LELAKI INI DAN PEREMPUAN ITU DAN HUNJAMAN RINDU

Hujan. Lelaki ini suka hujan. Tak peduli di bulan Juni, November atau Januari. Seperti sore ini. Beberapa hari menjelang pergantian musim. Langit menumpahkan triliunan tirta. Berbaris rapi menuju bumi. Mendarat dengan tertib di atap-atap rumah, pohon, daun, dan tanah. Meluruhkan debu bagai sang ibu memandikan bayinya. Tidak tergesa, tidak pula terlena. Titik-titiknya terorkestrasi dengan indah. Menghadirkan rindu. Hujan yang awet, ujar Perempuan itu di suatu waktu. Lelaki ini teringat kembali waktu itu. Hujan yang sama. Lelaki ini dan Perempuan itu duduk di teras rumah. Secangkir kopi sachet dan semangkok mie, cukup sudah. Perempuan itu juga suka hujan. Tapi di bulan Juni. Aku selalu ingat saat pertama kita jumpa, jawab Perempuan itu ketika Lelaki ini bertanya kenapa. Saat itu bulan Juni, hari hampir berganti. Tapi hujannya tidak seperti ini. Bagaimana kalau tidak ada hujan di bulan Juni? Apakah lalu kamu tak ingat aku? kejar Lelaki ini. Perempuan itu merajuk. Bahkan saat hujan tak turun sepanjang tahun, Perempuan itu tetap tak bisa lupa. Betapa indah dicinta Lelaki ini. Betapa sakitnya saatnya harus berpisah.  

Lelaki ini tergagap. Petrikor menyerang seluruh indra-nya. Hujan sudah berhenti. Lama. Sekujur tubuh Lelaki ini basah. Tak hirau tatap heran orang yang lalu lalang. Lelaki ini berlama-lama di tengah taman. Mematung layaknya arca penjaga. Entah apa yang mengganggu jiwanya. Benteng kokoh yang tegar mulai rapuh. Serangan rindu tak kenal waktu. Entah kenapa, alam pun seolah membantu.

Perempuan itu tergugu. Fragmen itu ternyata ilusi. Bunga tidur yang mekar mewangi. Menarik namun tak bisa dipetik. Sekarang bukan bulan Juni. Meski hujan turun sepanjang hari. Hujan tak pernah sadar, dirinya tidak hanya membasahi bumi. Menyuburkan tanah, merimbunkan ilalang. Perempuan itu tidak menyalahkan hujan. Karena, ingatan itu tak meranggas walau kemarau. Perempuan itu menyalahkan takdir yang tak juga berpihak. Alih-alih berlayar ke barat, angin bertiup kencang ke selatan. Perempuan itu tahu, dia hanya perlu membuang sauh. Menunggu suar memancarkan rindu. Suar yang tak kunjung ketemu.

Lelaki ini dan Perempuan itu terpisah waktu. Sama merindu. Sama menunggu. Jalan takdir membawa mereka bertemu. Lelaki ini beranjak lunglai. Hujan mengering di badan. Lelaki ini tak hirau. Hujan tadi menggenangi segenap arteri-nya. Memenuhi ruang hatinya. Terkunci.  

...

And you can't fight the tears that ain't coming

Or the moment of truth in your lies
When everything feels like the movies
Yeah, you bleed just to know, you're alive*

Jakarta, 9 Desember 2021


*Iris, Goo Goo Dolls

1 komentar: