Sedikit Pendapat Untuk Pidato Presiden Joko Widodo Dalam Acara Penyerahan DIPA TA 2018

Entah kenapa jadi ada ide buat nulis lagi walaupun peristiwanya sudah beberapa minggu yang lalu, tapi baru sempat ditulis sekarang. Awal mulanya karena rekan diruangan ada yang lagi ngobrolin pidatonya Presiden Joko Widodo saat acara penyerahan Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA) pada tanggal 6 Desember 2017 di Istana Kepresidenan Bogor. Sebelumnya saya sudah sempat lihat video itu, tapi jadi semakin penasaran mau menggali lebih dalam khususnya saat Pak Jokowi menyampaikan butir terkait dengan efisiensi. Pak Jokowi kurang-lebih mengatakan seperti ini, “efisiensi perlu dilakukan pada belanja operasional, honorarium, perjalanan dinas, rapat, dan lain sebagainya. Teliti saat pertama kali menyusun RKA-K/L. Setiap kegiatan terdiri dari tahap persiapan, pelaksanaan, dan pelaporan, dan kegiatan intinya adalah pada tahap pelaksanaan, sedangkan yang terjadi di K/L adalah anggaran lebih besar di tahap persiapan atau dapat dikatakan bahwa belanja pendukung lebih dominan dibandingkan belanja intinya. Contohnya adalah pemulangan TKI dengan anggaran Rp3 miliar, biaya pemulangan sebesar Rp500 juta, sedangkan sisanya sebesar Rp2,5 miliar digunakan untuk kegiatan rapat dalam kantor, rapat koordinasi, perjalan dinas, keperluan ATK, dan lain sebagainya.”

Berdasarkan pernyataan beliau, muncul penasaran dibenak saya, apakah memang demikian kondisi yang terjadi pada Kementerian/Lembaga di negeri ini. Kalau pun memang demikian, apa yang harus dilakukan?????

Saya mencoba menggali dengan data yang dimiliki oleh Direktorat Jenderal Anggaran, dalam menghasilkan suatu output berupa barang atau jasa, maka diperlukan biaya komponen yang sifatnya utama dan pendukung. Sebelum menunjukan data yang ada, saya akan sedikit menyampaikan mengenai definisi komponen utama dan komponen pendukung sesuai dengan PMK Nomor 94 Tahun 2017 tentang Petunjuk Penyusunan dan Penelaahan RKA-K/L dan Pengesahan DIPA.

Komponen Utama merupakan semua aktivitas Keluaran (Output) Kegiatan teknis yang nilai biayanya berpengaruh langsung terhadap volume Keluaran (Output) Kegiatan. Komponen utama merupakan aktivitas yang hanya terdapat pada Keluaran (Output) Kegiatan teknis dan merupakan biaya variabel terhadap Keluaran (Output) Kegiatan yang dihasilkan.
Komponen Utama = Output Teknis (yang biayanya berpengaruh langsung terhadap volume output).
Komponen Pendukung merupakan semua aktivitas Keluaran (Output) Kegiatan generik dan aktivitas Keluaran (Output) Kegiatan teknis yang nilai biayanya tidak berpengaruh langsung terhadap volume Keluaran (Output) Kegiatan. Seluruh aktivitas dalam Keluaran (Output) Kegiatan generik merupakan komponen pendukung.
Komponen pendukung pada Keluaran (Output) Kegiatan teknis digunakan sebagai biaya tetap terhadap Keluaran (Output) Kegiatan yang dihasilkan, misalnya komponen desain, administrasi proyek, pengawasan, dan sejenisnya.
Komponen Pendukung = Output Generik + Output Teknis (yang biayanya tidak berpengaruh langsung terhadap volume output).

Sesuai dengan data yang dimiliki Direktorat Jenderal Anggaran, secara total belanja Kementerian/Lembaga selama periode TA 2016 dan TA 2017, komponen utama komposisinya lebih tinggi dari komponen penunjang, bahkan pada TA 2017, perbandingan komposisi antara komponen utama dengan komponen penunjang adalah 61,1% dibanding 38,9%. 




sumber : Direktorat Jenderal Anggaran


Data pada tingkat komponen menunjukan bahwa secara total anggaran Kementerian/Lembaga masih dalam kondisi yang baik apabila dilihat dari biaya komponen utama dan komponen pendukungnya. Ini artinya bahwa, belanja pemerintah pusat sebagian besar digunakan untuk membiayai hal-hal yang bersifat produktif. Secara teori, saya sendiri belum menemukan yang menyatakan secara terang-terangan komposisi yang ideal antara biaya utama dengan pendukung. Kesimpulan yang bisa saya ambil adalah semakin kecil biaya pendukung maka secara total belanja akan lebih efisien.


Kembali kepernyataan Pak Jokowi sebelumnya, yang disampaikan beliau adalah hal-hal rinci yang tingkatannya ada di dalam komponen. Dengan adanya konsep Penganggaran Berbasis Kinerja, seharusnya tidak lagi mengontrol input tetapi orientasi pada kinerja (output and outcome oriented). Input dapat dikontrol dengan mendorong Kementerian/Lembaga untuk menyusun Standar Biaya Keluaran secara penuh pada dokumen RKA-K/L. Kemudian pemantauan dan evaluasi dilakukan pada Kementerian/Lembaga dengan melihat kinerja melalui capaian indikator-indikator kinerjanya. Sehingga ketika dilakukan rasionalisasi anggaran saat tahun berjalan maupun penyusunan anggaran pada tahun yang direncanakan, efisiensi anggaran dapat dilakukan pada kegiatan (level komponen sampai dengan output) yang tidak berkinerja sesuai dengan hasil pemantaun dan evaluasi tanpa melihat input-nya.

Pendapat saya ini memang berbeda dengan apa yang disampaikan Pak Jokowi, saya tidak akan melihat input-nya, tetapi lebih jauh lagi, bagaimana outcome jangka pendek hingga outcome jangka panjang (impact) dapat tercapai. Ketika ada outcome yang tidak tercapai, maka evaluasi output-nya maupun activity didalamnya. Bahkan apabila terdapat output yang tidak memberikan dampak, maka dapat direkomendasikan untuk di-drop.

*ini hanya pendapat pribadi penulis, kondisi nyata yang terjadi pada penulis bisa saja tidak demikian adanya.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar