Kisah Iteung, Episode Sad Story


Lokasi: Kantor
Jam di dinding yang dipelototin cicak menunjukan pukul 21.00 malam. Dingin menusuk tulang Iteung. Iteung harus bergegas pulang nih. Si Akang pasti mencak-mencak kalau Iteung pulang malam. Bisa-bisa pintu depan dikunci. Tapi jangan takut, kunci jendela Iteung pegang. Maling sih kalah keterampilannya.

Sebelum pulang,  gedebak gedebuk Iteung beresin meja yang berantakan nggak jelas. Segala berkas yang bercampur sama catatan kredit panci tercampur di meja. Bahkan catatan curhat dari mbak Suprihatin  bisa nyampur sama berkas kerja Iteung . 

Mbak Atin (panggilan sayang mbak Suprihatin) lagi PDKT sama tetangganya tapi ditolak karena mbak Atin terlalu menor kalau dandan. Kadang ngalahin buah kesemek menornya. Malah kalau lagi kehabisan bedak suka diganti tepung beras punya ibunya kang Leman, laki-laki yang ditaksir mbak Atin. Coba gimana kang Leman nggak kesal. Aduh kenapa nyeritain kisah cinta mbak Atin dan kang Leman yaa.

Setelah berkas beres, Iteung pake sapatu tempur kesayangan. Sepatu itu Iteung beli di loakan Pasar Senen. Waktu itu Iteung hampir dilempar batu sama pedagangnya karena semua sepatu, Iteung cobain. Iteung juga nawar lebih dari setengah harga semua sepatu. Maksudnya biar Iteung puas.

Sepatu Iteung jenisnya kets merek lokal. Iteung mah pencinta produk dalam negeri. Sepatu Iteung adalah pelindung kala Iteung berdesakan di dalam kereta. Tuh kan Iteung ngelantur lagi.

Setelah tali sepatu terpasang rapi, Iteung masukin ponsel biar tetap eksis di kereta, killing time kalau kata si Brad Pitt mah. Maklum, Iteung kan ketua perkumpulan sosialita di Depok. Seringkali Iteung nerima segala macam konsultasi lewat email atau whatsapp dari semua anggota.  Dari mulai nanya soal resep masakan terutama spesialisasi Iteung tumis oncom dan pepes peda, sampai  pertanyaan soal gimana cara setrika baju yang rapi. Bahkan ada juga yang kirim pertanyaan deterjen apa yang bagus buat cuci baju biar tangan tetap halus.

Anggota Iteung memang kebanyakan asisten rumah tangga dan mereka masih amatir. Sebagai ketua perkumpulan Iteung harus membimbing mereka. Pengalaman Iteung kan banyak.

Setelah semua rapi, Iteung bergegas ke pintu gerbang. Mas ojek sudah menunggu. Cuma sepertinya kok ada aroma yang tidak wajar tercium. Iteung tutup hidung sambil tahan nafas.
“Bang, aroma jaketnya nggak sedap.” Tanpa basa-basi Iteung nanya ke si Abang Ojek.
“Iya bu, setahun sudah jaket ini gak kena air campur deterjen. Hari ini nih ulang tahunnya.” Jawab si Abang Ojek sekenanya.
“Diskon ya. Abang sudah mengurangi kenyamanan, kesempurnaan…cintaa.” Kata Iteung sambil menirukan sebait nada lagunya Rizky Febian.
“Kalau Ibu minta diskon, jaket saya tambah bau bu.” Jawab si abang gojek.
“Kok bisa?” Iteung melongo.
“Lha, diskon yang Ibu minta itu buat saya beli deterjen.”
“Hehehehe, si Abang bisa aja.” Jawab Iteung sambil tetap tutup hidung.

Lokasi: Stasiun
Iteung lari sekencangnya menuju  peron kereta karena ada pengumuman kereta tujuan Bogor akan datang. Bersamaan kereta datang, Iteung sampe di peron. What a life.
Masuk kereta, Iteung celingak celinguk takjub mendapati kereta yang lengang.  Iteung langsung jingkrak-jingkrak sambil goyang ngebor saking bahagianya. Jangan heran Iteung goyang ngebor, dulu punya pengalaman ngebor sumur bareng Mang Ihin.Bayarannya lumayan lho, bisa buat beli sepeda motor baru tanpa bodi dan ban.

Duduk sendiri di pojok kereta, pashmina andalan Iteung keuarin dari tas.  Pashmina dilipat biar bisa jadi bantal dan Iteung bisa tidur  nyaman. Iteungpun  tidur ditemani Brad Pitt yang hadir sesaat dalam mimpi Iteung (Maafin Iteung ya Akang). Zzzzzz
Tiba-tiba badan Iteung diguncang-guncang orang.
“Gempa….!.” Teriak Iteung kalap. Panik melanda karena cicilan panci Iteung belum lunas. Juga utang belanja jengkol di warung Mpok Ipah belum Iteung bayar.
"Bu, bangun ini udah di stasiun Bogor. Penumpang tinggal ibu aja."
Haaaaaaaa? Iteung mangap sambil mengusap pipi Iteung yang basah  (Sepertinya tidak perlu penjelasan detail di bagian ini).
“Mas, kenapa nggak bangunin saya. Saya kan mau turun di Depok.  “ Iteung berteriak kesal ke si mas kondektur yang membuyarkan impian Iteung bersama Mas Brad Pitt.
“Lha, saya nggak tahu Ibu turun dimana. Terus juga dari tadi saya bangunin Ibu tapi susah sekali.” Penjelasan petugas kereta menyadarkan Iteung.
“Berapa lama kereta sampai.”
“Setengah jam yang lalu bu.” Jawab mas petugas.
Lemes deh dengkul Iteung. Iteung lirik jam tangan, tambah nggak karuan perasaan. Jam 00.30 sudah.
“Saya pulang ya bu. Oya,  tadi Ibu ngorok. Suaranya kayak seribu ekor ayam lagi konser  di pagi hari.” Mas petugas pamit senyum-senyum ngeledek.
Iteung ambil pashmina yang sudah bergambar  pulau Kalimantan dan turun dari kereta . Iteung nangis sejadi-jadinya di pojokan Stasiun Bogor yang gelap.
“Akaaang, jemput Iteung di Bogor.” Suara Iteung parau menelpon Akang.
“Cari taksi aja. Akang ngantuk, besok pagi harus berangkat pagi ke kantor. Ada .” Klik…bunyi telpon ditutup.

“Akaaaang……!” 
Tak ada jawaban...sepi..gelap dan suram............. 

Pembaca; Jangan nangis yaa....

Dalam Diam

dalam diam
air yang tenang
ada ombak yang bergejolak
berebut ke permukaan

dalam sepi
malam yang tenang
ada kelelawar yang bermain
menikmati kegembiraan

dibalik yang nampak diam
ada gejolak yang teredam
dibalik yang nampak sepi
ada gairah yang tak pernah mati

dalam diam
ada do'a yang tak terlewat terlantunkan
dalam sepi
ada perasaan yang tak berani tuk sendiri

Weirdest Football

Summer Football (koleksi pribadi) 


Gothia Cup is a football championship for youths around the world held in Gothenburg annually. Today, I supported Indonesian club in its match with a Swedish club. Because it is a game for clubs and not for countries, thus I can find a teenager from Papua (eastern most part of Indonesia) plays for Sweden. The match ends with score 8-0 for Indonesia, so we can see another match tonight at 8 o’clock.

When I was waiting for the bus alone, 12 team players approached and recognized me as their rival supporter. One of them said, “Indonesia?” and I said yes. To my surprise, he said, “Eid Mubarok!” then I did not know either to answer in English or Swedish since it is an Arabic phrase. I said spontaneously, “Makasih” which means thanks. The boys went away with puzzled look and I felt a little bit shame saying something they did’t understand.

This is what happens when you have a football match on Lebaran Day in a faraway country. Add that with a dark Papua boy who plays with a bunch of blonde Swedes, surely it was memorable for me as the "Weirdest Football" I've ever watched.

Scores (screenshot) 


PS: The event took place in summer 2015. We lost in 1/16 final for a match with Italian juniors. I thought it was unfair. The boys were exhausted after 6 games in-a-row within just 4 days (see table). Matching them with Juventus youths was a dangerous decision. However, finally Indonesia became The World Champion of Gothia Cup in 2016.


2016 results: http://results.gothiacup.se/2016/team/8836790 (ASIOP Apacinti)

(Sebagaimana pernah ditulis pada laman pribadi)

Jam Kentang


Jam Kentang


#kisah ini adalah lanjutan dari artikel di bukannotadinas.com berjudul

Wir gehen zusammen ein Kaufen dan
Sebuah Sesi

---------


Meyr membuka tasnya dan segera menemukan kartu nama

Meryam Taqiyya, CFC
Financial Consultant
+62 812 111 2355

Diberikannya kartu itu kepada Ray sambil tersenyum.
"Ray, please keep it for yourself." Meyr berguyon tapi Ray tidak paham.
Ray diam diam jadi merasa tersanjung. Meyr sudah pasti menarik hatinya, walaupun ia sudah punya Ara. Dipandangnya gadis semi bule itu hampir tanpa kedip.

Meyr tidak peduli. ia pun berlalu agak cepat. Meyr ingin segera menemui ayah dan membalas ledekannya.


Di lift ia bertemu Ibu Direktur. Ia sudah cukup akrab dengan Ibu Direktur karena kantornya sudah beberapa kali menjadi konsultan pasar keuangan di sana.

Ibu terlihat menawan dengan batik  kuningnya. Rambutnya di-blow seperti biasa, tidak lupa hairspray agar tak terlihat berantakan.
"Hay, Meyr.."
"Oh. Halo Ibu..good afternoon. Apa kabar?"
"Baik..habis ngajar?"
"Iya, tapi bukan sesi di kelas. Saya mengajar untuk Ray.
Sesi kelas saya sudah selesai, pekan lalu Ibu"
"Oh..iya ya. saya baru pulang dari luar kota jadi lupa update soal ini. So you jadi trainer privat buat Ray..?"
"Ya.. tapi ya..karena ia agak memaksa.."
"Ha-ha-ha.."
"Dan ia merasa butuh asistensi lebih."
"Oh.. yaa..
Baiklah.."
"Bu, maaf saya duluan ya. Have a good day Ibu."
Meyr keluar lift saat sudah sampai lantai dasar.
"Ok Meyr. You too"

Meyr baru saja ingin membuka pintu mobil saat teleponnya berdering.

"Dad.."
"Meyr...ini ayah..Ayah harus balik ke Berlin ya Meyr. So sorry for this, you can manage yourself well right?"
"Dad..i am gonna miss you. "
" Me too Meyr. Love you so much"
" Ok dad..."

Ia membuka pintu mobil, tapi dengan semangat yang berbeda.

Meyr menyetir dengan bayang bayang Berlin di pikirannya. Berlin yang elegan, dingin, kadang terasa angkuh baginya. Berlin memberinya kenangan pahit atas kehilangan ibu. Ibu yang selalu disisinya, memeluknya erat dan penuh kasih sayang. "Dimana ibu, dimana ibu...", ia ingat bagaimana ia meraung raung di kamar karena ibu tak ditemukannya di manapun. Ayah bilang, ibu telah pergi lebih dulu.

Airmatanya jatuh tanpa diminta. Sejak hari itu dunia terasa berbeda. Ia begitu kehilangan ibu, dan selalu rindu ayah. Hanya ayah pelampiasan cintanya, sebab Berlin tak menyisakan keluarga lain. Berlin terlalu mencekam bagi meyr kecil. Meyr yang terlihat baik saja namun penuh luka di dalam hatinya.


Sementara itu di ruang tunggu bandara di waktu yang sama, ayah Meyr sedang pusing. Barang impornya hilang sudah dua kali ini. Barang hilang itu sudah berganti kentang. Ya. Jam tangan ratusan buah raib dan hanya ada kentang.

"Siapa yang melakukannya?"
Pikirannya mencoba menganalisis tapi ia merasa buntu. Keinginan melihat Brett akhir akhir ini sering menghampirinya. Ia sebetulnya rindu anak itu, tapi saat ini tidak ada yg bisa dilakukan selain pasrah pada keadaan.


....





Aura Naura

Kejadian ini berawal dari adanya info mengenai pentas dari seorang artis cilik bernama Naura di sebuah pusat perbelanjaan pertama dan terpadat di sebuah kota di ujung planet bumi, Bekasi. Saya sebagai seorang ayah dan orang tua dibuat terkejut ketika si dd ini sudah meminta agar di-reminding pada tanggal 16 April 2017 pada pukul 16.00 WIB. Spontan kami sekeluarga mempersiapkan agar jadwal pentas itu tidak terlewatkan. Ini terjadi seminggu sebelum tanggal pentas Naura, dd sudah mengingatkan ke kami.

“Umi, nanti dd mau nonton ya, karena jarang-jarang Naura pentas di Bekasi. Tapi siapa nanti yang temani dd?” tanyanya kepada umi. Umi menjawab dengan santai, “Tenang dd, kan ada abi, nanti kita bisa berangkat sebelum jam 15.00 jadi bisa hadir 1 jam sebelum pentas”. “Ok umi, tapi jangan lupa ya, nanti saling mengingatkan.” Kemudian saya menjawab,  “Ok dd, nanti kita berangkat sama-sama ya, kk mau ikut jalan juga?” “Ih apaan sih abi, kan kk sudah SMP, gak suka nonton pentasnya Naura.” Setelah percakapan itu, maka kami semua sibuk dengan urusan masing-masing.

Siapa sih Naura? Apa yang telah dilakukan seorang anak berumur 11 tahun itu hingga terkenal? Kenapa si dd mengidolakan Naura ini? Viewer Naura di channel www.youtube.com  sudah cukup banyak. Sebagai orang tua, saya berusaha mencari informasi yang lengkap siapa dan apa saja yang sudah dilakukan oleh Naura. Mari kita simak informasi berikut.

Naura merupakan anak pertama dari pasangan Baldy dan Riafinola Ifani Sari (Nola – Be3, jebolan penyanyi Asia Bagus, masih jamannya TVRI). Naura ini memiliki nama lengkap Adyla Rafa Naura Ayu. Apa yang menarik atas Naura ini ? Pengamatan saya sejauh ini, orang tua Naura sangat cermat dalam melihat peluang pasar dimana penyanyi anak-anak saat ini mengalami kekosongan idola. Sebagai penyanyi, Nola melihat pangsa pasar ini untuk dijadikan peluang. Maka dilatih dan diolah vokal sang anak secara kontinyu oleh ibunya. Bahkan Naura ini sudah memilki label perusahaan rekaman yaitu Trinity Optima Production. Jadilah sekarang seorang Naura merupakan bintang cilik yang menjadi idola  bagi anak - anak Indonesia. Selain itu, sebagai orang tua, Nola pun selalu membantu dalam mempromosikannya melalui video blog (vlog)-nya. Cukup banyak vlog-nya Naura di channel youtube. Rata-rata vlog-nya telah dilihat lebih dari puluhan ribu. Bayangkan !!!

Itulah sekilas info mengenai siapa dan apa Naura, tidak heran banyak anak-anak seusia belasan tahun mengidolakan Naura. Nah, cerita berlanjut kepada perjuangan si dd yang ingin melihat pentasnya di sebuah mal di Bekasi. Hari yang ditunggu-tunggu pun akhirnya tiba. Minggu, tanggal 16 April 2017, pagi hari yang tenang, wajah dd terlihat sangat riang dan gembira dengan agendanya di sore nanti. Bahkan sudah merencanakan untuk membawa handphone  untuk bisa mengambil gambar sang idola. Siang berlanjut hingga makan siang. Umi meminta agar dd bisa tidur, tapi karena sudah terbayang pentas sang idola, dd tidak tidur siang agar tidak tertinggal jika bangun terlalu sore. Pentas terjadwal pukul 16.00 WIB. Kita sebagai orang tua, berusaha tidur siang karena khawatir jika pentasnya akan berlangsung lama. Ketika bangun dari tidur siang sekitar jam 14.30 WIB, umi membuka instagram-nya Naura, dan tertulis, “Hi teman-teman, jangan lupa tonton saya di Bekasi pada pukul 15.00 WIB ya. Mana suara dari Bekasi?”  Umi terkejut, saat itu dd sedang mandi sambil menyanyikan beberapa bait lagu dari Naura, yang sudah mengeluarkan 2 album yaitu Dongeng - 2014 dan Langit yang Sama – 2016. Kita berdua lihat-lihatan, “Bagaimana umi? Gak tega untuk memberitahu si dd, kok jadwal di instagram berbeda waktu pentasnya dengan info sebelumnya.“  Akhirnya kami sepakat memberitahu, “Dd mandinya cepetan, karena Naura tampilnya jam 3 sore”. Dengan wajah memelas, dd bertanya ke umi “Iya umi?” “Memang dd gak sempat cek instagram-nya Naura?” Anaknya menggeleng-gelengkan kepala sebagai tanda tidak tahu dengan muka yang ditekuk dan dilipet seperti kertas yang lusuh. Akhirnya kami putuskan untuk naik ojek online, karena jalurnya macet saat itu dan transportasi yang paling murah dan reliable, ya ojek online.

Berangkatlah umi dan dd ke mal tujuan dengan harap-harap cemas apakah dapat melihat pentasnya atau tidak. Byaaar…pet…dung…dung…praakk…pentas telah bubar dan penari latar yang hanya bisa dilihat oleh umi dan dd. Saya tidak bisa membayangkan bagaimana kecewanya dd. Umi kabari saya melalui whatapps bahwa pentas Naura sudah selesai. Pikiran saya melayang ke mana-mana memikirkan bagaimana membujuk si bungsu ini yang sudah membayangkan bisa ber-selfie atau berfoto dengan Naura. Akhirnya ku jemput mereka dengan vespa yang fenomenal di mal itu. Kabar baiknya, dd sudah dibelikan sebuah es krim sebagi pengganti kekecewaan tidak melihat pentas Naura itu. Setelah perjalanan yang cukup adventuring naik vespa bertiga menuju rumah, kami juga masih berniat untuk membujuk dd agar tidak ditekuk dan dilipet wajahnya. Akhirnya selama perjalanan, kami menikmati pemandangan sekitar perumahan agar tidak sampai rumah lebih cepat, dan ternyata itu berhasil. Si bungsu bisa menerima ketidakhadiran dirinya saat Naura pentas, namun dd masih terus mencari info tentang pentasnya Naura. Akhirnya ketemu info itu, Cinere. Hah…jauh sekali dari planet Bekasi dan tidak mungkin naik vespa yang fenomenal itu. Tapi begitulah anak-anak, sesuatu itu akan selalu dikejar hingga rasa penasaran itu tercapai. Sihir dan aura Naura terus menghantui rasa penasaran dd terhadap sang idola untuk bisa melihat secara langsung pentasnya. Dd juga berharap kapan sang idola akan pentas lagi di planet Bekasi. Semoga dd bisa melihat aura Naura sang idola.

Salam


R. Ardyansyah


cerita ini juga dapat dilihat di : https://rulyardiansyah.blogspot.co.id

Sebuah fiksi : Merajut Mimpi

Buah salak yang telah siap dipanen, terlihat ranum pada setiap batang pohon di desa Sibetan, Bali. Daerah ini memang terkenal sebagai daerah penghasil salak berkualitas terbaik di Indonesia. Udaranya sejuk dan sebagian besar daerahnya berada di dataran tinggi. Sangat pas bagi pohon salak untuk dapat tumbuh maksimal. Buah salak yang dihasilkan sangat manis dengan daging buah yang tebal dan biji yang kecil. Perkebunan salak penduduk terhampar di sepanjang jalan desa ini, membawa keberkahan tersendiri bagi warga sekitarnya.

Sore itu, Gek sedang tekun memilih buah salak yang matang, dan memetik dari tangkainya.

"Siki, kalih, tiga, papat, lima, nenem......"

Mulutnya sibuk menghitung buah salak yang telah dipetik, lalu menyusunnya dengan rapi dalam satu keranjang anyam.

"Gek....sudah panenkah salak.....wah...asiiik....."

suara Genta mengagetkannya, belum hilang keterkejutannya, Genta mengambil salak dari keranjang di samping Gek.

"Dadi minta satu ya, kayanya enaak..." serunya

Sambil berlagak berkacak pinggang, Gek berteriak "Jangan Genta....itu buat ke penten!" 

Tanpa peduli, Genta berlari sambil tertawa-tawa, dengan salak di tangannya....

Gemas, Gek mengejar, mereka berlarian diantara pohon-pohon salak.

Gek terduduk di rumput, tersenyum Genta mendekatinya.

"Bisa kau bukakan salak ini Gek? Sepertinya rasanya manis...lebih manis lagi kalau kita makan berdua...tak apalah, paman tak akan marah, bukankah paman juga sering bilang kalo menjual itu dengan sesuatu yang baik.....supaya kita tahu itu baik, bukankah kita harus mencobanya dulu, Gek?"

Gek tersenyum, diambilnya salak dari tangan Genta, dan mengupasnya. Genta duduk disisinya.

Mereka makan sambil tertawa...

Gek dan Genta adalah sepasang kakak beradik. Orang tua mereka telah meninggal dunia akibat kecelakaan beberapa tahun lalu. Sejak itu mereka tinggal bersama pamannya, membantu sang paman mengurus perkebunan salak miliknya.

"Beneh Genta, paman tak akan marah, bahkan seandainya kita makan separuh dari salak-salak inipun beliau tak akan marah. Paman sangat baik Genta....paman menyadari benar bahwa mengurus dua anak yatim piatu seperti kita adalah hal yang luar biasa besarnya. Tidak semua orang sanggup melakukannya. Bukan hanya sekedar kewajiban sebagai pamanlah yang mendorong beliau melakukan itu, tapi karena beliau memang punya hati. Hati penuh belas kasih, yang siap dibagikannya kepada siapa saja."

Genta menatap kakaknya, tersenyum sambil berkata,

"Mbok, kalau sudah besar, kelak aku ingin seperti paman."

"Tentu saja kamu bisa, Genta"

Sahut Gek, terharu...

Tak sadar, Gek mengusap kepala Genta yang sedang makan salak dengan satu tangannya, sementara satu tangan Genta yang lainnya, terpaksa harus diamputasi karena kecelakaan maut itu.

Karena itu....Genta tak bisa mengupas salaknya sendiri...


 (Cinta - Gek dan Genta)

Keterangan:

mbok   : kakak perempuan             dadi     : boleh
beneh  : benar                              penten : pasar

Kisah Iteung, Episode Eau de Toilette


Sore ini Iteung maksain aerobic di rumah diiringi lagu dangdut Terajana. Kebayangkan aerobic model apa yang dilakoni Iteung. Cuma nggak perlu dibayangin takutnya mual nanti.

Asyiknya memang nggak tanggung-tanggung nih aerobic diiringi lagu dangdut. Serasa rumah lagi digoyang gempa dengan kekuatan 10 derajat Celsius. Ow ow salah ya. Maklum waktu sekolah Iteung selalu bolos pas pelajaran Geografi, jadinya buta hitung-hitungan gempa bumi.

“Terajana..terajana lagunya lagu India .”  Lagunya bikin Iteung tambah lincah bergoyang sampai abis meja dan lemari ketendang-tendang kaki Iteung. Lagu yang luar biasa buat mengiringi aerobic sore ini. Sayangnya kurang pohon nangka aja buat dipeluk-peluk.

“Ayo kang, ikutan!” Iteung teriak ngajak si Akang bergoyang.
Si akang nggak nyahut dari kamarnya. Udah seharian ini dia asyik di kamar nonton film si Arnold Selau Segar yang judulnya Terminal apa gitu, Mungkin Terminal Pulogadung. Iteung nengok sebentar ke kamar, eh kenapa itu si Akang kok nangis di pojokan kamar kayak anak kecil nggak kebagian uang jajan. Dengan berat hati, lagu Terajana  Iteung pause dulu.

 “Kenapa kang? Filmnya bikin sedih? Masak film aksi-aksi bikin sedih sih?” Iteung pura-pura perhatian. Si Akang geleng-geleng kepala.
“Terus kenapa kang? Jangan bikin Iteung kesel deh. Udah tua juga masih aja nangis kayak anak kecil.” Mulut Iteung nggak tahan buat ngomelin.  Si akang nangis tambah kenceng. Mungkin kalau nggak malu, guling-guling di lantai kali. Cuma kucing-kucing di rumah lagi ngeliatin si Akang. Mungkin penasaran adegan apa yang akan terjadi selanjutnya.

“Itu…itu.” Tangan si Akang nunjuk ke kamar mandi sambil terisak-isak.
“Ada apa di kamar mandi?” Tanya Iteung penasaran. Ah si Akang lagi nyoba-nyoba main drama detektif nih bikin teka-teki. Langsung Iteung nyanyi lagu Teka-Teki nya Raisa.
“Sst…jangan nyanyi dulu deh. Siapa yang bersihin wc?” Mata si Akang melotot ke Iteung.
“Diriku Akang. Yayangmu yang paling setia dan romantis sekampung Kunyit Mekar ini.” Jawab Iteung berharap pujian dari si Akang.
“Lha ini kenapa botol kosong.” Tanya Akang lagi sambil memegang botol  dengan ukuran 100 ml kalau Iteung nggak salah lihat.
Ah masak sih, botol kosong aja bikin nangis. Emang di botol itu ada jinnya. Ada-ada aja si Akang ini.
“Oh itu, Air di botol itu Iteung pake buat nyuci wc biar wangi. Akang sih tiap hari makan jengkol , nggak bosen-bosen. Kemarin semur jengkol, hari ini balado jengkol. Jangan-jangan besok mintanya sop jengkol….” Cerocos Iteung.
“Stop!!” Si Akang ngebentak Iteung.
Ih Akang tega, Iteung kok dibentak.  Harusnya Iteung kan diperlakukan seperti Princess Negeri Dongeng. Sungguh Akang teganya..teganya..teganya..teganya..teganya…

“ Ini minyak wangi Akang. Belinya jauh di Seattle, oleh-oleh temen Akang yang sekolah disana.”  Teriak Akang yang suaranya ngalahin toa masjid.
Iteung garuk-garuk kepala soalnya sahabat-sahabat kecil Iteung berlarian di kepala dengar teriakan si Akang. Iteung juga udah seminggu nggak keramas lho.

“Akangku sayang, bukan salah Iteung juga kok kalau Iteung ngebersihin wc pake air di botol itu. Lha itu tulisan di botol kan eau de toilette, berarti bisa buat ngebersihin toilet. Akang aja yang aneh pembersih toilet dipake buat pewangi badan” Iteung coba membela diri, sambil nyembunyiin sikat wc. Takutnya si Akang khilaf, wajah Iteung yang mulus digosok pake sikat wc. Mahal kan perawatan wajah. Apalagi salon neng Euis mah cuma nyiapin kosmetik impor dari Timor Leste.
“Iteunggggg…!!” Tiba-tiba aja si Akang udah ngacung-ngacungin sapu lidi.

Yuuuk kabur…………………..

Sekolah Tanpa Sekolah

tampilan iBooks (foto pribadi)


Sewaktu memutuskan untuk membeli iPad pertama tahun 2011 lalu, pikiranku sederhana. Aku hanya ingin bisa melakukan banyak hal seperti yang diiklankan: menulis, menggambar, menyelesaikan pekerjaan kantor, mengirim pesan, mendengarkan musik, melihat film, dan terutama … belajar tanpa mengenal batas ruang dan waktu. Ketika sistem operasi iOS masih merupakan sesuatu yang ‘eksotis’ bila dibandingkan dengan Windows, maka beberapa fitur yang diperkenalkan Apple hanya bisa dimengerti dengan menggunakannya sendiri. Itulah satu-satunya alasanku membuka aplikasi kartu kredit, dan menutupnya kembali sewaktu cicilan iPad-ku lunas. Beberapa istilah yang membuatku penasaran itu antara lain: podcast, iTunes, iBooks, dan … iTunes U.

Ironisnya, istilah podcast pertama kali kutemukan karena menggunakan ponsel Nokia, bukan iPhone. Sampai sekarang pun, aku adalah penggemar setia Nokia … bahkan meski ia sudah bangkrut. Aku benar-benar percaya dengan kata-kata perpisahan yang diucapkan CEO Nokia sebelum menutup perusahaan ini dengan berlinang air mata, “We did not do anything wrong, but somehow, we lost.” I really believe what he said, because I really experience how good Nokia is. But sometimes, and more often than not, business is where dog eats dog. Plagiarisme, atau bentuk pelanggaran hak cipta lainnya … kadang bedanya sangat tipis dengan inovasi. Nokia tergilas pesaing-pesaing yang lebih cepat belajar darinya. 

Sebelum kita mengenal istilah Google Earth atau Siri, Nokia telah memberikan pengalaman untukku ‘menjelajah’ dunia dengan ponsel yang hanya berkapasitas 2G. Aku masih ingat nama aplikasi yang kugunakan saat itu: Here. Dengannya aku berjalan-jalan ke Finlandia (atau negara lainnya), dan menemukan nama beberapa restoran atau tempat wisata yang berjarak beberapa ratus meter satu sama lain, seolah-olah kita benar-benar berada di sana. Unfortunately, “Here” is not here anymore.

Dengan Here dan podcast itulah, aku mulai belajar secara mandiri dengan bantuan teknologi informasi. Aku mulai mengerti, bahwa banyak orang ‘di luar sana’ yang rajin membuat semacam ‘siaran radio gratis’ dengan topik-topik yang spesifik. Ada yang mengajarkan cara memasak, mengulas resensi film, mengajarkan bahasa asing, dan banyak lagi. Di podcast itulah aku pertama kali belajar Bahasa Prancis secara aktif, sebelum akhirnya mendaftarkan diri secara serius ke CCF (Centre Culturel Francais) di Salemba (yang kini hanya tinggal bangunan kosong; katanya sih pindah ke Thamrin). Lumayan, aku lulus level A2 … meski sertifikatnya tidak sempat kuambil karena sudah terlanjur berangkat ke Swedia.

Tergila-gila dengan podcast bahasa, dan merasa capek juga bolak-balik mengunduh MP3-nya dari ponsel 2G ku yang lemot ke ke laptop mini-ku yang tidak kalah lemot … aku memutuskan untuk mencari tahu asal mula dari demam podcasting ini. Sebab aku percaya, semua yang terbaik biasanya ditemukan dari sumber asli atau yang pertama. Dalam hal podcast, pionirnya adalah iTunes. Aku memutuskan untuk mencari tahu lebih banyak mengenai dia dan teman-temannya. Pertama, tentunya dengan berkenalan dengan perangkat Apple.

Apabila podcast bekerja seperti channel televisi atau siaran radio dengan bantuan internet, maka iTunes bekerja seperti toko kaset atau video virtual. Demi menghemat kuota internet, fitur iTunes jarang kugunakan selain untuk mengunduh film secara legal demi kelangsungan hidup pekerja seni.  Tapi aku mulai jatuh cinta kepada 2 teman lainnya, yaitu iBooks dan iTunes U. Mereka membuka wawasanku mengenai sesuatu yang dikenal dengan nama ‘pendidikan gratis.’

Layanan standar iBooks memberikan akses gratis ke berbagai literatur klasik, seperti novel “The Great Gatsby” karya F. Scott Fitzgerald atau kumpulan dongeng anak-anak karya Hans Christian Andersen. Teori filsafat klasik karya Plato, Socrates, dan kawan-kawan juga termasuk ke dalam rangkaian buku gratis yang disediakan iBooks dengan bantuan Project Gutenberg. Selama lebih dari 2 tahun, aku tidak tahu bahwa iBooks yang berbayar tidak tersedia di Indonesia. Hatiku senang sekaligus sedih ketika pertama kali mengetahui banyak buku berkualitas dan best seller bisa diunduh di ITunes dari luar perbatasan negara ini. Apakah ini karena kita terkenal dengan ‘pembajakan’? Mungkin ini saat yang tepat untuk introspeksi.

Adapun iTunes U (singkatan dari iTunes University) memperlihatkan ambisi yang jauh lebih besar lagi. Pada intinya, ia adalah semacam portal yang membuka akses ke beberapa materi kuliah yang disediakan secara gratis oleh universitas-universitas ternama. Sebut saja Yale, Harvard, Cambridge, Oxford, MIT, dan tentu saja Open University. Semakin banyak kampus yang memberikan akses bahan kuliahnya secara gratis (dan legal) ke masyarakat umum. Format iTunes U lebih kompleks dan lebih menarik daripada iBooks, sebab ia menggabungkan antara literatur, audio, dan kuliah ‘tatap muka’ (dengan bantuan arsip video). Satu-satunya hal yang tidak tersedia di sini adalah ijazah. Jadi, inilah kesempatan bagi mereka yang ingin mencari ilmu dan bukan ijazah.

tampilan iUniversity (foto pribadi)


Beberapa institusi resmi yang mengelola data kuantitatif juga mulai mengembangkan aplikasi seluler untuk bisa digunakan oleh masyarakat umum, contoh: NASA dengan aplikasi SkyView yang memonitor pergerakan seluruh satelit (militer maupun komersil) beserta benda-benda langit lainnya; WorldBank dengan aplikasi Spatial Agent yang memberikan data mengenai polusi, kependudukan, dan ekonomi; atau Red Cross (US) dengan aplikasi Earthquake untuk deteksi dini mengenai gempa bumi dan tsunami.

Sebelum pembaca mulai berpikir tulisan ini lebih mirip iklan daripada artikel, marilah kita beranjak ke platform pendidikan gratis lainnya. Di sini kita bisa berkenalan dengan Khan Academy, Coursera, dan Memrise. Semua situs yang bertebaran di dunia maya ini mengelola kontennya secara mandiri dan terbuka. Analoginya mungkin bisa diserupakan dengan sistem open source. Semua bisa belajar dan semua bisa berkontribusi. Demi menjaga mutunya, mereka juga mempunyai pekerja tetap atau tim khusus yang berfungsi sebagai kurator dan teknisi.

Dengan segala fenomena ini, mungkin kita tengah beralih dari era kompetisi ketat (Red Ocean) menuju era kolaborasi dan kerja sama (Blue Ocean). Meski kalimat terakhir tadi lebih sering diterapkan dalam dunia bisnis daripada dunia pendidikan, perlu diakui juga bahwa mahalnya biaya sekolah saat ini membuka mata kita untuk mempertimbangkan alternatif pendidikan lainnya yang lebih bersahabat dan termutakhir.

Jadi, tunggu apa lagi? Temukan minatmu dan mari kita mulai belajar … tentang apa saja. Di mana saja.

Tautan: