Sebuah kisah di hari jemuah

Ini bukan gibah di hari jemuah,
Hanya mencoba mencatatkan kisah,
Mungkin bisa jadi sejarah,
Yang kelak di kenang dengan indah
Atau sekedar menjadi sampah

Syahdan suatu ketika,
Manakala maharaja telah bertitah,
terpaksa atapun suka cita
Hamba dan kawula tak kan bisa menyanggah,
Dan bergegas  jalani lampah

Pun sabdanya tentang bagaimana jabatan harus dibedah,
dari gemuk struktur,
Menjadi fungsional pada banyak cacah

Semua mahapatihpun berlomba lomba menjadi penterjemah,
Mungkin berbeda ujaran tapi sama arah,
Bagaimana sabda terimplementasi sampai ke bawah,
Kadang sesekali mungkin mencari celah,
agar sabda tak disanggah,
Tapi tak membuat susah,
Birokrat di level bawah

Konon telah banyak musyawarah,
Bagaimana Hitung hitungan ditelaah,
Bagaimana kompensasi untuk jabatan yang musnah
Bagaimana prosedur murah dan mudah
Bagaimana payung hukum digubah,
agar dikemudian hari tak sisakan masalah

Di sudut rumah,
Obrolan pejabat fungsional pun menjadi meriah,
sebagian merasa sumringah
jabatan  yang disandang terlihat gagah,
Merasa senior atau telah menang selangkah

Sebagian menjadi resah,
akankah semua pertanda masa depan cerah ?
Atau akankah hanya sekedar mengulang sejarah,
sebuah judul baru pada suramnya kisah

Bisa jadi,
perekrutan dan naik jenjang tak ada lagi punya marwah,
Seperti dulu pada zaman prasejarah,
konon ada berulang kisah,
ketika mengatasnamakan amanah,
jabatan birokrat dibagi bagi,
Untuk mereka yang mungkin sedarah atau satu daerah,
Untuk mereka yang mungkin pernah satu kampus atau sekolah,
untuk mereka yang mungkin pernah satu masjid, gereja, pura atau madrasah,
Untuk mereka yang mungkin pernah jadi kawan melepas lelah,
Untuk mereka yang dulu pernah bersama sama menjalani  jadi kacung terbawah
Untuk mereka yang mungkin sekedar  bisa ngomong cas cis cus basa basa susah, 
namun  menyihir pendengar hingga terperangah,

Ah....
Bahkan yang parah,
Konon berkali kali pernah,
seleksi dan uji kompetensi hanyalah drama murah,
Yang perlu figuran agar kompetisi nampak meriah,

pertandingan dikemas seolah tak mudah,
agar mereka yang mendapatkan amanah,
punya legitimasi yang mewah,
bukan semata kompetensi tapi proses yang penuh hikmah

Namun nyatanya pemenang  dari awal telah dipilah,
Peluit akhirpun ditiup saat kompetisi masih di tengah,
Ketika  kontestan lain belumlah kalah

Mungkin itu kecemasan yang salah,
Karena kini zaman telah jauh berubah,
pemegang amanah adalah orang orang kompeten dan ahli ibadah,
sistem telah dibangun oleh mereka untuk tak lagi ada ruang dan celah,
Bagi kebijakan yang memihak kepentingan pribadi dan kelompok yang tidak sah

Cerita cerita zaman prasejarah,
mungkin membuat telinga mereka memerah,
tapi hati mereka yang bersih
akan memetiknya sebagai pelajaran dan  hikmah,
untuk senantiasa  bersiap berbenah

Yaaa sudahlah,
Di barat langit telah memerah
Sudah saatnya kita pulang ke rumah,
Tempat di mana tubuh  kita yang lelah,
Menemukan tempat rebah
Negeri dimana kita bisa membingkai mimpi 
dan harapan paling indah

(Sutikno Slamet lantai 3, 221119)

2 komentar:

  1. selalu keren puisi puisinya kang harat

    BalasHapus
  2. Makasih Mas Gun, Tp masih minder buat sering sering masuk ke "sana"...

    BalasHapus