GEMESS (Garing mak Kress) : Toleransi

Drrt... drrt... drrt...., handphone Rangga bergetar di atas dashboard motornya. Tampak muncul nama 'Cinta' yang masuk sebagai orderan pertamanya di pagi ini. Bergegas dia sentuh layar handphone untuk mengambil pesanan yang masuk.

"Alhamdulillah, berkah puasa, pagi-pagi udah dapat penumpang, cewek pula"

Direngkuhnya handphone dari tatakannya untuk menghubungi sang pemesan.

"Halo Cinta, ini Rangga... kamu ada di mana? aku tunggu tepat di pintu keluar stasiun ya...aku yang melambai-lambaikan tangan." ucap Rangga sok akrab sambil melambai-lambai sebagai tanda"

"Oh iya mas Rangga, aku uda ngelihat mas, ini aku lagi jalan ke sana, ditunggu ya mas, aku matiin dulu teleponnya" jawab Cinta sembari jalan keluar dari peron stasiun.

"Eh, biar aku aja yang nutup teleponnya, kan aku yang nelepon duluan" ujar Rangga makin menggila.

"Oke mas, silakan!" jawab Cinta singkat.

"Tapi, kalau Cinta mau nutup teleponnya duluan gak papa deh, Rangga ngalah demi Cinta, silakan Cinta yang nutup teleponnya" timpal Rangga yang makin menjengkelkan.

Seketika lenyaplah suara di handphone Rangga, nampaknya Cinta mulai kesal dan langsung mematikan sambungan teleponnya.

"Sabar... cobaan orang puasa" gumam Rangga pada dirinya.

Dari kejauhan terlihat sosok wanita berparas cantik berambut lurus panjang dengan make up yang natural. Bentuk tubuhnya yang ideal dibalut blus dan rok di atas lutut dengan warna senada. Kaki indahnya dialasi dengan sepatu hak tinggi yang menyebarkan suara 'tok.. tok.. tok.." seiring derap langkahnya.

"Wuiiih cantiknyaa.... rezeki anak soleh", Rangga hanya bisa bicara lirih sambil tetap melambaikan tangannya.

"Astaghfirullah... puasa Rangga.. puasa... Astaghfirullah", Rangga tersadar bahwa dirinya sedang puasa dan apa yang dilihatnya dapat membuatnya hanya mendapat lapar dan dahaga.

Akhirnya sosok Cinta sudah ada di depan mata, meski sangat ingin menatapnya tetapi Rangga mencoba menjaga pandangannya.

"Ini Cinta helmnya, meskipun belum Purnama, aku akan mengantarmu ke mana saja kau mau"

"Apaan sih mas, uda cepetan, saya udah mau telat"

Cinta segera naik ke jok belakang motor dengan mengambil posisi duduk miring. Rangga yang sudah siap dan berbunga-bunga perlahan mulai menggeber motornya. Sepanjang perjalanan Cinta hanya diam, sibuk dengan handphonenya. Sedangkan Rangga, sibuk memandangi Cinta dari spion di kanan kirinya. Ingin rasanya Rangga mengajak ngobrol Cinta, tapi masih bingung akan mengusung tema apa. Hingga akhirnya..

"Cinta puasa gak? "

"Puasa lah mas! Mas jangan sok akrab deh panggil nama doang! "

"Maaf mbak Cinta, jangan marah-marah dong, kan lagi puasa katanya"

Cinta tidak menimpali dan kembali sibuk mengetik di handphone nya.

"Wah, ini warung-warung masih pada buka ya mbak Cinta, padahal kan orang pada puasa" Rangga keukeuh mencoba mengajak ngobrol Cinta

"Ya tapi uda pada ditutup kain semua tuh Mas, itu kan karena menghormati orang yang puasa, mereka kan juga buka warung buat cari uang. Itu yang namanya toleransi mas" kali ini entah kenapa Cinta mau menimpali dengan jawaban yang cukup panjang.

"Ooh, gitu ya mbak, ditutup gitu supaya toleransi sama yang puasa ya"

"Iya dong mas, masak gitu aja ga ngerti sih! "

"Hehehe.. bener juga ya mbak... masak gitu aja aku gak ngerti"

Suasana hening beberapa saat setelah percakapan itu, hingga tiba-tiba Rangga menghentikan laju motornya dan menepi.

"Loh...mas kenapa berhenti? kantor saya kan masih jauh! "

"Maaf Cinta, eh mbak Cinta...boleh turun sebentar? sebentar saja gak lama. Ini demi toleransi mbak."

Cinta yang makin ga ngerti dan mulai emosi, akhirnya hanya bisa menuruti.

"Cepet ya, jangan lam-lama, saya keburu-buru nih! "

"Siap mbak Cinta, bentar aja kok ini"

Rangga bergegas membuka bagasi motor, tak ada angin tak ada hujan, dia mengambil jas ujan model ponconya. Setelah berhasil membuka lipatannya, Rangga segera memakai jas ujan yang dibawanya.

"Apaan sih mas, terang benderang gini pakai jas ujan, gila kali ya"

"Tenang mbak Cinta, jangan marah-marah"

"Hadeh, yaudah lah terserah ayo cepetan berangkat" Cinta segera naik kembali ke motor Rangga yang sudah di starter kembali.

"Ayo mbak tolong dipakai jas ujannya" Rangga mencoba menjulurkan jas ujan ponco itu untuk menutupi Cinta

"Astaga, apa apaan sih mas, saya ga mau, gerah tau, mas aja sana yang gila sendirian pake jas ujan"

"Ga bisa mbak Cinta, mbak harus pakai jas ujan, ini demi toleransi di bulan puasa mbak.

"Toleransi dari hongkong, apaan sih mas, uda ayo berangkat aja, pokoknya saya ga mau ikut-ikutan gila pakai jas ujan panas-panas gini"

"Tolong mbak Cinta, dipakai jas ujan ini, beneran ini demi toleransi, menghormati orang yang puasa"

"Paha mbak dari tadi kelihatan ke mana-mana jadi saya harus nutup pakai jas ujan karena saya ga punya kain buat nutupinnya"

Seketika Cinta langsung turun dan lari ke warung yang tadi dilewatinya. Diambilnya kain penutup warung dan disarungkan ke tubuhnya sambil menahan malu. Tamat! 

2 komentar:

  1. Apakah selama berpuasa Rangga merasakan godaan yang sama dengan paha ayam? he he ... ditunggu seri selanjutnya gan :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Mungkin paha ayam kalah pesonanya mbak sama paha yg itu..hehehe

      Hapus