlu perjuangan tuk melepasnya
Perlu kesadaran tuk melepasnya
Perlu bukti nyata tuk melepasnya

Tak bisa hanya ucap di bibir saja
Tak bisa hanya angan tanpa melaksanakannya
Tak bisa hanya ingin  tanpa mewujudkannya
Tak bisa hanya janji tanpa menunaikannya

Semakin tua semakin lekat erat terikat
Semakin tua semakin tindih bertindih
Semakin tua semakin membelenggu
Bila tak pernah berupaya melepaskannya

Saat pulang nanti dituntut untuk nol
Saat pulang nanti dituntut untuk kembali seperti sedia kala
Saat pulang nanti dituntut untuk melejit dalam ukuran 50.000 tahun cahaya
Mampukah kita melaksanakannya bila banyak pikulan yang kita bawa

Berapa lama jatah kita di dunia ini
Semakin hari semakin berkurang
Dalam rentang tersebut warna apa yang kita lukis dalam kanvas kehidupan?
Hitam kelamkah? Penuh warna kah? Atau dominan putihkah?

Manusia perlu pengingat
Agar tak lupa akan akhirat
Kehidupan berlanjut di alam berikutnya
Sudah cukupkah bekal kita menghadapinya

Tak berbekal merugilah diri
Penyesalan tiada arti lagi
Mari rencanakan dengan seksama
Jangan abaikan peringatan yang ada

Peringatan muncul dalam nurani
Namun terkadang tak jua digubris
Nurani merana tak dindahkannya
Sayup-sayup suaranya memudar

Hilang sudah penasehat diri
Menjalani hidup tanpa arahan
Kemana melangkah tak tentu rimbanya
Tersesat dalam perjalanan kehidupan

Bukan itu tujuan kita dikirim ke muka bumi
Tujuan kita agar dapat mengenal Allah
Kembali kepadaNya dengan selamat
Melaksanakan amanah titipanNya

Semoga kita mampu menyelesaikannya
Semua tugas yang kita emban
Amin Yaa Robbal Alamin

Bintaro, 31 Agt 2018





Berkarya Untuk Negeri

Berkarya untuk negeri
Dapat berupa apa saja
Tak terbatas bentuk dan rupa
Yang penting dikerjakan sepenuh hati

Berkarya untuk negeri
Bisa dalam bentuk karya seni
Untuk mengetuk hati insani
Dari seluruh pelosok negeri

Berkarya untuk negeri
Demi menyempurnakan tugas jati diri
Yang menjadi warisan para leluhur
Jangan sampai lenyap terkubur

Berkarya untuk negeri
Menyumbang bakti pada Ibu Pertiwi
Agar negeri jadi berseri
Bermartabat dan memiliki harga diri

Berkarya untuk negeri
Potensi diri terus digali
Agar sinarnya terus memancar
Menerangi sekeliling bak mercu suar

Berkarya untuk negeri
Tanyalah ke dalam diri
Apa yang telah kupersembahkan untuk Ibu Pertiwi
Jangan hanya pandai menuntut materi

Berkarya untuk negeri
Sematkan rasa nasionalis sejati
Jangan silau dengan godaan yang menghampiri
Untuk membelokkan niat yang terpuji

Berkarya untuk negeri
Sesuai kapasitas yang sudah Tuhan beri
Penuh warna dan pesona
Karena Tuhan Maha Kaya

Berkarya untuk negeri
Bentuk syukur pada Illahi Rabbi
Yang telah menganugerahkan semua ini
Jangan sampai kita lupa diri

Berkarya untuk negeri
Beri manfaat untuk sesama
Temukan makna dibalik filosofi
Rahasia tersibak, diri terpana

Berkarya untuk negeri
Melenyapkan ego pribadi
Bukan lagi berfikir sempit
Tercerahkan dalam suatu dimensi

Berkarya untuk negeri
Bangkitkan pemuda-pemudi
Dari lalai dan alfa
Akibat belenggu dunia

30 Agt 2018
CL Bogor - Pd Ranji



Izinkan Aku Bergabung

Selamat pagi kawan,
Terima kasih sudah di add
Demikian kalimat pembuka percakapan
Dalam grup sastra lintas angkatan

Aku ingin belajar di sini
Aku ingin melenturkan diri di sini
Mencari cara  berbagi
Melalui kata berseni

Dalam rangkaian kata penuh makna
Baik tersurat maupun tersirat
Mencoba memahami makna yang ingin disampaikan
Dari para penggiat seni dan sastra

Menyibak rahasia yang ingin diungkap
Mendengarkan kata hati yang berbisik ingin didengar
Menyusun puzzle kehidupan yang ingin dirangkai
Dari perjalanan panjang insan Tuhan

Jakarta, 16 Agt 2018


Integritas

Integritas itu utuh
Integritas itu tidak terbelah
Integritas itu tidak terpecah
Integritas itu selaras

Selaras antara hati, akal, fikiran, perasaan dan seluruh komponen diri
Baik lahir maupun batin
Menjaganya sulit tak terperi
Butuh mujahadah luar biasa

Integritas itu bak bulan purnama
Bulat, bundar sempurna
Tak ada celah walau sebesar zarah
Mampu menangkis godaan yang menghampiri

Dalam sehari berbagai keadaan bisa terjadi
Perang batin di dalam diri sering terjadi
Menjadi amal yang akan dicatat dalam kitab yang mana?
Kitab Illiyin ataukah kitab Sijjin?

Jakarta, 16 Agt 2018


Titik Balik

Di balik untaian doa-doa yang dipanjatkan, kadang manusia tidak sadar, di suatu masa, doa tersebut dikabulkan Tuhan, dengan caraNya sendiri.

Bila manusia menyadari titik tersebut adalah titik balik yang telah disiapkan oleh Tuhan untuk menyadarkannya dari suatu kelalaian dunia yang melenakan, maka titik tersebut dapat menjadi titik balik bagi dirinya sendiri.

Bila manusia menyadari bahwa beginilah cara Tuhan bekerja...beginilah skenarioNya, maka  ia tidak akan memberontak akan apapun ketetapan Tuhan untuk dirinya. Namun, tidak mudah untuk bisa sampai pada tataran ini, perlu perjuangan lahir batin.

Implementasi dari penerimaan tersebut akan tercermin dari tetap tenangnya hati menghadapi segala sesuatu persoalan yang dihadapinya dalam kehidupan sehari-hari. Atau paling tidak, ketika resah itu datang, dia segera mencari cara untuk menenangkan dirinya, sehingga dalam tenangnya dia dapat mendengarkan kembali pesan-pesan dari dalam dirinya sendiri.

Bintaro, 10 Juni 2018


Sawi Hijau

Pagi ini saya melihat tanaman Sawi Hijau yang saya tanam beberapa waktu yang lalu dengan perasaan bahagia. Dari bawah tanah menyembul daun-daunnya tampak berwarna hijau tua, diterpa kilau mentari yang baru saja menampakkan sinarnya menyapu semesta ini. Tak pernah terbayangkan sebelumnya, saya akan menanam jenis sayur ini.

Masih segar dalam ingatan saya, ketika saya kecil, setiap kali mama memasak sawi hijau dengan tahu, saya akan menggerutu karena menurut saya rasa sawi tersebut pahit dan tidak enak. Ah… mengapa mama masak sayur ini… ujarku setiap kali mama memasak sawi hijau.

Entah mulai kapan tepatnya, saya bisa menikmati rasa sayur sawi hijau ini, sehingga akhirnya saya pun tergerak untuk menanamnya di halaman rumah. Peralihan rasa tidak suka menjadi suka pun saya alami pada sayur pare. Ketika saya kecil saya tidak bisa merasakan nikmatnya rasa pare yang cenderung pahit tersebut. Bahkan, meskipun dimasak dengan udang yang menjadi salah satu lauk favorit saya, tetap saja, saya tidak bisa menikmatinya.

Namun dengan berjalannya waktu, akhirnya saya menyukai sayur pare tersebut. Justru rasa pahitnya itu yang menimbulkan rasa nikmat saat menyantapnya. Entah apa yang membuat saya akhirnya pada suatu masa tertentu justru bisa menemukan kenikmatan dari rasa-rasa pahit atau rasa tidak enak lainnya dari suatu makanan. Mungkin akhirnya saya menemukan rasa ‘nikmat’ tersebut setelah saya pun berevolusi untuk belajar menerima rasa manis dan rasa pahit dalam kehidupan saya.

Jakarta, 29 Maret 2018

Raker DSP 2018

Awal bulan Maret lalu, kami menyelenggarakan Rapat Kerja Direktorat Sistem Penganggaran. Ada yang menarik dari penyelenggaraan raker tersebut yang rasanya berbeda dari raker-raker sebelumnya. Acara yang diselenggarakan selama 3 hari 2 malam tersebut melibatkan sebanyak mungkin staff DSP yang bahkan beberapa diantaranya merupakan ‘pemain’ baru.

Biasanya dalam suatu event, panitia enggan untuk menempatkan para pemain baru karena tidak mau atau tidak berani mengambil resiko, takut acaranya tidak sukses, namun kali ini saya melihat panitia berani mengambil resiko menempatkan beberapa pemain baru.

Dengan semakin banyaknya pegawai yang dilibatkan terasa keakraban yang tercipta, seolah semua yang ditugaskan berupaya mempersembahkan yang terbaik dari yang mereka punya, setidaknya itulah yang saya rasakan.

Pun ketika terjadi kesalahan karena adanya human error, panitia tidak serta merta menyalahkan si pembuat kesalahan, namun bisa segera memahaminya dan acara berlanjut seolah tak terjadi kesalahan.

Saya juga memperhatikan salah satu panitia yang bisa dengan tetap tenang, ramah dan santun namun bisa tetap melaksanakan hal-hal yang sudah disepakati dalam rapat panitia ketika pada pelaksanaan acara terdapat para atasan yang memberikan berbagai saran yang berbeda-beda.

Bravo untuk panitia, raker kali ini memberikan kenangan tersendiri bagi saya.

Jakarta, 14 Maret 2018

Kenangan di Pangkalpinang (2)

Penempatan pertama saya adalah di Kantor Pusat Direktorat Jenderal Anggaran (lama) yang sekarang dikenal sebagai Direktorat Jenderal Perbendaharaan, tepatnya di Direktorat Pinjaman dan Hibah Luar Negeri (sekarang menjadi salah satu Direktorat di DJPU). Cukup lama saya berkantor di situ, sementara banyak rekan-rekan saya sudah mutasi berulang kali baik itu mutasi dalam kota, luar kota, maupun antar pulau, maklum DJPB memiliki kantor vertikal yang tersebar dari Sabang  sampai Merauke. Sementara saya sejak single, menikah sampai dengan dikaruniai 3 orang putra/i masih tetap berkantor di Kantor Pusat. 

Setiap kali mendengar ada isu mutasi rasanya selalu tidak tenang, takut kalau-kalau kami dimutasi. Lama kelamaan perasaan itu semakin mengganggu, sampai akhirnya kami berdua sepakat bahwa kemanapun kami dimutasi, kami akan berangkat bersama-sama dan menghadapi apapun bersama-sama. 

Setelah bertekad dengan keputusan tersebut, kami merasa lebih tenang, maka ketika SK turun untuk pertama kalinya, Alhamdulillah kami merasa lebih siap untuk berangkat, menyambut tempat kerja dan tempat tinggal yang baru, bersiap-siap dengan lingkungan baru dll. Memang cukup merepotkan memindahkan anak-anak yang sudah mulai bersekolah, tapi itu bagian yang harus kami jalani.

Waktu terus berjalan, ternyata kami menikmati juga tinggal di Kota Pangkalpinang. Jarak tempuh yang dekat antara kantor dengan rumah memungkinkan kami untuk sering bertemu dengan keluarga, dimana hal ini sulit kami lakukan ketika kami masih berdinas di Jakarta, karena pagi kami sudah harus berangkat dan tiba di rumah sudah malam, tidak pas dengan waktu berinteraksi dengan anak-anak.

Pangkalpinang juga memiliki pantai-pantai yang indah, hampir tiap minggu kami main ke pantai bersama-anak-anak yang sangat gemar bermain air. Biaya sekolah yang murah, karena SPP sekolah terbaik di Pangkalpinang saat itu adalah 1/10 SPP anak-anak kami di Tangerang Selatan. Seafood yang masih segar dan berasa manis mudah kami jumpai di Pangkalpinang dan masih banyak hal-hal lain yang membuat kami merasa betah tinggal di Pangkalpinang. 

Sebagai pengingat diri saya sendiri : Ketika kita berani menghadapi kenyataan maka perasaan takut yang selama ini menghantui akan sirna. 


Jakarta, 14 Maret 2018

Kenangan di Pangkalpinang

Suatu masa dalam kehidupan saya, saya pernah tinggal di Kota Pangkalpinang selama 11 bulan. Itulah pengalaman pertama saya tinggal di luar Pulau Jawa. Banyak hal yang harus saya sesuaikan dengan kondisi-kondisi yang selama ini saya alami, misalnya saja masalah air dan ketersediaan listrik.

Pangkalpinang adalah salah satu pulau penghasil timah. Demikian banyaknya kandungan timah tersebut, sampai-sampai kami sulit menemukan air tanah yang tidak mengandung timah. Dampaknya, kami harus membeli bergalon-galon air untuk keperluan minum dan memasak. Selain itu, air tanah yang kami pergunakan untuk mandi dan mencuci baju serta peralatan makan minum pun tidak mudah didapat. Semuanya serba terbatas.

Demikian pula halnya dengan ketersediaan listrik, kami tidak pernah merasakan supply listrik full selama 24 jam sehari, selalu ada saja waktu tanpa aliran listrik. Kalau hari ini siang tersedia listrik, maka keesokan harinya malam hari yang mendapat giliran listrik padam. Setiap kali menanak nasi menggunakan rice cooker saya selalu berdoa semoga nasi yang  saya masak bisa matang sebelum listrik mati lagi.

Ada lagi cerita tentang ketika timbul keinginan yang demikian intens untuk menikmati softdrink (padahal saya bukanlah seorang softdrink lover). Sekitar dua minggu menjelang hari  Raya Iedul Fitri, Swalayan Puncak, satu-satunya swalayan di Pangkalpinang pada saat itu, dipenuhi oleh softdrink  yang bahkan saking banyaknya sampai stock nya meluber ke luar toko. Sungguh pemandangan yang mengherankan bagi saya yang baru pertama kali melihat suasana seperti itu. Namun ternyata hanya dalam hitungan hari stock tersebut menipis dan akhirnya habis. Justru pada saat sudah habis itulah keinginan untuk minum softdrink dalam diri saya demikian kuat, sampai-sampai saya merasa perlu untuk mencarinya di warung-warung sekitar rumah saya yang biasanya menjual softdrink, namun apa daya ternyata habis juga, dan itu terjadi sampai berhari - hari. Akhirnya saya menyerah, ya sudah, saya pupus keinginan untuk minum softdrink tersebut dan berupaya melupakannya.

Sebagai ‘Urang Bandung” yang terbiasa melihat sayuran segar dengan kualitas baik tersedia sepanjang masa di tanah kelahiran, maka saya memiliki standar tersendiri ketika memilih dan membeli sayuran. Suatu hari saya bermaksud membeli kentang dan kol untuk keperluan memasak, namun ternyata kentang yang tersedia pada saat itu adalah kentang yang sudah bertunas di tiap umbinya juga kol yang banyak bolong-bolongnya, tidak mulus di tiap helai kelopaknya. Sampai kaki saya pegal berkeliling pasar untuk mendapatkan kentang dan kol yang sesuai dengan standar saya, akhirnya saya menyerah juga karena ternyata seluruh kios di pasar tersebut menjual barang dengan mutu yang sama karena memang sayuran tersebut berasal dari satu supplier saja dan ‘diimpor’ dari Jakarta / Palembang dan karena rentang waktu pengiriman yang lama, maka tak ada kentang yang tak bertunas ketika tiba di tangan konsumen.

Banyak kenangan yang saya peroleh selama di Pangkalpinang, walaupun durasi tinggal saya hanya 11 bulan saja, namun banyak pembelajaran yang saya dapatkan yang mungkin tidak akan saya peroleh bila saya tidak mengalaminya sendiri. Rasa syukur yang bertambah atas apapun, belajar mengendalikan keinginan, belajar menerima apa yang Tuhan tetapkan, dll adalah sebagian dari pembelajaran-pembelajaran yang saya peroleh. Kenangan manis dan pahit datang silih berganti, namun yang utama bisakah kita mengambil hikmah dari semua itu.


Jakarta, 13 Maret 2018.

Jalan Sunyi

Tak banyak pemilih jalan ini
Jalan sunyi, penuh onak dan duri
Banyak kejutan di dalamnya
Hadiah dari Sang Maha Kuasa

Jalan sunyi penuh rintangan
Jalan sunyi penuh perjuangan
Untuk bisa melaluinya
Untuk bisa menapakinya

Perlu ilmu dan mujahadah
Di setiap langkahnya
Kadang melaju, kadang tersendat
Berhenti sesaat untuk mengumpulkan semangat

Berbagi dengan teman seperjalanan
Yang sudah faham makna dan tujuan
Kemana kaki melangkah
Menentukan arah kehidupan

Jalan sunyi, jalan yang sepi
Bagi mereka yang meniti
Mengikuti hati nurani
Tak akan disesali


Jakarta, 23 November 2017

Tak Perlu Silau

Tak perlu silau dengan harta
Tak perlu silau dengan kekuasaan
Tak perlu silau dengan nama besar
Tak perlu silau dengan kebaikan

Kebaikan kadang hanyalah bungkus
Menyembunyikan sesuatu di dalamnya
Suatu saat kan terungkap
Apa isi di dalamnya

Penyandang nama besar kadang lupa
Mengecilkan dirinya di hadapan Tuhan
Terlena dalam pandangan manusia
Lupa seharusnya bagaimana

Pemilik kekuasaan terkadang lupa
Itu hanya dipinjamkan
Suatu saat dikembalikan
Tidak selamanya diberikan

Harta hanyalah ujian
Banyak sedikit bukan jaminan
Untuk lulus menempuh ujian
Sikapi dengan benar, itulah perjuangan


Jakarta, 23 November 2017

Membaca Peta

Siang ini teman sebelah saya sedang berdiskusi dengan seorang teman lainnya. Di hadapan mereka terbentang peta yang dibuka dari google map. Lalu mereka berdiskusi mengenai jalan-jalan yang sebaiknya dilalui bila akan menuju suatu tempat. Jelas sekali teman saya tersebut mempertimbangkan setiap masukan yang diberikan oleh temannya, apakah lewat jalan ini merupakan alternatif tercepat, apakah lewat situ macet atau tidak, apa ancer-ancer bila sudah dekat dengan tujuan, apa ada kendaraan alternatif lain bila tidak menggunakan jalan tersebut, misal dengan kereta api dll.

Sebenarnya, kurang lebih seperti itulah gambaran hidup kita ini. Hendak kemana kita, bagaimana kita akan menjalaninya, berdasarkan pengalaman dari orang yang kita percaya, kita bertanya tentang hambatan, rintangan ataupun gangguan yang mungkin kita temui bila kita memilih suatu jalan. Atau bisa juga kita membaca dari buku panduan untuk melengkapi informasi-informasi yang telah kita miliki. Lalu kita mempertimbangkan berbagai informasi tersebut dan kita menentukan sendiri kemana arah tujuan yang hendak kita pilih. Selama perjalanan tentu kita memerlukan cahaya, apakah itu cahaya yang kita miliki ataupun cahaya yang berasal dari orang lain/ benda lain. Tanpa cahaya maka akan sulit menempuh suatu perjalanan dan kemungkinan untuk tersesat akan lebih besar bila menempuh perjalanan dalam kegelapan.

Kegelapan bukan hanya berarti kegelapan malam tanpa lampu, lilin ataupun cahaya bintang dan bulan, namun bisa juga berarti kegelapan batin dari seseorang yang tidak memiliki cahaya yang cukup atau bahkan cahaya di dalam dirinya tersebut sudah padam.


Jakarta, 21 November 2017  

Tugas Jati Diri

Bagi yang berdinas di kantor ataupun bekerja di suatu perusahaan dan memiliki atasan, tentunya kita sudah terbiasa dengan alur kerja seperti ini  : Atasan memberi tugas, kita sebagai bawahan melaksanakan tugas tersebut. Ada Visi Misi besar yang diemban oleh kantor/perusahaan tersebut. Semua yang ada di dalamnya harus saling bersinergi untuk bisa mewujudkan Visi Misi tersebut  dengan baik.

Untuk bisa menyelesaikan tugas dengan baik, tentunya kita harus berkomunikasi dengan atasan kita, apa tugas kita, bagaimana kita akan melaksanakan tugas tersebut, ketika kita mendapat kesulitan di tengah jalan kita perlu berkonsultasi, mungkin ada kebijakan-kebijakan yang perlu ditempuh untuk mengatasi masalah tersebut, ketika kita telah menyelesaikan tugas tersebut kita juga harus tahu apakah tugas tersebut sudah memenuhi harapan atasan, ataukah masih perlu perbaikan di sana sini. Semua berproses dan semua harus dilakukan dengan bersungguh -sungguh bila kita menginginkan hasil yang baik, karena bagaimanapun kita akan diminta pertanggungjawabannya atas apa yang kita laksanakan.

Demikian pula halnya, ketika kita dilahirkan ke dunia ini, ada tugas/amanah yang kita emban dari Sang Pemberi Amanah. Pernahkah kita tergelitik untuk berfikir apa tugas kita di dunia ini? Apakah yang kita kerjakan sudah sesuai dengan yang diamanahkan kepada kita? Jangan-jangan selama ini kita mengerjakan A sd J ternyata tugas kita K sd Z. Apakah tugas yang kita kerjakan sudah sesuai dengan kehendakNya? Apakah masih ada hal-hal yang perlu kita perbaiki? Sebelah mana? Bagaimana memperbaikinya? dst.

Yang mencari dengan gigih dan beramal shaleh, Insya Allah akan menemukannya. Yang berupaya dengan sekuat tenaga, Insya Allah, akan ada hasilnya, dengan selalu menyertakan doa di setiap langkahnya memohon petunjukNya.


Jakarta, 21 November 2017

Endapkanlah

Pagi ini saya berkesempatan mengobrol dengan seorang teman di kantin, kami saling bertukar kabar setelah lama tidak bertemu, membahas banyak hal yang menarik bagi kami. Ada satu tema yang menarik yang membuat saya tergelitik untuk menuliskannya di sini.

Ketika suatu bak baru saja diisi oleh air, maka bisa jadi masih bercampur dengan kotoran-kotoran yang terbawa dari air tersebut ataupun memang kondisi bak itu sendiri yang tidak sepenuhnya bersih, sehingga tentu saja air yang ada di bak tersebut terlihat keruh, tidak jernih. Air yang tidak jernih akan mengganggu pandangan kita dan bisa jadi menimbulkan kesalahan dalam memberikan pandangan/opini bila kita diminta untuk memberikannya.

Demikian pula halnya bila kita baru saja mengalami suatu kejadian yang menimbulkan banyak rasa di dalamnya.  Kita perlu mengendapkan dulu agar perasaan dan fikiran kita tidak bercampur aduk tidak menentu. Setelah mengendap dan kita mampu melihat dengan jernih, barulah pengalaman itu bisa dibagikan dengan menyarikan hikmahnya terlebih dahulu. Tentu saja hasilnya akan menjadi lebih baik daripada bila kita membagikannya ketika tahapan prosesnya belum selesai. Ibarat barang jadi vs barang setengah jadi.

Terima kasih atas inspirasinya kawan.


Jakarta, 21 November 2017

Guru VS Murid

Suatu hari, di kelas presentasi :


Guru :
Bapak ibu, hari ini kita akan mempraktekkan teori-teori yang telah kita pelajari. Untuk menghemat waktu, saya akan bagi menjadi 4 kelompok, masing masing anggota kelompok akan mempresentasikan sesuatu kepada kelompok yang saya tunjuk, sementara anggota lain menilai orang-orang yang mempresentasikan sesuatu di kelompok tersebut. Tema presentasi bebas, putaran pertama silakan Bapak Ibu memilih yang terbaik dari masing-masing kelompok yang dinilai untuk tampil ke depan kelas, dan pada putaran kedua Bapak Ibu dipersilakan memilih 2 terbaik untuk tampil di depan kelas.
Maka secara bergiliran murid-murid mempresentasikan tema bebas yang dipilihnya dan dinilai oleh kelompok lain. Tibalah pengumunan penampil terbaik pilihan kelompok.
Guru :
Kelompok I memilih siapa?
Murid :
A
Guru :
Kelompok II memilih siapa?
Murid :
B
Guru :
Kelompok III memilih siapa?
Murid :
C
Guru :
Kelompok IV memilih siapa?
Murid :
D
Para penampil terbaik pilihan kelompok pun tampil ke depan mempresentasikan tugas mereka. Lalu dilakukan putaran kedua tampil di kelompok lain. Ada murid yang masih tetap menampilkan materi dengan tema yang sama, namun ada pula yang mengganti tema mereka. Setelah semua selesai mempresentasikan materinya, tibalah pengumunan penampil terbaik, kali ini Sang Guru meminta untuk memilih dua orang sekaligus dari tiap kelompok.
Guru :
Kelompok I memilih siapa?
Murid :
E dan F
Guru :
Kelompok II memilih siapa?
Murid :
G dan H
Guru :
Kelompok III memilih siapa?
Murid :
I dan J
Guru :
Kelompok IV memilih siapa?
Murid :
K dan L
Setelah peserta pilihan kelompok putaran kedua selesai tampil semua, seluruh kelas mengira bahwa saringan sudah selesai dan akan masuk ke tahap berikutnya, namun ternyata Sang Guru mendekati salah satu murid yang tidak terpilih oleh kelompok, untuk tampil ke depan menyampaikan presentasinya.

Seluruh kelas terdiam menunggu apa yang akan dipresentasikan oleh murid pilihan Sang Guru.
Murid :
Pak, bolehkan saya mengganti tema ?
Guru :
Boleh, silakan
Sang Murid pun mempresentasikan materinya dengan mengubah tema yang dia sampaikan pada presentasi kelompok. Dia menyadari bahwa tema yang disampaikan sebelumnya bukanlah tema yang dibutuhkan oleh kawan-kawannya di kelas tersebut. Di akhir penampilannya tepuk tangan bergemuruh terdengar dari seisi kelas.

Ketika diadakan voting pemilihan penampil terbaik di depan kelas, murid pilihan Sang Guru terpilih menjadi terbaik kedua, meninggalkan beberapa kawannya di belakang.
Ketika Sang Guru berpamitan untuk pulang, dengan rasa penasaran, murid pilihan Sang Guru pun bertanya :
Murid :
Pak, boleh tahu, mengapa Bapak memilih saya untuk tampil ke depan?
Sambil tersenyum Sang Guru menjawab :
Guru :
Saya melihat potensi.
Demikianlah, Sang Guru mampu melihat sesuatu yang tidak dapat dilihat oleh murid-muridnya. Meskipun di awal Sang Guru telah menyampaikan sistem yang akan dipakainya, namun ketika ada hal yang perlu diubah dari sistem tersebut, dia melakukannya karena dia melihat sesuatu yang luput dilihat oleh orang lain.
Bintaro, 19 November 2017