Transformasi Bukan Roda Besi

Ide untuk "menghidupkan" Pojok Transformasi oleh para Duta Transformasi DJA patut diacungi jempol. Bagaimana tidak? Pojok Transformasi yang berlokasi di salah satu sudut lobi gedung Sutikno Slamet tersebut selama ini "mati suri", tidak ada tanda-tanda "kehidupan". Jangankan mengundang minat orang untuk mampir melihat apa yang ada disana, keberadaannya pun mungkin diabaikan. Makanya ketika salah satu Duta mem-posting undangan "mampir ngopi dan diskusi" di Pojok Transformasi, saya sempatkan mampir. Rugi kalau tidak hehehe, pertama karena 75% dari duta transformasi tersebut adalah wanita cantik, yang kedua karena ada kopi gratis hahaha.
Transformasi Kelembagaan (TK) adalah program Kementerian Keuangan (Kemenkeu) yang dimulai sejak tahun 2013. Sebagai pionir reformasi birokrasi, Kemenkeu memandang perlu untuk melangkah ke tahap selanjutnya yaitu Program Transformasi Kelembagaan untuk dapat melakukan perbaikan secara lebih masif, integral dan terstruktur, demi menciptakan Kementerian Keuangan yang lebih baik, yang mampu menghadapi tantangan di masa depan dan memenuhi harapan para stakeholders (http://www.setjen.kemenkeu.go.id/transform). Untuk percepatan sosialisasi program tersebut, setiap tahun dipilih Duta Transformasi dari setiap unit eselon I di lingkungan Kemenkeu.
Di DJA, tahun 2017 terpilih 4 orang Duta Transformasi melalui jalur rekruitmen. Mereka adalah anak-anak muda khas Gen Y bahkan cenderung Z *LoL : aktif, kreatif, cerdas, dan terbuka pada hal-hal baru. Mereka adalah ikon pegawai muda yang akan menjadi tulang punggung Kemenkeu di masa depan.
Ide ngopi bareng sambil diskusi di Pojok Transformasi menurut saya cukup brilian. Tugas mereka untuk mengkomunikasikan program-program TK cukup berat. Tantangan utamanya adalah  bagaimana pesan-pesan TK terkomunikasikan dengan baik kepada seluruh lapisan pegawai. Untuk itu mereka harus memetakan audience atau penerima pesan mereka. DJA didominasi pegawai Gen X, bahkan beberapa masih ada Gen Baby Boomer. Sebagian besar adalah pelaku dan saksi sejarah "DJA jaman dulu". Perubahan organisasi adalah sesuatu yang sudah mereka alami berkali-kali sehingga harusnya program TK ini dapat diterima dengan mudah .
Ibarat manusia, kelenturan tubuh pada saat masih muda tentunya berbeda ketika usia bertambah tua. Pun demikian yang terjadi di DJA. Unitnya memang tidak besar, jika diibaratkan kapal, DJA ini hanyalah perahu kecil yang tentunya mampu bermanuver dengan cepat. Tapi perahu kecil ini diisi dengan ABK-ABK yang sarat pengalaman, kenyang merasakan pahit manisnya perubahan. Mereka inilah yang harus 'digerakkan' oleh pesan-pesan TK yang dikomunikasikan para Duta. Pekerjaan besar kalau hanya mengandalkan kemampuan para Duta. Mereka harus dibantu, harus didukung oleh semua orang dalam organisasi.
Perubahan adalah suatu keniscayaan. Tidak bisa ditolak, semua pasti akan berubah. Yang tidak mau berubah akan tertinggal, jadi penonton bahkan bisa jadi 'punah'. Transformasi bukan roda besi yang melindas apa saja tanpa nurani. Transformasi juga bukan pertandingan lari 100m. Ini adalah marathon, lari jarak jauh. Semua orang harus 'mengatur nafas' untuk mencapai garis akhir. Disinilah kuncinya transformasi. Ibarat perahu kecil tadi, manuver tidak akan mudah dilakukan jika penumpang tidak mau berpindah sisi, tidak mau bergerak. Alih-alih manuver tajam, kapal karam yang didapat.
Transformasi harus menjadi kesadaran dan keinginan semua orang dalam organisasi. Dalam organisasi bisnis akan mudah 'membuang orang', tapi berbeda halnya dalam birokrasi. Ownership harus ditumbuhkan, sehingga ketika datang pesan perubahan, pesan tersebut akan bersambut dengan gempita. Awareness harus diciptakan. DJA itu strategis, kebanggaan harus ada, APBN yang 'menghidupi' negara ini ada di tangan kita.
Para Duta tidak akan mampu berargumen substansi, tapi mereka harus jadi pemantik api. Tugas mereka memaksimalkan semua saluran komunikasi yang ada untuk menjangkau semua audience. Tugas mereka memaparkan arah perubahan dan melemparkan ide-ide brilian. Tapi mereka tidak bisa dibiarkan sendiri. Mereka butuh dukungan 360 derajat: atas-bawah-samping, harus mendukung. Pengalaman harus diberikan, karena itu akan jadi modal mereka. Buang pikiran bahwa perubahan-apapun itu-tidak akan kita nikmati. Tidak ada yang bisa membaca masa depan, tapi akan lebih membanggakan ketika harus meninggalkan gelanggang pasukan sudah menggenggam setengah kemenangan.
Selamat bekerja Duta Transformasi DJA, mari kita bertransformasi bersama.

Tulisan ini juga dimuat di : https://ikoerba.wordpress.com/2017/03/16/transformasi-bukan-roda-besi

1 komentar:

  1. Saya lagi mengira-ngira kendaraan apakah yang pakai roda besi ... ketemu cuma 1 yaitu mobil tank. Selebihnya, rata-rata pakai ban karet karena lebih lancar, ramah lingkungan & awet :)

    BalasHapus