KERJA

"....karena, kerja itu tidak selamanya" 
                   -Sri Mulyani Indrawati-


Bekerja itu, apabila dilakukan dengan niat yang baik, cara yang benar dan dinikmati, adalah ibadah. Kalau memang demikian, menjadi seorang pekerja di Jakarta adalah suatu keberuntungan. Jika yang disebut bekerja itu adalah ketika seseorang meninggalkan rumah sampai dengan kembali ke rumah, maka berarti rata-rata 2/3 hari dihabiskan untuk ibadah. 
.
Pergi pagi pulang malam, itulah kondisi yang dilakoni kebanyakan pekerja yang berkantor di Jakarta. Karena tempat tinggal yang berada di pinggiran kota, kemacetan lalu lintas dan belum sempurnanya moda transportasi massal, rata-rata seorang pekerja harus meninggalkan rumah sebelum matahari terbit jika tidak ingin terlambat, dan pulang saat matahari terbenam bahkan ada yang sampai larut malam. Semua dengan satu tujuan: bekerja untuk mencari nafkah dan menjemput rezeki.
.
Menjadi seorang Pegawai Negeri Sipil (PNS) pun tidak terlepas dari ritual tersebut. Apalagi di jaman now, dimana PNS dituntut profesional, seperti lirik sebuah lagu lama "...pergi pagi pulang malam, mengabdi tiada henti, demi tanah ibu pertiwi..". Meskipun sebenarnya, profesional ataupun tidak, tetap saja PNS di kantor saya pulangnya malam karena rata-rata tempat tinggalnya di pinggiran kota Jakarta dengan waktu tempuh minimal 1,5 sampai 2 jam di jam-jam pulang kantor.
.
Dengan kondisi tersebut, praktis seorang pegawai/pekerja hanya memiliki waktu efektif 3-5 jam untuk bertemu dan bercengkrama dengan anak-istri/suami masing-masing setiap harinya. Bahkan mungkin ada yang tidak sempat sama sekali karena ketika pergi anak/istri/suami-nya masih tidur dan pulang ketika mereka sudah tertidur. Kesempatan untuk berlama-lama bersama keluarga akhirnya hanya di akhir pekan, dengan catatan tidak ada panggilan mendadak untuk lembur atau menyiapkan bahan rapat untuk pimpinan. Belum lagi 'gangguan' telpon, sms, whatsapp, email di sela-sela waktu libur atau saat jam seharusnya beristirahat. Sehingga sebenarnya nyaris 24 jam waktu kita disita untuk bekerja dan pekerjaan kita.
.
Konsep Work-Life Balance (WLB) yang belakangan mulai diperkenalkan di lingkungan Kementerian Keuangan (Kemenkeu) pada intinya bertujuan untuk memberikan waktu kepada pegawai untuk melakukan hal-hal yang menjadi passion pegawai tersebut yang mungkin tidak sempat dilakukannya karena tersita untuk penyelesaian tugas. Salah satu implementasi WLB di lingkungan Kemenkeu adalah kegiatan Kemenkeu Mengajar. Dalam kegiatan ini, pegawai yang berminat mengajar sukarela di sekolah-sekolah dasar di seluruh Indonesia diberikan day-off. Disitu si pegawai dapat mengaktualisasikan diri dan berbagi dengan anak-anak, menginspirasi dan memotivasi mereka memiliki mimpi untuk menjadi generasi muda yang berguna bagi bangsa dan negara.
.
Apakah WLB efektif sebagai penyeimbang kehidupan seorang pegawai tentunya perlu penelitian lebih lanjut, mengingat tentunya tidak semua pegawai butuh aktualisasi diri seperti itu. 24 jam sehari semalam harusnya dibagi dengan imbang antara kewajiban mencari nafkah, hak tubuh untuk beristirahat dan hak orang-orang yang kita kasihi untuk bercengkrama. 
.
Dalam kegiatan family gathering Hari Oeang ke-71, Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati secara khusus memberikan apresiasi kepada keluarga PNS Kemenkeu yang dengan sabar dan ikhlas harus rela kehilangan waktu bersama istri/suami dan anak-anaknya demi pelaksanaan tugas-tugas Kemenkeu. Secara khusus beliaupun berpesan agar keluarga tetap menjadi prioritas utama karena kerja itu tidak selamanya tapi keluarga selamanya.
.
Pesan Bu Menteri tersebut sangat berkesan dan membekas di segenap hati PNS Kemenkeu. Hal ini menunjukkan perhatian seorang pimpinan kepada bawahannya. Tidak mudah memang untuk dilaksanakan tapi paling tidak ada upaya-upaya ke arah sana. Pembangunan infrastruktur transportasi massal yang saat ini sedang berjalan diharapkan dapat mengurangi tingkat kemacetan dan memangkas waktu tempuh perjalanan dari daerah-daerah pinggiran ke Jakarta. Dengan demikian, tidak banyak waktu yang dihabiskan di jalan hanya untuk perjalanan pergi-pulang ke kantor. Pemberlakuan flexy time, meskipun perlu ditinjau ulang, memberikan cukup waktu untuk sekedar sarapan bersama keluarga di rumah sebelum berangkat ke kantor namun masih terasa kurang apabila harus mengantarkan anak-anak ke sekolah. Pekerjaan diselesaikan dengan lebih efektif berkat dukungan sarana prasarana IT dan penggunaan gadget sehingga tidak perlu lembur ataupun hadir secara fisik untuk hal-hal yang dapat digantikan dengan penggunaan teknologi tersebut.  Para pimpinan jaman now pun sudah mulai memahami kebutuhan bawahannya, sehingga tidak menyita waktu istirahat dan libur bawahannya dengan hal-hal yang sifatnya kedinasan.
.
Kerja itu adalah ibadah, tapi jangan sampai mengabaikan hak tubuh dan keluarga. "Seandainya kalian betul-betul bertawakkal pada Allah, sungguh Allah akan memberikan kalian rizki sebagaimana burung mendapatkan rizki. Burung tersebut pergi pada pagi hari dalam keadaan lapar dan kembali sore harinya dalam keadaan kenyang". (Umar Bin Khatab, RA)


Jakarta, 13 Desember 2017

Tidak ada komentar:

Posting Komentar