Bahagia

Pagi ini saya mendapatkan ucapan selamat berbahagia dari seorang teman. Pikiran saya langsung lari menjelajah kemana-mana memikirkan arti kata bahagia. Sampai sang kaki kehilangan konsentrasinya karena ikut memikirkan bahagia. Kenapa kaki ya? Iya, kakinya kesandung batu karena si bahagia.

Orang merasa bahagia ketika rekeningnya bertambah di awal bulan (terutama PNS). Ketika sedikit demi sedikit layar ATM menunjukan pengurangan angka yang signifikan, mulai deh ketar ketir. Akhirnya kebahagian luntur karena mesin ATM dirasa sudah memeras kita. Bahagiapun berganti duka mendalam.

Ketika masa sekolah kita bahagia ketika lulus dengan nilai yang baik. Lebih bahagia lagi ketika bisa betul-betul masuk universitas yang diisam-idamkan (bukan cuma di pintu gerbang ya). Bahagia lenyap ditelan gerutu ketika dosen melempar setumpuk tugas kuliah yang sulit (sesulit mengejar jodoh yang sinyalnya antara ada dan tiada).

Kebahagiaan memeluk erat ketika kita lulus kuliah. Bahkan kita mampu berbagi kebahagiaan dengan mbak-mbak salon, mas-mas fotocopy (maaf ya agak menyinggung gender) bahkan tetanggapun ikut berbahagia karena kebagian makanan gratisan.

Bahagia memasuki episode akhir ketika kesulitan mendapat pekerjaan. Orang yang mendapat pekerjaanpun, bahagianya hanya mampir sejenak saja. Pedihnya hidup terasa ketika atasan tidak sejalan dengan kita (yang merasa jadi atasan jangan tersinggung ya).

Bahagia juga mampir ketika kita mendapatkan jodoh. Bahkan kerabat dan temanpun kebagian repot membantu mewujudkan kebahagiaan kita. Stok bahagia menipis ketika ternyata pasangan kita berlaku tidak sesuai dengan keinginan kita.

Bahagia hati kita ketika memiliki momongan. Anak kita besarkan dengan penuh kasih sayang bahkan melebihi sayang terhdap diri sendiri. Bahagia mulai meninggalkan kita ketika anak yang kita sayangi memilih jalan berbeda dari kita.

Kalau selebritis yang sering muncul di layar kaca akan ketahuan kapan mereka berbahagia ataupun bersedih. Orang yang hobi memeluk televisi pasti tahu gaya selebritis mengumbar kebahagiaan dan bisa jadi beberapa bulan kemudian mereka tanpa sungkan menangis sedih di depan banyak orang.

Buat pemain sepakbola, mereka bahagia ketika mereka bisa mengalahkan lawan dalam sebuah pertandingan. Para pemain berjingkrak-jingkrak meluapkan kegembiraannya. Tawa berubah menjadi tangisan ketika lawan bisa mengalahkan tim mereka di pertandingan berikutnya.

Terkadang orang juga berbahagia kalau melihat orang lain sengsara. Rasa bahagia itu lenyap ditelan bumi ketika orang yang sengsara itu berbalik menjadi bahagia. Ada kan ungkapan "senyummu adalah tangisku".

Bahagia itu ternyata sangat singkat kalau kita menyandarkan rasa bahagia itu pada keadaan. Bahagia akan lebih abadi jika kita menjadikan kebahagiaan itu adalah sikap. Itu saja. (motivator wannabe tapi nggak usah dibawa terlalu serius.

Catatan : coretan ini pernah diupload di akun facebook Rini Ariviani tahun 2015 (tanggal dan bulan lupa)

2 komentar:

  1. Tuhan menciptakan segala sesuatu berpasang-pasangan ada suka ada duka, ada siang ada malam,dll. Ketika kita hanya mengejar label 'baik' dan menolak label 'buruk' yang kita sematkan pd kondisi2 dalam kehidupan kita, maka keadaaan menjadi tidak seimbang.

    Yang kita perlu upayakan dlm menjalani kehidupan ini adalah bisa menerima berbagai keadaan yg harus kita jalani yang sudah Tuhan pilihkan untuk kita, memang tidak mudah utk dilakukan, tapi layak utk diperjuangkan.

    BalasHapus