Pelarian

Dari tempat aku duduk, melalui jendela setengah kusam ini, kulihat mobil-mobil terparkir rapi dibawah sana, orang-orang terlihat kecil berjalan di koridor merah.. Diseberang tempat aku duduk ini, terlihat Gedung Menara Era, Allson dan Dhanapala berdiri tegak, angkuh mencoba menggapai awan.. Pikiranku melayang.. Sementara pembicara yang duduk di depan sana terlalu berisik, ngoceh terus entah membicarakan apa.. aku penat, sumpek dan ingin lari...

Ataukah kubuka saja jendela ini, mencoba lari dari keadaan sekaligus mencoba belajar terbang..?
pastilah burung-burung itu akan menertawaiku, mereka pasti akan secepatnya bergosip, "eh, ada manusia tak punya sayap, mencoba belajar terbang.." mereka pasti akan tertawa lebar melihat aku yang pasti terjatuh dari lantai 9.. Bahkan dengan semangatnya mereka akan mengabarkan kabar ini pada angin, pucuk-pucuk cemara dan lampu indah di taman kota.. Aku akan jadi berita bukan hanya di koran dan televisi tapi juga gosipan kupu-kupu pada bunga, ranting kayu pada daun, angin pada gedung-gedung tinggi atau bahkan obrolan Monas pada Stasiun Gambir..

Dan pembicara itu masih dengan semangatnya berteriak-teriak mengatakan sesuatu yang bahkan aku sendiri sangat tidak ingin mendengarnya... Aku menggerutu, "Huh.. benar-benar semena-mena orang ini.. seenaknya mengganggu kuping orang lain...". Klek.. Ku coba buka jendela, gak bisa.. jendela ini terkunci.. Huft.. untunglah terkunci.. takut juga aku belajar terbang dari jendela gedung lantai 9...

Hmm.. sekilas terlintas dalam benakku, satu tempat yang bisa untuk sementara menyelamatkanku, TOILET... hmmm, bisa jadi toilet untuk saat ini adalah tempat yang lebih indah dari ruangan ini.. sambil aku berdoa dalam hati semoga BAU di sana tidak memperkosa hidungku.. Aku pun melangkah ke toilet, dan benar.. toilet ini ternyata terlihat lebih indah dari ruangan tadi, lebih nyaman, baunya juga harum.. Harum..??? Emang ada..??? ya, kenapa tidak? emang dikira gak ada apa, toilet yang baunya harum..?? banyak lagi.. weekkk...!!! kataku dalam hati ngobrol sendiri... dan yang paling penting, suara orang yang semena-mena mengganggu kupingku tadi tidak sampai ke toilet ini... toilet ini sepi, tidak berisik.. damai rasanya...

Hmm.. jadi betah di toilet ini.. berdiri diam sekaligus berdiam diri di sudut toilet, dan sibuk membuat komentar di FB ataupun BBM-an dengan teman-teman.. 10 menit dalam kesunyian, tiba-tiba masuk salah satu peserta sosialisasi.. hahaha.. aku inget banget nih orang.. duduk dideretan kursi baris ke-4 di depanku... aku inget banget.. karena dari tempatku duduk diruangan tadi kalau aku melemparkan pandangan ke depan, dengan atau tanpa perhatian sekalipun, pastilah akan tertumbuk pada sesuatu yang menyilaukan.. ya pantulan sinar lampu diruangan dapat terlihat jelas pada kepala orang ini... hehehe...

Orang ini, yang aku gak tau namanya dan juga sama sekali tidak punya niat ingin tau namanya, begitu masuk toilet, langsung menuju kotak putih yang menempel di dinding ruangan toilet, kotak yang dimaksudkan untuk menampung keperluan orang banyak, keperluan yang tidak bisa diwakilkan tentunya, kotak yang walaupun aku yakini berharga mahal tetapi hanya digunakan untuk menampung campuran senyawa air, urea, garam dan amoniak... Sambil berdiri menghadap kotak, orang ini menoleh ke arahku.. Huh...!!! ngapain noleh-noleh dulu..?? jangan berprasangka aneh-aneh ya..? aku disini bukan untuk ngintip cowok pipis... gak sudi tau..!! apalagi ngintip cowok kayak kamu, sangat gak sudi...!!! Kau bayar pun aku ogah...!!!

Aku di sini, berdiri di sudut ruangan toilet ini, hanya untuk mencari tempat pelarian dari sumpeknya ruangan sosialisasi.. tempat ini, ruangan toilet ini, masih lebih baik dari ruangan sosialisasi ber AC tadi, meskipun karena itu, kamu, hai orang yang berkepala menyilaukan, jadi berprasangka ke aku.. aku gak peduli.. asal kau tidak menggangguku, aku gak peduli.. bahkan kalaupun kau pipis miring sambil mengangkat kaki satu pun aku gak peduli...atau pipis tanpa buka celana aku juga gak peduli, lebih gak peduli malah.. toh itu celanamu.. bukan celanaku...

Meskipun mataku ke arah Blackberry yang aku pegang, tapi dari jangakuan pandangan yang masuk dalam retina mataku, kau dan kepalamu yang menyilaukan itu masih terlihat.. dan samar-samar terlihat gerakan tanganmu menurunkan resleting celana... sreet... kau alihkan pandanganmu dari menatapku kearah bawah, hmm.. mungkin kau ingin memastikan sudah dalam posisi yang tepat atau belum.. 

Oh, pelarianku yang terganggu...


*catatan pada 28 Februari 2012

Sodara Ketemu Gede

Neng kenal  mba Yayun, Tirta, dan mas Akmal saat wawancara beasiswa di gedung A Bank Indonesia. Dia heran dengan kepribadian ketiga orang ini yang ramah dan langsung ‘nyetel’ ngobrol ngalor ngidul seputar materi tes matematika dan wawancara saat itu. Padahal, banyak orang yang baru kita kenal harus ditanya berkali-kali untuk memulai percakapan. Pertemuan selanjutnya, dan menandai dimulainya persaudaraan mereka, di pesawat JL726 tujuan Jakarta-Tokyo, 8 Juli 2009.

“Lu udah tahu bahasa Jepang yang harus diucapin setelah selesai makan?” tanya Tirta.

“Hah?? Emang bakalan penting kita pake kalo di sana? Gue cuma tahu arigatou,” Neng jadi takjub dengan kesiapan orang satu ini.

“Lho … kalo ke Negara orang, kita harus tahu tata krama yang berlaku di sana. Sehabis makan, bilang ke koki nya,’gochisyoo samadeshita,’ mereka akan respek banget.” Well … oke, oke, Neng pun terbata-bata bagai merapal ‘mantra’ gochisyoo samadeshita … berkali-kali.

Mereka kemudian bergabung dengan 40 penerima beasiswa lain dari berbagai Negara di Asia menuju International University of Japan di pelosok provinsi Niigata. Di sana mereka dikarantina selama 3 bulan untuk belajar bahasa Inggris dan pengenalan teori ekonomi. Di tempat ini pula proses keeratan mereka mengalami ‘kontraksi’ … halahh … alias cobaan-cobaan ketika lebih banyak ketidaksepakatan atau sepakat untuk tidak sepakat. Susah yaa?? Tapi itu yang bikin berkesan. Contohnya ini.

Perdebatan pertama mereka terjadi di dapur bersama kampus. Sayangnya, mereka tidak sedang berdebat mengenai kebijakan rencana pengurangan subsidi bbm atau self buyback Emiten di pasar modal Indonesia. Mereka saat itu sedang berdebat sengit tentang bagaimana bertahan hidup secara koloni. Hahaha …

Patungan dengan mengiur kah? Masing-masing menyumbang bahan mentah kah? Atau beli saja kah? Akhirnya, diputuskan mencoba untuk patungan dengan porsi minimalis terlebih dahulu. Karena, dalam penentuan menu apa yang akan dimasak kembali terjadi argumentasi. Sayurnya oke, tapi yang satu usul lauk daging, yang lain lebih suka ikan, malah ada yang usul dia sumbang masakan bekal dari Indonesia saja, tidak usah patungan uang. Neng sendiri? Kenapa menu saja harus menguras waktu, fikiran dan tenaga? Makan itu kan untuk hidup, bukan hidup untuk makan. Jadi, seharusnya sepanjang makanan itu bisa menunjang energi untuk hidup, yaa tidak perlu berpusing-pusing atau ngotot. Kongsi ini berjalan dua hari, selanjutnya masing-masing bertahan hidup dengan cara sendiri-sendiri.

Untungnya, mereka saling mendukung secara akademis. Kalo Tirta dan Mba Yayun berbagi ilmu matematika dan ekonomi, Neng bisa berbagi tentang menautkan ide ketika menulis esay, dan mas Akmal paling jago membuat momen hidup lebih meriah dengan social life skill-nya yang mumpuni: main tenis, billiard, bulutangkis, sepedaan, bahkan jalan kaki akibat tertinggal shuttle bus.

Yang paling mengherankan adalah, ketika mas Akmal ngotot berterima kasih ke Neng karena math exam pertamanya dapat 96, wowww. “Wahhh, untung kamu ngajarin cara menghitung maximizing profit ini, Neng. Thank you banget, lhoo.”  Neng bingung, karena merasa hanya berdiskusi intens dengan mas Akmal tentang tema yang harus lebih fokus untuk tugas writing bahasa Inggris,”Kita kan hanya belajar kohesivitas bikin essay, mas?” Neng coba mengingatkan. Dia sendiri hanya dapat 68, he he he …

Sesekali mereka buat acara makan bareng atau barbeque bersama senior Indonesia yang kebetulan tidak ‘mudik’ saat liburan musim panas itu. Lalu, mencoba menikmati hidup dengan berpetualang mengunjungi sahabat Jepang di Ojiya, kota kecil lain di Niigata, dengan kereta lokal. Segala perang argumentasi yang berujung guyon dan tawa pelepas stres, diskusi kelompok, masak, jalan-jalan, dan olahraga bersama, sungguh jadi hiburan yang menenteramkan saat kita berada dalam keterasingan dan pertama kali menjalani hidup jauuuuh dari keluarga.

Bulan Oktober 2009, mereka berpisah untuk memulai kehidupan akademis di kampus pilihan masing-masing. Mba Yayun tetap di IUJ, kemudian khusyuk belajar dan merawat keluarga yang langsung diboyongnya sebulan setelah tiba di Jepang. Tirta dan mas Akmal kuliah di Universitas Yokohama, untungnya ditempatkan satu dormitory dengan Neng yang kuliah di Tokyo. Dan Neng? Dia merasa tertatih menyelesaikan tugas-tugas dan ujian karena kurikulum yang dipadatkan harus selesai dalam waktu 1 tahun masa kuliah. Kecemasan dan kekhawatiran memahami formula-formula matematika yang bercampur huruf dan angka, sering menutup kemeriahan Roppongi dan futuristiknya Odaiba, distrik tempat dia kuliah dan tinggal, dari pandangan Neng.

Tapi, untungnya dua Saudara barunya itu tetap memantau, memastikan dia baik-baik saja. Biasanya, jam 9 malam setiba dari kampus telepon kamar dormitory nya berbunyi : Kriiing … kriiing, kalau diangkat, terdengar suara mas Akmal dari Lantai 5 tower yang sama bercampur dengan suara sesuatu dimasukkan ke dalam minyak…sreeeenggg .. cessss…klontang.
“Neng, belum makan kan? Yuk, sini aku masak kebanyakan nih. Datang, ya biar ga mubazir.” Lalu Neng pun khusyuk makan sambil sesekali memberi saran atas rencana mas Akmal membawa keluarganya tinggal di Yokohama. “TIEC yang tower family sudah penuh, Neng. Jadi terpaksa cari apatto di Yokohama. Mudah-mudahan istri dan anak-anakku betah.” Minimal, Neng membesarkan hatinya, “Wahh… masak ga betah? Tinggal di luar negeri kan bagaimana pun pengalaman langka.” Undangan makan dari mas Akmal sering menimbulkan rasa haru. Bapak satu ini sungguh-sungguh sekali memasak setiap hari dengan hasil, sepanjang Neng memenuhi undangannya: sayur sawi bumbu tumis cabai, sop dengan bumbu tumis cabai, atau kentang juga dengan rasa tumis cabai.

Kalau bukan undangan makan yang datang, dering telepon kamar dormitory hampir pasti berasal dari tower B tempat Tirta bersemayam. Kriiiing … kriiing … kriiing. Dan setelah Neng jawab, “Hallo??”
“Waduuuhh, Neng baru pulang lo? Berkali-kali gue telepon. Syukur deh ternyata lo masih hidup. Ha ha ha … gue pikir udah loncat lo dari lantai 14. He he he … jangan nekad ya, sist. Kata si Dany elo terlalu serius sihh belajar. Nikmati hidup lah, sekali-kali.” Neng tahu banget dia guyon, serem ya? Tapi Neng justru terbahak-bahak, menghibur diri. Perhatian dan kalimatnya bukan tanpa alasan. Ada kejadian saat Neng tiba-tiba tidak bisa dihubungi, yang akan diceritakan di bagian akhir tulisan ini.

Sebenarnya Neng setuju banget dengan selorohan Tirta tentang menikmati hidup. Di antara perasaan tertekan melalui masa kuliah, Neng bersyukur bisa mengambil keputusan-keputusan spontan di sela tenggat waktu mengumpulkan tugas. Seperti hari Sabtu itu, saat khusyuk menyimpulkan jurnal Eugene F. Fama tentang konsep pasar yang efisien dan hanya satuuuu stasiun lagi menuju kampus, tiba-tiba iphone 3G-nya bergetar…drrrttt. SMS dari mas Akmal, ”Neng, Wahyu sama keluarganya mau main ke Yokohama, jam 7.30 kita kumpul di Shibuya eki. Ikut, yukk”. Waahhh masih jam 7.06!!! Segera saja dia batalkan niat menambah paragraf  policy paper, dan memilih putar balik di stasiun Roppongi menuju Shibuya: Yokohama, here I come. Padahal, dosen pembimbing sudah menunggu kemajuan tugas akhir itu hari Selasa nya… Jadilah dia menikmati suasana pelabuhan Yokohama untuk pertama kali dan mengakhiri petualangan di China town menjelang jadwal kereta terakhir ke Tokyo berangkat.

Itu di luar permintaan menginap dari istri mas Akmal untuk menemani mereka saat, ternyata, kenyamanan menggunakan ojek dan angkot reot di Kemanggisan lebih menggiurkan daripada riwayat hidup ‘pernah tinggal di Luar Negeri’. “Di sini sepi, Neng. Nita belum punya teman. Mau ke mana-mana susah, harus tunggu jadwal bis, jalannya pelaaan. Di Jakarta mah gampang, ke mana-mana tinggal panggil ojek, angkot juga ada setiap saat”. Jadilah dia sulit menolak kalau Nita sudah meminta Neng menemani mereka di akhir pekan. Daibutsu, pantai dan kuil-kuil Yokohama, target wisata dalam rangka menghibur diri. “Tugas kuliah mah ga usah dipikir, Neng. Waktunya kelar, juga kelar sendiri”. He he he … iya, sih … asal dicicil ngerjainnya.

Keluarga barunya ini juga perhatian, luar biasa perhatian. Seperti saat akhir term musim gugur itu, ketika Neng malas hadir di acara BBQ kawan-kawan satu sponsorship beasiswa kampus. Sebenarnya, dia berniat mengerjakan tugas akhir Statistik dan essay Structural Reform dan Public Expenditure sebelum libur akhir tahun yang cuma seminggu tiba. Neng pengen pulang ke Indonesia, ga mau diganggu urusan tugas.

Hanya saja, itu hari Sabtu… gengsi dong kalo ketahuan ke kampus. “Oh my God, don’t you even take a break???” Bisa dicap kerajinan, dia … dan itu cukup memalukan. Maka, dia beralasan ke Ciu Jian (Cici), ketua grup mahasiswa, ”Akmal invited me to come to his apatto in Yokohama.” Hmmm, diundang kan ga berarti kita datang, ya? Jadi… ga bohong-bohong amat. Nahh … si Cici yang satu tower sama Tirta ketemu, dan kebetulan Tirta akan pergi ke Yokohama. “Hi, Tirta. We're going to have BBQ party without Neng. She said Akmal invited her to Yokohama.” Setelah tidak berhasil menghubungi Neng lewat telepon kamar dan hp (kebetulan HP Neng jatuh di kampus), Tirta berbaik sangka Neng sudah berangkat duluan.

Ternyata, di Yokohama dia tidak ada. He he he … mereka panik.,”Lho, kata Cici, Neng ke sini??” Akhirnya, mereka mencoba menghubungi salah satu kawan Indonesia yang tinggal di tower yang sama dengan Neng untuk mencoba mengecek ke kamarnya. Nihil, berkali-kali bel pintu dibunyikan, tidak ada jawaban dari dalam.
Jam 9 malam, tepat Neng membuka pintu kamar dormitory, telepon kamar berbunyi riuh … kriing …kriiing. “Moshi-moshi? Aduuuhhhh Neng san, kemane aje sih luuuuu?” Suara Tirta di seberang terdengar menahan emosi. “Kenape emang, bro? Gue dikejar deadline tugas akhir banyak banget, bro. Kalo ikut BBQ, keburu ide dan mood nya hilang”. “Lu udah bikin panik perkumpulan mahasiswa Indonesia se-Odaiba, tahu engga? HP punya, tapi ga bisa dihubungi.” Neng tahu Tirta lebay. “Maaf-maaf, bro. HP gue belom ketemu, dan belom ada dana buat beli baru. Maaf ya, bro”. Lalu, dia cerita bagaimana kekhawatiran Neng hilang dimulai dan permintaan kepada kawan Indonesia mengecek kamarnya. Well…well.. .terima kasih ya, teman-teman. Untung Neng belum dilaporkan hilang ke KBRI atau kepolisian Jepang.

Begitu lah sekelumit kebersamaan Neng dengan orang yang tadinya asing dan menjadi begitu dekat, bagai Saudara yang baru dipertemukan setelah dewasa (hmm… masih gengsi bilang tua). Kedekatan dan rasa terikat itu yang membuatnya bisa mengimbangi perasaan tertekan dengan rileks sehingga kuliah bisa selesai. Ikatan itu juga yang sering mengingatkan dia untuk selalu menjaga diri dan kehormatan saat jauh dari pengawasan keluarga tercinta. Ikatan yang membuat Neng merasa, keberadaannya dirasakan orang dan saling memberi motivasi itu penting sekali, tidak hanya untuk orang lain, tapi juga untuk semakin menguatkan diri sendiri.

Benar kata Imam Syafii, merantau bisa memberi kita pemahaman. Bukan hanya ilmu tapi pelajaran hidup dan pengganti atas apa-apa yang kita tinggalkan: saudara & kawan.🌾


Herbal – Daun Afrika

Sudah pernah dengar nama Daun Afrika? Gak banyak yang mengenal manfaat dan faedah dari Daun Afrika. Saya mengenal daun ini (kalau boleh disebut terapi herbal) dari ibu mertua saya yang memang senang mencari sumber herbal dari alam. Adanya kebutuhan inipun karena beliau memang sedang sakit dan beberapa terapinya juga menghindari berbagai macam obat-obatan kimia yang dapat merusak ginjal manusia. Selain daun afrika ini ada juga tanaman binahong dan beetroot (pernah di-post-ing di salah satu grup whatsApp). Jika mencari binahong saat ini cukup susah dan tidak banyak yang menanam jenis tanaman ini. Kalau beetroot  atau buah bit, ibu mertua juga pernah konsumsi, dan khasiatnya cukup manjur. Setelah banyak yang mengetahui manfaat beetroot atau buah bit, akhirnya buah bit ini menjadi komoditas yang cukup mahal di pasaran. Ibu mertua tidak berani konsumsi daun Afrika karena rasanya yang cukup pahit. Memang sesuatu yang pahit itu akan memberikan manfaat cukup banyak khususnya daun Afrika ini.
Namun saya mencoba membahas mengenai daun Afrika ini karena berdasarkan pengalaman saya yang telah menggunakannya sudah hampir 3 tahun lebih. Jika ada yang ingin meminta tanaman ini, saya siap menyiapkan anakannya. Karena tanaman daun Afrika ini sangat mudah di media tanam sepanjang cukup air. Bisa dengan metode dipatahkan/stek kemudian tanam. Metode ini sangat mudah, tinggal menunggu akarnya muncul dan kemudian tinggal tanam. Rekan-rekan bisa browse soal tanaman ini. Saya gak akan bahas manfaatnya karena banyak sekali manfaatnya sehingga saya cukup memberikan informasi berdasarkan pengalaman yang baik dari daun Afrika ini.
      Saya cuma mengingatkan bahwa konsumsi daun Afrika ini sangat dilarang bagi wanita hamil (karena bisa keguguran), wanita sedang menstruasi dan seseorang yang sedang sakit perut. Karena khasiat daun Afrika ini bisa meluruhkan semua sisa makanan yang ada di dinding usus kita. Hal ini sangat baik bagi rekan-rekan yang sering mengalami sembelit. Saya menggunakan daun Afrika ini dengan memetik dan mengunyahnya secara langsung setelah dibersihkan dengan baik. Jika dimasak dengan air dan residu air diminum, manfaatnya sangat berbeda. Jadi bagi yang biasa makan masakan khas Sunda, hal ini akan sangat bermanfaat bagi tubuh secara langsung. Rasanya sangat getir dan tidak enak. Jika pernah konsumsi bunga pepaya, daun pepaya, brotowali, ini lebih getir dari itu semua. Jadi siapkah diri anda untuk sehat dengan daun Afrika?



Cerita ini dapat juga dibaca pada link berikut :

CPNS oh CPNS


Beberapa bulan terakhir ini hingar-bingar berita penerimaan CPNS menjadi trending topic di mana-mana, setelah tiga tahun moratorium penerimaan PNS jutaan orang bersiap-siap menyambutnya (lagi) selayak mana sebuah pesta besar. Calon pesertanya heboh, orang tuanya lebih heboh lagi. Berbagai hal harus dipersiapkan, kantor polisi dan RSU penuh dengan pengantri yang mengurus SKCK dan surat keterangan sehat dan bebas narkoba yang menjadi salah satu prasyarat mendaftar ujian CPNS. Toko bukupun sepertinya turut mendulang rupiah dengan lakunya buku-buku soal persiapan CPNS, bahkan dengar-dengar para pemuka agama dan dukun juga kebanjiran pesanan untuk mendoakan.

Kenapa ingin jadi PNS? Pertanyaan itu berulang kali saya tanyakan kepada ponakan, saudara, atau teman yang bercita-cita ingin jadi PNS. Berbagai jawaban terucap baik yang jujur maupun yang tidak (perasaan saya sih kalo doi ga jujur, moga-moga salah). Ada yang dengan lantang bilang “kalau jadi PNS itu enak, kerjanya sedikit tua dapat pensiun”, ada juga yang malu-malu bilang “disuruh bapak, soalnya bapak pensiunan PNS atau pejabat disalah satu kementerian”. Tapi bukan berarti tidak ada yang menjawab “passion saya disitu, saya pengen bangt tuh kerjaan yg d mana stiap hari nya sy slalu ngomong bhs. inggris secara tatap muka dgn org2 bule2 di bidang ekonomi business gitu2 mas dan kebetulan bokap juga kepala di kanwil pajak hehe so yeah pengen nge-lanjutin gitu mas samuel”, kebetulan yang terakhir ini mendaftar jadi cpns di Kementerian Keuangan (Kemenkeu).

Menurut Suhendra dalam artikelnya di www.tirto.id pada tanggal 11 September 2017 lalu “Lowongan sebagai PNS memang selalu menjadi dambaan banyak orang di Indonesia, dengan fasilitas dan jaminan yang tak dimiliki oleh pekerja swasta dan lainnya” dan Kementerian Keuangan menjadi favorit di karenakan memberikan insentif tunjangan kinerja yang cukup mengiurkan. Belum lagi prestise bagi pegawai di Kemenkeu pada umumnya dan DJP serta DJBC pada khususnya (ini menurut para orang tua calon pendaftar loooh).

Kepada saudara terdekat saya suka berkata “ngapain jadi PNS kalo cuman mau cari aman?”, “Anak perempuan nanti kalo penempatannya jauh gimana?”. Ato saya juga suka bilang “PNS ga bisa kaya tau”. Kalau mengutip kata-kata Ibu Sri Mulyani “jika ingin menjadi kaya, jangan menjadi pegawai negeri sipil (PNS). Dia menyarankan anak muda menjadi pebisnis jika ingin menjadi miliuner”. Buat saya pribadi salah satu cita-cita saya adalah mencapai kebebasan finansial atau bahasa ilmiahnya “kaya” dan selama lebih dari sepuluh tahun mengabdi sebagai PNS hal itu sepertinya sulit dicapai. Jikapun sebagai PNS memiliki sampingan ada kemungkinan (yang paling kecil) akan mengganggu kinerjanya, lebih-lebih akan diperiksa KPK karena dicurigai KKN.

PNS bukan bantalan untuk kepastian hari tua, bukan juga untuk kerjanya sedikit gajinya lumayan. Menjadi PNS artinya harus siap melayani bukan dilayani. Pekerjaannya pun tidak selamanya indah, yang terlihat di layar televisi atau smart phone kamu hanya sebagian saja, yang tidak tersorot kamera dan tidak terposting di facebook lebih banyak lagi. Sudahkah kamu cek berapa kantornya? dimana lokasinya? Apa kerjaannya?

Pikirkan lagi niatmu menjadi PNS dik, dan tentu saja semoga yang terbaik yang berhasil. Salam.

Impossible is a word to be found only in the dictionary of fools -Napoleon Bonaparte

  • Aini Boom. boombastis.com. 8 September 2017. <http://www.boombastis.com/meme-kocak-pns/120548>
  • Suhendra. “Peluang Sempit jadi CPNS 2017.” Tirto.id. 11 September 2017. <https://tirto.id/peluang-sempit-jadi-cpns-2017-cwlg>

Rectoverso

Sebuah kata yang jarang kita dengar
Kalaupun ada yang pernah mendengar, karena memang senang dengan novelnya Dee

Sebuah kata ini ditemukan Dee melalui sebuah kebetulan
Ketika Dee sedang stand in line  di dalam sebuah bank dan ditemukan kata itu

Makna kata ini cukup dalam menurut Dee
Arti kata itu merupakan sebuah gambar yang seolah-olah terpisah,
Padahal gambar itu merupakan satu kesatuan yang utuh

Seperti kisah novel nya Dee
Dee membuat sebanyak 11 lagu dan 11 kisah yang dibuat terpisah
Meskipun dibuat berbeda dan terpisah, dapat dinikmati secara bersamaan

Itulah salah satu buku keluaran Dee
Itu bukan sebuah album tetapi sebuah novel
Dee membuat kisah romantis yang sejalan dengan lagunya

Seperti kehidupan,
Setiap frame kehidupan merupakan bagian yang terpisah dari pelakunya
Namun frame itu akan membentuk kisah yang saling terkait secara utuh bagi pelakunya


Renungan ini dibuat di kala melamun dan senggang


Renungan ini dapat juga dibaca pada link berikut :https://rulyardiansyah.blogspot.co.id/2017/09/blog-post.html

Pendidikan dan Warna-warninya – Part 2

Saya juga mau berbagi cerita kembali soal pendidikan anak saya pertama, Haya saat mau lulus ke jenjang SMP. Saat ini anaknya sudah sekolah di MAN I Bekasi dan kebetulan anaknya senang ikut kelas CBT-Computer Based Technology. Kekurangan kelas ini memang teman kelasnya itu saja hingga kelas 3. Namun siswa tidak dibebankan homework dan tugas sejenisnya. Kok masih soal pendidikan? Iya saya perlu berbagi karena fakta ini ada di tengah masyarakat wilayah kota di Bekasi. Saya tidak ada referensi untuk kota lain. Selain itu ada cerita menarik soal bagaimana hasil UAN bisa dipermak menjadi lebih bagus agar masuk sekolah favorit di wilayah kota Bekasi.
          Saat si kk menjalani soal kelulusan saat sekolah dasar, kurikulum yang berlaku adalah kurikulum 2013 dimana jenjang pendidikan dasar tidak perlu menjalani semacam ujian akhir nasional (UAN), yang merupakan sudden death bagi beberapa peserta didik. Karena masa depannya hanya ditentukan oleh hasil UAN semata, tidak mempertimbangkan peserta didik sejak kelas 1 hingga 6 sekolah dasar. Selain itu, pendidikan dasar selama 9 tahun itu tidak perlu ada semacam sudden death atau UAN segala, sesuai dengan kurikulum 2013. Pada tahun sebelumnya, tahun 2012, pendidikan dasar masih menggunakan kurikulum 2006 yang mengharuskan ada UAN dan semacamnya. Istilah keren untuk kurikulum 2006 adalah KTSP (Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan) dan saat itu si kk diuntungkan karena tidak masuk dalam kurikulum 2006, jadi bisa langsung lulus tanpa harus ada UAN.
          Masalah yang terjadi adalah meskipun tidak ada UAN bukan berarti semua sistem jujur dan wajar tanpa hambatan. Faktanya banyak sekolah dasar negeri di wilayah kota Bekasi “bermain” di angka kelulusan peserta didiknya asal ada iming-iming atau imbalan uang, sehingga angka hasil ujian akhir untuk masuk SMP pilihan pun bisa “dikatrol” sepanjang sesuai dengan “kesepakatan”. Alhamdulillah si kk dan kami sebagai orang tua tidak tergoda untuk hal-hal seperti itu. Meskipun si kk Haya tidak masuk SMP Negeri pilihan (SMP Muhammadiyah 28 Kota Bekasi – swasta) hasilnya tetap membawa keberkahan untuk Haya dan masa depannya. Pada awalnya si kk sempet minder karena banyak teman SD nya masuk sekolah negeri.
Makanya, saya ingin bertanya, apakah UU Sisdiknas atau kebijakan pemerintah atas pendidikan menjangkau hal-hal seperti ini? Bagaimana pendidikan itu seharusnya dilaksanakan? Bukankah pendidikan juga mencakup perihal budi pekerti dan kejujuran didalamnya? Sejak dini, anak-anak atau peserta didik diajarkan dari alam sadarnya dibawa ke alam ketidakjujuran. Makanya saya tidak heran kalau bangsa ini tidak berkah karena dalam hal pendidikan saja masih ada unsur ketidakjujuran. Anak-anak peserta didik merasa bangga bisa bersekolah di negeri meski mereka berada di jurang “ketidakjujuran”.
      Pendapat ini merupakan pendapat dan pengalaman pribadi saya. Masih banyak disclaimer di dalamnya. Inilah kiranya pandangan saya tentang pendidikan di Indonesia yang cenderung memberatkan otak bagian kiri atau menyangkut hal-hal hitungan dan matematika. Pendidikan dasar jarang menjangkau hal-hal yang menyangkut kreatifitas (otak kanan). Ini bukan sebuah kesalahan tapi fakta bahwa memang seperti itu pendidikan di Indonesia. Makanya kami selaku orang tua tidak pernah “memaksa” untuk selalu menggunakan otak kiri. Saya cenderung mendukung penggunaan otak kanan yang mendominasi hal-hal yang berbau kreatifitas. Saya berharap rekan-rekan yang memiliki keilmuan yang lebih bisa berpikir ke depan atas fenomena pendidikan di Indonesia seperti ini. Semoga Allah selalu melindungi Indonesia sebagai bangsa yang memiliki sumber daya alam yang berlimpah dan dapat digunakan sesuai dengan hati nurani penduduknya.


Terpikat Pesona Jatim Park II

Beberapa hari yang lalu, saya berkesempatan mengunjungi Batu. Kota yang terletak di Jawa Bagian Timur ini, menawarkan seribu pesona yang cukup membuat anak saya tertarik ingin kesana. Salah satunya, ia ingin merasakan sensasi berdiri diatas jembatan kaca, yang diatasnya ia bisa melihat harimau-harimau bebas berkeliaran dibawahnya dan Jatim Park II di Batu, adalah tempat wisata di Indonesia yang punya wahana seperti itu..Demi mewujudkan impian anak yang memang sedari kecil suka sekali sama harimau, so, yuk ke Batu!!

Perjalanan sore hari dengan kereta api memakan waktu sekitar 15 jam. Beristirahat sehari di kota Malang, esoknya kami berangkat ke kota Batu, yang berjarak sekitar 19 km dari Malang menggunakan jasa angkutan online, dengan tarif sekitar Rp. 50.000,- waktu tempuhnya kurang lebih 1 jam saja (dengan catatan gak macet ya}

Pagi-pagi kami berjalan kaki ke Jatim Park II .Diresmikan pada tahun 2010 tempat wisata ini langsung menjadi destinasi wisata favorit. Disebut-sebut bertaraf Internasional, Jatim Park menawarkan berbagai paket wisata yang bisa kita pilih. Kami memilih paket wisata Jatim Park II seharga Rp. 120.000/orang (weekend), yang di dalamnya termasuk tiket masuk untuk Batu Secret Zoo, Fantasy Land, dan Museum Satwa. Ada beberapa cara yang bisa dipilih untuk mendapatkan diskon sebesar 20% dari harga tiket, antara lain dengan menunjukan potongan tiket pesawat maskapai tertentu, atau pembayaran dengan salah satu kartu bank-bank sponsor, kebetulan saya membayar dengan kartu salah satu bank sponsor, jadi dapat juga deh diskon sebesar 20%. Lumayan.

Memasuki pintu gerbang area Secret Zoo sudah terasa aura kesejukannya, karena kami melewati pintu masuk yang menyemprotkan uap air sejuk, untuk mensterilkan tubuh kami agar hewan-hewan yang ada di sana terlindungi dari bakteri.

Dari gerbang, kami mengikuti jalan searah berisi kandang-kandang hewan yang berasal dari berbagai negara di dunia dan beberapa diantaranya baru kami lihat, seperti tikus raksasa dari Amerika Selatan, yang ukurannya dua kali lipat dari tikus yang biasa kita lihat di Indonesia dan beberapa jenis monyet, ada beberapa jenis yang sangat menarik perhatian kami, seperti ini nih,


lalu kami sampai di jembatan dimana di bawahnya tampak dua aligator mengambang di permukaan air. Di sebelahnya nampak seperti aquarium raksasa, yang berisi aneka jenis ikan dan angsa. 



Setelah puas menikmati kesejukan taman air, kami terus berjalan perlahan, melewati beberapa kandang hewan-hewan jinak, hingga sampai di sebuah persimpangan, Kami memutuskan memasuki wilayah reptil, berbentuk seperti gua yang temaram, reptil-reptil seperti kadal, iguana, katak, ular dan biawak tampak nyaman dalam kandang kacanya, diterangi oleh sorot lampu pada masing-masing kandang.
Reptil yang biasanya menjijikan itu tampak begitu indah.


Setelah cukup lama melihat reptil-reptil itu, kami kembali menyusuri jalan setapak yang sebelah kanan kirinya disekat-sekat dan berisi hewan-hewan jinak antara lain kelinci, landak, dan burung. Aquarium yang berisi beragam jenis ikan sampai dengan hiu sangat menarik perhatian kami, Disini ada juga dua kelinci yang berada dalam aquarium yang sama dengan ikan. Tapi mungkinkah kelinci bisa bernafas dalam air?


Beristirahat sejenak dan mencoba berbagai wahana permainan seperti di Dufan Jakarta dapat dinikmati di Fantasy Land. Ada juga kolam renang bagi anak-anak, yang semuanya tersedia gratis untuk pengunjung. Sambil menikmati pertunjukan anjing laut, rasanya sudah tak sabar ingin melihat hewan-hewan buas, disamping kaki saya sudah mulai terasa pegal. Sepanjang perjalanan tadi, kelihatannya kami hanya melihat hewan-hewan jinak saja. "Mana harimaunya?" tanyaku pada anakku. "Sabar bu...harimau terakhir kata anakku," yang asik melihat gajah diberi makan oleh pengunjung. Iya anak-anak kayanya betah melihat hewan-hewan itu. Ibunya yang sudah ingin istirahat hehe...



Lahan seluas lebih dari 14 hektar ini memang butuh energi yang cukup untuk dijalani, tapi buat yang gak mau terlalu cape, pihak pengelola menyediakan semacam sepeda listrik yang bisa disewa seharga Rp. 100.000,- per tiga jam. Di dalamnya juga cukup tersedia tempat makan/tempat istirahat, namun meskipun berjalan cukup jauh, dijamin beda banget dengan kebun binatang yang ada di Jakarta,. Jatim Park lebih bersih, dan teratur penataannya. Toilet yang bersih dan tempat makan/istirahat tersedia di sepanjang area. Jalan jauh pun tidak terasa terlalu penat karena udara di Batu yang sejuk. Asal jangan pake high heels deh ya...


Akhirnya,
sampai juga di area hewan predator. memasuki lorong berbentuk gua pula, kandang-kandang bersekat kaca seperti aquarium raksasa ada di kiri kanan kami. Rasanya kami bersisian langsung dengan macan tutul yang berjalan hilir mudik disamping kaca. Dan matanya... bertatapan langsung dengan mata kita.

Hei, apa kabarmu? Pengen deh mengelus bulumu
yag kelihatan halus. Tapi tetap dengan kaca ya...wkwkwk

Di kejauhan dua singa putih besar nampak bermalas-malasan di kandangnya.


Kami jalan terus di jalan yang menanjak, ketika anakku bilang, "Bu, coba lihat ke bawah". Dua ekor mahluk coklat berloreng memandang tepat ke arah kami. Ke arah kaca tebal tempat kami berjalan, Ini kah jembatan kaca itu? Pikiran hendak menjauhi kaca, tapi entah kenapa kaki malah mendekat dan berdiri di atasnya. Tepat di atas dua mahluk buas yang terus memandang ke atas, bergidik ngeri membayangkan bagaimana jika kaca itu pecah, Bukan dua malah, tetapi seekor lagi mahluk putih berloreng keluar dari persembunyiannya. Seorang pengunjung bertanya kuatkah kaca itu menahan berat tubuh beberapa orang sekaligus? meskipun penjaganya mengatakan ubin kaca tersebut cukup kuat untuk menampung beban sampai kira-kira 60 orang diatasnya, tatapan harimau-harimau itu bisa membuat ciut nyali, dan untuk melihat mereka saling berebut umpan sepotong daging ayam, cukup hanya dengan membayar Rp. 10.000,- saja., yang dijulurkan dengan alat seperti pancing. Kemudian mereka akan melompat, diiringi raungan yang khas untuk berebut sepotong daging, yang mungkin buat mereka hanya camilan saja hehe..









Setelah melintasi kandang harimau dan beberapa kandang hewan lainnya, sampai lah kami di pintu keluar Jatim Park II, ada satu area lagi yang menunggu untuk disinggahi yaitu Museum Satwa. Tak terasa, hari sudah sore ketika kami selesai menjelajah Museum Satwa yang di dalamnya bisa kita jumpai replika dari berbagai macam hewan. Ketika sampai di penginapan, nampaknya keinginan anakku sudah terpuaskan, melihat raut wajah dan senyumnya menyiratkan rasa gembira telah melihat harimau seperti impiannya, Alhamdulillah...





Khilafiyah Lampu Merah

Lampu merah bukanlah makhluk asing buat kita semua. Dengan mudah kita menemukannya berceceran di tiap sudut persimpangan jalan. Tugasnya sangat mulia: mengatur lalu lalang kendaraan dengan tiga kandungan warnanya yang penuh makna. Ada merah, kuning, dan hijau, tapi entah kenapa dia lebih dikenal dengan lampu merah, bukan lampu hijau atau lampu kuning. Yang pasti ga mungkin lampu merah kuning hijau, karena itu cuma ada di langit yang biru (maaf ngelantur). Di beberapa wilayah Jawa, dia juga dikenal dengan Bang Jo, singkatan dari lampu abang (merah) ijo (hijau). Lagi-lagi masih ada warna yang ketinggalan. Tapi biarlah, mungkin memang sudah nasibnya. 

Saya masih ingat, sedari kecil sudah diajari makna dari tiga warna yang diusung lampu merah ini. Merah artinya berhenti, kuning artinya hati-hati, dan hijau artinya boleh jalan. Namun saya tak bisa ingat guru TK atau guru SD saya yang mengajari pertama kali. Jadilah mazhab itu yang saya anut dari kecil hingga tumbuh jenggot. Bertahun-tahun saya meyakini kebenaran yang tak terbantahkan itu. Hingga akhirnya saya menemukan fakta lain saat tinggal di ibu kota. Ternyata banyak perbedaan pendapat di kalangan pengguna jalan atas maksud varian warna yang menyala pada lampu merah. Banyak mazhab yang dianut dan tak sedikit perbedaannya. Sungguh membuat saya terkejut dan terpana. 

Bukan bermaksud sok pintar atau menggurui, di sini saya hanya akan mencoba menguraikan perbedaan pendapat terhadap lampu merah yang terjadi. Satu per satu kita bahas mazhab-mazhab yang dianut umat agar kita bisa mendapatkan gambaran yang utuh atas fenomena ini dan bisa memilih mana yang lebih tepat. Jika dikerucutkan lagi, ada empat mazhab yang paling populer di masyarakat.

Mazhab pertama, 
Ini yang saya yakini benar sejak kecil. Seperti penjelasan yang sudah ditulis di atas, mazhab ini mengajarkan bahwa jika lampu merah menyala artinya kita wajib berhenti. Begitu sebaliknya, jika warna hijau menyala artinya kita sudah boleh memacu kendaraan. Fungsi lampu kuning dimaknai sebagai penanda transisi dari merah ke hijau atau dari hijau ke merah. Saat lampu kuning menyala di antara perpindahan dari lampu merah ke hijau, artinya pengguna jalan dapat bersiap-siap untuk kembali melaju. Sebaliknya, jika lampu kuning menyala di antara perpindahan dari lampu hijau ke merah, artinya pengendara diharap bisa memelankan laju kendaraannya untuk siap-siap berhenti.

Mazhab kedua, 
Mazhab ini mengajarkan pemaknaan yang berbeda tipis dengan mazhab pertama. Arti lampu hijau dan merah yang menyala sama persis dengan mazhab yang pertama. Perbedaannya hanya terletak pada nyala kuning lampunya. Sebenarnya pengikutnya juga memaknai lampu kuning sebagai transisi dari lampu merah ke hijau dan sebaliknya. Namun bedanya, pada saat lampu kuning menyala di antara perpindahan lampu merah ke hijau, artinya membunyikan klakson panjang atau pendek berkali-kali untuk kemudian melaju kembali saat lampu hijau menyala. Saat lampu kuning menyala di antara perpindahan lampu hijau ke merah, artinya pengendara segera mempercepat laju kendaraan sebisanya sebelum lampu merah menyala. Eh, tapi kalau lampu merah baru menyala beberapa detik, mazhab ini masih membolehkan pengguna jalan untuk tetap memacu kendaraannya. 

Mazhab ketiga, 
Perbedaan mazhab ini dengan dua mazhab di atas cukup ekstrim. Meskipun ada tiga lampu yang bisa menyala, dalam pemahamannya penganut mazhab ini hanya mengakui dua warna saja, merah dan hijau. Pada dasarnya makna awalnya sama, merah artinya berhenti dan hijau artinya bisa melaju kembali. Namun untuk lampu merah menyala, hukumnya tidak wajib. Pada saat lampu merah menyala, pengendara boleh saja tidak berhenti, dengan syarat jalanan nampak sepi, jalanan tampak aman dilalui, laju kendaraannya bisa lebih cepat dari kendaraan lain yang melintasi persimpangan, ada banyak temennya, atau alasan-alasan lain yang dianggap aman. Sedangkan lampu kuning bagi penganut mazhab ini hanya sebagai pemanis saja. 

Mazhab keempat, 
Mazhab ini yang paling ekstrim diantara mazhab yang lain. Prinsip dasar pemaknaan pada mazhab ini adalah semua tindakan tergantung niat dalam hatinya. Apapun warna lampu yang menyala, tergantung hatinya pengen seperti apa. Contohnya, jika lampu merah menyala tetapi kata hatinya bilang untuk terus jalan, pengendara boleh saja terus melaju seenak udelnya. Begitu juga untuk lampu yang lain.

Secara singkat mungkin seperti itu khilafiyah lampu merah yang terjadi di kalangan umat ibu kota. Kenapa saya menekankan di ibu kota? karena di daerah asal saya di ujung timur pulau jawa, tidak ada khilafiyah seperti ini. Mazhab yang diakui hanya mazhab pertama. Selain mazhab itu dianggap pelanggaran dan "berdosa". Memang masih ada perilaku seperti mazhab kedua, ketiga dan keempat yang terjadi di sana. Tapi semua orang akan sepakat bahwa perilaku tersebut dikategorikan sebagai perbuatan tercela. 
Sedangkan di ibu kota? keempat mazhab di atas tumbuh dengan tenangya dan semua diakui eksistensinya. Akan dengan mudahnya kita menemukan penerapan empat mazhab ini di jalanan dalam keseharian. Dan bagaimana sikap para pengendara dan aparat berwenang? kadang diam saja. Ini artinya memang masih ada khilafiyah di kalangan umat ibu kota. Sekian.

Sosok Hitam Berjubah Hakim

Sosok yang mengenakan pakaian jubah hakim itu berdiri di trotoar seberang jalan, dengan payung hitam yang menutupi wajahnya, keremangan cahaya serta gerimis hujan, membuat saya tidak dapat melihat dengan jelas wajahnya. Hanya terlihat gelap, namun entah mengapa saya merasa sosok itu melihat tajam kearah saya, saya terpaku dalam usaha melihat lebih jelas kearah wajahnya, dan perlahan-lahan sosok itu seperti melayang semakin mendekati saya, sampai beberapa jenak kemudian... srrooottt.... saya terkaget sendiri dengan suara air bercampur udara dalam aqua gelas yang saya pegang, yang habis saya minum melalui sedotan kecil.. saya seperti bangun dari hipnotis, seperti baru tersadar, dan saya lihat sosok itu kembali ke tempatnya semula, berdiri di pinggir jalan...

Kisah nyata ini saya alami pada tahun 1998, bulan dan tanggalnya saya sudah tidak ingat lagi. Kisah ini mirip dengan peristiwa yang saya alami pada cerita “Wanita Berpayung Merah”. Saya juga sudah tidak ingat lagi peristiwa mana yang lebih dahulu terjadi, peristiwa yang akan saya ceritakan ini ataukah wanita berpayung merah yang sudah saya ceritakan lebih dahulu.

Malam itu, seperti biasa, saya kembali membantu Bapak Velmer Moningka menyelesaikan pekerjaan beliau di Seksi Perbendaharaan 1. Selain dapat makanan gratis dan tambahan uang jajan, saya juga mendapat pengalaman penyelesaian pekerjaan pada Seksi Perbendaharaan. Selepas kuliah D3 Perbendaharaan Negara pada tahun 1997, lalu ditugaskan pada KPKN Ternate pada akhir tahun 1997, tentu saya belum punya pengalaman bekerja, sehingga membantu Bapak Velmer di Seksi Perbendaharaan 1 pada awal-awal bekerja menjadi tambahan ilmu dan pengalaman bagi saya.

Jam di dinding telah menunjukkan pukul 02.30 dini hari, hujan pun telah mereda, menyisakan gerimis dan angin yang bertiup pelan. Mungkin pembaca teringat cerita yang lalu, 2 kisah yang telah lebih dahulu saya ceritakan, suasana yang sama, gerimis, entahlah.. saya juga heran, beberapa kali ketika saya melihat “penampakan” dalam suasana yang sama, dini hari dan kondisi cuaca gerimis.

“Sudah Mas, hari ini cukup, besok kita lanjut lagi” kata Pak Velmer.

Kami pun segera merapikan berkas, mematikan lampu dan mengunci ruangan Seksi Perbendaharaan 1. Dreenng, dengg, dengg... suara khas knalpot Vespa PX 150 telah memecah kesunyian, Pak Velmer dengan Vespa biru mudanya telah meluncur meninggalkan KPKN Ternate, tinggallah saya sendirian di halaman kantor yang sepi.

Saya berjalan menyeberangi lapangan badminton untuk menuju bangunan lantai 3 tempat saya dan beberapa teman lainnya tinggal. Tiba-tiba bulu kuduk saya berdiri, badan merinding.. hadeh.. ada apa ini. Sejenak saya ragu untuk meneruskan langkah, karena untuk menuju lantai 3, saya harus melalui tangga pada lantai 1 dan 2, dan ini yang seringkali (meskipun tidak selalu) membuat saya tiba-tiba merinding dan merasa ada kehadiran makhluk astral di sekitar, seperti yang saat ini saya rasakan. Tapi kalau saya tidak naik ke atas ke lantai 3, akan kemana saya istirahat?. Menunggu sampai pagi di ruangan kantor juga bukan pilihan yang lebih baik.

Akhirnya, saya beranikan diri untuk tetap melanjutkan langkah menuju lantai 3. Menapaki anak tangga demi anak tangga lantai 1 dan 2, saya lalui dengan rapalan mantra-mantra do’a. Lolongan anjing liar di luar sana, semakin membuat ciut hati saya. Saya berdo’a kepada yang Maha Kuasa, meminta perlindungan agar selamat, dan kalaupun saya harus menjumpai penampakan, tolong Ya Allah, jangan yang seram-seram, dan jangan yang mengagetkan, bathin saya memohon.

Dan alhamdulillah, saya sampai di lantai 3 dengan selamat, dan tanpa menjumpai penampakan yang aneh-aneh di tangga gedung. Sampai di lantai 3 hati saya tenang, badan yang merinding sudah kembali normal, saya minum kembali aqua gelas di tangan yang saya bawa dari tadi, saya tidak langsung masuk kamar, saya mendekat ke jendela untuk melihat suasana Kota Ternate sembari menghabiskan aqua gelas saya. Hujan gerimis masih turun mengguyur Kota Ternate, suasana sejuk menambah keinginan untuk memeluk guling secepatnya.

Keinginan memeluk guling secepatnya terusik, ketika pandangan saya menangkap sosok yang berdiri di atas trotoar di pinggir jalan. Dia berdiri di trotoar depan Kantor Kota Administratif Ternate persis diseberang KPKN Ternate. Pakaian yang dikenakannya seperti jubah hakim, hitam panjang dengan corak putih ditengah dari leher hingga diatas pusar.


(Ilustrasi, sumber : https://diarywardah.blogspot.co.id/2016/08/payung-hitam-air-mata.html)

Sosok yang mengenakan pakaian jubah hakim itu berdiri di trotoar seberang jalan, dengan payung hitam yang menutupi wajahnya, keremangan cahaya serta gerimis hujan, membuat saya tidak dapat melihat dengan jelas wajahnya. Hanya terlihat gelap, namun entah mengapa saya merasa sosok itu melihat tajam kearah saya, saya terpaku dalam usaha melihat lebih jelas kearah wajahnya, dan perlahan-lahan sosok itu seperti melayang semakin mendekati saya, sampai beberapa jenak kemudian... srrooottt.... saya terkaget sendiri dengan suara air bercampur udara dalam aqua gelas yang saya pegang, yang habis saya minum melalui sedotan kecil.. saya seperti bangun dari hipnotis, seperti baru tersadar, dan saya lihat sosok itu kembali ke tempatnya semula, berdiri di pinggir jalan...

“Ru... Heru...” saya memanggil teman sebelah kamar yang tentu saja sedang tidur nyenyak.

Karena tidak ada jawaban dari Heru, saya balik badan dan menggedor-gedor pintu kamar Heru yang terkunci.

“Hmm.. eh, ada apa..?” kata Heru dari dalam.

“Bangun, ini ada orang di bawah..” jawab saya sembari kembali balik badan dan menuju jendela lantai 3.

Namun, saat saya sampai di pinggir jendela, tak saya jumpai lagi sosok itu, Heru yang menyusul saya melihat ke luar melalui jendela beberapa detik kemudian, juga tidak melihat sosok yang saya ceritakan. Saya jadi merasa bersalah telah mengganggu tidur Heru. Tapi beberapa waktu lalu sosok itu benar-benar terlihat jelas, nyata, oleh mata saya. Maafkan saya, Ru.. bathin saya.



*Heru Susilo, kabar terakhir bertugas di KPPN Manokwari, andai kamu baca tulisan ini, masih ingatkah kamu Ru..?

PERDANA

Hai, ini adalah tulisan “perdana” saya di www.bukannotadinas.com, perdana menurut KBBI daring artinya “pertama (kali)”. Selalu ada pertama (kali) dalam semua hal. Mengapa saya menulis? Entah apa yang pertama atau bagaimana urutannya tetapi yang pasti saya merasa bahwa dengan menulis saya dapat mengembangkan kemampuan saya dalam berpikir dan mencerna tulisan, dengan menulis saya dapat menyampaikan pemikiran saya kepada lebih banyak orang lebih dari percakapan di meja warung kopi Zafilia di kantin kantor saya, dengan menulis saya bisa mendapat masukan atas pemikiran saya dalam tulisan, dengan menulis saya dapat melepaskan “kegalauan” saya tentang hal-hal di sekitar saya yang tidak sesuai dengan nalar saya, dan tentu saja harapan bahwa suatu saat kemampuan menulis saya dapat berkembang dan memberi manfaat bagi orang banyak dan (tentu saja) pengembangan diri dan karier saya baik di kantor ataupun di tempat lain jikalau Tuhan menghendaki.

Kembali ke soalan “perdana”, beberapa hari ini saya melakukan beberapa hal-hal perdana sekaligus. Hal-hal yang selama ini saya hindari karena ketakutan-ketakutan akan resiko yang belum pasti. Di mulai dengan beberapa bulan lalu saya mulai berhutang (kembali), sungguh awalnya menguras pikiran karena balik lagi ke khawatiran yang tiada usai, ketika akhirnya saya melangkah ternyata di langkah kedua dan ketiga jalan saya sudah lebih mantab, berdiri saya sudah makin tegap, dan (katanya) saya makin terlihat muda (dude, narcissism is not a crime). Kemudian saya mencoba hal-hal baru lainnya seperti berinvestasi dan mempersiapkan diri untuk kuliah lagi dan mencari beasiswa S2, mulai membaca (lagi), dan beberapa hal lain. Ternyata (memang) banyak jalan menuju ke Roma dan jalannya di situ-situ saja, hanya karena saya takut menoleh ke kiri dan ke kanan maka saya tidak pernah melihat jalan-jalan lain tersebut. Banyak alasan saya atas ketakutan-ketakutan saya, alasan yang mungkin logis tapi seringkali retorika. Alasan yang dibuat-buat dan jadi pembenaran para pecundang, dan itu bukan saya.

Perdana, hari ini pertama (kali) saya menulis untuk www.bukannotadinas.com, semoga ini bukan yang terakhir dan tentu saja semoga bermanfaat bagi para pelaku langkah pertama. Salam.

To me faith means not worrying – John Dewey