Tampilkan postingan dengan label Sedardjuningsih. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Sedardjuningsih. Tampilkan semua postingan

Sekolah Kehidupan

Banyak hal yang melatarbelakangi mengapa seseorang memutuskan untuk menempuh pendidikan sampai ke jenjang paling tinggi, namun tidak sedikit pula orang yang memutuskan untuk tidak melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi. Tentu semua memiliki konsekuensi atas pilihannya tersebut.

Yang terpenting adalah bukan seberapa tinggi pendidikan formal seseorang, namun seberapa besar kontribusi yang dapat dia sumbangkan dari ilmu dan pengetahuan yang telah ia dapatkan. Bagi orang yang mau mengosongkan gelasnya, perolehan ilmu dan pengetahuan inipun tidak terbatas pada pendidikan formal saja, dia dapat memperolehnya dari siapa saja, dimana saja, dan melalui media apa saja.

Sekolah kehidupan adalah sekolah yang tidak akan pernah tutup selama kehidupan ini berlangsung, tidak mengenal batas usia, menawarkan beragam cabang ilmu yang sangat luas. Lulusannya memiliki kompetensi yang mumpuni, karena dari sekolah kehidupan inilah yang akan melahirkan orang-orang yang bijak, orang-orang yang sabar, orang-orang yang tawadhu, orang-orang yang peduli dengan sekelilingnya, orang-orang yang memiliki empati yang tinggi, orang-orang yang memiliki semangat juang yang tinggi. Inilah sebagian hasil yang akan diperoleh dari sekolah kehidupan, yang mungkin, tidak akan kita dapatkan bila hanya mengandalkan sekolah formal.

Mari bertanya ke dalam diri : Seberapa besarkah kontribusi yang telah kita berikan dari ilmu dan pengetahuan yang telah kita peroleh selama ini.


Bintaro, 18 November 2017

Topeng

Sering manusia bangga dengan topeng-topengnya
Menyembunyikan bopeng dan koreng di balik topengnya
Pikirnya aman tak ada yang tahu rahasianya
Bahagia bila orang melihat dirinya lebih indah dari aslinya

Kepalsuan demi kepalsuan dijalani
Kebohongan demi kebohongan dilakoni
Kejujuran tiada lagi arti
Dalam menjalani kehidupannya di dunia ini

Lupa hidup di dunia hanya sementara
Mengumbar nafsu, yang tak pernah dikekangnya
Menjadi pemimpin dalam dirinya
Lupa menoleh siapa pemimpin sejatinya

Ada masanya kan tiba
Ruhani menjerit meronta-ronta
Bila tak pernah dipedulikannya
Untuk apa menyertainya, bila tak pernah melibatkannya


Bintaro, 18 November 2017

Jujur

Tidak ada seorang manusia pun yang luput dari dosa ataupun kesalahan. Hanya saja ada orang yang berani mengakui dosa/kesalahannya, namun ada orang yang tidak berani mengakui dosa/kesalahannya tersebut. Diperlukan jiwa yang besar untuk bisa mengakuinya dengan jujur.

Godaan untuk berbuat dosa/kesalahan sudah dimulai sejak dini, tentu saja tiap orang akan berbeda-beda memulai dosa/kesalahan tersebut. Mungkin sewaktu kecil kita pernah berbohong kepada orang tua kita, pernah mencuri uang milik orang tua, lalu ketika beranjak remaja pernah membully teman sekolah kita, pernah memakan makanan di warung sekolah tanpa membayar dll. Semakin dewasa godaan semakin kompleks menerpa kita, baik di rumah (dengan pasangan dan anak-anak) , di lingkungan tempat tinggal (dengan tetangga, dengan alam sekitar), maupun di kantor (dengan rekan kerja, atasan ataupun bawahan). Bila kita tidak pernah berupaya untuk menyisir kembali apa dosa/kesalahan yang pernah kita perbuat, maka itu akan menjadi titik kelam yang terus menerus membesar yang akan menutupi kefitrahan kita.

Ketika kertas kehidupan kita yang semula berwarna putih bersih, lalu perlahan kita goreskan noda-noda kelam di atasnya, bagaimana mungkin kita bisa melihat warna-warna cerah tergores pada lembar kehidupan kita, bila tak ada lagi ruang untuk menggoreskannya?

Semoga dengan kejujuran kita mengakui dosa dan kesalahan kita, memohon ampun kepadaNya dan meminta maaf kepada orang-orang yang pernah kita sakiti serta mengisi kehidupan kita dengan berbagai kebaikan yang mampu kita lakukan, Allah akan mengampuni kita dan membimbing kita dalam menjalani kehidupan di dunia ini. Amin.



Bintaro, 18 November 2017

Titik NOL

Ada siang-ada malam, ada terang-ada gelap, ada baik-ada buruk, ada sehat-ada sakit. Allah menciptakan semua berpasang-pasangan, salah satunya untuk mengingatkan kita bahwa semua ada pengurangnya agar kita kelak bisa kembali dalam keadaan titik nol, tidak berhutang apapun pada Allah. Titik nol, kembali fitrah, sebagaimana kita saat pertama dilahirkan oleh ibunda kita, tidak memiliki suatu apapun, tidak mengetahui apapun, hanya pasrah pada Allah, maka seluruh kebutuhan sang bayi akan dicukupkanNya.


Namun, seiring dengan bertambahnya usia kita, kadang kita menjadi seorang yang pemilih, tidak mau menerima keadaan tertentu. Kadang kita hanya mau menerima bagian senangnya saja, tanpa mau menerima bagian susahnya. Menghindar dan menghindar hingga grafik terus meningkat, tanpa ada titik balik untuk menukik menuju titik nol.


Ketika jatah usia semakin menipis dan akhirnya menjadi habis, apakah kita mampu berada di titik nol? Titik fitrah untuk kembali kepadaNya, bila kita tidak pernah sekalipun mengupayakan mencapai titik nol tersebut selama kita hidup di dunia ini.


Jakarta, 13 November 2017

Korean Wave

Ketika Korean Wave melanda anak muda negeri ini, tak pelak, anak kami yang beranjak remaja pun terkena imbasnya. Nama grup band, personelnya, hobbynya, makanan favoritnya, jadwal manggungnya, dan hal-hal detail lainnya dia hafal di luar kepala. Bahasa Korea dan Huruf Hanggeul dipelajarinya secara otodidak dari berbagai sumber dengan gairah yang menyala. Semua yang berbau Korea tampak indah bagi dirinya. Sampai-sampai ketika dia memilih jurusan untuk studinya di Universitas, bisa ditebak : Sastra Korea. Berbagai Universitas Negeri dia coba, namun tetap dengan satu jurusan yang menjadi pilihannya.

Sebagai orang tua, kami tidak ingin mematahkan semangat anak-anak kami, apapun yang menjadi passionnya selama itu baik-baik saja. Jadi kami biarkan dia berpetualang mendaftarkan diri ke berbagai Universitas Negeri sesuai minatnya. Namun ketika pengumuman demi pengumuman tiba dan dia selalu tidak lolos saringannya, anak kami mulai menangis dan gelisah berkepanjangan.

Di titik ini, sebagai orang tua kami mulai memberikan pandangan-pandangan dan pancingan agar dia kembali merenungkan pilihannya tersebut. “Kakak, boleh jadi kakak sangaaaaattt suka dengan Sastra Korea, tetapi apakah itu pula yang menjadi kehendak Tuhan untuk kakak pelajari? Coba kakak renungkan lagi, mengapa sepertinya sulit sekali untuk diterima di jurusan tersebut? Boleh jadi apa yang kita sukai bukanlah hal terbaik bagi kita, jadi carilah iradat Allah dalam menentukan segala sesuatu dalam menjalani hidup ini”. Begitulah kira-kira wejangan-wejangan kami sebagai orang tua.

Demikianlah, dari hasil perenungannya, Alhamdulillah, kakak menemukan jawabannya. Kini dia tengah menempuh studi di FIB UNDIP jurusan : Sastra Indonesia semester lima. Berbahagia melalui hari-harinya sebagai mahasiswa dan mendapat banyak kesempatan luar biasa yang Tuhan anugerahkan kepadanya karena mengikuti IradatNya.


Jakarta, 10 November 2017

Cinta

Rasa apa yang aku pilih untuk menjalani hari ini?
Aku ingin merasakan rasa cinta yang melimpah
Menggantikan rasa marah dan benci yang selama ini membelenggu
Jika kita bisa memilih rasa yang ingin kita rasakan, maka rasa cinta yang aku butuhkan

Dengan cinta, kebekuan mencair
Dengan cinta, kerasnya hati melunak
Dengan cinta panas dalam dada berganti jadi sejuk
Dengan cinta, dunia tersenyum

Cinta harus kita tumbuhkan dalam diri kita sendiri
Benihnya akan tumbuh kembang memancar ke segala arah
Bila kita pupuk dan rawat sepanjang masa
Membawa kedamaian dan ketenangan

Cinta yang tulus adalah pengejawantahan sifat rahman dan rahim
Sifat yang harus kita miliki bila kita ingin menjadi wadah Tuhan
Tanpa sifat cinta mustahil melaksanakan titahNya
Semua makhlukNya hadir karena cintaNya

Rasa sayang akan tumbuh dengan cinta
Rasa peduli akan tumbuh dengan cinta
Rasa halus akan tumbuh dengan cinta
Rasa indah akan tumbuh dengan cinta

Dengan cinta kegelapan berganti terang
Dengan cinta warna merah berganti putih
Dengan cinta kekusutan jadi terurai
Dengan cinta kebekuan jadi mencair

Jakarta, 8 November 2017

10 November


Setiap tanggal 10 November kita memperingati Hari Pahlawan, untuk mengenang jasa-jasa para pahlawan yang telah gugur mempertahankan kemerdekaan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Di berbagai instansi pemerintah, sekolah-sekolah dan beberapa tempat lainnya dilangsungkan upacara bendera sebagai salah satu bentuk peringatan. Selain itu biasanya juga dilaksanakan ziarah ke beberapa Taman Makam Pahlawan sebagai bentuk menapaktilasi perjuangan para pahlawan.

Sebagai generasi penikmat kemerdekaan, selayaknyalah bahwa kita bisa mengisi kemerdekaan ini dengan hal-hal yang bermanfaat bagi negara kita. Sekecil apapun peran yang dapat kita mainkan, selama itu menjadi kontribusi yang baik bagi bangsa dan negara maka itu harus kita lakukan, karena sesuatu yang besar itu adalah kumpulan dari sesuatu yang kecil.

Mengenang para pahlawan, pernahkah terfikir oleh kita bahwa salah satu senjata yang digunakan oleh para pahlawan adalah bambu runcing, sungguh suatu senjata yang amat sederhana bila dibandingkan dengan senjata modern yang dimiliki oleh para penjajah pada masa itu. Namun para penjajah amat sangat takutnya terhadap bambu runcing tersebut. Mengapa? Karena para pemegang bambu runcing tersebut adalah para pentauhid, para pejuang yang berjuang di jalan Allah, para pejuang yang tidak takut mati karena membela hak dan kebenaran yang harus ditegakkan di Bumi Pertiwi yang telah dirampas oleh para penjajah.

Semoga kita, para penikmat kemerdekaan dapat meneladani semangat juang para pahlawan yang disandarkan kepada kekuatan Allah, Tuhan Yang Maha Esa.


Jakarta, 10 November 2017

Pilihan Terbaik

Beberapa tahun yang lalu, anak pertama saya menyelesaikan studinya pada jenjang SMP. Saat itu kami berfikir bahwa dia akan bisa tembus SMA Negeri, mengingat nilai-nilai yang diperolehnya selama ini. Kami sama sekali tidak mempersiapkan diri untuk menyekolahkan ke sekolah swasta dengan pertimbangan biaya yang cukup mahal. Tibalah hari pengumuman. Saya tak mampu berkata-kata melihat namanya terus tergusur ke peringkat bawah dan akhirnya tergusur keluar dari daftar SMA Negeri.


Suami dan anak saya akhirnya berkeliling sekitar rumah kami untuk mencari sekolah swasta. Ada 4 nominasi sekolah yang kami pertimbangkan untuk kami pilih. Kami menulisnya di papan tulis, sekolah A uang pangkal sekian, SPP sekian, sekolah B uang pangkal sekian, SPP sekian dst. Keempat sekolah tersebut cukup asing bagi kami karena memang selama ini tidak mencari-cari informasi tentang sekolah swasta.


Dalam waktu yang sangat singkat, kami harus segera memutuskan mana sekolah yang akan kami pilih. Kami berupaya memohon petunjukNya karena kami tidak ingin salah pilih. Jawabannya cukup mengejutkan, ternyata sekolah dengan uang pangkal dan SPP tertinggi yang terpilih. Secara logika, itu bukan sekolah yang akan kami pilih karena faktor biaya, tapi secara keyakinan, kami yakin bahwa itu petunjuk yang kami peroleh dariNya.


Akhirnya kami menyekolahkan anak kami di sekolah tersebut, ternyata Allah memang yang paling tahu mana yang paling baik untuk kita, hanya saja kadang kita tidak yakin dengan hal itu. Di sekolah tersebut Alhamdulillah, anak kami bisa memiliki berbagai kesempatan dan pengalaman yang luar biasa, yang mungkin, tidak akan kami dapatkan bila kami menyekolahkan di tempat lain. Pilihan Allah memang selalu terbaik.

Jakarta, 10 November 2017

Iradat Allah

Dulu saya terbiasa mempersiapkan segala sesuatu dengan terencana, dan bila ternyata acara/kegiatan pada akhirnya tidak sesuai dengan yang saya rencanakan, maka rasa dongkol pun memenuhi hati saya. Atau bila acara/kegiatan terus berubah-ubah dari waktu ke waktu sehingga menimbulkan ketidakpastian tingkat tinggi, maka, bisa diprediksi saya akan merasa kesal, dongkol, marah, kecewa dan tidak bisa menerima semua itu.

Dalam perjalanan hidup saya akhirnya Allah, mempertemukan saya dengan orang-orang dan kondisi-kondisi dimana banyak sekali perubahan-perubahan rencana/acara/kegiatan yang harus saya alami. Awalnya hal ini sungguh menyiksa saya, namun akhirnya saya belajar sedikit demi sedikit untuk bisa menerimanya. Rupanya ini memang cara Sang Khaliq untuk merubah saya, karena apa yang menurut kita baik belum tentu itu yang terbaik menurutNya.

Kadang kita lupa, kita mendikte Yang Maha Kuasa untuk mengikuti keinginan kita, padahal seharusnya kita lah yang mengikuti Iradat Allah.

Jakarta, 9 November 2017

Yang Utama


Suatu waktu dalam sebuah perbincangan dengan seorang teman, saya termanggu dengan ucapannya :”Suami itu nomor sekian...nomor satu adalah Allah lalu RasulNya”. Kala itu saya tidak dapat mencerna apa yang dikatakan teman saya itu, maklum kami masih terbilang “pengantin baru” masih mesra-mesranya, masih sayang-sayangnya. Dunia terasa hanya milik berdua, yang lain ngontrak, kira-kira begitulah gambarannya.


Memiliki pasangan yang baik, yang memanjakan kita, yang penuh perhatian dan pengertian adalah ujian tersendiri bila kita tidak dapat menyikapinya dengan baik, apalagi bila kita tidak tahu harus bagaimana menyikapinya, ini lebih berbahaya lagi. Kadang kenikmatan itu melenakan kita sehingga kita lupa siapa Sang Pemberi Nikmat tersebut, karena kita telah dibutakan oleh kenikmatan itu sendiri.


Rasa memiliki yang tinggi, rasa ketakutan bila nikmat itu hilang, rasa cemas yang berlebih bila yang kita sayangi berpaling dari kita tentu hal ini bisa menjadikan kita galau, sedih, uring-uringan dan menimbulkan berbagai perasaan tidak nyaman lainnya. Semua itu timpul karena kita salah meletakkan siapa atau apa yang ada di dalam hati kita, pasangankah? Jabatankah? Harta bendakah? Anakkah? Kepintarankah? Kepopulerankah? Atau segudang pernak pernik dunia lainnya.


Memang tidak mudah untuk selalu menempatkan Sang Pencipta selalu menjadi yang utama jauh di atas ciptaanNya, namun ini menjadi sesuatu yang harus kita perjuangkan sampai akhir hayat, karena tandinganNya akan selalu berupaya merebut tempat utama tersebut.



Jakarta, 9 November 2017