Rumah Kaca

Awalnya saya gak pernah terpikir bisa membuat sebuah blog atau menjadi seorang blogger. Bahkan membayangkan untuk bisa menulis saja tidak pernah. Kejadian ini berawal pada awal tahun 2007 ketika banyak blogger yang sukses sebagai penulis, penjual, travelerfood phtotograph dan itu menarik minat saya untuk mulai menulis dan memiliki sebuah blog. Saya pun tidak banyak riset saat akan memulainya dan apa yang harus dituangkan dalam sebuah blog. Ketika mulai saya pun masih kebingungan soal tema atau topik apa yang akan ditulis. Akhirnya saya menulis sesuai apa yang saya ingat, ingin dan selanjutnya ditulis. Akhirnya tulisan pertama adalah mengenai tema Pemanasan global (global warming). Saya juga gak tau kenapa tema itu menjadi pilihan saya. Mungkin memang saya menyukai sesuatu terkait dengan nature conservation atau alam beserta lingkungannya. Jika kita berbaik dan berdamai dengan alam, alam akan berbaik dan berdamai dengan manusia. Jika manusia berbuat sebaliknya, maka alam juga demikian. Sebagai contoh ketika banyak pohon dilereng bukit yang ditebang dan diganti dengan tanaman palawija, maka alam akan memberikan tuahnya berupa landslide atau longsor. Itu hanya salah satu contoh mengenai alam. Makanya saya pilih alam sebagai tema tulisan di blog saat itu.

       Setelah menentukan pilihan tema tulisan dalam sebuah blog, kemudian saya perlu memilih nama blog-nya apa. Pada awal tahun 2007 hingga 2015, nama blog saya adalah “Green Environment”. Dan saat itu saya tidak berpikir perlu tautan agar pengguna internet membaca blog saya atau terlihat menarik. Hal-hal itu tidak terpikirkan dan hal utama yang saya pikirkan adalah saya dapat menuangkan ide atau pikiran dalam blog saya. Antara tahun 2007 hingga 2015, saya baru menulis dalam blog sebanyak 9 tulisan. What ? Iya. Kenapa waktu yang begitu lama saya tidak bisa menulis banyak ide? Iya banyak faktor seperti males, kerjaan (jadi kambing hitam lagi) dan masalah lain. Hingga pada tahun 2017, saya mencoba membuka diri dan mencari tahu soal tulis menulis hingga berusaha hadir di wokshop yang diadakan oleh kantor. Kebetulan workshop-nya mengundang Jombang Santani Khairen, yang menulis buku “30 Paspor di Kelas Sang Professor” dan Muthia Zahra Feirani sebagai mentornya. Mereka adalah anak-anak muda yang punya visi dalam menulis di usia yang sangat muda dan cukup terkenal. Hal itu juga memberikan inspirasi bagi saya yang sangat malas dalam menulis. Saya juga mencoba ikut beberapa kegiatan bedah buku yang diadakan perpustakaan kantor sebagai pelengkap dan penambah inspirasi saya dalam menulis. Akhirnya di tahun 2017 pula, nama blog saya berganti nama menjadi “Rumah Kaca”

     Ada beberapa latar belakang kenapa nama blog saya berubah menjadi “Rumah Kaca. Alasan pertama adalah soal lingkungan. Adanya peningkatan konsentrasi gas karbon dioksida (CO2) dan gas lainnya di atmosfir menyebabkan efek rumah kaca. Peningkatan gas-gas ini berasal dari banyaknya pembakaran bahan bakar minyak, batubara dan bahan bakar organik lainnya yang melebihi kemampuan tumbuh-tumbuhan dan laut untuk menyerapnya. Energi yang diserap dipantulkan kembali dalam bentuk radiasi inframerah oleh awan dan permukaan bumi. Dan sebagian inframerah yang dipancarkan bumi tertahan oleh awan dan gas CO2 dan gas lainnya, untuk dikembalikan ke permukaan bumi. Jika keadaan normal, efek rumah kaca diperlukan untuk menjaga perbedaan suhu antara siang dan malam tidak terlalu jauh berbeda. Makanya ide rumah kaca saya ambil sebagai bentuk bahwa tulisan atau ide saya dapat memberikan inspirasi bagi orang lain bukan malah menghambat dan hal ini juga menegaskan bahwa saya juga cinta lingkungan.

Alasan kedua adalah kritikan dan masukan dari pembaca dapat menjadikan inspirasi dan motivasi untuk saya tetap bisa menulis. Harapannya adalah tulisan saya bisa juga menjadi inspirasi bagi pembaca. Berdasarkan pertimbangan itu maka pilihan rumah kaca itu bisa diartikan sebagai tempat saya atau kita ber-“kaca” atau seperti kita melihat kaca. Jika ada yang tidak rapih, ya kita rapihkan. Jika ada gak pas, ya kita seuaikan. Jadi dengan alasan kedua ini saya juga bisa belajar banyak dari kritikan para pembaca agar saya bisa lebih baik lagi dalam menuangkan ide-ide di sekitar kita.

Alasan ketiga adalah hal yang sedikit disambung-sambungkan seperti dejavu. Saya dari dulu tidak banyak mengenal tulisan atau karya Pramudya Ananta Toer. Saya mengetahui beliau merupakan penulis yang selalu dikaitkan dengan keberadaan Lembaga Kebudayaan Rakyat (Lekra), merupakan organisasi kebudayaan yang berhaluan kiri dan dikaitkan dengan gerakan 30 September atau (G 30 S PKI). Tapi kembali ke Rumah Kaca pak Pramudya. Sekilas tentang buku ini yang merupakan tetralogi dari 4 buku beliau dimana buku pertama berjudul ‘Bumi Manusia”, “Anak Semua Bangsa”, “Jejak Langkah”. Jika 3 buku sebelumnya menceritakan soal Mingke namun di buku ke-4 ini  bercerita tentang Jacques Pangemanann yang merupakan komisaris polisi Belanda kelahiran Manado yang menyelesaikan studinya di Perancis. Latar belakang cerita buku ini pada masa kebangkitan sekitar awal 1900-an. Pada jejak langkah terakhir, Pangemanann menangkap Mingke alias RM Tas dan mengantar ke tempat pembuangan di Maluku. Kemudian Pangemanann mendapat tugas baru untuk memata-matai berbagai organisasi pada masa itu yang berasal dari Indonesia dan menyusup kedalamnya. Dan Pangemanann menamakan pekerjaannya seperti bekerja di rumah kaca. Makanya Pak Pram menulis bukunya berjudul “Rumah Kaca” yang menceritakan soal pekerjaan mata-mata Pangemanann.

Jadi berdasarkan alasan-alasan diatas, maka begitulah penamaan blog saya yang berdasarkan alasan baik yang sebenarnya maupun yang dikait-kaitkan dengan buku “Rumah Kaca” karya Parmudya Ananta Toer. 


Cerita ini juga bisa dibaca di tautan berikut :  
 https://rulyardiansyah.blogspot.com/2017/12/rumah-kaca.html

Tidak ada komentar:

Posting Komentar