Ayat Tanpa Huruf, Tanpa Harakat

Dalam mimpi ku menyelingar
Terlahir sebagai pelukis langit
Yang menjadikan awan sebagai kanvas
Menggambar rasa pada setangkai mawar
Kuntum, mekar, kembang, harum, semerbak, menguning, dan layu

Kau, pun juga aku saling asing
Bak bisu menyenandung sunyi
Memilih lantai sebagai teman
Menanam rasa hingga berkecambah
Menguntum, menjadi sekelopak bunga

Siang itu, pada temanku kau titipkan tanya
Tentang satu jari yang menanti puan
Yang membuat malamku seketika panjang, menduga-duga
Kau kah si penanya?
Ah Tuhan, Kau senang bercanda

Lama sekali kuntum menjadi mekar
Hingga suatu senja di penghujung tahun
Tatkala kudapati jawabmu di dermaga
Saat ku tanya mengapa
Aku sudah menantimu selama ini

Hari berlalu berganti minggu
Minggu perlahan bertukar bulan
Mekarnya mawar indah mengembang
Lamat-lamat kuamati cincin di jemari
Inikah makhluk yang dicipta langit dari rusuk ku?

Kini, perahu penantian perlahan menambat
Pada sebuah dermaga suci bernama sakinah
Berkata tetua, ruqiyah adalah ayat telinga
Sedang istri, ayat hati sang suami
Ialah ayat, tanpa huruf, tanpa harakat



Jakarta, 28 Juli 2020

-----

https://drive.google.com/file/d/1cEUQzDAnwslFDzx1BZfLmIkP88eTZR-y/view?usp=sharing

Satu Dasawarsa