Jam Kentang


Jam Kentang


#kisah ini adalah lanjutan dari artikel di bukannotadinas.com berjudul

Wir gehen zusammen ein Kaufen dan
Sebuah Sesi

---------


Meyr membuka tasnya dan segera menemukan kartu nama

Meryam Taqiyya, CFC
Financial Consultant
+62 812 111 2355

Diberikannya kartu itu kepada Ray sambil tersenyum.
"Ray, please keep it for yourself." Meyr berguyon tapi Ray tidak paham.
Ray diam diam jadi merasa tersanjung. Meyr sudah pasti menarik hatinya, walaupun ia sudah punya Ara. Dipandangnya gadis semi bule itu hampir tanpa kedip.

Meyr tidak peduli. ia pun berlalu agak cepat. Meyr ingin segera menemui ayah dan membalas ledekannya.


Di lift ia bertemu Ibu Direktur. Ia sudah cukup akrab dengan Ibu Direktur karena kantornya sudah beberapa kali menjadi konsultan pasar keuangan di sana.

Ibu terlihat menawan dengan batik  kuningnya. Rambutnya di-blow seperti biasa, tidak lupa hairspray agar tak terlihat berantakan.
"Hay, Meyr.."
"Oh. Halo Ibu..good afternoon. Apa kabar?"
"Baik..habis ngajar?"
"Iya, tapi bukan sesi di kelas. Saya mengajar untuk Ray.
Sesi kelas saya sudah selesai, pekan lalu Ibu"
"Oh..iya ya. saya baru pulang dari luar kota jadi lupa update soal ini. So you jadi trainer privat buat Ray..?"
"Ya.. tapi ya..karena ia agak memaksa.."
"Ha-ha-ha.."
"Dan ia merasa butuh asistensi lebih."
"Oh.. yaa..
Baiklah.."
"Bu, maaf saya duluan ya. Have a good day Ibu."
Meyr keluar lift saat sudah sampai lantai dasar.
"Ok Meyr. You too"

Meyr baru saja ingin membuka pintu mobil saat teleponnya berdering.

"Dad.."
"Meyr...ini ayah..Ayah harus balik ke Berlin ya Meyr. So sorry for this, you can manage yourself well right?"
"Dad..i am gonna miss you. "
" Me too Meyr. Love you so much"
" Ok dad..."

Ia membuka pintu mobil, tapi dengan semangat yang berbeda.

Meyr menyetir dengan bayang bayang Berlin di pikirannya. Berlin yang elegan, dingin, kadang terasa angkuh baginya. Berlin memberinya kenangan pahit atas kehilangan ibu. Ibu yang selalu disisinya, memeluknya erat dan penuh kasih sayang. "Dimana ibu, dimana ibu...", ia ingat bagaimana ia meraung raung di kamar karena ibu tak ditemukannya di manapun. Ayah bilang, ibu telah pergi lebih dulu.

Airmatanya jatuh tanpa diminta. Sejak hari itu dunia terasa berbeda. Ia begitu kehilangan ibu, dan selalu rindu ayah. Hanya ayah pelampiasan cintanya, sebab Berlin tak menyisakan keluarga lain. Berlin terlalu mencekam bagi meyr kecil. Meyr yang terlihat baik saja namun penuh luka di dalam hatinya.


Sementara itu di ruang tunggu bandara di waktu yang sama, ayah Meyr sedang pusing. Barang impornya hilang sudah dua kali ini. Barang hilang itu sudah berganti kentang. Ya. Jam tangan ratusan buah raib dan hanya ada kentang.

"Siapa yang melakukannya?"
Pikirannya mencoba menganalisis tapi ia merasa buntu. Keinginan melihat Brett akhir akhir ini sering menghampirinya. Ia sebetulnya rindu anak itu, tapi saat ini tidak ada yg bisa dilakukan selain pasrah pada keadaan.


....





Tidak ada komentar:

Posting Komentar