Motor, Solusi Kemacetan yang Dituduh Jadi Biang Kemacetan

Repost dari: www.ekopandu.blogspot.co.id

Sudah bukan berita populer lagi jika kita membicarakan kemacetan di Jakarta. Macet seperti keberadaan kucing di pemukiman, sudah biasa dan pasti ada. Konon dulu hari libur dikecualikan dalam kategori hari macet di Jakarta. Tapi faktanya, kini hari libur juga tak mau kalah, macet di mana-mana.

Kalau bicara penyebabnya, tentu kompleks dan rumit, bukan keahlian saya. Kalau bicara kebijakan mengatasinya, sudah banyak gubernur mengambil peran, semuanya orang hebat. Tapi bagi saya, secara kasat mata belum ada perubahan. Tiap pagi sore (maaf bukan rumah makan padang) selalu mampet di jalanan.

Di tengah kondisi lalu lintas Jakarta yang ruwet itu, masyarakat dipaksa memikirkan solusi secara mandiri. Sepeda motor yang langsing dan lincah menjadi pilihan paling realistis memecah kebuntuan di jalan. Itu pula yang membuat ojek online kini laris manis diburu. Tak lain dan tak bukan karena sepeda motor dipandang lebih efektif untuk menempuh perjalanan di tengah jam-jam macet ibu kota. Moda transportasi roda dua ini seakan jadi solusi instan agar tak terdampar dalam kemacetan.

Betapa terkejutnya saya ketika sekitar dua hari yang lalu membaca tautan berita yang mengabarkan bahwa di bulan September akan diberlakukan pelarangan sepeda motor di sepanjang jalan sudirman dan rasuna said. Eh, maaf bukan pelarangan tapi pembatasan, karena sepeda motor dibatasi untuk tidak melintasi kedua jalan tersebut dari jam 6.00-23.00 di hari senin - jumat. Tapi saya lebih suka menyebutnya pelarangan karena sedikit sekali yang akan bersepeda motor jam 00.00-5.00. Lebih membuat saya geleng-geleng kepala adalah argumen di balik kebijakan itu. Disebutkan bahwa pelarangan motor ini dilatarbelakangi pertumbuhan sepeda motor yang sangat tinggi, mencapai 9,7 % sd 11 %. Sedangkan pertumbuhan mobil "hanya" 7, 9 % sd 8,75 % (sumber: detik.com). Yang makin membuat saya mengelus dada (saya sendiri), ketika terucap bahwasanya kebijakan ini sebagai upaya mengurangi kemacetan. Dengan kata lain, secara tidak langsung sepeda motor dituduh sebagai biang kemacetan sehingga perlu "dimusnahkan". Alamak, sebagai pengguna motor, sedih saya mendengarnya. Fitnah yang sungguh "kejam".

Fitnah? ya fitnah. Coba kita pakai hitungan sederhana saja untuk mengujinya. Saya coba googling dimensi sepeda motor dan mobil untuk dibandingkan. Agar perbandingannya "ekstrim" saya coba membandingkan sepeda motor yang cukup besar dengan mobil yang paling kecil. Baik, saya ambil contoh sepeda motor honda CBR. Lebarnya 0,76 m dan panjangnya 2,04 meter sehingga luas jalan yang dibutuhkan 1,55 meter persegi. Kemudian saya pilih honda brio sebagai perbandingan. Lebarnya 1,68 meter dan panjangnya 3,61 meter sehingga luas jalan yang dibutuhkan 6,06 meter persegi. Buka mata "Anda" lebar-lebar, luas jalan yang dibutuhkan mobil  empat kali dari sepeda motor. Atau gampangnya, di jalan, kebutuhan akan luas jalan satu mobil setara dengan empat sepeda motor. Oke kita hitung lebih jauh lagi. Karena tadi berbicara tentang pertumbuhan, mari kita buktikan. Anggap saja jumlah motor tahun lalu 100 unit sehingga luas jalan yang dibutuhkan adalah  155 meter persegi. Kita ambil perkiraan pertumbuhan yang paling tinggi, 11%, maka jumlah sepeda motor menjadi 111 unit sehingga makan tempat 172,05 meter persegi. Pertambahan luas jalan yang dibutuhkan sebesar 17,05 meter persegi. Sekarang kita hitung pertumbuhan mobil. Asumsikan tahun lalu jumlah mobil juga sama, 100 unit sehingga luas jalan yang dibutuhkan 606 meter persegi. Kita pilih perkiraan pertumbuhan yang paling kecil 7,9%, maka jumlah mobil menjadi107,9 unit. Oke kita bulatkan ke bawah saja jadi 107 unit sehingga makan tempat 648,42 meter persegi. Pertambahan luas jalan yang dibutuhkan sebesar 42,42 meter persegi.  Coba lihat, meskipun secara persentase pertumbuhan motor lebih besar dibanding mobil, pertambahan luas jalan yang dibutuhkan seiring pertumbuhan mobil 2,5 kali lebih tinggi dibanding sepeda motor. Sederhananya, pertumbuhan mobil makan jalan 2,5 kali lebih banyak dibanding sepeda motor. Ini baru kita ambil contoh mobil dengan dimensi kecil, padahal kita tahu di jalanan didominasi jenis MPV yang dimensinya lebih besar.

Tapi kan mobil muatannya lebih banyak? Coba melek lebih lebar lagi, kita kembali ke contoh di atas, satu mobil brio maksimal 5 orang, sedangkan 4 sepeda motor muat 8 orang. Kalau cek fakta di lapangan, jarang kita lihat satu mobil diisi kapasitas penuh. Bahkan tidak sedikit yang hanya berisi 1 orang. Kalaupun penuh, biasanya itu taksi online yang penumpangnya pengen irit ongkos, seperti saya. Lagian, urusan jumlah penumpang ini sebenarnya ga nyambung-nyambung amat, karena yang dibicarakan adalah pertumbuhan jumlah kendaraan bukan penumpangnya.

Bukan, saya bukan ingin menyalahkan mobil. Hanya saja, dari hitung-hitungan sederhana tadi, saya makin yakin kalau ini fitnah yang "kejam". Saya jadi penasaran metode seperti apa yang bisa menghasilkan kesimpulan bahwa untuk mengurangi kemacetan harus dengan "menyingkirkan" sepeda motor. Saya sepakat sekali dengan pembatasan, tapi jika "Anda" bisanya baru pembatasan jumlah kendaraan yang ada di jalan, ya mbok fair dikit. Samakan lah perlakuan dengan mobil, terapkan kebijakan ganjil genap saja untuk pembatasan sepeda motor. Cukup fair bukan? Kecuali jika memang kebijakan "membunuh" sepeda motor ini ditujukan untuk mengakomodir kebutuhan pertambahan luas jalan yang dibutuhkan mobil. Fitnah itu katanya lebih kejam dari membunuh, apalagi ini, sudah fitnah "membunuh" pula.

*Seluruh data di atas hanya didapatkan dari googling semata, kalau ada perbedaan data mohon dapat diluruskan. 

6 komentar:

  1. secara umum setuju bro, karena sy jg pengguna motor (klo ga memungkinkan nyepeda). sy pikir terlalu dini membatasi motor, krn blm didukung dgn transportasi masal yg efisien dan nyaman. ke depannya sih, yg namanya kota maju, apalagi sekelas ibukota ya harusnya sedikit motor (diganti sepeda hehe), banyakin kendaraan umum. kendaraan pribadi (mobil) boleh utk mereka yg bersedia bayar pajak gedhe.

    BalasHapus
    Balasan
    1. setuju bro mabrur, sepeda motor kan skrg banyak krn angkutan umum dirasa blm memadai dan fleksibel. Dan itu menurut saya blm ada perbaikan signifikan. Parameternya sederhana saja, selama metromini dan kopaja reot masih berkeliaran, berarti angkutan umum belum menjadi baik. Oh iya, dan juga selama angkot masih ngetem dan puter balik sebelum trayek seenaknya, angkutan umum masih belum serius ditangani. Dan artinya motor masih layak sebagai penghuni

      Hapus
  2. Saya setuju larangan kendaraan bermotor (motor), saya setuju tarif parkir dinaikkan. Semoga hal ini mendorong pemerintah mempercepat perbaikan angkutan massal.

    Idealnya memang angkutan umum yang baik dulu tercipta, tapi untuk kasus ini menurut saya tidak masalah, karena kalau ditunggu, kondisi akan semakin parah.

    tuntutan masyarakat akan lebih powerfull karena sudah ada bukti kalau masyarakat jadi susah karena gak bisa naik motor dsb dsb.

    Motor tetap layak jadi penghuni jalan raya, tetapi 99% pengendara motor tidak layak berada di jalan raya.

    Masih banyak faktor lain sebenarnya, tapi biarlah satu-satu terselesaikan. Intinya, masyarakat Indonesia perlu diatur dengan "tangan besi", karena tingkat intelektualnya masih sangat rendah...baru bisa baca tulis hitung saja

    BalasHapus
    Balasan
    1. hmmh...menurut saya begini pak, perlu dipilah satu-satu. Ujungnya adalah apakah kebijakan pelarangan motor total sudah tepat?

      Pertama, argumen yang digunakan oleh pihak yang berwenang adalah pertumbuhan motor dibanding mobil, jadi yang musti dibuktikan dari argumen itu adalah hitung-hitungan terkait jumlah, luasan jalan yang dibutuhkan. Maka dari itu saya coba pakai metode sesederhana di atas, dan hasilnya berkebalikan dari argumen pihak berwenang tersebut.

      Kedua, saya setuju bahwa kebijakan ini bisa memacu pemerintah memperbaiki angkutan umum. Tetapi apakah hanya penumpang motor yang perlu dipacu untuk pindah ke angkutan umum, bukankah penumpang mobil juga musti dipacu untuk pindah ke angkutan umum, apalagi dari hitungan sederhana di atas, mobil makan tempat lebih banyak. Oke, mobil sudah ada pembatasan dengan ganjil genap. Kita Catat Dulu.

      Ketiga, tentang perilaku oknum (meski banyak) pengendara motor yang memang parah. Bukankah ini kebijakan "tangan besi" yang harus dilakukan adalah penegakan peraturan lalu lintasnya? Ini kan terkait perilaku harus dipisahkan dengan permasalahan jumlah kendaraan di jalan. Dan jangan lupa, bukankah perilaku parah di jalan oleh oknum mobil juga masih terjadi?

      Kesimpulan menurut saya,

      Pertama, pembatasan motor memang harus dilakukan. Karena selain jumlahnya yang makin banyak, juga untuk memacu berpindah dan perbaikan angkutan umum. Tetapi harus tetap ada kesetaraan. Kalau kini pembatasan untuk mobil ganjil-genap, ya untuk saat ini pembatasan motor harusnya jg ganjil-genap. Toh, motor dan mobil sama-sama berkontribusi terhadap kemacetan.

      Kedua, terkait perilaku hina pengendara motor, itu ranahnya penegakan aturan lalu lintas, jangan dijadikan alasan untuk diambil kebijakan pembatasan motor. Ga fair, karena pengendara mobil yang hina juga ada. Jadi harusnya penegakan terhadap pelanggaran lalu lintas yang dikuatkan.
      Kalau Anda punya anak kecil di rumah, lalu dengan aktivitas dan perilaku anak bikin rumah berantakan, apakah serta merta Anda akan mengusir anak Anda dari rumah?

      Hapus
    2. makanya saya bilang "satu-satu terselesaikan". penegakan hukum bukan tidak dilakukan, tapi petugas kewalahan dengan jumlah pengendara kendaraan bermotor yang makin bertambah. idealnya memang ada penegakan hukum yang menimbulkan efek jera, tapi diskusi tentang ini tentunya akan sangat panjang sekali, karena masalahnya sangat mendasar: rendahnya tingkat intelektual masyarakat kita.

      saya bukan mendiskriminasikan motor dan mobil, tapi saya hanya ingin membatasi pendapat saya hanya pada "motor".

      Hapus
    3. Tapi saya setuju banget Pak dengan "rendahnya intelektual" yang jadi permasalahan mendasarnya. Suka geregetan dengan orang-orang "bodoh" di jalanan..padahal kadang-kadang orangnya kelihatan intelek,hehehe..

      Hapus