Cok Analisis


Mungkin Anda menebak-nebak, sejenis analisis apa ini. Tenang, tulisan ini bukan mencoba menerangkan cara melakukan analisis yang menggunakan perhitungan canggih dan rumit. Saya jamin tulisan ini  tidak membuat kepala Anda pusing, bahkan tidak bikin ndas pecah. Tulisan ini cuman cerita proses mengapa analisis tersebut dinamakan Cok Analisis. 

Ceritanya, Mas To yang mempunyai jabatan kepala seksi diminta pimpinannya untuk membuat analisis mengenai kondisi belanja pada beberapa tahun terakhir. Arahannya, coba buat analisis kondisi belanja terkini dan alternatif kebijakan untuk dijadikan pegangan pimpinan dalam pembuatan keputusan. 

“Baik,” dengan sigap Mas To menyanggupi tugas tersebut. Ini tipikal Mas To yang tertib untuk melaksanakan arahan pimpinan. Meskipun Mas To berasal dari Jawa Timur, orangnya kalem. Agak berbeda dengan tipikal orang Jawa Timur pada umumnya yang ekspresif. Mas To secara struktual didesain sebagai orang tertib. Mendapat arahan, ia dengar dan laksanakan. Catatan di buku agendanya rapi, begitu juga berkas-berkas pekerjaan di meja kerjanya. Jangan ditanya soal keberadannya di ruangan, ia datang ke kantor hampir bisa dipastikan jam 7 pagi. Saking tertibnya, ia akan berpamitan kepada anak buahnya hanya untuk ke toilet.

Dengan mengerahkan segala daya yang ada dan dibantu oleh anak buahnya, Mas To akhirnya menyelesaikan permintaan Pak Pimpinan. Yang bikin kagum adalah hasilnya. Analisisnya menghasilkan 10 alternatif kebijakan beserta narasi filosofisnya. Edan tenan, kemampuan Mas To untuk urusan yang satu ini tidak diragukan lagi.

Dengan segenap kebanggaan, ia menyampaikan hasil analisisnya kepada pimpinan yang memberi order. “Ini saya baca dulu,” kata Pak Pimpinan saat menerima hasil analisisnya.

Selang beberapa waktu, Mas To menerima kembali dokumen hasil analisisnya beserta komentar atau disposisi untuk arahan selanjutnya. Mas To memelototi satu per satu komentar yang ada. Hampir semua analisis dan alternatif kebijakan yang sebanyak 10 buah tersebut diberi catatan. Yang mengejutkan dirinya adalah catatan di halaman terakhir. ‘Tolong dibuat analisis dan alternatif lain yang hasilnya berbeda’ adalah isi catatan dari Pak Pimpinan.

Mata Mas To nanar, kepalanya cenat-cenut, dan tanpa kuasa mulutnya berucap,”Jancoookkk….”

Sebentar, jangan salah sangka atas apa yang Mas To ucapkan. Itu bukan misuhi atau mengumpat kepada pimpinannya atau pihak lain. Itu hanya metode pelepasan energi negatif semata. Bedakan antara misuh dan misuhi dalam konteks Jawa. 

Misuh bagi Mas To mempunyai arti berbeda-beda. Pertama, ia berarti tantangan pada dirinya sendiri, mengapa tidak bisa membuat seperti yang diharapkan Pak Pimpinan. Kedua, ungkapan ini bisa berperan sebagai pintu darurat bagi batinnya agar tetap seimbang dan waras dalam melihat lingkungan sekitarnya. Ketiga, misuh juga menunjukkan rasa keheranannya kepada Pak Pimpinan yang secara rinci bisa menuliskan catatan pada per hasil analisis tetapi tidak memberi arahan yang jelas soal analsis dan kebijakan yang dikehendakinya. Keempat, mungkin bisa juga, misuh sebagai doa atau permintaan kepada alam semesta untuk meminta bantuan agar ide analisisnya diterima Pak Pimpinan atau pikiran pimpinannya dibelokkan sehingga dapat menerima hasil analisis tersebut.

Lebih dahsyat lagi, Mas To tetap mengerjakan perintah bosnya dengan energi positif karena energi negatif (jengkel atau marah) sudah keluar dari dirinya. 

Oleh karena itu, Mas To tidak akan menghadap kepada Pak Pimpinan untuk mananyakan berbagai komentar atas analisis dan kebijakan yang pada dasarnya meragukan hasil kerjanya. Tidak, Mas To malah membuat analisis dengan alternatif kebijakannya kembali dan menyerahkan lagi kepada Pak Pimpinan.

Kejadian ini berulang-ulang sampai tiga kali. Namun yang sangat berbeda adalah reaksinya, ucapan yang keluar dari mulutnya pada saat menerima arahan atau disposisi yang ke tiga kalinya, cuman kata ‘cok’ yang semakin pendek. 

Saat ada temannya bertanya, “Lagi sibuk apa Mas To?”

“Biasa, membuat Cok Analisis.”

Menurut Kamus Daring Universitas Gadjah Mada , istilah “jancuk, jancok, diancuk, diancok, cuk, atau cok" memiliki makna “sialan, keparat, brengsek (ungkapan berupa perkataan umpatan untuk mengekspresikan kekecewaan atau bisa juga digunakan untuk mengungkapkan ekspresi keheranan atas suatu hal yang luar biasa)”

3 komentar:

  1. energi negatifnya keluar pas kapan ya mas? hihihi...

    BalasHapus
  2. Yo pas misuh kuwi energi negatif keluar. Nah, pas keluar, rasanya lega bingit. Nggak percaya, coba deh.

    BalasHapus